Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia menunjukkan
data bahwa penduduk Indonesia dikatakan tidak sakit akan tetapi tidak sehat yang
umumnya di sebut sebagai kekurangan gizi. Kjadian kekurangan gizi sering
terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, namun secara berlahan
berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka
kematian balita serta rendahnya harapan hidup.
Perbaikan keadaan gizi penting untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil,
menurunkanangkakematian bayi dan balita, meningkatkan kemampuan
tumbuh kembang fisik, mental dan sosial anak, dan untuk
meningkatkan produktifitas kerja serta prestasi akademik. Oleh karena itu
keadaan gizi merupakan salah satu ukuran penting darikualitas sumber daya
manusia. Upaya perbaikan gizi telah lama dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia,
melaluiDepartemen Kesehatan, sejak Pelita I sampai dengan Pelita VI. Upaya
ini terutama diarahkan untuk menanggulangi 4(empat) masalah gizi utama di
Indonesia, yaitu : Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A
Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi
mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama
di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya
kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita1. Di Indonesia KEP dan defisiensi
mikronutrien juga menjadi masalah kesehatan penting dan darurat di masyarakat
terutama anak balita. Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali berulang,
terjadi secara masif dengan wilayah sebaran yang hampir merata di seluruh tanah
air. Sejauh pemantauan yang telah dilakukan temuan kasus tersebut terjadi setelah
anak-anak mengalami fase kritis. Sementara itu, perawatan intensif baru dilakukan
setelah anak-anak itu benar-benar tidak berdaya. Berarti sebelum anak-anak itu
memasuki fase kritis, perhatian terhadap hak hidup dan kepentingan terbaiknya
terabaikan .
Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk malnutrisi yang
terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dan kebanyakan di
negara-negara sedang berkembang. Masalah gizi buruk balita merupakan masalah
yang sangat serius, apabila tidak ditangani secara cepat dan cermat dapat berakhir
pada kematian. Gizi buruk lebih rentan pada penyakit akibat menurunnya daya
tahan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan yang tidak optimal, sampai pada
kematian yang akan menurunkan kualitas generasi muda mendatang. Hal ini telah
membukakan mata kita bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk masa depan
mempunyai masalah yang sangat besar. Apalagi penyakit penyerta yang sering pada
gizi buruk seperti lingkaran setan, yaitu penyakit-penyakit penyerta justru
menambah rendahnya status gizi anak.
Penyakit-penyakit penyerta yang sering terjadi adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA), diare persisten, cacingan, tuberculosis, malaria dan
pneumonia. Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya
manusia. Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian
tetapi juga menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang
mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan. Berbagai masalah yang timbul
akibat gizi buruk antara lain tingginya angka kelahiran bayi dengan Berat Badan

1
Lahir Rendah (BBLR) yang disebabkan jika ibu hamil menderita KEP akan
berpengaruh pada gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, juga meningkatkan
resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang zat besi dapat
berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang dikemudian hari dapat
mengurangi IQ anak.
Faktor penyebab gizi buruk dapat berupa penyebab tak langsung seperti
kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit
infeksi, cacat bawaan, menderita penyakit kanker dan penyebab langsung yaitu
ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku dan pelayanan kesehatan. Sedangkan
faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama
gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan
kesempatan kerja. Oleh karena itu, untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan
kerjasama lintas sector . Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis,
antropometri dan pemeriksaan laboratorium.
Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya
deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena
adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi buruk
ringan dan sedang tidak terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang
kurang seperti berat badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Gizi
buruk ringan sering ditemukan pada anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun, akan
tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar. Pertumbuhan yang
terganggu dapat dilihat dari pertumbuhan linier mengurang atau terhenti, kenaikan
berat badan berkurang, terhenti dan adakalanya beratnya menurun, ukuran lingkar
lengan atas menurun, maturasi tulang terlambat, rasio berat terhadap tinggi normal
atau menurun, tebal lipat kulit normal atau mengurang, anemia ringan, aktivitas dan
perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat, adakalanya dijumpai
kelainan kulit dan rambut. Gizi buruk berat memberi gejala yang kadang-kadang
berlainan, tergantung dari dietnya, fluktuasi musim, keadaan sanitasi dan kepadatan
penduduk. Gizi buruk berat dapat dibedakan tipe kwashiorkor, tipe marasmus dan
tipe marasmik-kwashiorkor. Tipe kwashiorkor ditandai dengan gejala tampak
sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh,
perubahan status mental, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung,
mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, wajah membulat dan sembab, pandangan
mata sayu, pembesaran hati, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas
dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, cengeng dan rewel.
Tipe marasmus ditandai dengan gejala tampak sangat kurus, wajah seperti orang
tua, cengeng, rewel, kulit keriput, perut cekung, rambut tipis, jarang dan kusam,
tulang iga tampak jelas, pantat kendur dan keriput. Tipe marasmik-kwashiorkor
merupakan gabungan beberapa gejala klinik kwashiorkor – marasmus. Pengukuran
antropometrik lebih ditujukan untuk menemukan gizi buruk ringan dan sedang.
Pada pemeriksaan antropometrik, dilakukan pengukuran-pengukuran fisik
anak (berat, tinggi, lingkar lengan, dan lain-lain) dan dibandingkan dengan angka
standar (anak normal). Untuk anak, terdapat tiga parameter yang biasa digunakan,
yaitu berat dibandingkan dengan umur anak, tinggi dibandingkan dengan umur
anak dan berat dibandingkan dengan tinggi/panjang anak. Parameter tersebut lalu
dibandingkan dengan tabel standar yang ada. Untuk membandingkan berat dengan
umur anak, dapat pula digunakan grafik pertumbuhan yang terdapat pada KMS.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar hemoglobin
darah merah (Hb) dan kadar protein (albumin/globulin) darah. Dengan

