Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SYOK

KARDIOGENIK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pembimbing :Brigitta Ayu D, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
3A

Agustina W (2820172993) Annisa Hidayatun (2820172998)


Ajeng Dinda P (2820172994) Ardine Eka S (2820172999)
Alfina Kusuma H (2820172995) Arif Danang P (2820173000)
Amirah Afnan K (2820172996) Arrahman Rian N (2820173001)
Anggi Nuvita (2820172997) Aulia Nur D (2820173002)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Gawat Darurat yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Syok Kardiogenik”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
di Program Studi DIII Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Notokusumo.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Giri Susilo Adi, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Direktur Akper
Notokusumo
2. Ibu Brigitta Ayu D. M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat
3. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun
materil
4. Teman-teman serta segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penulisan makalah ini.
Penulis menyadari segala kesalahan dan kekurangan oleh sebab itu penulis
meminta maaf apabila banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermnfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 16 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
A. Definisi Syok Kardiogenik...................................................................................... 4
B. Etiologi Syok Kardiogenik...................................................................................... 4
C. Klasifikasi Syok Kardiogenik ................................................................................. 5
D. Patofisiologi Syok Kardiogenik .............................................................................. 6
E. Pathway Syok Kardiogenik ..................................................................................... 8
F. Manifestasi Klinis Syok Kardiogenik ................................................................... 10
G. Komplikasi Syok Kardiogenik .............................................................................. 10
H. Pemeriksaan Penunjang Syok Kardiogenik ...........Error! Bookmark not defined.
I. Penatalaksanaan Syok Kardiogenik .......................Error! Bookmark not defined.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................ 19
A. Pengkajian ............................................................................................................. 19
B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 21
C. Rencana Keperawatan ........................................................................................... 22
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................... 28
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 28
B. Saran ..................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok kardiogenik adalah kondisi akibat depresi berat kerja jantung sistolik.
Tekanan arterisistolik < 80 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 1,8
L/menit/ m2, dantekananpengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering
tampak tidakberdaya,pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam, ekstremitas
dingin dan sianotik(Fitria, 2010).
Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan
perfusi sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga
menyebabkan hipoksia jaringan. Istilah syok kardiogenik ini pertama sekali
disampaikan oleh Stead (1942) dimana saat itu dilaporkan 2 orang pasien yang
disebutkan mengalami “syok yang diakibatkan oleh jantung (shock of cardiac
origin)”. Belakangan istilah ini kemudian berubah menjadi syok
kardiogenik(Ohman, 2009).
Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian paling sering pada
pasien-pasien yang dirawat dengan infark miokard.Tindakan revaskularisasi
dini terbukti mampu menurunkan kejadian syok kardiogenik pada kasus infark
miokard akut. Tingkat kejadian syok kardiogenik telah banyak berkurang
belakangan ini, mulai dari 20% pada tahun 1960an, hingga saat ini tinggal +8%
saja. Jenis infark miokard akut yang paling sering menyebabkan syok
kardiogenik adalah STEMI(Ren X, 2013).
Sekitar 80% kasus syok kardiogenik yang berkaitan dengan infark miokard
akut.80% Syok kardiogenik yang terjadi akibat infark miokard disebabkan oleh
kegagalan ventrikel kiri.Sedangkan yang lainnya adalah mitral regurgitasi akut,
rupture septum ventrikular, gagal 4 ventrikel kanan, serta tramponade
jantung.Insidensi syok kardiogenik lebih tinggi pada pria daripada wanita
(3:2).Perbedaan ini disebabkan karena semakin meningkatnya kejadian
penyakit jantung koroner pada pria.Namun demikian persentase kejadian syok

1
kardiogenik yang mengikuti infark miokard lebih banyak pada wanita
dibanding pria.Umur rata-rata pasien dewasa yang mengalami syok
kardiogenik adalah 65-66 tahun. Ras yang paling tinggi persentasenya untuk
kejadian syok kardiogenik adalah ras hispanik (74%) sedangkan ras afrika
amerika 65%, kulit putih 56%, sedangkan Asia dan selebihnya 41% (Ren X,
2013).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui masalah asuhan keperawatan dengan pasien syok
kardiogenik
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang :
a. Pengertian syok kardiogenik
b. Etiologi syok kardiogenik
c. Manifestasi klinis syok kardiogenik
d. Patofisiologi syok kardiogenik
e. Pathway syok kardiogenik
f. Komplikasi syok kardiogenik
g. Penatalaksanaan syok kardiogenik
h. Pemeriksaan penunjang syok kardiogenik

