Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI

Kelembagaan Institutional II (Douglas Cecil North)

Oleh

Dewi Nur Aprilianingsih 201310180311131

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
Sejarah Pemikiran Ekonomi ini.

kami menyusun makalah ini dengan membaca dari sumber yang ada. Oleh karena itu,
kami sangat menghormati dan menghargai pikiran- pikiran penulis lain yang menjadi sumber
acuan dalam menulis makalah ini. Namun, bagaimana pun hal ini membuat saya berbuat hati-
hati dan tanggung jawab serta upaya yang maksimal demi terselesainya makalah ini dengan
sebaik-baiknya. Dalam memenuhi unsur kemudahan dalam memahami isi makalah ini, saya
mengupayakan menggunakan bahasa yang relatif sederhana dan mudah di pahami. Selain itu,
saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses
kontribusi untuk menyelesaikan tugas makalah ini, khususnya kepada dosen mata kuliah
Sejarah Pemikiran Ekonomi, yaitu Bpk. Dr. Wahyu Hidayat R. Yang mana beliau telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada saya atas tugas makalah ini.

Bagaimanapun, tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih butuh banyak
pembelajaran. Namun, saya berharap bahwasanya tugas makalah yang kami buat ini dapat
memberikan manfaat bagi semua orang yang membaca.

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis institusional minimal akar yang sangat kuat dari tiga disiplin ilmu sosial,
yaitu ekonomi, sosiologi, dan politik. Analisis institusional muncul pada akhir abad ke-
19. Periode ini sangat penting sebab saat itu banyak sekali sistem-sistem kelembagaan
berubah terutama dengan terciptanya konstitusi-konstitusi demokratis yang lebih formal.
Saat itu, hampir semua negara di Eropa mulai menjadikan hukum sebagai instrumen tidak
hanya untuk pemegang kekuasaan, tetapi juga bagi warga negara sebagai alat untuk
melindungi diri mereka dari kekuasaan negara (Bagason, 2000).

Keberadaan aliran Ekonomi Kelembagaan (Institutional Economics) merupakan


reaksi dari rasa ketidakpuasan terhadap aliran Neoklasik, yang sebenarnya merupakan
kelanjutan dari aliran ekonomi Klasik. Menurut Hasibuan (2003) inti pokok aliran
ekonomi Kelembagaan adalah melihat ilmu ekonomi dengan satu kesatuan ilmu sosial,
seperti psikologi, sosiologi, politik, antropologi, sejarah, dan hukum. Mereka merangkum
hal tersebut dalam analisis ekonomi, namun demikian di antara mereka masih mempunyai
ragam dan variasi pandangan. Pada garis besarnya mereka menentang pasar bebas atau
persaingan bebas dengan semboyan laissez-faire dan motif laba maksimal.

Pendukung aliran intitutional kelembagaan sangat banyak. Dari sekian banyak


pendukung tersebut yang dianggap sebagai “ Bapak Ekonomi Politik Kelembagaan “
adalah Thorstein Vablen. Ia lebih melihat kelembagaan sebagai norma-norma yang
membentuk perilaku masyarakat dalam bertindak, baik dalam perilaku mengkonsumsi
maupun berprouksi. Hal ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan Vablen (1926)
tentang kelembagaan, yaitu sebagai “sattled habits of thought common to the generality
of men”.

Dari prespektif sosiologi, pendekatan kelembagaan juga dikembangkan oleh tokoh-


tokoh seperti Max Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal. Ketiga tokoh ini lebih
tertarik membahas peran wirausahawan dalam industrialisasi dan pembangunan. Topik
tentang peran wirausahawan ini tidak dibahas sama sekali dalam perspektif ekonomi
politik Liberalisme, baik Liberalisme Klasik maupun Neoklasik.
Selain mengkaji peran norma-norma dalam perekonomian dan peran wirausaha dalam
industrialisasi, tokoh-tokoh seperti John R. Commons, Ronald Coase, Douglas North, dan
Williamson lebih terfokus pada peran hukum dalam sistem ekonomi politik. Bagi
Commons, kelembagaan adalah : “collective action in restraint, liberation, and
expansion of individual action”, Sedangkan bagi North (1994) kelembagaan diartikan
sebagai “ humanly devised constraints that shape human interaction”.

Landreth dan Colander (1994) membagi para tokoh ekonomi Aliran Kelembagaan
dalam tiga golongan, yaitu tradisional, quasi dan neo. Yustika (2006) membagi aliran
kelembagaan kedalam ilmu ekonomi Kelembagaan lama (’old’ institutional economics)
dan ilmu ekonomi Kelembagaan baru (’new’ institutional economics).

Mengkombinasikan dari kedua pandangan tersebut, maka pertama akan dikemukakan


aliran ekonomi Kelembagaan lama, kedua quasi dan yang ketiga aliran ekonomi
Kelembagan baru. Seperti halnya para pemikir tersebut, pembagian tersebut sifatnya
relatif dalam artinya yang dikemukakan kemudian bukan berarti paling baik dan yang
lama (tradisional) harus ditinggalkan, akan tetapi hanya dalam hal kesamaan fokus dan
isu-isu pemikiran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Teori Institusional Kelembagaan ?
2. Bagaimana Pemikiran Teori Kelembagaan Menurut Douglas Cecil North ?
3. Apa yang membedekan Teori Kelembagaan menurut North,Veblen dan para Pemikir
Institusinal lain ?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Aliran Kelembagaan Lama

Para pakar setuju bapak ekonomi Kelembagaan adalah Thorstein Bunde Veblen
(1857-1929). Veblen putra migran Norwegia yang menjadi petani di pedesaaan
Wisconsin. Pada usia 17 tahun orang tuanya memasukkan Veblen ke Carleton College
Academy, karena orang tuanya punya cita-cita puteranya menjadi seorang pendeta.
Tetapi nasib menentukan lain, ia memperoleh gelar Doktor Ekonomi dari Yale
University pada tahun 1884 dengan nilai A.