2
pemeriksaan laboratorium yang lebih rinci, dapat pula lebih jelas diketahui
penyebab malnutrisi dan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada anak tersebut.
Pada gizi buruk terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya seperti
jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein terutama protein otot.
Tubuh mengandung lebih banyak cairan. Keadaan ini merupakan akibat hilangnya
lemak, otot dan jaringan lain. Cairan ekstra sel terutama pada anak-anak dengan
edema terdapat lebih banyak dibandingkan tanpa edema. Kalium total tubuh
menurun terutama dalam sel sehingga menimbulkan gangguan metabolik pada
organ-organ seperti ginjal, otot dan pankreas. Dalam sel otot kadar natrium dan
fosfor anorganik meninggi dan kadar magnesium menurun. Kelainan organ sering
terjadi seperti sistem alimentasi bagian atas (mulut, lidah dan leher), sistem
gastrointestinum (hepar, pankreas), jantung, ginjal, system endokrin sehingga gizi
buruk harus segera ditangani dengan cepat dan cermat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan


masalah yang dikaji dalam makalah ini :
1. Apa pengertian KEP?
2. Apa klasifikasi KEP?
3. Apa penyebab KEP?
4. Bagaimana gejala KEP?
5. Bagaimana penanganan KEP?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan Rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini memilki tujuan


sebagai berikut:
1. Mengetahui pengerian KEP
2. Mengetahui Klasifikasi KEP
3. Mengetahui penyebab KEP
4. Mengetahui gejala-gejala akibat KEP
5. Mengetahui penanganan KEP

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian KEP
Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan kekurangan gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energy protein dalam makanan sehari-
hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi
angaka kecukupan gizi (Depkes RI, 1999). Istilah KEP sendiri di gunakan untuk
menggambarkan keadaan yang diakibatkan karena kurangnya zat gizi terutama
defisiensi protein dan energy. KEP atau KKP (Kurang Kalori Protein) ini terjadi
ketika tubuh akan kalori, protein atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Pada
umumnya anak balita merupakan kelompok umur sering menderita akibat
kurang gizi. Hal ini di sebabkan karena anak balita merupakan kelompok yang
menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat sehingga berada pada periode
transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa yang memerlukan zat-zat
gizi yang tinggi setiap kilogram berat badanya. Pada anak-anak KEP dapat
menghambat pertumbuhan rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan
rendahnya tingkat kecerdasan.

2.2 Klasifikasi KEP


Manifestasi KEP dari diri penderitanya ditentukan dengan mengukur
status gizi anak atau orang yang menderita KEP. Untuk tingkat
puskesmas,penetuan KEP dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan
dengan umur dan menggunakan KMS(Kartu Menuju Sehat) dan table BB/U Buku
Median WHO-NCHS.
1. KEP ringan bila nila hasil penimbangan BB/U 70-80% baku median
WHO-NCHS
2. KEP sedang bila nilai hasil penimbangan BB/U 60-70% baku median
WHO-NCHS
3. KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku
median WHO-NCHS
Klasifikasi Gizi Buruk :
1. GOMEZ (195..) : BB/U
2. MacLarren (196..) : Klinis + laboratories
3. The Wellcome Trust Party (1970) : Klinis + antropometri
4. Waterlow (1973) : BB/TB
5. 5. WHO (1999) : Klinis + antropometris

2.3 Penyebab KEP


Masalah gizi merupakan masalah yang mutidimensi oleh berbagai faktor
penyebab dintaranya:

1. Pola Makanan
Anak kurang mendapat asupan protein dan asam amino. Pada bayi
yang masih menyusuiumumnya protein diperoleh dari ASI. Kurangnya
pengetahuan ibu dalam mengkonsumsimakanan cukup protein untuk
dirinya yang masih menyusui ataupun asupan anak blitanya sangat

4
berpengaruh terhadap terjadinya kwashiorkor, terutama saat
peralihandari ASI ke makanan pengganti ASI. Menurut konsep klasik,
diet yang mengandungcukup energi tetapi kurang protein akan
menyebabkan anak menjadi penderitakwashiorkor, sedangkan diet
kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbangakan
menyebabkan anak menjadi menderita marasmus(Solihin, 2000)

2. Faktor sosial dan ekonomi


Anak yang hidup di negara berkembang dan negara miskin umunya
mengalami masalah KEP karena kemiskinan keluarga membuat
kebutuhan anak akan nutrisi yang adekuat tidak terpenuhi. Dalam
world food conference di roma 1974 telah dikemukakan
bahwameningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi
dengan bertambahnyapersediaan bahan makanan yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan.
3. Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dapat menurunkan derajat gizi anak, begitupun sebaliknya,
KEP, walaupun dalamderajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh
terhadap infeksi.

