Anda di halaman 1dari 18

PROGRAM KERJA

PELAYANAN HIV/AIDS
RS KARTIKA CIBADAK
TAHUN 2019

RUMAH SAKIT KARTIKA CIBADAK

Jln. Siliwangi No. 139 Cibadak

Telp. (0266) 7160071. Fax. (0262) 535586

SUKABUMI

0
BAB I
PENDAHUALUAN

A. LATAR BELAKANG.
Masalah HIV-AIDS bukan lagi masalah kesehatan semata akan tetapi
telah menjadi masalah sosial yang sangat kompleks. Upaya pencegahan dan
penanggulangannya memerlukan pendekatan dan diselenggarakan oleh
berbagai pihak. Pemerintah berperan sebagai pemimpin upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV-AIDS baik di pusat maupun di daerah. Sejak
pertama kali ditemukan sampai dengan Juni 2018, HIV/ AIDS telah
dilaporkan keberadaannya oleh 433 (84,2%) dari 514 kabupaten/kota di 34
provinsi di Indonesia.Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai
dengan Juni 2018 sebanyak 301.959 jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah
orang dengan HIV AIDS tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa) dan paling
banyak ditemukan di kelompok umur 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Adapun
provinsi Jawa Barat dengan jumlah kurang lebih (31.293).Jumlah kasus HIV
yang dilaporkan terus meningkat setiap tahun, sementara jumlah AIDS relatif
stabil. Hal ini menunjukkan keberhasilan bahwa semakin banyak orang
dengan HIV /AIDS (ODHA) yang diketahui statusnya saat masih dalam fase
terinfeksi (HIV positif) dan belum masuk dalam stadium AIDS.
Peningkatan kasus HIV dan AIDS dijawa barat paling signifikan
dialami kalangan ibu rumah tangga,baru setelahnya oleh kalangan mahasiswa
dan pekerja. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Berli Hamdani Gelung
Sakti, mengatakan, data kumulatif tersebut menempatkan Jawa Barat pada
empat provinsi di Indonesia yang memiliki kasus HIV dan AIDS tertinggi
dan kabupaten sukabumi menjadi termasuk lima besar kota dengan jumlah
hiv dan aids tertinggi dijawa barat dengan jumlah penderita 1.373 orang pada
bulan desember 2018.
upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS harus dapat
dijamin kesinambungannya sangat ditentukan oleh komitmen politik,
kepemimpinan yang kuat dan tersedianya dana yang terus-menerus,
perawatan sarana dan prasarana yang digunakan. manajemen secara terarah

1
dan terorganisir, guna kelancaran tugas dan optimalisasi kerja dalam upaya
meningkatan mutu pelayanan rumah sakit terutama setiap unit pelayanan
maka diperlukan suatu program kerja atau kerangka acuan program kerja
penanggungjawab program. Menyelenggarakan upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV-AIDS ini, mengharuskannya adanya koordinasi yang
baik sejak perencanaan sampai evaluasinya. Memperhatikan kecenderungan
epedemi HIV-AIDS dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, upaya
pencegahan dan penanggulangan di Indonesia akan memakan waktu yang
cukup lama.

B. RUMUSAN MASALAH.
1. Apa itu HIV dan AIDS?
2. Apa tanda dan gejala HIV dan AIDS?
3. Apa penyebab HIV dan AIDS?
4. Bagaimana cara penularan HIV dan AIDS?
5. Bagaimana cara pencegahan penularan HIV dan AIDS?
6. Bagaimana cara penerapan pelayanan kesehatan HIV dan AIDS di Rumah
Sakit?

C. TUJUAN
1. Tujuan umum:
Untuk lebih memahami peran dan fungsi pelayanan program HIV
dan AIDS di Rumah Sakit.
2. Tujuan khusus
a. untuk mengetahui apa itu HIV dan AIDS
b. Untuk mengetahui tanda dan gejala HIV dan AIDS
c. Untuk mengetahui penyebab HIV dan AIDS
d. Untuk mengetahui cara penularan HIV dan AIDS
e. Untuk mengetahui upaya pencegahan penularan HIV dan AIDS
f. Untuk mengetahui cara penerapan pelayanan program HIV dan AIDS di
Rumah Sakit.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN.
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang
termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan
menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan
dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV
menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya
penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa
kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan
menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam
proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1
yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan
di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau

3
retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan
menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia
(Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.
HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki
CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel
limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan
berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang
terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau
retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang
tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel
mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara
lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing
grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara
evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang
paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah
grup HIV-1 (Zein, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup
dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke
dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini
ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit
maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik
(Zein, 2006).