Kritik Veblen sangat tajam terhadap ilmu ekonomi ortodoks, dimana pengertian
ekonomi ortodoks adalah pemikiran - pemikiran ekonomi yang menggunakan dan
melanjutkan ekonomi Klasik, seperti persaingan bebas, persaingan sempurna, manusia
adalah rasional, motivasi memaksimalkan keuntungan (kepuasan) dan meminimasi
pengorbanan ekonomi. Sebaliknya, ekonomi heterodoks melihat perilaku variabel
ekonomi dalam lingkungan yang lebih luas, seperti penjelasan-penjelasan yang
diberikan aliran sejarah di Jerman dan begitu pula aliran ekonomi kelembagaan yang
muncul di Amerika Serikat (Landreth dan Colander,1994; Brue, 2000; dan Hasibuan,
2003).

Menurut Veblen teori ekonomi ortodoks merupakan teori teologi, oleh karena akhir
cerita telah ditentukan dari awal. Misalnya, keseimbangan jangka panjang itu tidak
pernah dibuktikan, tetapi telah ditentukan walaupun ceritanya belum dimulai. Ilmu
ekonomi menurutnya bukan hanya mempelajari tingkat harga, alokasi sumbersumber
tetapi justru mempelajari faktorfaktor yang dianggap tetap (given). Pada tahun 1899
terbit buku yang berjudul the Theory of Leisure Class.

Teori ini menceritakan perilaku kelas orang-orang kaya, dimana mereka berlomba-
lomba mengumpulkan kekayaan sebagai motif kekuatan. Benda-benda yang
dikumpulkan merupakan gambaran conspicuous consumption (konsumsi mewah),
seperti mobil model mutakhir, rumah mewah, pakaian yang
eksklusif dan barang-barang yang mahal lainnya yang kesemuanya sebagai cermin
kemewahan dan kebanggaan sosial. Jadi menurut Veblen, kelas santai (leisure class)
adalah kelasnya orang-orang yang kaya, yang menurutnya sebenarnya mempunyai
keseng- gangan waktu yang banyak (conspicuous leisure) suka konsumsi mewah dan
boros, suka pamer, sehingga sebenarnya perilakunya dapat mubazir (conspicuous
waste) dan dapat menjurus kepada keserakahan materi (pecuaniary emulation).

Buku yang lain darinya adalah the Theory of Business Enterprise yang terbit pada
tahun 1904. Pengusaha, dalam pandangan Veblen bukanlah penggerak ekonomi, akan
tetapi dinilai sebagai penyabot. Masyarakat industri dikurung oleh mesin, dan manusia
diatur secara mekanistik. Manusia bekerja disesuaikan dengan mesin, peraturan mesin,
dan disiplin mesin. Proses produksi tergantung pada mesin dan fungsi terpenting untuk
operatornya tergantung kepada teknisi, sedangkan usahawan menjadi penumpuk
kekayaaan, harga pun menjadi mahal. Kaum pengusaha membentuk super struktur
tersendiri, mereka lebih sibuk mengurus perkreditan, keuangan dan perdagangan dan
mereka menjadi orangorang kaya karena merampok, yang Veblen
sebut robber-barons. Tokoh berikut yang perlu dikemukakan adalah Wesley Clair
Mitchell (1874-1948).

Michell merupakan salah satu ahli ekonomi kenamaan di Amerika Serikat dan
merupakan pendiri National Bureau of Economic Research. Mengumpulkan data
makro menurutnya adalah lebih penting daripada memberi sumbangan kepada teori
ekonomi murni. Kumpulan-kumpulan tulisannya dihimpun dalam buku Lecture Notes
on Types Economic Theory.

Ketika belajar di Universitas Chicago, Mitchell mempelajari sejarah pemikiran


ekonomi dari Quesnay sampai Marshall. Menurutnya, logika-logika yang deduktif itu
hampir tidak berguna dalam mempelajari ekonomi. Meskipun demikian, ia mulai
melirik dan tertarik kepada pemikiran-pemikiran yang dikemukakan gurunya yaitu
Veblen. Michell selanjutnya berpendapat bahwa kelemahan metodologis yang
ditemukakan pada Veblen sama dengan yang ditemukannya pada aliran ekonomi
ortodoks. Hal ini disebabkan keduanya gagal untuk menguji asumsi-asumsi mana yang
dapat membawa hasil yang memuaskan. Penelitian Mitchell yang tanpa terikat kepada
teori-teori tertentu, dapat disimak pada tulisannya rentang siklus ekonomi (business-
cycles).

Pendekatannya sangat cermat dengan membangun dan memberi penjelasan


terhadap berbagai rangkaian data dalam uraian waktu dan mulai menyusun langkah-
langkah menuju teori yang bersifat sementara. Pendekatannya cenderung pada
evolusioner sebab-musabab yang kumulatif. Menurutnya setiap siklus ekonomi sifatnya
unik, maka untuk membentuk model yang sifatnya umum relatif sukar karena setiap
siklus mempunyai ciri-ciri persamaan. Persamaan ciri itu timbul karena adanya
kekuatankekuatan ekonomi yang muncul dalam berbagai tahap siklus, seperti resesi,
pemulihan (recovery), masa makmur (prosperity) dan depresi.

Mitchell melihat adanya siklus karena suatu self generating process, yang
diperolehnya dari himpunan data empiris. Dengan demikian Mitchell senantiasa dikenal
oleh para ahli ekonomi dan mahasiswa ekonomi, oleh karena Mitchell berjasa besar
dalam pengembangan penelitian ekonomi di Amerika Serikat dan pendiri National
Bureau Economic Research. Ajaran ekonomi kelembagaan dapat berkembang di
Universitas Wisconsin berkat jasa John R. Commons (1826-1945). Beliau berusaha
mencoba melakukan perubahan sosial, penyempurnaan struktur dan fungsi pendidikan
di kampus tersebut dan banyak memberikan sumbangan dalam ekonomi perburuhan.
Cita-citanya banyak mendapat dukungan dari orang-orang penting seperti gubernur
negara bagian tersebut maupun politisi, sehingga banyak undang-undang yang disusun
dalam rangka melakukan perubahan sosial dan perburuhan.