Selain dari faktor-faktor umum diatas, masalah KEP juga dapat terjadi pada ibu
hamil. Faktor-faktor yang mempengaruhi KEP pada ibu hamil diantaranya yaitu:
a. Usia Ibu Hamil
Melahirkan anak pada usia ibu yang muda atau terlalu tua mengakibatkan
kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu
(Baliwati, 2004: 3). Karena pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun)
dapat terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih
dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama
kehamilan (Soetjiningsih, 1995: 96). Sehingga usia yang paling baik adalah lebih
dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, sehingga diharapkan status gizi ibu
hamil akan lebih baik.
b. Jarak Kehamilan
Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun.
Penelitian menunjukkan bahwa apabila keluarga dapat mengatur jarak antara
kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun maka anak akan memiliki probabilitas
hidup lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat dibanding anak dengan jarak
kelahiran dibawah 2 tahun. (Aguswilopo, 2004 : 5).
Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas
janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak
memperoleh kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu
memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan
anaknya). Dengan mengandung kembali maka akan menimbulkan masalah gizi
ibu dan janin/bayi berikut yang dikandung. (Baliwati, 2004 : 3).
c. Paritas
Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat
hidup (viable). (Mochtar, 1998). Paritas diklasifikasikan sebagai berikut:
 Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali
dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya
hidup atau mati pada waktu lahir.

5
 Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami dua atau lebih
kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas.
 Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami lima atau
lebih kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas
viabilitas.
Kehamilan dengan jarak pendek dengan kehamilan sebelumnya kurang
dari 2 tahun / kehamilan yang terlalu sering dapat menyebabkan gizi kurang
karena dapat menguras cadangan zat gizi tubuh serta organ reproduksi belum
kembali sempurna seperti sebelum masa kehamilan (Departemen Gizi dan
Kesmas FKMUI, 2007).
d. Berat Badan Selama Hamil .
Berat badan yang lebih ataupun kurang dari pada berat badan rata-rata
untuk umur tertentu merupakan faktor untuk menentukan jumlah zat makanan
yang harus diberikan agar kehamilannya berjalan dengan lancar. Di Negara maju
pertambahan berat badan selama hamil sekitar 12-14 kg.
Jika ibu kekurangan gizi pertambahannya hanya 7-8 kg dengan akibat
akan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah ( Erna, dkk, 2004 ).
Pertambahan berat badan selama hamil sekitar 10 – 12 kg, dimana pada
trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester
III sekitar 6 kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau
pertumbuhan janin.

Masalah gizi pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah atau
masyarakat bahkan keluarga, karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya
kekurangan gizi (KEP) tidak selalu didahului oleh terjadinya bencana kurang
pangan dan kelaparan seperti KEP dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi pangan
melimpah, masih memungkinkan terjadinya kasus kurang gizi pada anak balita.
KEP pada anak balita sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden
hunger. Dengan demikian penyebab KEP anak balita lebih kompleks dan melalui
berbagai tahapan, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.

1. Penyebab Langsung
Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi.
Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga
karena penyakit. Anak yang endapat makanan yang cukup baik tetapi
sering menderita diare atau demam., akhirnya akan menderita kurang
gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah
dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam
keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat
mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang
gizi/gizi buruk.

2. Penyebab tidak langsung


Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga,
pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan ksehatan
lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security)
adlah kemampuan keluarga untuk memeuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluargnya dalam jumlah yang cukup baik jumlah
maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga

6
dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan
terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan seaik-baiknya
secara fisik, mental maupun social. Pelayanan kesehatan dan
kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan. Ketiga fatktor penyebab tidak langsung saling
berkaitan dengan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan memungkinkan makin baiknya pola
pengasuhan anak, dan makin banyak keluargg yang memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya.

Dari penjelasan diatas, penyebab dari KEP dapat digambarkan sebagai


berikut:

7
2.4 Gejala KEP
Gangguan dari defisiensi nutrisi atau gizikurang melalui terjadi melalui 5
tahapan yaitu:
1. Ketidakcukupan zat gizi apabila ketidak cukupan zat gizi ini berlangsung
lama, maka persediaan cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi
ketidakcukupan tersebut.
2. Apabila ha tersebut berlangsung lama, maka akan terjadi kemerosotan
jaringan, yang ditandai dengan penurunan berat badan.
3. Terjadi perubahan biokimia yang dapat di deteksi dengan pemeriksaan
laboratorium
4. Terjadi perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang khas
5. Terjadi perubahan anatomi yang dapat dilihat dari munculnya tanda yang
klasik.