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang
luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ
vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel
kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi
infark miokard , tetapi dapat juga terjadi pada tamponade jantung, emboli paru,
kardiomiopati, dan disritmia (Suddarth, 2013)
Syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang mengakibatkan
perfusi jaringan tidak cukup untuk mendistribusi bahan makanan dan
mengambil sisa metabolisme. Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan
oleh ketidakadekuatan perfusi jaringan akibat dari kerusakan fungsi ventrikel.
Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah
ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, akibat dari gangguan
fungsi pompa jantung (Aspiani, 2015).
Syok kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah,
penurunan tekanan rerata arteri (MAP) <65 mmHg, peningkatan LVEDP ( >18
mmHg), dan penurunan curah jantung (CO <3,2 L/menit). Syok kardiogenik
dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut dan komplikasi mekanik yang
ditimbulkannya (seperti ruptur chordae, rupture septum interventrikular (IVS),
dan rupturdinding ventrikel), kelainan katup (PERKI, 2015).

3
B. Etiologi
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh iskemia ventrikular primer,
masalah struktural dan disritmeia. Penyebab paling utama adalah infark
miokard akut yang menyebabkan kehilangan 40% atau lebih fungsi
miokardium. Kerusakan pada miokardium mungkin terjadi setelah salah satu
infark miokard besar (biasanya dinding anterior), atau mungkin kumulatif
sebagai akibat dari beberapa infark miokard yang lebih kecil atau infark
miokard pada pasien dengan disfungsi ventrikel yang sudah ada sebelumnya.
Masalah struktural pada sistem kardiopulmonari dan
disritmia juga menyebabkan syok kardiogenik. Jika mereka mengganggu aliran
darah ke jantung.
Faktor penyebab syok kardiogenik menurut (Aspiani, 2015) yaitu :
a. Gangguan kontraktilitas miokardium .
b. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti
paru dan/atau hipoperfusi iskemik.
c. Infark miokard akut.
d. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti ruptur otot papila, ruptur
septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi
(menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan
infark yang lebih kecil.
e. Stenosis katup.
f. Miokarditis (inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).
g. Kardiomiopati (miokardiopati, gangguan otot jantung yang tidak
diketahui penyebabnya).
h. Trauma jantung
i. Tamponade jantung akut
j. Komplikasi edah jantung.

4
C. Klasifikasi
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin
berat (Muttaqin, 2009) :
1. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif)
Ditandai dengan respon kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi,
mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif
Ditandai dengan manifestasi sistemik dari hipoperfusi dan kemunduran
fungsi organ.
3. Tahap III, reflakter (irreversible)
Ditandai dengan kerusakan sel yang hebat, tidak dapat lagi dihindari yang
pada ahirnya menuju kematian .

D. Patofisiologi
Syok kardiogenik merupakan akibat dari gangguan dari keseluruhan
system sirkulasi baik yang besifat temporer maupun permanen. Kegagalan
ventrikel kiri atau ventrikel kanan (akibat disfungsi miokardium) memompakan
darah dalam jumlah yang adekuat merupakan penyebab primer syok
kardiogenik pada infark miokard akut. Akibatnya adalah hipotensi, hipoperfusi
jaringan, serta kongesti paru atau kongesti vena sistemik.Kegagalan ventrikel
kiri 7 merupakan bentuk yang paling sering dari syok kardiogenik, namun
bagian lain dari sistem sirkulasi juga ikut bertanggung jawab terhadap gagalnya
mekanisme kompensasi.Kebanyakan abnormalitas ini sifatnya reversibel
sehingga bagi pasien-pasien yang selamat, fungsi jantung mungkin masih dapat
dipertahankan (Reynolds HR, 2008)
Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua syok
kardiogenik.Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume sekuncup/stroke
volumeserta menurunnya indeks kardiak.Turunnya tekanan darah dapat
dikompensasi oleh peningkatan resistensi perifer yang diperantarai oleh
pelepasan vasopresor endogen seperti norepinefrin dan angiotensin II.Namun
demikian gabungan dari rendahnya curah jantung dan meningkatnya tahanan

5
perifer dapat menyebabkan berkurangnya perfusi jaringan.Sehubungan dengan
itu, berkurangnya perfusi pada arteri koroner dapat menyebabkan suatu
lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi miokardium, dan disertai dengan
progresivitas hipoperfusi organ serta kematian.Hipotensi dan peningkatan
tahanan perifer yang disertai dengan peningkatan PCWP terjadi jika disfungsi
ventrikel kiri merupakan kelainan jantung primernya.Meningkatnya tekanan
pengisian ventrikel kanan terjadi jika syok akibat kegagalan pada ventrikel
kanan, misalnya pada gagal infark luas ventrikel kanan.Namun pada
kenyataannya sebuah penelitian SHOCK trialmenunjukkan pada beberapa
pasien post MI, syok malahan disertai oleh vasodilatasi. Hal ini mungkin
terjadi sebagai akibat adanya respon inflamasi sistemik seperti yang terjadi
pada sepsis.Respon inflamasi akut pada infark miokard berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi sitokin menyebabkan induksi
nitritoksida (NO) sintase dan meningkatkan kadar NO sehingga menyebabkan
vasodilatasiyang tidak tepat dan berkurangnya perfusi koroner dan sistemik.
Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada syok septik yang juga ditandai
dengan adanya vasodilatasi sistemik (Antman, 2008)