Commons seperti halnya para penganut aliran ekonomi kelembagaan, banyak


melakukan kritik terhadap aliran ekonomi ortodoks, seperti lingkungan ekonomi yang
terlalu sempit, statik, dan dia berusaha memasukkan segi-segi kejiwaaan, sejarah,
hukum, sosial, dan politik dalam pembahasannya. Sebagai misal, teori harga dalam
ekonomi ortodoks hanya berlaku dalam kondisi-kondisi tertentu. Di dalam pasar,
menurut ekonomi ortodoks hanya terjadi pertukaran yang mempunyai tiga fungsi yaitu
transaksi pengalihan hak milik kekayaan, transaksi kepemimpinan, dan transaksi
distribusi. Dalam transaksi tersebut sebenarnya melibatkan aspek-aspek kebiasaan,
adat, hukum, dan kejiwaan. Begitu juga, dalam kegiatan ekonomi bukan hanya
individu, tetapi juga kelompok dan anggota-anggota kelompok yang diatur oleh aturan
permainan.

Aturan-aturan itu merupakan ketentuan yang harus ditaati bersama, yang bertujuan
untuk kemajuan individu, membebaskan individu dari tekanan dan diskriminasi.
Keberadaan persaingan bebas beliau kecam, tetapi yang diperlukan campur tangan
pemerintah untuk melakukan regulasi. Salah seorang tokoh ekonomi kelembagaan dari
Inggris yang penting adalah John A. Hobson (1858-1940).

Menurutnya, ada tiga kelemahan teori ekonomi ortodoks, yaitu tidak dapat
menyelesaikan masalah fullemployment, distribusi pendapatan yang senjang dan pasar
bukan ukuran terbaik untuk menentukan ongkos sosial. Beliau tidak setuju adanya
pembagian ekonomi positif dan normatif, karena keduanya tetap memerlukan adanya
unsur etika. Selanjutnya Hobson berpendapat tentang timbulnya imperialisme
disebabkan karena terjadinya konsumsi yang kurang dan kelebihan tabungan di dalam
negeri, maka diperlukan penanaman modal ke daerahdaerah jajahan. Menurutnya juga,
pengeluaran pemerintah dan pajak dapat mendorong ekonomi ke arah full-employment
dan peningkatan pendapatan pekerja dan produktivitas. Dengan semakin meratanya
pembagian pendapatan akan mendorong peningkatan produktivitas dan konsumsi, yang
berarti bisa terhindar dari bahaya adanya resesi.

2. Aliran Quasi Kelembagaan

Para tokoh yang masuk ke dalam aliran ini adalah mereka yang terpengaruh oleh
pemikiran Veblen dan kawan-kawannya, akan tetapi sifatnya terlalu individualis dan
iconoclastic dan corak pemikirannya berbeda dengan aliran kelembagaan yang baru.
Para tokoh aliran ini antara lain Joseph Schumpeter, Gunnar Myrdal, dan John Kenneth
Galbraith.

Schumpeter lahir di Austria pada tahun 1883 dan meninggal pada tahun 1950 di
Amerika Serikat. Gelar hukum diraihnya di Universitas Wina pada tahun 1906, pernah
menjadi menteri keuangan di Austria dan kemudian menjadi guru besar pada
Universitas Bonn, walaupun kemudian pindah ke Universitas Harvard. Buku-buku yang
pernah ditulisnya, diantaranya Theory of Economic Development (1911), Business
Cycles (1939) dan buku terakhir ditulis bersama isterinya Elizabeth B. Schumpeter
berjudul Capitalism, Socialism and Democracy.

Pemikiran Schumpeter bertumpu kepada ekonomi jangka panjang, yang terlihat


dalam analisisnya baik mengenai terjadinya inovasi komoditi baru, maupun dalam
menjelaskan terjadinya siklus ekonomi. Keseimbangan ekonomi yang statis dan
stasioner seperti konsep kaum ortodoks mengalami gangguan dengan adanya inovasi.
Meskipun demikian, gangguan tersebut dalam rangka berusaha mencari keseimbangan
yang baru. Inovasi bisa tidak berlanjut kalau kaum wiraswasta (kapten industri) telah
terjebak dalam persoalan-persoalan yang sifatnya rutin. Meskipun Schumpeter kadang-
kadang masih menggunakan beberapa asumsi ekonomi ortodoks, akan tetapi juga
memasukkan aspek dinamik dengan mengkaji terjadinya fluktuasi ekonomi dimana
terjadi resesi, depresi, penyembuhan (recovery) dan berada puncak (boom).

Invensi dan inovasi merupakan kreativitas dalam pembangunan, tetapi dapat


terkandung sifat destruktif, seperti katanya: Today’s innovation replaces yesterday and
tomorrow is itself replaced. Jadi dengan inovasi tersebut keseimbangan yang statis
terganggu, oleh karena arus uang meningkat dan tingkat harga juga meningkat.
Sebaliknya terjadi pula kontraksi bilamana barang-barang baru itu melimpah di pasar,
sedangkan kredit harus dibayar, sehingga tahap resesi akan terjadi seperti telah
dikemukakan oleh Micthell. Meskipun begitu, keseimbangan baru dapat terjadi lagi
tetapi tidak dalam kondisi semula. Posisi keseimbangan baru berada dalam titik
keadaan yang lebih besar karena telah terjadi pertumbuhan ekonomi.

Gunnar Myrdal lahir di Swedia pada tahun 1898 dan wafat pada tahun 1987. Mula-
mula beliau tertarik dengan pengkajian ideologi dan teori ekonomi seperti yang
pandangannya ditemukan dalam buku karyanya berjudul The Political Element in the
Development of Economic Theory (1930). Selanjutnya pada tahun 1944 terbit pula
bukunya berjudul An American Dilemma, the Negro Problem and Modern Democracy.

Uraian-uraian dalam buku ini membawanya ke pembahasan dalam lapangan


sosiologi, problematika kependudukan, politik, dan hak-hak warga negara khususnya
yang berkaitan dengan keberadaan kaum kulit hitam di Amerika Serikat. Perhatian
Myrdal lebih tertarik kepada keterbelakangan pada berbagai negara sedang berkembang
yang problematikanya berbeda dengan negara maju, seperti tampak dalam bukunya An
International Economy (1956), Rich Lands and Poor (1957), Beyond the Welfare State
(1960), Challenge to Affluence (1962), Asian Drama (1968), dan The Challenge of
World Poverty (1970).