Ibu hamil yang kekurangan Energi kronis mempunyai factor resiko kesakitan
yang lebih besar, terutama pada trisemester III kehamilan, akibatnya mempunyai resiko
lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Selain itu ibu hamil
yang mengalami kekurangan energy kronis yang mengalami kekurangan energy kronis
yang telah melalui masa persalinan dengan selamat, akan mengalami pasca persalinan
yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan
Kekurangan energy kronis adalah kekurangan energy yang memiliki dampak
buruk terhadap kesehatan ibu dan pertumbuhan janin. Dampak kekurangan energy
kronis pada ibu dan janin secara rinci adalah sebagai berikut :

8
1. Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu
antara lain :
- anemia,
- perdarahan,
- berat badan ibu tidak bertambah secara normal
- terkena penyakit infeksi. Hal ini akan meningkatkan kematian ibu

2. Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan:
- persalinan sulit dan lama,
- persalinan premature/ sebelum waktunya,
- perdarahan post partum
- persalinan dengan tindakan operasi Caesar cenderung meningkat

3. Janin
Kurang gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan
dapat menimbulkan:
- keguguran/ abortus,
- bayi lahir mati, kematian neonatal,
- cacat bawaan,
- asfiksia,
- lahir dengan berat badan rendah (BBLR)

Menurut Departemen Kesehatan RI (1999),dalam tata buku pedoman Tata


Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP brdasarkan gejala
klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang dan berat(gizi buruk). Untuk KEP ringan dan
sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus, sedangkan gejala klinis
KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus,
kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.

Salah satu sebab yang mengakibatkan terjadinya marasmus adalah kehamilan


berturut-turut dengan jarak kehamilan yang masih terlalu dini. Selain itu marasmus
juga disebabkan karena pemberian makanan tambhan yang tidak terpelihara
kebersihannya serta susu buatan yang terlalu encer an jumlahnya tidak mencukupi
karena keterbatasan biaya, sehingga kandungan protein dan kalori pada makanan anak
menjadi rendah. Keadaan perumahan yang kurang sehat juga dapat menyebabkan
penyajian yang kurang sehat dan kurang bersih. Demikian juga dengan penyakit infeksi
terutama saluran pencernaan. Pada keadaan lingkungan yang kurang sehat, dapat
terjadi infeksi yang berulang sehingga menyebabkan anak kehilangan cairan tubuh dan
zat-zat gizi sehingga anak menjadi kurus serta turun berat badannya.

Kwashiorkor dapat ditemukan pada anak-anak yang setelah mendapatkan ASI


dalam jangka waktu lama. Kemudian disapih dan langsung diberikan makan seperti
anggota keluarga yang lain. Makanan yang diberikan pada umumnya rendah protein.
Kebiasaan makanan yang urang baik dan diperkuat dengan adanya tabu seperti anak-
anak dilarang makan ikan dan memprioritaskan makanan sumber protein hewani bagi
anggota keluarga laki-laki yang lebih tua dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
Selain itu tingkat pendidikan orang tua yang rendah dapat juga mengakibatkan

9
terjadinya kwashiorkor karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang
gizi rendah.

a. Marasmus:
Gejala yang sering dijumpai :
- Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pant/pakai celana longgar)
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare kronik atau konstipasi/susah buang air
b. Kwashiorkor
Gejala yang sering di jumpai
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement
dermatosis)
- Sering disertai : • penyakit infeksi, umumnya akut
 anemia
 diare.

c. Marasmik-Kwashiorkor:
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok. Gambaran dua jenis gambaran penyakit
gizi yang sangat penting. Dimana ada sejumlah anak yang menunjukkan
keadaan mirip dengan marasmus yang di tandai dengan adany odema,
menurunnya kadar protein (Albumin dalam darah), kulit mengering dan
kusam serta otot menjadi lemah. Adalah infeksi saluran nafas atas,
bronkopneumonia, koch pulmonum, nomaotitis, mediasukurativa, infeksi
saluran kemih, penyakit parasit dan diare. Tidak jarang penyakit
penyerta ini menjadi penyebab utama marasmik kwarsiorkor, misalnya
diare menahun atau tuberkolosis. Oleh karena itu penyakit penyerta itu
harus diobati secara tuntas.

10
2.5 Penanggulangan KEP

Pada Ibu hamil, penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi ataupun
mencegah kekurangan protein pada saat dalam masa mengandung adalah:
1. PMT Bumil diharapkan agar diberikan kepada semua ibu hamil yang ada.
Kondisi KEP pada ibu hamil harus segera di tindak lanjuti sebelum usia
kehamilan mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang Tinggi
Kalori dan Tinggi Protein dan dipadukan dengan penerapan Porsi Kecil tapi
Sering, pada faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di
Indonesia. Penambahan 200 – 450 Kalori dan 12 – 20 gram protein dari
kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi
janin.
2. Konsumsi tablet Fe selama hamil.
Kebutuhan bumil terhadap energi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai
dengan perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir trimester kedua dimana
terjadi proses hemodelusi yang menyebabkan terjadinya peningkatan volume
darah dan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin darah.
Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian tablet besi,
akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja membutuhkan suplemen energi
juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat besi. Keperluan yang meningkat
pada masa kehamilan, rendahnya asupan protein hewani serta tingginya
konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuh-tumbuhan serta protein nabati
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya anemia besi.