6
E. Pathway

Kerusakan jantung

Penurunan curah jantung

Menurunnya tekanan darah arteri ke organ vital

Penurunan aliran Penurunan aliran darah Arteri serebral


darah ke arteri koroner
abdominal

Hipoksia otak
Kerusakan hati Saluran ginjal Suplain O2
cerna miokardium
Konfusi dan
agitasi
Meningkatkan
Gangguan fungsi Nekrosis Penurunan
beban kerja
hati hemoragik pengeluaran
miokardium dan
usus besar urin
kebutuhan O2
Gangguan
Peningkatan Ceder usus oliguria kesadaran
enzim hati besar
Metabolisme
 SGOT anerob
 SGPT
Na Diagnosa
 Hipoksia
berkurang keperawatan :
hati
sejalan Miokardium tidak Risiko cidera
dengan dapat
Penimbunan cairan penurunan mempertahankan
pada usus dan absorpsi GFR cadangan fosfat Penimbunan
bakteri dan endotoksin berenergi tinggi asam laktat
dalam sirkulasi (ATP) dalam
keadaan normal Merangsansang
Peningkatan reseptor nyeri
BUN dan
kratinin Nyeri dada
Kontraksi ventrikel
semakin terganggu

7
Nekrosis tubular akut Kerusakan
lebih lanjut
Gagal ginjal akut

Penurunan kontraktilitas jantung

Penurunan tekanan arteri Penurunan curah jantung dan


peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri

Merangsang
beroreseptor pada
aorta dan sinus Kongesti paru dan edema
karotik
 Penurunan tekanan
darah
Sindrom distres
 Nadi cepat dan lemah
Vasokontriksi pernafasan :
 Disritmia jantung
dan takikardi
 Takipnea
 Dispnea
 Ronki
Diagnosa keperawatan :
Intoleransi aktivitas

Diagnosa keperawatan :
penurunan curah jantung Diagnosa keperawatan :
gangguan pertukaran gas

8
F. Manifestasi Klinis
Menurut (Aspiani, 2015), tanda dan gejala syok kardiogenik yaitu :
1. Penurunan tekanan darah
2. Nadi yang lambat atau cepat atau tidak beraturan
3. Peningkatan CVP
4. Penurunan produksi urine
5. Penurunan cardiac indeks
6. PaO2 Menurun
7. Produksi laktat meningkat
8. Pasien tidak sadar atau hilangnya kesadaran secara tiba- tiba.
9. Sianosis akibat dari aliran perifer berhenti
10. Dingin

G. Komplikasi
Menurut (Aspiani, 2015), komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
syok kardiogenik antara lain :
1. Henti jantung-paru
2. Disritmia
3. Gagal multisistem
4. Stroke
5. Tromboemboli

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Aspiani, 2015) pemeriksaan penunjang syok kardiogenik, yaitu :
1. EKG
Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis iskemia
dan kerusakan pola. Mengetaui adanya sinus takikardia, iskemia,
infrak/fibrilasi atrium, hipertrofi, ventrikel, disfungsi penyakit katup
jantung.

9
2. Rontgen dada
Menunjukan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatas atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan
tekanan pulmonal.
3. Pemindaian jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperbaiki gerakan jantung
4. Katerisasi jantung
Tekanan abnormal menunjukan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katup atau insufisiensi serta
mengkaji potensi arteri koroner.
5. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
6. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongensif
memperburuk penyakit paru obstruksi menahun (POM)
7. AGD
Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
8. Enzim Jantung
Meningkatkan bila terjadi kerusakan jaringan jantung, misalnya infark
miokard (kreatin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan dehidrogenase
laktat/LDH, isoenzim LDH).