Menurutnya, keberadaan teori ekonomi dari kaum ortodoks tidak banyak menolong
keterbelakangan negara sedang berkembang, sehingga diperlukan teori yang khas dan
cocok bagi negara sedang berkembang. Myrdal berpendapat bagi negara sedang
berkembang supaya bisa maju diperlukan perencanaan pembangunan, yang meliputi
segala aspek yaitu aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, kependudukan, maupun
sektor lainnya. Alat analisis yang dapat dipergunakan dipengaruhi pemikiran Mitchell,
yaitu sebab-musabab yang bersifat kumulatif. Jadi menurutnya, kekuatan- kekuatan
politik, ekonomi, sosial, dan kejiwaan dapat berhimpun menjadi sebab kejadian yang
merugikan atau yang menguntungkan pembangunan.

John Kenneth Galbraith lahir pada tahun 1908 di Kanada, ia merupakan alumni
dari Berkeley dalam bidang ekonomi pertanian dan menjadi guru besar pada
Universitas Harvard Amerika Serikat. Beliau pernah menjadi penasehat partai
demokrat, editor majalah terkenal Fortune dan duta besar Amerika Serikat di India.
Bukunya yang terkenal di antaranya American Capitalism (1952),The Affluence Society
(1958),dan The New Industrial State (1967). Galbraith menjelaskan perkembangan
ekonomi kapitalis di Amerika Serikat yang tidak sesuai dengan perkiraan (prediksi)
yang dikemukakan kaum ekonomi ortodoks. Asumsi-asumsi yang dikemukakan oleh
teori ekonomi ortodoks dalam kenyataannya melenceng jauh sekali. Keberadaan pasar
persaingan sempurna tidak ada, bahkan pasar telah dikuasai oleh perusahaan-
perusahaan besar. Perusahaan perusahaan ini demikian besar kekuasaannya sehingga
selera konsumen bisa diaturnya, sehingga memunculkan istilah dependent-effect.

Pada perusahaan yang demikian besar tersebut, pemilik modal telah terpisah
dengan para manajer profesional dan para manajer ini telah menjadi technostructure
masyarakat. Konsumsi masyarakat telah menjadi demikian tinggi, tetapi sebaliknya
terjadi pencemaran lingkungan, dan kualitas barangbarang swasta tidak dapat
diimbangi oleh barang-barang dan jasa publik. Selanjutnya, kekuatan-kekuatan
perusahaan besar dikontrol oleh kekuatan pengimbang seperti kekuatan buruh,
pemerintah dan lembagalembaga konsumen. Namun demikian, untuk menjamin
keberlanjutan perusahaan-perusahaan ini, maka pemerintah hendaknya berfungsi untuk
menstabilkan perkembangan ekonomi.

Weber, Schumpeter, dan Myrdal (Peran Wirausahawan)

Analisis kelembagaan tidak hanya berakar dari disiplin ilmu ekonomi dan politik,
tetapi juga dari ilmu social. Termasuk ke dalam paka-pakar kelembagaan yang memiliki
akar disiplin ilmu social ini adalah Max Weber,Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal.
Mereka banyak membahasa peran wirausahawan dalam proses industrialisasi. Bagi
mereka, walau banyak actor dan proses yang terlibat dalam insutrialisasi dan
modernisasi, tidak dapat disangkal bahwa actor utama industrialisasi adalah
wirausahawan (entrepreneurs).
Menurut pakar-pakar yang disebutkan diatas, tindakan manusia (termasuk tindakan-
tindakan ekonomi) bukan semata-mata hasil proses kalkulasi individu-individu yang
otonomo dan terjadi di ruang hampa, melainkan berlangsung dalam jaringan-jaringan
relasi social dan institusional. Adapun perilaku ekonomi tiap orang tidak bisa dipahami
di luar pemahaman atas jaringan relasi social dan institusional tersebut. Bekerja sama
dengan sosiolog,antropolog atau ahli politik,para pakar ekonomi politik kelembagaan
seperti Schumpeter,Weber, dan Myrdal memperlajari peran wirausahwan dalam
menggelinding industrialisasi. Lebih jauh, mereka juga mempelajari hal-hal sehubungan
dengan peran Negara dalam poses pembangunan ekonomi jangka panjang; system-sitem
ekonomi yang melibatkan ideology; serta masalah keterbelakangan ekonomi di Negara-
negara sedang berkembang.

Selain itu, mereka juga berusaha memahami sekaligus menjelaskan struktur yang
berada di belakang berbagai aktifitas ekonomi dan kegiatan perusahaan. Untuk
memahami struktur yang ada di belakang gerak perubahan ekonomi, dikaji apa yang
melibatkan berbagai actor dalam proses, sehingga menimbulkan peristiwa-peristiwa yang
di sebut industrialisasasi dan moderninsasi. Mereka berusaha menerangkan hubungan
antara lembaga-lembaga ekonomi,system ekonomi,nilai-nilai,dan norma-norma dengan
berbagai peristiwa ekonomi yang tidak terlepas dari system poltik, struktur social, atau
kultur budaya masyarakat.

Dalam kajian ekonomi politik kelembagaan, variabel dan parameter ekonomi hanya
merupakan hasil dari tindakan-tindakan sejumlah actor yang berada di belakang suatu
peristiwa ekonomi. Sebagai contoh, bagi Max Weber proses industrialisasi yang muncul
di sejumlah Negara Eropa Barat bukan sekedar hasil akhir dari serentetan penanaman
modal di sector-sektor ekonomi tertentu, tetapi lebih merupakan kulminasi dari
munculnya golongan masyarakat “kapitalis”. Golongan kapitalis sendiri muncul sebagai
akibat terjadinya proses transaformasi social, diawali oleh oleh munculnya Protestant
ethics di Eropa Barat. Dengan demikian, bagi Weber yang terpenting bukan variabel
penanaman modal, melainkan actor yang menggerakkan kegiatan investasi, yaitu
wirausahawan, serta situasi umum sosail poltik yang memungkinkan munculnya peluang
bagi actor tersebut.