1. Mekanisme Pelayana Gizi Balita KEP berat/ Gizi Buruk


A. Tingkat Rumah Tangga
- Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan
untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya
- Ibu memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan
- Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun
- Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai
anjuran pemberian makanan (lampiran 5)
- Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggauta keluarga lainnya
- Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita
mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan
- Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas

B. Tingkat Posyandu
- Kader melakukan penimbangan balita setiap bulan di posyandu serta
mencatat hasil penimbangan pada KMS
- Kader memberikan nasehat pada orang tua balita untuk memberikan hanya
ASI kepada bayi usia 0-4 bulan dan tetap memberikan ASI sampai usia 2
tahun
- Kader memberikan penyuluhan pemberian MP-ASI sesuai dengan usia anak
dan kondisi anak sesuai kartu nasehat ibu
- Kader menganjurkan makanan beraneka ragam untuk anggauta keluarga
lainnya
- Bagi balita dengan berat badan tidak naik (“T”) diberikan penyuluhan gizi
seimbang dan PMT Penyuluhan

11
- Kader memberikan PMT-Pemulihan bagi balita dengan berat badan tidak
naik 3 kali (“3T”) dan berat badan di bawah garis merah (BGM)
- Kader merujuk balita ke puskesmas bila ditemukan gizi buruk dan penyakit
penyerta lain
- Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan
kesehatan balita

C. Pusat pemulihan Gizi (PPG)


PPG merupakan suatu tempat pelayanan gizi kepada masyarakat yang ada
di desa dan dapat dikembangkan dari posyandu. Pelayanan gizi di PPG
difokuskan pada pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita KEP.
Penanganan PPG dilakukan oleh kelompok orang tua balita (5-9 balita) yang
dibantu oleh kader untuk menyelenggarakan PMT Pemulihan anak balita.

Layanan yang dapat diberikan adalah :

- Balita KEP berat/gizi buruk yang tidak menderita penyakit penyerta lain
dapat dilayani di PPG
- Kader memberikan penyuluhan gizi /kesehatan serta melakukan
demonstrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP berat/gizi buruk
- Kader menimbang berat badan anak setiap 2 minggu sekali untuk memantau
perubahan berat badan dan mencatat keadaan kesehatannya
 Bila anak berat badan nya tidak naik atau tetap maka berikan penyuluhan
gizi seimbang untuk dilaksanakan di rumah
 Bila anak sakit dianjurkan untuk memeriksakan anaknya ke puskesmas
- Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning atau di bawah garis
merah (BGM) pada KMS, kader memberikan PMT Pemulihan
 Makanan tambahan diberikan dalam bentuk makanan jadi dan diberikan
setiap hari.
 Bila makanan tidak memungkinkan untuk dimakan bersama, makanan
tersebut diberikan satu hari dalam bentuk matang selebihnya diberikan
dalam bentuk bahan makanan mentah
 Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning pada KMS
teruskan pemberian PMT pemulihan sampai 90 hari
 Apabila setelah 90 hari, berat badan anak belum berada di pita warna
hijau pada KMS kader merujuk anak ke puskesmas untuk mencari
kemungkinan penyebab lain
- Apabila berat badan anak berada di pita warna hijau pada KMS, kader
menganjurkan pada ibu untuk mengikuti pelayanan di posyandu setiap bulan
dan tetap melaksanakan anjuran gizi dan kesehatan yang telah diberikan
- Ibu memperoleh penyuluhan gizi/kesehatan serta demontrasi cara
menyiapkan makanan untuk anak KEP
- Kader menganjurkan pada ibu untuk tetap melaksanakan nasehat yang
diberikan tentang gizi dan kesehatan
- Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan
kesehatan dan gizi anak
-

