Anda di halaman 1dari 9

Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar
‫أبو بكر‬

Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu 'anhu

Khalifah

Berkuasa 8 Juni 632 – 23 Agustus 634


(2 tahun, 76 hari)

Penerus 'Umar bin Khattab

Lahir 'Abdul Ka'bah


27 Oktober 573
Makkah, Jazirah Arab

Wafat 23 Agustus 634


Madinah, Jazirah Arab

Pemakaman Masjid Nabawi, Madinah

Suku Quraisy (Bani Taim)

Nama dan tanggal periode


Khulafaur Rasyidin: 632–661
Ayah 'Utsman Abu Quhafah

Ibu Salma binti Shakhar

 Qutailah (cerai)
Pasangan
 Ummu Ruman
 Asma binti 'Umays
 Habibah binti Kharijah

Anak Putra

 Abdullah
 'Abdurrahman
 Muhammad
Putri

 Asma
 Aisyah
 Ummu Kultsum

Agama Islam
"Abu Bakar" beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lain, lihat Abu Bakar (disambiguasi).
'Abdullah bin Abu Quhafah (bahasa Arab: ‫ ;عبد هللا بن أبي قحافة‬572 – 23 Agustus 634/21
Jumadil Akhir 13 H) atau yang lebih dikenal dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq (bahasa
Arab: ‫)أبو بكر الصديق‬, adalah salah satu pemeluk Islam awal, salah satu sahabat utama Nabi,
dan khalifah pertama sepeninggal Nabi Muhammad mangkat. Melalui putrinya, 'Aisyah, Abu
Bakar merupakan ayah mertua Nabi Muhammad. Ash-Shiddiq yang merupakan julukan Nabi
Muhammad kepada Abu Bakar merupakan salah satu gelar yang paling melekat padanya.
Bersama ketiga penerusnya, Abu Bakar dimasukkan ke dalam kelompok Khulafaur Rasyidin.
Sebagai pemeluk awal Islam, Abu Bakar telah mengambil berbagai peran besar. Melalui
ajakannya, Abu Bakar berhasil mengislamkan banyak orang yang di kemudian hari menjadi
tokoh-tokoh penting dalam sejarah Islam, di antaranya adalah 'Utsman bin 'Affan yang
kemudian menjadi khalifah ketiga. Abu Bakar juga turut serta dalam berbagai perang
seperti Perang Badar (624 M/2 H) dan Perang Uhud (625 M/3 H). Kedekatan dan
kesetiaannya pada Nabi Muhammad merupakan satu hal yang sangat melekat pada diri Abu
Bakar, utamanya terlihat saat mendampingi Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dan
kepatuhannya dalam menerima keputusan Nabi dalam Perjanjian Hudaibiyah, meski banyak
sahabat Nabi kala itu tidak menyepakati perjanjian tersebut karena dipandang berat sebelah.
Abu Bakar dinyatakan sebagai khalifah sepeninggal Nabi Muhammad, menjadikannya
sebagai khalifah pertama umat Islam. Masa kekuasaannya yang singkat dipusatkan pada
pemadaman pemberontakan suku-suku Arab yang menolak tunduk pada Abu Bakar. Dalam
banyak hal, Abu Bakar berusaha mengeluarkan kebijakan yang tidak berbeda dengan Nabi
Muhammad, seperti penolakannya untuk mencopot Khalid bin Walid dari kedudukannya
sebagai panglima.
Nama dan silsilah
Nama lahir Abu Bakar adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah
oleh Nabi menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi memberinya gelar yaitu Ash-
Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra
Mi'raj yang diceritakan Nabi kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan
nama "Abu Bakar ash-Shiddiq"
Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin
Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi
pada kakeknya bernama Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay dan ibu dari Abu Bakar adalah Ummu
al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan
ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.