Menurut Weber,jiwa wirausaha tidak dimiliki semua kelompok masyarakat,


melainkan tercipta dalam masyarakat tertentu saja. Di “Barat” (Eropa Barat dan Amerika
Utara), terutama dalam kelompok protestan, jiwa dan semangat wirausaha ini sangat
tinggi, sesuai Protestant ethics. Akan tetpi, dalam kelompok masyarakat lain – demikian
Weber mengatakan – jiwa wirausahan ini sangat kurang.

Walaupun Max Weber dianggap cukup berjasa mengembangkan peran wiraushawan


dalam proses industrialisasi, tak urung pandangannya yang mengatakan bahwa kemajuan
dan industrialisasi hanya mungkin tercipta di lingkungan masyarakat beragama Protestan
mendapat kritikan keras dari berbagai pihak, terutama oleh pakar-pakar pembangunan
dari Negara-negara Timur. Yang jelas, teori diatas tidak bisa digunakan untuk
menjelaskan kemajuan yang dialami Negara-negara Asia Timur mulai dari Jepang
hingga Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan dan Singapura serta Malaysia, Thailand, dan
Indonesia.

3. Aliran Kelembagaan Baru

Aliran Ekonomi Kelembagaan Baru (New Intstitutional Economics disingkat NIE)


dimulai pada tahun-tahun 1930-an dengan ide dari penulis yang berbeda-beda. Menurut
Yustika (2006), pada tahun-tahun terakhir ini terjadi kesamaan ide yang mereka usung
itu kemudian dipertimbangkan menjadi satu payung yang bernama NIE.

Secara garis besar, NIE sendiri merupakan upaya ‘perlawanan’ terhadap dan
sekaligus pengembangan ide ekonomi Neoklasik, meskipun tetap saja dapat
terpengaruh oleh ideologi dan politik yang pada pada masing-masing para pemikir.
Ronald Coase yang memperoleh hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 1991 dan
merupakan salah satu peletak dasar NIE, mengembangkan gagasannya tentang
organisasi ekonomi untuk mengimbangi gagasan intelektual kebijakan kompetisi dan
regulasi industri Amerika Serikat pada tahun 1960-an, yang menganggap semua itu
dapat dicapai oleh kebebasan ekonomi dan kewirausahaan.

Meskipun begitu, NIE bisa begitu menarik bagi sebagian pemikir kiri (left-wing
thinkers), yaitu mereka yang merasa NIE dapat menyediakan dasar intelektual (teoritis)
untuk melunturkan dominasi aliran Neoklasik atau aliran sejenisnya yang bertumpu
kepada keberadaan pasar bebas. NIE dengan demikian menempatkan dirinya sebagai
pembangun teori kelembagaan nonpasar dengan fondasi teori ekonomi Neoklasik.
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu tokoh NIE Douglass C. North, bahwa NIE
masih menggunakan dan menerima asumsi dasar dari ekonomi Neoklasik mengenai
kelangkaan dan kompetisi akan tetapi meninggalkan asum sirasionalitas instrumental
(instrumental rationality). Oleh karena ekonomi Neoklasik memakai asumsi tersebut
menyebabkan menjadi teori yang bebas kelembagaan (institutional-free theory).

NIE selanjutnya memperdalam kajiannya tentang kelembagaan nonpasar, seperti


hak kepemilikan, kontrak, partai revolusioner, dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena
sering terjadinya masalah kegagalan pasar (market failure). Kegagalan pasar muncul
dalam rupa terjadinya asimetris informasi, eksternalitas produksi (production
externality) dan adanya kenyataan keberadaan barang-barang publik (public goods).
Akibat kealpaan teori ekonomi Neoklasik terhadap adanya kegagalan pasar, maka
dilupakan pula adanya kenyataan pentingnya biaya-biaya transaksi (transaction cost).

Di samping itu NIE menambah bahasannya tentang terjadinya kegagalan


kelembagaan (institutional failure) sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan pada
banyak negara. Kegagalan kelembagaan tersebut menurut Bardhan merujuk kepada
struktur kontrak dan hukum, serta regulasi dari penegakan pihak ketiga (rules of third
party enforcement) yang lemah, padahal semua itu harus diperkuat untuk menjalankan
transaksi pasar (Yustika, 2006).

Karakteristik dari para ahli NIE adalah selalu mencoba menjelaskan pentingnya
kelembagaan (emergency of institutions), seperti perusahaan atau negara, sebagai model
referensi terhadap perilaku individu yang rasional untuk mencegah kemungkinan yang
tidak diinginkan dalam interaksi manusia. Faktor penjelasnya adalah dari individu ke
kelembagaan (from individuals of institutions), dengan menganggap individu sebagai
apa adanya (given). Pendekatan ini kemudian dideskripsikan sebagai methodological
individualism. NIE membangun gagasannya bahwa kelembagaan dan organisasi
berupaya supaya mencapai tingkat efisiensi dan meminimalisasikan biaya menyeluruh.
Dalam konsep biaya menyeluruh, tidak hanya berupa ongkos produksi seperti
konsepsinya ekonomi Neoklasik, akan tetapi juga biaya transaksi. Keadaan pasar yang
kompetitif bisa sebagai seleksi alamiah, dimana hanya perusahaan yang efisien yang
diuntungkan, akan tetapi perlu pula dicatat bahwa lingkungan dunia nyata bisa tidak
pasti dan ajeg sehingga segala kemungkinan bisa saja terjadi.

NIE di sisi lainnya beroperasi pada dua level, yaitu lingkungan makro yang disebut
dengan lingkungan kelembagaan (institutional environment) dan lingkungan mikro
yang disebut dengan kesepakatan kelembagaan (institutional arrangement).
Lingkungan kelembagaan merupakan seperangkat struktur aturan politik,social dan
legal yang memantapkan kegiatan produksi, pertukaran, dan distribusi. Lingkungan
kebijakan ekonomi sebagai lingkungan makro meliputi antara lain aturan mengenai tata
cara pemilihan, hak kepemilikan, dan hak-hak di dalam kontrak. Kesepakatan
kelembagaan merupakan kesepakatan antara unit ekonomi untuk mengelola dan
mencari jalan agar hubungan antar unit tersebut dapat berlangsung, baik lewat cara
kerjasama maupun kompetisi. Dengan demikian sebenarnya kesepakatan kelembagaan
berhubungan dengan tata kelola kelembagaan (institutions of governance). Sebuah
kesepakatan kepemilikan merupakan kesepakatan kelembagaan karena di dalamnya
mengalokasikan hak-hak kepemilikan kepada individu, kelompok atau pemerintah.
Kesepakatan kelembagaan bisa berupa pula cara untuk mengelola transaksi, baik
melalui pasar, pasar bayangan (quasi-market) maupun model kontrak yang memakai
hierarchy.NIE secara definitif merupakan studi multi disiplin, dimana ilmu ekonomi
berekspansi dengan wilayah ilmu sosial, khususnya hukum, politik dan sosiologi;
sehingga memiliki beberapa cabang ilmu. Meskipun masih terjadi diskusi tentang
wilayah kajian NIE, namun setidaknya cabang-cabang dari NIE dapat dibagi dalam dua
kategori.