12
D. Puskesmas

- Puskesmas menerima rujukan KEP Berat/Gizi buruk dari posyandu dalam


wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit
- Menyeleksi kasus dengan cara menimbang ulang dan dicek dengan Tabel
BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)
 Apabila ternyata berat badan anak berada di bawah garis merah (BGM)
dianjurkan kembali ke PPG/posyandu untuk mendapatkan PMT
pemulihan
 Apabila anak dengan KEP berat/gizi buruk (BB < 60% Tabel BB/U Baku
Median WHO-NCHS) tanpa disertai komplikasi, anak dapat dirawat jalan
di puskesmas sampai berat badan nya mulai naik 0,5 Kg selama 2 minggu
dan mendapat PMT-P dari PPG
 Apabila setelah 2 minggu berat badannya tidak naik, lakukan
pemeriksaan untuk evaluasi mengenai asupan makanan dan
kemungkinan penyakit penyerta, rujuk ke rumah sakit untuk mencari
penyebab lain
- Anak KEP berat/Gizi Buruk dengan komplikasi serta ada tanda-tanda
kegawatdaruratan segera dirujuk ke rumah sakit umum
- Tindakan yang dapat dilakukan di puskesmas pada anak KEP berat/ gizi
buruk tanpa komplikasi
 Memberikan penyuluhan gizi dan konseling diet KEP berat/Gizi buruk
(dilakukan di pojok gizi)
 Melakukan pemeriksaan fisik dan pengobatan minimal 1 kali per minggu
 Melakukan evaluasi pertumbuhan berat badan balita gizi buruk setiap
dua minggu sekali
 Melakukan peragaan cara menyiapkan makanan untuk KEP berat/Gizi
buruk
 Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang perkembangan berat badan
dan kemajuan asupan makanan
 Untuk keperluan data pemantauan gizi buruk di lapangan, posyandu, dan
puskesmas diperlukan laporan segera jumlah balita KEP berat/gizi buruk
ke Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam 24 jam dengan menggunakan
formulir W1 dan laporan mingguan dengan menggunakan formulir W2
(lampiran 2)
- Apabila berat badan anak mulai naik, anak dapat dipulangkan dan dirujuk ke
posyandu/PPG serta dianjurkan untuk pemantauan kesehatan setiap bulan
sekali
- Petugas kesehatan memberikan bimbingan terhadap kader untuk melakukan
pemantauan keadaan balita pada saat kunjungan rumah
-
2. Tata Laksana Pelayanan KEP berat/ Gizi Buruk di Puskesmas
A. Prinsip Dasar Pelayanan Rutin Kep Berat/Gizi Buruk
Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah pentin yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi

13
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil
memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan
pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.

Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:

No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI


Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
Makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut

B. Sepuluh Langkah Utama Pada Tata Laksana Kep Berat/Gizi Buruk


1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu
tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan
memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan
(tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak
mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk
ke RSU kabupaten.

2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)


Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau
orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas.

Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan
meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi
sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran
suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak

14
sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar
anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia. Tidak dibenarkan
penghangatan anak dengan menggunakan botol berisi air panas

3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk
dengan dehidrasi adalah :
 Ada riwayat diare sebelumnya
 Anak sangat kehausan
 Mata cekung
 Nadi lemah
 Tangan dan kaki teraba dingin
 Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah :

 Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap
30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut
ReSoMal (lampiran 4).
 Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan
NaCL dengan perbandingan 1:1.

KEP berat / Gizi buruk yang dirujuk ke RSU harus dilakukan tindakan pra
rujukan untuk mengatasi Hipoglikemia, Hipotermia, dan Dehidrasi

4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit


Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
diantaranya :
 Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
 Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
Gangguan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan edema. Dalam
penanganannya, tidak dianjurkan untuk pemberian diuretik.

Berikan :

- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam


- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan
penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita
KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral (
Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan
lumat/lunak.

15
Contoh bahan makanan sumber mineral
Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah telur ayam
Sumber Cuprum : daging, hati
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.
Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat, bayam,
daging
tanpa lemak.
5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan
adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tam pa k, oleh karena itu pada
semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas
dengan dosis sebagai berikut :

UMUR KOTRIMOKSASOL AMOKSISILIN

ATAU (Trimetoprim + Sulfametoksazol)  Beri 3 kali


sehari
untuk 5
BERAT BADAN  Beri 2 kali sehari selama 5 hari
hari
Tablet Tablet Anak Sirup/5ml Sirup

dewasa
20 mg trimeto 40 mg trimeto

80 mg prim + 100 prim + 200 125 mg

trimeto mg mg per 5 ml
prim + 400 sulfametok sulfametok

mg sazol sazol
sulfametok

sazol

2 sampai 4

bulan ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml

(4 - < 6 kg)

16
4 sampai 12

bulan ½ 2 5 ml 5 ml

(6 - < 10 Kg)

12 bln s/d 5 thn

(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml

Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9
bulan
Catatan :
 Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita
penyakit infeksi, maka lakukan pengobatan un tuk mencegah agar infeksi
tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi
komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum
 Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan
berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati.
Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare
berlanjut segera rujuk ke rumah sakit
 Apabila diare berlanjut atau memburuk, anak segera dirujuk ke rumah
sakit

6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk


Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang
sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO
75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan
harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas
dengan persyaratan diet sebagai berikut :
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak
terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan
jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak

Keterangan :

17
 Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
 Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco
½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik
( dibutuhkan ketrampilan petugas )
 Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
 Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap
jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
 Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)

Pantau dan catat :


- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- Berat badan (harian)
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan
edemmula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik

7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)


Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
 Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan
untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
 Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga
dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
 Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200
ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi:

1. frekwensi nafas
2. frekwensi denyut nadi

Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali
/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume
seperti di atas.

3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:


- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas
dan sering.

18
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.

Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :


- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak
terbatas dan sering
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein 4-6 g/kgbb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi


Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
 Baik bila kenaikan bb  50 g/Kg bb/minggu.
 Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi
menyeluruh.