I. Penatalaksanaan
Syok kardiogenik merupakan suatu kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan resusitasi sesegera mungkin sebelum syok menjadi ireversibel dan
merusak organ-organ vital. Kunci keberhasilan penatalaksanaan syok
kardiogenik adalah pendekatan yang terorganisir untuk mendapatkan diagnosis
secara tepat dan cepat serta terapi farmakologik sesegera mungkin untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung. Seluruh pasien syok

10
kardiogenik harus dirawat di ruang perawatan intensif.3 Hipoperfusi sistemik
berat yang terjadi dapat menyebabkan hipoksemia dan asidosis laktat yang
dapat lebih jauh lagi memperberat miokardium baik secara langsung maupun
sebagai akibat dari berkurangnya respon sistemik terhadap vaspresor seperti
dopamin dan norepinefrin. Oleh karena itu, jika memungkinkan koreksi
terhadap kondisi metabolik seperti yang disebutkan diatas sangatlah penting
(Hocsman)
1. Penanganan Suportif (Resusitasi dan Ventilasi)
Manajemen awal berupa resusitasi cairan bila dijumpai hipovolemia dan
hipotensi, kecuali dijumpai adanya edema paru. Pemasangan jalur vena
sentral dan arteri, kateterisasi Swan Ganz, serta pulse oksimeter perlu
dilakukan(Ren X, 2013).
Oksigenasi dan proteksi jalan nafas merupakan hal yang penting di awal
penanganan khususnya pada kondisi hipoksemia (SpO2 <90% atau PaO2 <
60 mmHg), oksigen dapat diberikan mulai dari 40-60% selanjutnya dapat
dititrasi sampai SpO2 > 90%. Jika diperlukan, intubasi jalan nafas dan
ventilasi mekanik dapat dilakukan. Selain itu monitoring tekanan darah
juga harus dilakukan.3 Hipovolemia dapat terjadi pada kasus syok
kardiogenik misalnya dengan riwayat penggunaan diuretik atau jika ada
muntah. Pemberian terapi pengganti cairan harus dipantau dengan
pemeriksaan PCWP, saturasi oksigen arteri (SaO2), tekanan arteri sistemik,
serta curah jantung. Pemberian challenge volume intravaskular yakni saline
isotonik sebanyak sekurangnya 250 mL dalam 10 menit dapat dilakukan
sebelum tindakan kateterisasi pada jantung kanan jika tidak ada bukti
bendungan paru pada pemeriksaan fisik maupun rontgen torak serta pasien
tidak dalam keadaan distres pernafasan.3 Pada beberapa kondisi dukungan
cairan yang lebih besar kadang-kadang diperlukan misalnya pada syok
kardiogenik akibat infark ventrikular kanan, dimana tekanan pengisian yang
tinggi diperlukan untuk memaksimalkan aliran ke ventrikel kiri. Infark pada
ventrikel kanan dapat disangkakan jika dijumpai gambaran infark inferior,
lapangan paru bersih pada pemeriksaan auskultasi serta syok. Pemberian

11
cairan dalam jumlah banyak diindikasikan dalam kasus ini sepanjang tidak
dijumpai peningkatan tekanan vena jugularis/sentral. Pasien yang datang
dengan overload cairan dan edema paru kardiogenik tanpa adanya hipotensi
dapat diterapi dengan diuretik, morfin, suplemen oksigenm serta vasodilator
(Ren X, 2013).
2. Manajemen Hemodinamik
Kateterisasi arteri pulmonalis (Swan-Ganz) saat ini tidak begitu sering
dilakukan karena adanya kontroversi dimana disebutkan dalam suatu studi
prospektif observasional bahwa kateterisasi arteri pulmonalis dapat
memperburuk hasil pengobatan. Saat ini penilaian klinis lebih banyak
dilakukan dengan echocardiography. Melalui modalitas ini, tekanan sistolik
arteri pulmonalis dan tekanan baji dapat dihitung secara akurat dengan
echocardiography dopler (Reynolds HR & 117(5):686-97, 2008).
3. Dukungan farmakologi (inotropik dan vasopresor)
Harus digunakan dengan dosis sekecil mungkin yang memberi efek
terapeutik. Semakin tinggi dosis vasopresor, makan semakin kecil angka
keselamatannya. Hal ini disebabkan pada kenyataan bahwa keadaan
penyakit yang mendasarinya sudah sedemikian berat serta efek toksik obat
itu sendiri. Pemberian inotropik merupakan hal yang penting dalam
penatalaksanaan syok kardiogenik. Namun sayangnya dengan pemberian
inotropik, konsumsi ATP miokardium juga meningkat, sehingga perbaikan
hemodinamik yang membaik dalam sesaat harus dibayar dengan
peningkatan kebutuhan oksigen jantung dimana pada saat yang sama
jantung sendiri sudah mengalami kegagalan ditambah lagi ketersediaan
kebutuhan sudah terbatas. Namun demikian inotropik dan vasopresor saat
ini tetap dibutuhkan untuk mempertahankan perfusi koroner dan sistemik
sambil menunggu pemasangan IABP (Intra-aortic balloon pump) atau
sampai syok berhasil ditangani. Data yang membandingkan efektifitas
penggunaan beberapa agen vasopresor masih sedikit. Dopamine,
norepinefrin dan epinefrin merupakan vaskonstriktor yang dapat digunakan
untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan membantu