Pertama, sejarah ekonomi baru (new economic history) dikembangkan oleh North,
Fogel dan Rutherford dan aliran pilihan publik (public choice school), yang
dikembangkan oleh Buchanan, Tullock, Olson, dan Bates.

Kedua, teori ekonomi biaya transaksi (transaction cost economics) dikembangkan


oleh Ronald Coase, Douglass North dan Oliver Wiliamson dan informasi ekonomi
(economics information) yang diperkenalkan oleh Akerlof, Stigler dan Stiglitz. Di luar
itu masih terdapat beberapa cabang lainnya yang cukupmenarik,seperti teori
ekonomisosial baru (new social economics) yang dikembangkan oleh Garry S. Becker,
teori tindakan kolektif (collective action theory) yang ditekuni oeh Mancur Olson, serta
teori hukum dan ilmu ekonomi (law and economics) yang diminati oleh Posner.

Buchholz (1990) membedakan dua aliran ekonomi kelembagaan, yaitu ekonomi


kelembagaan lama (old institutional ecomoics) dan ekonomi kelembagaan baru (new
institutional economics). Kelompok pertama terdiri dari ahli-ahli ekonomi dan sosilogi
seperti Veblen dan Galbraith yang lebih banyak mengkritik pendekatan Neoklasik.
Kelompok institusi baru, seperti halnya kelompok institusi lama, juga memperhatikan
institusi-institusi yang ada dalam masyarakat, hanya saja dengan menggunakan
‘kacamata” yang berbeda. Mereka tidak mengkritik, melainkan justru memperkaya
pendekatan Neoklasik. Hal ini terlihat dalam membahas berbagai persoalan hukum,
mereka banyak menggunakan pendekatan eknomi. Masrshallian seperti analisis biaya
marh=jinal dan keuntungan marjinal dari suatu aturan atau undang-undang.

Bagaimana mungkin kelompok aliran kelembagaan baru ini bisa menereapkan


analisis pendekatan ekonomi Marshallian dalam membahas aturan dan undang-undang
yang harus diberlakukan pada masyarakat ?

Hal ini tidak aneh, sebab kelompok ini terdiri dari para ekonom yang banyak
mempelajari hukum atau pakar-pakar hukum yang telah mendapat pendidikan yang
kokoh tentang prinsip-prinsip dasar ekonomi. Pada masa sekarang, boleh dikatakan
taka da professor hukum yang dapat mengajar dan membuka praktik konsultasi hukum
tanpa memdapat pelatihan ilmu ekonomi terlebih dahulu. Sehubungan dengan hal ini,
Buccholz (1990) mengutip pendapat Louis Brandeis yang sejak tahun 1915 telah
mengatakan bahwa “a lawyer who has not studied economics….. is very apt to become
a public enemy”.

Besarnya pengaruh ekonomi terhadap hukum dapat dilihat dari banyaknya


jurnal-jurnal hukum dan penilaian sidah dipenuhi dengan diskusi-diskusi tentang
keuntungan marjinal dan biaya marjinal. Lambat laun, pendekatan institusional baru
makin “menjajah” dunia hukum. Tidak ada bidang hukum yang lepas dari analisis
ekonomi. Sekurang-kurangnya ada 4 bidang hukum yang sudah “ditransformasikan”
oleh para ekonom, yaitu :

(1) hukum tentang kelalaian (negligence law)


(2) hukum criminal (criminal law)
(3) hukum kepemilikan (property law)
(4) hukum tentang keungan perusahaan (corporate finance).
Douglas Cecil North (1920)

Sistem ekonomi politik tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai dan norma-norma serta
wirausaha, tetapi juga oleh hukum yang membingkai sistem ekonomi politik itu sendiri.
Dengan demikian, selain mengkaji peran norma-norma dan konvensi serta peran
wirausahawan, perlu pula dibahas tentang peran institusi hukum dalam pembaangunan.
Tentang peran hukum ini antara lain dibahas oleh para pakar seperti John R. Commons,
Ronald Coase, dan Douglass North.

Menurut pakar-pakar kelembagaan, ekonomi pasar tidak tercipta dengan sendirinya.


Ekonomi pasar perlu memenuhi prasyarat tegaknya suatu institusi yang dapat mengatur
pola interaksi beberapa aktor dalam suatu arena transaksi yang disepakati bersama.
Kelembagaan dilihat dari sisi hukum menentukan dan/atauu mewarnai transaksi, terutama
melalui aturan main yang berlaku, sekaligus juga mengatur kelompok atau agen ekonomi
untuk mewujudkan kontrol kolektif terhadap transaksi. Tanpa kehadian institusi , biaya
transaksi menjadi tinggi. Selain itu, pelaku ekonomi akan menghadapi resiko penipuan,
pemerasan, ancaman fisik, dan bentuk-bentuk ketidakpastian lainnya.

Dari perspektif ekonomi politik kelembagaan, Commons adalah orang pertama yang
memperkenalkan istilah “working rules” yang mengaitkan kelembagaan dengan aspek
legalistik. Terkait dengan aspek legalistik ini, Commons (1961) menjelaskan bahwa
”indivuduals must or must not do (duty), what they may do without interference from
other individuals (privelege), what they can do with the aid of the collective power (right)
and what they cannot expect the collective power to do in their behalf (no right)”.