Kehidupan awal Abu Bakar


Abu Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 573, dari keluarga kaya dalam Bani
Taim.[1] Ayah Abu Bakar bernama Uthman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan ibunya
bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar menghabiskan masa
kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku Badui yang menyebut diri mereka
dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta. Pada masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali
bermain dengan dengan unta dan kambing, dan kecintaannya terhadap unta inilah yang
memberinya nama "Abu Bakar" yang berarti, bapaknya unta.[2]
Ketika umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan
kafilah dagang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama kafilah
tersebut. Pada tahun 591, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun pergi untuk
berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah menjadi bisnis keluarga.
Dalam tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali bepergian dengan kafilahnya.
Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan beberapa tempat lainnya. Perjalanan
bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya dan semakin berpengalaman dalam berdagang.
Bisnisnya semakin berkembang, mempengaruhi status sosial Abu Bakar. Meskipun ayahnya
Uthman Abu Quhafa masih hidup, Abu Bakar diakui sebagai kepala sukunya. Seperti anak-
anak lain dari keluarga pedagang Mekah yang kaya, Abu Bakar adalah orang terpelajar (bisa
menulis dan membaca) dan dia menyukai puisi. Abu Bakar biasanya menghadiri pameran
tahunan di Ukaz dan ikut berpatisipasi dalam simposium puitis. Ia memiliki ingatan yang
bagus dan pemahaman yang baik mengenai silsilah atau asal usul suku-suku Arab, sejarah
dan juga politik mereka.[3]
Sebuah cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan meminta
Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus urusan bisnis
lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala tersebut. Abu Bakar lalu
berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang membutuhkan pakaian, berikanlah
kepadaku pakaian". Berhala tersebut tetap acuh tak acuh tidak menanggapi permintaan Abu
Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa kepada berhala lainnya dan mengatakan "Ya Tuhanku,
berikanlah aku makanan yang lezat, lihatlah aku sangat lapar". Berhala itu masih tidak
memberikan jawaban apapun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan,
kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada berhala
tersebut. "Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan mengarahkannya kepadamu, kalau
kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu sendiri". Abu Bakar lalu melemparkan batu
tersebut ke arah berhala dan meninggalkan Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi
datang ke Ka'bah untuk menyembah berhala-berhala di Ka'bah.[4]
Memeluk Islam
Setelah kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh teman-
temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Muhammad menyatakan dirinya
bahwa beliau adalah seorang utusan Allah. Tabari, ahli sejarawan muslim yang paling
terkenal, dalam Ta'rikhnya mengutip perkataan dari Muhammad Bin Sa'ad Bin Abi Waqqas,
yang mengatakan:
Aku bertanya kepada ayaku apakah Abu Bakar orang pertama yang masuk Islam. Beliau
menjawab, "Tidak, lebih dari 50 orang masuk Islam sebelum Abu Bakar, tetapi beliau lebih
unggul sebagai seorang Muslim. Umar bin Khattab masuk Islam setelah 55 laki-laki dan 21
perempuan. Adapun salah satu yang terkemuka dalam Islam dan iman, itu adalah Ali bin Abi
Thalib".[5]
Sunni dan semua muslim Shi'a mempertahankan pendapat mereka bahwa orang kedua yang
secara terang-terangan menerima Muhammad sebagai utusan Allah adalah Ali bin Abi
Thalib, dan orang yang pertama adalah Khadijah.[6]
Ibnu Katsir dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah memiliki pendapat yang berbeda
dengan pendapat di atas. Dia berpendapat bahwa wanita yang pertama kali masuk Islam
adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi
Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali
belum dewasa pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali
masuk islam yaitu Abu Bakar.[7]
Dalam kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak oleh
Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari Aisyah, ia berkata:
Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak
menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul
Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu
dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan
lain lain lagi?" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku
mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung
masuk Islam. Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang pun yang ada
di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia.
Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin
Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun
masuk Islam.
Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam
Islam lainnya.[8][9]

Kehidupan setelah masuk Islam


Istri pertama Abu Bakar yang bernama Qutaylah bint Abd-al-Uzza tidak menerima agama
Islam lalu Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain yang bernama Ummi
Ruman menjadi mualaf. Semua anak Abu Bakar menerima agama Islam
kecuali Abdurrahman bin Abi Bakar sehingga membuat mereka berpisah, walaupun pada
akhirnya Abdurrahman kelak menjadi seorang Muslim setelah Perjanjian Hudaibiyyah.
Masuk Islamnya Abu Bakar membuat banyak orang masuk Islam. beliau membujuk teman
dekatnya untuk masuk Islam sehingga banyak temannya menerima ajakan tersebut.[10][11]
Ciri Fisik
Beliau berkulit putih, bertubuh kurus, berambut lebat, tampak kurus wajahnya, dahinya
muncul, dan ia sering memakai hinaa dan katm.