12
memperbaiki tekanan perfusi pada hipotensi yang mengancam jiwa. Target
tekanan arteri rata-rata (MAP) yakni 60-65 mmHg (Ren X, 2013).
Pada Pasien dengan status perfusi jaringan tidak adekuat dan volume
intravaskular yang adekuat, inisiasi permberian obat inotropik dan atau
vasopresor dapat mulai diberikan. Yang termasuk obat vasopresor adalah
dopamin, norepinefrin, epinefrin dan levosimendan Dosis reguler dopamine
adalah 5-10 mcg/kg/min namun dapat ditingkatkan hingga 20 mcg/kg/min.
Dosis norepinefrin adalah 8-12 mcg/min dapat ditingkatkan dan dalam
keadaan sepsis dapat ditingkatkan hingga 3,3 mcg/kg/min. obat-obat
inotropik antara lain : dobutamin dan fosfodiesterasi inhibitor (PDIs). Dosis
dobutamin adalah 2,5-10 mcg/kg/min. Dalam keadaan hipotensi ringan
(TDS > 70-100 mmHg tanpa klinis syok), Dobutamin dapat digunakan,
namun dalam kondisi hipotensi berat dengan klinis syok yang nyata, pilihan
yang terbaik adalah dopamin (TDS 70-100 mmHg dengan klinis syok) dan
norepinefrin (TD < 70 mmHg) (Alwi & Nasution, 2009)
4. Terapi Farmakologi lain
Pemberian terapi antitrombotik yakni aspirin dan heparin harus diberikan
sebagaimana yang telah direkomendasikan pada infark miokard.
Clopidogrel dapat ditunda setelah tindakan angiografi emergensi sebab, bisa
saja setelah dilakukan angiografi, pasien selanjutnya diputuskan akan segera
menjalani bedah pintas jantung / CABG (coronary artery bypass grafting).
Clopidogrel dianjurkan bagi semua pasien yang menjalani PCI (pada pasien
infark miokard yang dalam keadaan syok ataupun tidak). Pemberian
inotropik negatif dan vasodilator (termasuk nitrogliserin) harus dihindari.
Oksigenasi arteri dan pH darah harus dipertahankan dalam batas normal
untuk meminimalisasi iskemia. Pemberian insulin dapat meningkatkan
angka keselamatan pada pasien kritis yang mengalami hiperglikemia.
Pemberian ventilasi mekanik perlu dipertimbangkan baik melalui sungkup
ataupun pipa endotrakeal. Hal ini bermanfaat untuk menurunkan preload
dan afterload serta mengurangi kerja pernafasan (Ren X, 2013).

13
5. Terapi Mekanikal :
a. IABP (Intra-aortic balloon pump)
Intra-aortic ballon pump merupakan terapi mekanik yang sudah
sejak lama digunakan pada syok kardiogenik. IABP dapat memperbaiki
perfusi koroner dan perifer melalui deflasi balon pada saat sistole dan
inflasi balon saat diastol sehingga afterload menjadi sangat berkurang
dan aliran ke koroner menjadi semakin baik. Namun tidak semua pasien
dapat memberikan respon hemodinamik terhadap pemasangan IABP, hal
ini selanjutnya menjadi salah satu faktor prognostik. IABP semestinya
dilakuan secepatnya bahkan jika ada operator yang terlatih dan prosedur
memungkinkan untuk dilakukan secepatnya, maka IABP dapat dilakukan
sebelum pasien dikirim untuk tidakan revaskularisasi. Komplikasi dari
tindakan ini semakin jarang sejalan dengan dengan kemajuan zaman
yakni sebesar 7,2% untuk komplikasi secara keseluruhan dan 2,8%
(Reynolds HR & 117(5):686-97, 2008).
b. Reperfusi
Reperfusi koroner dapat dilakukan dengan fibrinolisis, PCI
(percutaneous coronary intervention), atau CABG (coronary artery
grafting baypass). Semakin cepat reperfusi dilakukan, maka hasil yang
didapat semakin baik. Keuntungan tindakan revaskularisasi dini pada
syok kardiogenik jelas terlihat pada beberapa studi observasional
terutama pada SHOCK trial yakni sebesar peningkatan angka
keselamatan pada 1 tahun pertama sebesar 13% pada pasien syok
kardiogenik yang menjalani reperfusi dini. ACC/AHA
merekomendasikan dalam guideline agar revaskularisasi dilakukan pada
pasien syok kardiogenik dengan usia <75 tahun. Terapi trombolitik
kurang efektif dibanding PCI namun dapat diindikasikan jika transport
pasien menuju sarana PCI tidak memungkinkan ataupun membutuhkan
waktu yang lama dan jika onset infark miokard dan syok kardiogenik
terjadi dalam rentang waktu kurang dari atau sama dengan 3 jam. Waktu
yang terbaik untuk PCI dini adalah 0-6 jam sejak onset. CABG