Perhtian terhada ekonomi politik kelembagaan makin meluas sewaktu Ronald Coase
menerima hadiah nobel ekonomi tahun 1991 berkat jasanya mengembangkan metodologi
biaya transaksi dan hak kepemilikan dalam struktur kelembagaan dan proses kerja sebuah
perekonomian. Coase juga cukup intens membahas peran hukum, terutama yang terkait
dengan hak-hak kepemilikan. Menurut Coase dalam The Problem of social Cost (1960).
“with positive transaction costs, resouce allocations are altered by the structure of
property rights”. Pandangan Coase di atas didukung oleh Harold Demsetz dan Richard
Posner. Sebagai catatan, pemikiran Demsetz dan posner tentang superioritas hak-hak
kepemilikan swasta konsisten dengan pemikiran ekonom aliran utama (Bromley, 1989).
Pendekatan kelembagaan semakin populer sewaktu Douglas North (dari washington
University) dan Robert Fogel (dari University of Chicago) menerima hadiah nobel
ekonomi pada tahun 1993. Seperti pakar-pakar ekonomi politik kelembagaan lain, North
juga menolak anggapan Klsik bahwa pasar adalah satu-satunya penggerak roda ekonomi,
sebab peran institusi (ekonomi maupun politik) tidak kalah penting dalam pembangunan.

North dan Thomas (1973) mendefinisikan institusi sebagai “an arrangement between
economic units that defines and specifies the way by which these units can co-operate”.
Artinya, institusi berperan dalam mengatur bagaimana unit-unit ekonomi melakukan kerja
sama atau berkompetisi satu sama lainnya. Dalam “Institutions are the humanly devised
constraints that shape human interaction”.

Selain itu, North dalam artikel “Transaction Costs, Insitutions, and Economi
History”(1984) menjelaskan bahwa: “Institutions consist of a constraints or behavior in
the form of rules and regulations, a set of precedures to detect deviations from the rules
and regulations, finally, a set of moral, ethical behavioral norms which define the
countours that constrain the way in which the rules and regulations are specified and
enforcement is carried out.. institutions are rules of procedures that prescribe, proscribe,
or permit particular behavior”.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bagi North kelembagaan adalah aturan-
aturan dan norma-norma yang tercipta dalam masyarakat yang menentukan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan, mana tugas dan kewajiban yang harus dilakukan atau
tidak dilakukan. Di sini terlihat bahwa North lebih memperlakukan insstitusi sebagai
peluang sekaligus sebagai kendala eksternal bagi agen-agen ekonomi. Artinya, pelaku
ekonomi boleh saja berusaha untuk memaksimumkan sesuatu, tetapi dalam upayanya
tersebut agen-agen ekonomi dibatasi tidak hanya oleh sumber daya, tekologi, dan
preferensi-preferensi, tetapi juga oleh institusi-institusi yang ada dan berlaku dalam
masyarakat.
Dari uraian diatas, jelas bahwa dalam membicarakan institusi, pandangan North
sangat berbeda dengan pandangan pakar ekonomi politik kelembagaan lain seperti
vablen. Kalau oleh Vablen institusi diartikan sebagai norma-norma perilaku yang
membentuk interaksi antara manusia secara berulang-ulang.
Douglas North meenganologikan institusi sebagai aturan permainan, sedangkan
organisasi adalah sebagai tempat bermain bagi sekumpulan orang. Dalam sebuah
permainan, setiap pemain mempunyai tujuan yang sama, yaitu bagaimana memenangkan
permainan. Akan tetapi, dalam upaya memenangkan permainan tersebut ada rambu-
rambu yang tidak boleh dilanggar da nada aturan-aturan yang harus diikuti. Hal yang
sama berlaku dalam dunia ekonomi dan bisnis, dimana ada aturan main yang
mengoordinasi aktivitas-aktivitas ekonomi. Pasar hanya dapat bekerja dengan efektif bila
ditopang oleh institusi yang tepat, dan adanya institusi pada gilirannya akan mengurangi
unsur ketidakpastian.

Bagaimana kelembagaan dapat mengurangi unsur ketidak pastian dalam ekonomi


dan bisnis ? menurut North (1994) “…they reduce uncertainly by providing a structure
to poltical,social, and economic exchange”. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa adanya
institusi yang baik akan dapat menyelesaikan masalah koordinasi dan produksi, sebab
masalah koordinasi dan produksi terkait dengan motivasi para actor, lingkungan, dan
kemampuan pemain dalam ‘menjinakan’ lingkungan.

Penyimpangan aturan main akan menyebabkan system berjalan tidak normal.


Dengan demikian, institusi selain harus dipandang sebagai aturan permainan, juga
merupakan fondasi utama system modern, sebab baik atau buruknya system ekonomi dan
poltik sangat ditentukan oleh peran dan fungsi kelembagaan yang membingkainya.
Selama institusi tidak dibenahi, berbagai masalah yang muncul dalam masyarakat akan
sulit diselsaikan. Dengan demikian untuk mengatasi berbagai masalah yang ada, North
merekomendasikan institusi inilah yang pertama-tama harus dibangun, direkayasa,
direkontruksi, dikembangkan, dijaga kebekerjaanya, seta ditegakkan aturan mainnya oleh
berbagai pihak terkait.

North menilai (bekas) Uni soviet dan Negara-negara komunis lain di Eropa Timur
hancur karena tidak punya institusi yang medukung mekanisme pasar. Walaupun sudah
dilakukan berbagai jenis informasi yang terkain dengan ekonomi dan poltik, tetapi tetap
saja pembangunan tidak berjalan. Agar reformasi berhasil, North medesak perlunya
dukungan seperangkat institusi yang mampu memberikan insentif yang tepat pada tiap
pelaku ekonomi. Beberapa contoh institusi yang mampu memberikan insentif tersebut
adalah: hukum paten dan hak cipta,hukum kontrak, dan pemilikan tanah.
Agar pembangunan bisa berjalan, harus diciptakan system insentif dan iklim usha
yang kondusif, diantaranya dengan mengembangkan system kontrak, hak cipta,merek
dagang, dan sebagainya secara resmi, dilengkapi dengan system pemantauan dan
mekanisme penindakan bagi pelanggar peraturan-peraturan yang telah dibuat. Semua
resep tersebut tidak hanya berlaju untuk (bekas) Negara-negara komunis yang sedang
melakukan transisi ke ekonomi pasar, tetapi juga di Negara-negara sedang berkembang
seperti Indonesia yang masih amburadul aturan – aturan hukumnya, bahkan juga
dinegara-negara yang menganut system pasar itu sendiri.