4
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,
yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai
kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan
penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini,
sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler
pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat
menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat
supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Laurentz,
2005).
AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome
dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan
menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV
(Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun manusia,
yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam melawan infeksi dan penyakit
dalam tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan
menggunakan mereka untuk mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga
pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat
berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain.
Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem pertahanan tubuh
terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut
(AVERT, 2011).

B. ETIOLOGI.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae.
Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang
berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang
dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6
gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis

5
penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional
dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk
menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi
protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas
dari nukleus. Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag,
yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).

B. MANIFESTASI KLINIS.
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2
gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum
terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati.
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus Sitomegalo.

6
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research
(MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-
tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti
demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar
getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita
HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun
atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran
sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala
yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan
gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan
pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut
akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS


dapat dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-
6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul
adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi,
malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare,
meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous
ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul
bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit,
faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui

7
jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu
gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus
HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati
dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini
virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat
pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA
virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat
akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut
akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

C. PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah
sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang

8
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh
tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali
antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang
serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes
zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat
timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya
terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

D. KOMPLIKASI
1. MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
2. Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
3. Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
4. Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSA

9
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien
dapat tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi
orang lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan
virus dan protein yang menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan
virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi
sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3
hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif
(Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling
umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA
sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi
segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa
minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela,
seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika
hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes
Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana
protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke
kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat
antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan
protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara
enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya
antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney,
2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk
mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit.
Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann,
2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap
virus, manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes
ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak
memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi

10
“proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral
DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk konfirmasi
kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa
minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil
Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya
merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV)
Obat-obatan antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk
HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang
mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan
dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika
jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau
lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau
lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi
Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut
ini dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya
AZT, ddl, ddC & 3TC).
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse
transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat
esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel.
Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta),
efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel
tuan rumah dan dilepaskan.

11
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT)
seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada
bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam
ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari
seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–
35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan
HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang
dari 14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa
hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian
pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi
50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan
sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari
Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa
persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV
sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa
satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi
tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
3. Post–exposure prophylaxis (PEP)
sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa
kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang
menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan
seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan
permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani
untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan
bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti
obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan
hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV.
Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang

12
digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai
pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada
bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial
ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam,
sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang
memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar.
PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS
sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan
efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak
aman.
4. Vaksin
Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi
untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula
kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang
terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti
HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset
AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi,
tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan
secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks,
2005).
5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis

13
BAB III
PROGRAM HIV AIDS
RS KARTIKA CIBADAK

A. RUMAH SAKIT.
Rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang memiliki peran strategis dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sebagai tujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal, oleh karena itu rumah sakit
dituntun untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Dengan memberikan pelayanan VCT, PMTCT dan
penunjang di rumah sakit.
Tenaga yang professional mempunyai kedudukan yang penting dalam
menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan. Memberikan pelayanan
berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual merupakan pelayanan yang
dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan. Kinerja merupakan
implementasi dari rencana yang telah disusun, implementasi kinerja
dilakukan dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan, kompetensi, motivasi, dan pentingan. Penurunan kinerja
pelaksanaakan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan.
Di dalam organisasi rumah sakit pengelola program adalah pimpinan
yang langsung membawahi pelaksana, yang merupakan suatu unsur proses
dalam manajemen rumah sakit. Pimpinan program sebagai manajerial harus
dapat menjamin mutu pelayanan yang diberikan oleh pelaksana dalam
memberikan pelayanan dan mementingkan kenyamanan pasien. Kemampuan
manajerial yang harus dimiliki oleh pimpinan program antara lain:

14
Perencanaan, pengorganisasian, pengerakan dan pelaksanaan, pengawasan
serta pengendalian dan evaluasi. Dari beberapa fungsi manajerial pimpinan
program yang harus dijalankan adalah bagaimana melakukan suatu
perencanaan yang dituangkan ke dalam program kerja pimpinan program
dalam usaha meningkatkan kwalitas dan mutu pelayanan dalam pencapaian
target program.

B. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


1. Kegiatan pokok
a. Menyusun program kerja tahunan
b. Mengadakan pertemuan rutin
c. Mengusulkan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan SDM
d. Menyusun dan merencanakan kebutuhan tenaga sarana dan prasarana
e. Mengawasi dan mengevaluasi kegiatan dalam usaha penanggulangan
HIV-AIDS
2. Rincian kegiatan
a. Menyusun program kerja
1) Membuatan anggaran dan pembiayaan
2) Membuat laporan setiap bulan
3) Membuat jadwal kegiatan konselor
b. Mengadakan pertemuan rutin dua bulanan
1) Mengadakan rapat bersama Tim guna membahas masalah yang ada
terkait dengan pelaksanaan tugas
2) Melakukan pencatatan, pelaporan, evaluasi, analisa serta tindak
lanjut dari masalah yang ditemukan
c. Mengusulkan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan SDM
1) Membuat rekapitulasi tenaga berdasarkan teknis pelatihan yang
pernah diikuti serta tahun terakhir mengikuti.
2) Membuat daftar pengajuan calon-calon nama yang akan mengikuti
pendidikan atau pelatihan berdasarkan tugas masing-masing.
d. Menyusun dan merencanakan kebutuhan tenaga, sarana dan prasarana
1) Membuat kebutuhan tenaga tiap tahun
2) Membuat kebutuhan sarana dan prasarana setiap tahun.

e. Mengawasi dan mengevaluasi kegiatan dalam usaha pencegahan dan


penanggulangan HIV dan AIDS
1) Mengontrol dan melihat secara langsung pelaksanaan kegiatan
tugas masing-masing tim tiap 6 bulan.
2) Mengadakan evaluasi Program.

15
C. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
1. Membuat TIM Penangulangan HIV-AIDS
2. Rapat TIM
a. Menyusun kegiatan yang direncanakan.
b. Melaksanakan kegiatan dan evaluasi
2. Melakukan audit.

D. SASARAN
1. Menyusun Program kerja 100% pencatatan dan pelaporan pada bulan
Desember 2017
2. Mengadakan pertemuan Rutin bulanan 75% pencatatan dan pelaporan
pada bulan Desember 2017
3. Mengusulkan pendidikan dan pelatihan untuk SDM 50% pencatatan
dan pelaporan pada bulan Desember 2017
4. Mengusulkan dan merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana
100% pencatatan dan pelaporan bulan Desember 2017

E. SKEDUL (JADWAL) PELAKSANAAN KEGIATAN.

Jenis Kegiatan 2019


No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Melaksanakan dan x
menerapkan standar
pelayanan Penanggulangan
HIV/AIDS
2 Konsodilasi Organisasi : x x
 Penyusunan rencana RS
untuk melaksanakan
program Penanggulangan
HIV/AIDS
 Pembentukan tim
 MOU Rujukan dengan
RS perujuk
3 Mengembangkan kebijakan x
dan SPO sesuai dengan
standar
Pelayanan VCT x
Pelayanan PMTCT x

16
4. Peningkatan mutu SDM
dengan pelatihan x
5. Pengusulan sarana dan x
prasarana
6. Rapat tim x x x x x x

F. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


1. Pembuatan evaluasi kegiatan penyelenggaraan penangulangan
HIV/AIDS dilakukan setiap tahun.
2. Pelaporan kasus HIV direkap setiap bulan dengan melaporkan secara
online ke SIHA (Sistem Informasi HIV/AIDS).

G. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN


1. Laporan setiap pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap bulannya ke
bagian Pelayanan Medis.
2. Laporan hasil evaluasi kegiatan dilakukan diakhir tahun.

Sukabumi, 07 Oktober 2019


Ketua TIM HIV/AIDS Direktur RS Kartika Cibadak

Werry Wahyudi Amd.,Kep Dr. Johanes Akolutos Emerald Nalenan

17

Anda mungkin juga menyukai