14
diindikasikan pada pasien dengan oklusi pada arteri left main atau
sembatan terjadi pada 3 pembuluh darah. Stenting dan pemberian obat
golongan glikoprotein IIb/IIIa inhibitor memperlihatkan peningkatan
akan keberhasilan pada beberapa studi (Reynolds HR & 117(5):686-97,
2008). Algoritma rencana revaskularisasi pada syok kardiogenik :

Gambar : Algoritma rencana revaskularisasi pada syok kardiogenik dari


ACC/AHA guidelines ; IRA : infark related artery. (circulation)

c. Bantuan Sirkulasi Total


Bantuan sirkulasi total mencakup pemasangan LVADs (Left
ventricular assist devices) dan ECLS (Extra corporeal life support).
Prinsip kerja kedua alat ini adalah mengalirkan darah keluar dari
ventrikel kiri dan memompakannya ke sistemik sehingga memungkinkan
jantung untuk istrahat, memulihkan miokard, memperbaiki kondisi
neurohormonal, mencegah hipotensi, iskemik dan disfungsi miokard.
Namun pada prakteknya, aplikasi dari alat ini sangat terbatas karena
komplikasi yang disebabkan oleh alat itu sendiri serta adanya kerusakan
organ yang ireversibel (Reynolds HR & 117(5):686-97, 2008).

15
6. Penatalaksanaan Kegawat Daruratan
Menurut Hardisman (2014) penatalaksanaan kegawatdaruratan pada syok
kardiogenik adalah sebagai berikut :

Syok kardiogenik

Posisi tubuh
Prinsip resusitasi berdasarkan letak
Kenali gejala syok
ABC luka :

1. Cidera kepala:
Ketahui penyebab syok
kepala di
tinggikan
terlentang datar
Pertahankan sirkulasi
2. Luka pada muka:
1. Infus intavena berbaring miring
2. Dopamine 5-15 mcg/kg/menit IV 3. Trauma leher &
tulang belakang
jangan di gerakan

Syok belum Syok sudah teratasi


Pertahankan
teratasi
respirasi :

Observasi 4 jam 1. Bebaskan jalan


Adrenalin 2-3 x nafas
suntik 2. Tengadah
Pulang kepala
3. Topang dagu
Di bawa ke rumah 4. Beri oksigen
sakit

Gambar : Algoritma Penatalaksanaan Syok Kardiogenik

16
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan syok kardiogenik adalah:
a. Membetasi kerusakan myocardium lanjut dan memulihkan kesehatan
myocardium.
b. Memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa secara efektif
c. Peningkatan curah jantung
d. Penurunan tekanan vena, dalam volume darah serta peningkatan
diuresis(Hardisman, 2014).

17
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut (Wardani, 2016) ada fokus pengkajian pada pasien Syock
Kardiogenik diantaranya
1. Airway
Jalan nafas dan pernafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Kaji adanya sumbatan jalan napas.
Terjadi karena adanya penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari
gangguan transport oksigen ke otak. Jika terjadi obstruksi lakukan:
a. Head tilt chun lift/ Jaw thrust
b. Suction
c. Intubasi Trakea.
2. Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas
dan keadekuatan pernafasan pasien. Pada pasien yang tidak memadai maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax. Yang perlu diperhatikan
dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain Look, Listen, Feel,
lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien. Buka dada
pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu. Tentukan
laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien. Bila merasa kekurangan oksigen,
napas tersengal-sengal, sianosis. Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan:
a. Beri oksigen
b. Posisikan semi flower
3. Circulation
Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia,
takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill,

18
dan penurunan produksi urin. Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap
status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
1) Menentukan ada atau tidaknya
2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat).
4. Disability
Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak.
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi
pasien. Posisikan pasien posisi semi fowler, esktensikan kepala, untuk
memaksimalkan ventilasi. Segera berikan Oksigen sesuai dengan
kebutuhan, atau instruksi dokter.
5. Exposure
Disini semua pakaian pasien dibuka. Hal ini akan sangat membantu
pemeriksaan lebih lanjut. Harus diingat disini pasien dijaga agar tidak
jatuh ke hipotermia dengan jalan diberikan selimut. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting
untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada
punggung pasien. (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, makaRapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada
pasien Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi
tidak stabil atau kritis.