Aransemen kelembagaan melibatkan upaya menyeimbangkan sekian banyak agenda


dan kepentingan, dengan mekanisme keputusan yang berbeda pula. Pakar-pakar ekonomi
poltik neoklasik ada yang membahas tentang perilaku, tetapi mengabaikan institusi.
Mereja membahas soal informasi tidak sempurna, akan tetapi tidak membahas
ketidakpastian yang timbul dari informasi yang tidak lengkap dan proses informasi yang
tidak sempurna tersebut.

Menurut North (1994), ada dua unsur perilaku manusia yang sangat penting dalam
pemodelan institusi, yaitu (1) motivasi dan (2) upaya “menjinakan” lingkungan sehingga
kita dpaat dengan lebih mudah menghubungkan pilihan-pilihan dengan hasil. Kedua
unsur tersebut terutama sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah koordinasi dan
produksi. Sebagaimana yang di sampaikan North (1994), “how well institutions solve
coordination and production problems is a function of the motivation of the players
involved, the complexity of the environment, and the player’s ability to ddecipher and
order the environment”.

Menurut North lebih lanjut, motivasi manusia lebih dari sekedar pemenuhan
kepentingan pribadi dan berusaha memaksimumkan kesejahteraan sebagaimana yang
disinyalir kaum Neoklasik. Dalam kenyataan sehari-hari ada saja orang yang bahkan rela
menukarkan “wealth” atau pendapatan atau kekayaan yang ada ditangannya dengan
nilai-nilai lain sesuai prinsip altruism. Peristiwa tsunami yang memporakporandkan
Aceh, Sumatra Utara, dan beberapa Negara Asia lainnya seperti India,Sri Langka dan
Thailand merupakan contoh terbaik untuk menjelaskan bahwa manusia tidak semata-
mata digerakan oleh motif keuntungan pribadi, tetapi ada juga yang didorong oleh
prinsip altruism. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan di mana ada orang yang rela
menymbang hingga miliaran rupiah. Bahkan ada juga orang yang kalau diperhatikan
masuk kelompok miskin tetapi melihat besarnya penderitaan rakyat Aceh akhirnya rela
menyumbangkan seluruh hasil celengan yang sudah ditabungnya bertahun-tahun,
sekadar dapat meringankan penderitaan mereka yang terkena musibah.

Adapun hanya “menjinakan” lingkungan, terkait dengan kegiatan menghubungkan


pilihan dengan hasil. Di sini kelembagaan berperan menderivasikan persepsi subjektif
dari relita menjadi pilihan. Dalam melakukan aktifitas ekonominya, bnyak yang sinis
dengan pelaku ekonomi yang lebih terdorong untuk mengejar kepentingn pribadi belaka.
Sebetulnya tidak harus demikian.

Menurut Hirschman (1982), pertukaran barang dan jasa akan meciptakan hubungan
yang lebih baik diantara orang-orang, sebab mereka menjadi tergantung satu sama lain.
Dengan cara pandang seperti ini, berarti bisnis bisa mendorong sentiment terbaik dari
orang-orang yang belajar untuk tidak terlalu bebas, menjadi lebih jujur, berperilaku lebih
baik, tidak hanya dalam berbicara tetapi juga dalam bertindak. Dengan demikian, bisnis
bisa menjadi instrument tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga
mempromosikan nilai-nilai dan moral yang lebih tinggi.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Menurut Veblen, teori-teori klasik dan Neoklasik sama-sama memiliki bias, terlalu
menyederhanakan fenomena-fenomena ekonomi, dan mengabaikan peran aspek
nonekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan. Padahal pegaruh keadaan dan
lingkungan sangat besar terhadap perilaku ekonomi masyarakat, sebab struktur politik
dan sosial yang tidak mendukung dapat memblokir dan menimbulkan distorsi proses
ekonomi. Adapun perilaku masyarakat bisa berubah, disesuaikan dengan lingkungan dan
keadaan. Bagi Vablen, keadaan dan lingkungan inilah yang disebut “institusi”.

Dari prespektif sosiologi, pendekatan kelembagaan juga dikembangkan oleh tokoh-


tokoh seperti Max Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal. Ketiga tokoh ini lebih
tertarik membahas peran wirausahawan dalam industrialisasi dan pembangunan. Topik
tentang peran wirausahawan ini tidak dibahas sama sekali dalam perspektif ekonomi
politik Liberalisme, baik Liberalisme Klasik maupun Neoklasik.

Selain mengkaji peran norma-norma dalam perekonomian dan peran wirausaha dalam
industrialisasi, tokoh-tokoh seperti John R. Commons, Ronald Coase, Douglas North, dan
Williamson lebih terfokus pada peran hukum dalam sistem ekonomi politik. Bagi
Commons, kelembagaan adalah : “collective action in restraint, liberation, and
expansion of individual action”, Sedangkan bagi North (1994) kelembagaan diartikan
sebagai “ humanly devised constraints that shape human interaction”.

Apa yang dimaksud North dengan institusi sedikit berbeda dengan Veblen sebagai
pendiri aliran Institusional. Bagi Veblen institusi diartikan sebagai norma-norma,nilai-
nilai tradisi dan budaya, sedangkan bagi North Institusi adalah peraturan perundang-
undangan berikut bersifat pemaksaan dari peraturan-peraturan tersebut serta norma-norma
perilaku yang membentuk interaksi antara manusia secara berulang-ulang.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Santosa, Purbayu. ”Relevansi dan Aplikasi Aliran Kelembagaan”, Jurnal


Ekonomi Pembangunan, Juni 2008,9(1),hal.46-60.

Deliarnov, Ekonomi Politik. Jakarta,Erlangga,2006

Soetrisno,Kapita Selekta Ekonomi Indonesia.Yogyakarta, Andi Offset,1992.

Anda mungkin juga menyukai