TAHAPAN PEMBERIAN DIET


FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75  FORMULA WHO 100
ATAU PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro


Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.
Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi
(Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya
pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk
keadaan infeksinya. Berikan setiap hari :

 Tambahan multivitamin lain

 Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat
atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut :

Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi

UMUR TABLET BESI/FOLAT SIRUP BESI


DAN Sulfas ferosus 200 mg + Sulfas ferosus 150 ml

19
BERAT BADAN 0,25 mg Asam Folat  Berikan 3 kali sehari
 Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan ¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
(7 - < 10 Kg)
12 bulan sampai 5 ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
tahun

 Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan


dosis tunggal sebagai berikut :

UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT (125mg/tablet)


(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet

 Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis

Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A


200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -

Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A

9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional


Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku, karenanya berikan :
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

10. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah


Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat
dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di
desa. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan
dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada
lampiran 5, dan aktifitas bermain.

Nasehatkan kepada orang tua untuk :

- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di


Puskesmas
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran

20
5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
- Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau
100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

3. Tata Laksana Dien Pada KEP Berat/ Gizi Buru


A. Tingkat Rumah Tangga
1. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada
anak sesuai dengan kebutuhan ( lihat lampiran 5)
2. Teruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun

B. Tingkat Posyandu /PPG


1. Anjurkan ibu memberikan makanan kepada anak di rumah sesuai usia anak,
jenis makanan yang diberikan mengikuti anjuran makanan (lampiran 5)
2. Selain butir 1, maka dalam rangka pemulihan kesehatan anak, perlu mendapat
makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dengan komposisi gizi mencukupi
minimal 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu :
Energi 350 – 400 kalori
Protein 10 - 15 g

3. Bentuk makanan PMT-P


Makanan yang diberikan berupa :
a. Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan
setempat/lokal.
b. bahan makanan mentah berupa tepung beras,atau tepung lainnya,
tepung susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk
pauk lainnya
c. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang
dibawa pulang

Contoh bahan makanan yang dibawa pulang :

Alternativ Kebutuhan Paket Bahan Makanan/Anak/Hari


e
I Beras 60 g Telur 1 butir atau kacang- gula 15 g
kacangan 25 g
II Beras 70 g Ikan 30 g -
III Ubi/singkong 150 Kacang-kacangan 40 g gula 20 g
g
V Tepung ubi 40 g Kacang-kacangan 40 g gula 20 g

4. Lama PMT-P
Pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan setiap hari
kepada anak selama 3 bulan (90 hari)

21
5. Cara penyelenggaraan
a. Makanan kudapan diberikan setiap hari di Pusat Pemulihan Gizi (PPG)
atau
b. Seminggu sekali kader melakukan demonstrasi pembuatan makanan
pendamping ASI/makanan anak, dan membagikan makanan tersebut
kepada anak balita KEP, selanjutnya kader membagikan paket bahan
makanan mentah untuk kebutuhan 6 hari.
C. Tingkat Puskesmas
Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan
makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap,
guna mencapai status gizi optimal. Ada 4 (empat) kegiatan penting dalam tata
laksana diet, yaitu : pemberian diet, pemantauan, dan evaluasi, penyuluhan gizi,
serta tindak lanjut.

I. Pemberian diet balita KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai
berikut :

a. Melalui 3 fase yaitu : fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi
b. Kebutuhan energi mulai 100-200 kal/Kgbb/hari
c. Kebutuhan protein mulai 1-6 g/Kgbb/hari
d. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral khusus, bila tidak tersedia
diberikan bahan makanan sumber mineral tertentu (lihat hal 12)
e. Jumlah cairan 130-200 ml/kgbb/hari, bila ada edema dikurangi menjadi 100
ml/Kg bb/hari
f. Jumlah pemberian peroral atau lewat pipa nasogastrik
g. Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering
h. Makanan fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa, dan rendah serat
i. Terus memberikan ASI
j. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi dan berdasarkan berat
badan, yaitu : bb < 7 kg diberikan kembali makanan bayi dan bb > 7 Kg dapat
langsung diberikan makanan anak secara bertahap

Tabel 1 :

KEBUTUHAN GIZI MENURUT FASE PEMBERIAN MAKAN

FASE
ZAT GIZI STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Energi 100 150 150-200
Kkal/kgbb/hr Kkal/kgbb/hr Kkal/kgbb/hr
Protein 1-1,5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hr
Vitamin A Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Asam Folat Idem Idem Idem
Zink Idem Idem Idem
Cuprum Idem Idem Idem
Fe Idem Idem Idem

22
Cairan 130 ml/Kgbb/hr 150 ml/Kgbb/hr 150-200 ml/Kgbb/hr
atau
100 ml/kgbb/hr
bila ada edema

23
Tabel 2
JADWAL, JENIS, DAN JUMLAH MAKANAN YANG DIBERIKAN

JUMLAH CAIRAN (ml)