19
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman & Kamitsuru (2015) didapatkan diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
a. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
– perfusi (pola pernafasan abnormal)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (respon frekuensi
jantung abnormal terhadap aktivitas)
d. Resiko cidera dengan faktor resiko internal (hipoksia jaringan)

20
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Perencanaan


Keperawatan Intervensi Rasional
1 Gangguan petukaran gas Setelah di lakukan tindakan Terapi oksigen (3320): 1. Melihat apakah ada
berhubungan dengan keperawatan di harapkan tidak 1. Monitor aliran oksigen sumbatan di salah satu
ketidakseimbangan ventilasi terjadi gangguan pertukaran 2. Beri oksigen tambahan bronkus atau adaya
– perfusi (pola pernafasan gas dengan kriteria hasil : seperti yang di gangguan ventilasi
abnormal) (00030) Setatus pernafasan : perintahkan 2. Memaksimalkanpernafasa
Ventilasi (0403): 3. Anjurkan pasien dan n agar supalai oksigen
a. Frekuesi pernafasan keluarga mengenai terpenuhi
b. Irama pernafasan penggunaan oksigen di 3. Memberi tahu kepada
c. Kedalam inspirasi rumah keluarga dan pasien
4. Konsultasi dengan megenai penggunaan
tenaga kesehatan lain oksigen
mengenai pengguaan 4. Melakuakan sering kepada
oksigen tambahan tenga kesehatan lain umtuk
selama kegiatan terapi pengobatan pasien

21
No Diagnosa Tujuan Perencanaan
Keperawatan Intervensi Rasional
2 Penurunan curah jantung Setelah di lakukan tindakan Manajemen syok (4250) : 1. Hipotensi dapat terjadi
berhubungan dengan keperawatan di harapkan tidak 1. Monitor tanda tanda vital karena disfungsi
perubahan kontraktilitas. terjadi penurunan curah 2. Posisikan pasien untuk ventrikel, hipertensi juga
(00029) jantung dengan kriteria hasil : mendapat perfusi yang sering menyertai
Keefektifan pompa jantung optimal berhubungan dengan
(0400) : 3. Informasikan kepada nyeri cemas yang
a. Tekanan darah siastol pasien tentang posisi berakibat terjadinya
b. Tekanan darah diastole yang benar untuk pengeluaran kotekolamin.
c. Denyut nadi perifer pemberian perfusi yang 2. Syok bisa terjadi karena
optimal kekurangan suplay
4. Kolaborasi dalam pem- oksigen ke otak sehingga
berian obat antidiritmia di perlukan posisi yang
sesuai indikasi, dan bila sesuai unruk
digunakan bantu pem- mekaksimalkan suplay
asangan /memper- oksigen
tahankan pacu jantung. 3. Memberi informasi

22
kepada keluarga dan
pasien tentang
kekurangan oksigen di
otak
4. Disritmia biasanya pada
secara simtomatis kecuali
untuk PCV, dimana
sering mengancam secara
profilaksis.

23
No Diagnosa Tujuan Perencanaan
Keperawatan Intervensi Rasional
3 Intoleransi aktivitas Setelah di lakukan tindakan Terapi aktivitas (4310) : 1. Dengan memonitoring
berhubungan dengan tirah keperawatan di harapkan 1. Monitor respon pasien memungkinkan perawat
baring (respon frekuensi pasien dapat beraktivitas terhadap aktivitas dank lien dapat mem-batasi
jantung abnormal terhadap dengan kriteria hasil: 2. Pertimbangkan aktifitas tertentu dan dapat
aktivitas) (00092) Status jantung paru (0400): kemampuan klien dalam pula menam-bah atau
1. Tekanan darah siastol berpartisipasi melalui mengurangiaktifitas yang
2. Tekanan darah diastole aktivitas spesifik ada
3. Tingkat pernafasan 3. Instruksikan pasien dan 2. Peningkatan aktivitas
4. Irama pernafasan keluarga untuk membantu memper-
melaksanakan aktivitas tahankan kekuatan otot,
yang di inginkan maupun tonus
yang telah diresepkan 3. Menurunkan kerja
4. Bantu klin dan keluarga miokardium/ konsumsi
untuk mengidentivikasi oksigen, menurunkan
keemahan dalam level resiko komplikasi yang
aktivitas tertentu lebih berat pada kondisi

24
syok.
4. dengan mengidentifikasi
aktifitas dapat membantu
klienmemudahkan untuk
berpartisipasi sebanyak
mungkin dalam kebut-
uhanaktifitas dan menjaga
derajat harga diri.