SETIAP MINUM
FASE WAKTU JENIS FREKWENSI MENURUT BB ANAK
PEMBERIA MAKANAN 4 6 8 10
N Kg Kg Kg Kg

Stabilisasi Hari 1-2 F75/modifik 12 x ( dg ASI 45 65 - -


asi/Modisco ) 45 65 90 110
½ 12 x ( tanpa
ASI)
Hari 3-4 65 100 - -
F75/modifik 8 x ( dg ASI) 65 100 130 160
asi/Modisco 8 x (tanpa
½ ASI)
Hari 5-7 90 130 - -
6 x (dg ASI) 90 130 175 220
F75/Modifik 6 x (Tanpa
asi/Modisco ASI)
½
Transisi Minggu 2-3 F100/modifi 4 x ( dg ASI ) 130 195 - -
kasi/Modisc 6 x ( tanpa 90 130 175 220
oI ASI)
Atau II
Rehabilita Minggu 3-6 F135/modifi 3 x ( 90 100 150 175
Si kasi/Modisc dg/tanpa ASI
o III, )
ditambah
BB < 7 Kg - - - -
Makanan 3 x 1 porsi
lumat/maka
n 100 100 100 100
lembik 1x
sari buah

BB >7 Kg Makanan 3 x 1 porsi - - - -


lunak/maka
n
An biasa 1 –2 x 1 buah - - - -
Buah
*) 200 ml = 1 gelas
Contoh :
Kebutuhan anak dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi diperlukan :
Energi : 1200 Kkal
400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan
lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah

24
Tabel 3

FORMULA WHO
Bahan Per 100 ml F 75 F 100 F 135
FORMULA WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Larutan elektrolit Ml 20 20 27
Tambahan air s/d Ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI
Energi Kalori 750 1000 1350
Protein g 9 29 33
Lactosa g 13 42 48
Potasium Mmol 36 59 63
Sodium Mmol 6 19 22
Magnesium Mmol 4.3 7.3 8
Seng Mg 20 23 30
Copper Mg 2.5 2.5 3.4
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolality Mosm/l 413 419 508

Tabel 4
MODIFIKASI FORMULA WHO
FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Bahan Makanan F75 F75 F75 M½ F100 M1 MII F135 MIII
I II III
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -
Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120
Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -
Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75
Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -
Tempe (g) - - - - - - - 150 -
Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -
Margarine (g) - - - - - - 50 - 50
Lar. Elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -
Tambahan air (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1

*) M : Modisco

Keterangan :

1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.


Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan

25
tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang mengalami diare. Dengan
demikian pada kasus diare lebih baik digunakan modifikasi Formula WHO 75 yang
menggunakan tepung
2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau modifikasi
3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO
135 sampai makanan biasa

CARA MEMBUAT

1. Larutan Formula WHO75


Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan elektrolit, diencerkan dengan
air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi
1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum
Larutan modifikasi :
Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung, minyak. Tambahkan air
sehingga mencapai 1 L (liter) dan didihkan hingga 5-7 menit.
2. Larutan Formula WHO 100 dan modifikasi Formula WHO 100
Cara seperti membuat larutan Formula WHO 75
Larutan modifikasi :
Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan ulekan (blender,
dengan ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus disaring dengan air
secukupnya. Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak, dan larutan elektrolit.
Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih selama 5-7 menit.
3. Larutan elektrolit
Bahan untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas :
KCL 224 g
Tripotassium Citrat 81 g
MgCL2.6H2O 76 g
Zn asetat 2H2O 8,2 g
Cu SO4.5H2O 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)
Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO 75, Formula
WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan tersebut tidak tersedia, 1000
mg Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan elektrolit tersebut bisa didapat
dari 2 gr KCL atau sumber buah-buahan antara lain sari buah tomat (400 cc)/jeruk
(500cc)/pisang (250g)/alpukat (175g)/melon (400g).

II. EVALUASI DAN PEMANTAUAN PEMBERIAN DIET

1. Timbang berat badan sekali seminggu, bila tidak naik kaji penyebabnya (asupan
gizi tidak adequat, defisiensi zat gizi, infeksi, masalah psikologis).
2. Bila asupan zat gizi kurang, modifikasi diet sesuai selera.
3. Bila ada gangguan saluran cerna (diare, kembung,muntah) menunjukkan
bahwa formula tidak sesuai dengan kondisi anak, maka gunakan formula
rendah atau bebas lactosa dan hipoosmolar, misal: susu rendah laktosa, formula
tempe yang ditambah tepung-tepungan.
4. Kejadian hipoglikemia : beri minum air gula atau makan setiap 2 jam

26
III.PENYULUHAN GIZI DI PUSKESMAS

1. Menggunakan leaflet khusus yang berisi jumlah, jenis, dan frekwensi pemberian
bahan makanan
2. Selalu memberikan contoh menu (lampiran 6)
3. Mempromosikan ASI bila anak kurang dari 2 tahun
4. Memperhatikan riwayat gizi (lampiran 3 dan 4)
5. Mempertimbangkan sosial ekonomi keluarga
6. Memberikan demonstrasi dan praktek memasak makanan balita untuk ibu

IV.TINDAK LANJUT

1. Merencanakan kunjungan rumah


2. Merencanakan pemberdayaan keluarga

27

Anda mungkin juga menyukai