25
No Diagnosa Tujuan Perencanaan
Keperawatan Intervensi Rasional
4 Resiko cidera dengan faktor Setelah di lakukan tindakan Peningkatan latihan (0200) 1. Dengan memoniitor
resiko internal (hipoksia keperawatan di harapkan : pasien dapat mencegah
jaringan) (00035) diharapkan tidak ada resiko 1. Monitor individu terjadinya cidera
cidera dengan kriteria hasil terhadap program latihan 2. Dalam melakukan
Deteksi resiko (1908) : 2. Dampingi individu pada kegiatan pasien perlu
1. Mengnali tanda gejala yang saat pengembangan pendampingan untuk
mengidifikasi resiko program latihan untuk mamantau resiko cidera
2. monitor perubahan status memenuhi kebutuhannya 3. Individu mengetahui
kesehatan 3. Intruksikan individu aktivitas fisik yang cocok
3. Mendapatkan informasi terkait dengan tipe untuk kegiatanya
terkait perubahan gaya aktivitivitas fisik yang sehingga mencegah
hidup untuk kesehtan sesuai dengan derajat cidera
kesehatannya 4. Dokter dapat memberikan
4. Kolaborasi dengan anjuran terapi yang sesuai
dokter dan ahli terapi dan ahli terapi
fisik memberiakan terapi

26
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan
perfusi sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga
menyebabkan hipoksia jaringan dimana TDS <90 mmHg selama sekurangnya
1 jam dimana :
(1) Tidak respon dengan pemberian tunggal terapi cairan
(2) Akibat sekunder dari disfungsi jantung
(3) Memiliki hubungan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak
<2,2 L/mnt/m2 dan tekanan baji arteri pulmonalis (PAWP) >15mmHg
Penyebab syok kardiogenik tersering adalah kegagalan ventrikel kiri akibat
infark miokard akut. Mortalitas syok kardiogenik di era modern saat ini ≈ 50%.
Revaskularisasi dini pada syok kardiogenik memberikan harapan hidup lebih
baik dibandingkan stabilisasi kondisi medis terlebih dahulu. Diagnosa syok
kardiogenik dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan penunjang
(radiografi toraks, echocardiography dan data hemodinamik). Manajemen syok
kardiogenik meliputi penganan suportif (resusitasi dan ventilasi), manajemen
hemodinamik termasuk pemberian agen inotropik atau dan vasopresor, terapi
farmakologi lain (aspirin, heparin, clopidogrel), terapi mekanik (IABP), terapi
reperfusi (fibrinolitik, PCI, CABG) serta alat bantu sirkulasi (LVADs dan
ECLS). Seluruh pasien syok kardiogenik harus dirawat di ruang intensif.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
a. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat profesional agar dapat lebih peka terhadap
tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock
sehingga dapat melakukan pertolongan segera.

27
b. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk
melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syok.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Instasi pendidikan diharapkan dapat membantu penanganan syok sebagai
contoh dengan memberikan penyuluhan, seminar, atau workshop dalam
membantu penangan syok, serta tanda dan gejala syok kardiogenik.
3. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat umum dapat mengetahui gambaran umum mengenai
syok kardiogenik dan dapat mengenalinya saat di area pre hospital serta
dapat melakukan tindakan pertolongan pertama.

28
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, I. & Nasution, S.A., 2009. Syok Kardiogenik. In Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing.

Antman, E., 2008. ST-Elevation Myocard Infarc Management. In A Textbook of


Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Saunders.

Aspiani, R.Y., 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC.

Fitria, C.N., 2010. Syok dan Penanganannya. GASTER, VII(2), p.594.

Hardisman, 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta: Pustaka Baru.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S., 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015- 2017. 10th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, A., 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
sistem Kardiovaskuler dan Hematodologi. Jakarta: Salemba Medika.

Ohman, H.d., 2009. Cardiogenic Shock. The AHA Clinical Series.

PERKI, 2015. Panduan Praktik Klinis (Ppk) Dan Clinical Pathway (Cp) Penyakit
Jantung Dan Pembuluh Darah. 1st ed. Jakarta.

Ren X, L.A.M., 2013. Cardiogenic Shock. [Online] Available at:


http://www.emedicine.medscape.com [Accessed 16 september 2019].

Reynolds HR, H.J.F.5.2. & 117(5):686-97, 2008. Cardiogenic shock: current


concepts and improving outcomes. Circulation, V, p.117.

Reynolds HR, H.J., 2008. Cardiogenic shock: current concepts and improving
outcomes. Circulation, V(117), p.686.

Suddarth, B.&., 2013. Keperawatan Medikal Bedah. 12th ed. Jakarta: EGC.

Wardani, L., 2016. Pengkajian Kegawatdaruratan Syock. [Online] Available at:


http://www.academia.edu/16346258/kegawatdaruratan_Syok [Accessed
Selasa, 16 September 2019].

29
30

Anda mungkin juga menyukai