Masa bersama Nabi


Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup bersama
Abu Bakar. Saat itu Muhammad menjadi tetangga Abu Bakar. Sejak saat itu mereka
berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama dan hanya berselisih 2 tahun 1
bulan lebih muda daripada muhammad, pedagang dan ahli berdagang.
Penyiksaan oleh suku Quraisy
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami
penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama
nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari
golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para
keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong
Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian
memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan
adalah Bilal bin Rabah.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar
adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi
Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi
Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk
untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi
bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi SAW telah
meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah
menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan
musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani saidah
yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai
pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu
Bakar sebagai khalifah adalah subyek kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama
dalam Islam, di mana umat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum
Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang
menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum
suni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni
berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin.
Sementara muslim syi'ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan
sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah meninggal umatnya tanpa hidayah
dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terahir. Banyak hadits yang menjadi
Referensi dari kaum Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal rasulullah.
Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri
secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah
setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan
pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar
dan Umar. Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali melakukan baiat tersebut
secara pro forma, mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan
bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan
publik.

Perang Riddah
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan
stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari
daerah Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa
di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh.
Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan
berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi
Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini
Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Riddah.
Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu Habi al-Hanafi" yang
lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazzab (Musailamah si pendusta), yang
mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhamad. Pasukan Musailamah
kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan
Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan
oleh Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuh Hamzah Singa
Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk agama Islam serta
mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah paman nabi Muhammad. Al
Wahsyi pernah berkata, "Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah
(Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci rasulullah (yaitu nabi
palsu Musailamah al-Kazab)."

Ekspedisi ke utara
Setelah menstabilkan keadaan internal dan secara penuh menguasai jazirah Arab, Abu Bakar
memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran
Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah sementara ekspedisi ke
daerah Suriah juga meraih sukses.

Qur'an[sunting | sunting sumber]


Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa
setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab dalam perang
Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para penghafal Al Qur'an yang
terbunuh dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi
dari Al Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan
lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada
media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka
kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh
Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari
Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi
dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.

Kematian
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di kota Madinah karena sakit yang
dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di
dekat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.

Keluarga
Orangtua
Ayah — 'Utsman bin 'Amir (540– Maret 635), juga dikenal dengan nama Abu Quhafah.
Berasal dari Bani Taim. Abu Quhafah baru menganut Islam setelah penaklukkan Makkah.
Dia meninggal beberapa bulan setelah mangkatnya Abu Bakar.[12](hlm.87)
Ibu — Salma binti Shakhar, juga dikenal dengan sebutan Ummu al-Khair. Salma merupakan
sepupu Abu Quhafah dan juga berasal dari Bani Taim. Salma termasuk orang yang telah
masuk Islam sebelum Nabi Muhammad hijrah dan yang mendatangi kediaman
Arqam.[13][14] Dia meninggal pada masa kekhalifahan putranya.[15]
Pasangan[sunting | sunting sumber]

 Qutailah binti 'Abdul 'Uzza. Dia berasal dari suku 'Amir bin Luayy, cabang suku
Quraisy di Makkah.[16] Qutailah dan Abu Bakar bercerai beberapa saat setelah kelahiran
putra mereka, 'Abdullah.[17]
 Zainab binti 'Amir (meninggal 628), dikenal dengan sebutan Ummu Ruman. Dia
berasal dari suku Al-Harits, cabang Bani Kinanah.[18] Dia menikah dengan Abu Bakar
setelah kematian suami pertamanya, Harits bin Sakhbarah dari Bani Azad.[16]
 Asma binti 'Umays. Secara keseluruhan, Asma menikah tiga kali. Sebelumnya Asma
adalah istri Ja'far bin Abi Thalib. Setelah Ja'far meninggal pada tahun 629, Asma
menikah dengan Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal, Asma mendapat tunjangan
sebesar 1.000 dirham pada masa Khalifah 'Umar in Khattab. Asma kemudian menikah
dengan 'Ali bin Abi Thalib.
 Habibah binti Kharijah. Berasal dari Bani Khazraj.
Putra[sunting | sunting sumber]

 'Abdullah (sekitar 610 – 633) — putra dari Qutailah. 'Abdullah sendiri adalah suami
kedua 'Atikah. 'Abdullah meninggal lantaran luka yang dia dapat saat Pengepungan
Tha'if hampir tiga tahun sebelumnya. Dia menikah dengan 'Atikah binti Zaid, seorang
pujangga dari Bani 'Adi.
 'Abdurrahman (meninggal 666) — putra dari Ummu Ruman. 'Abdurrahman masuk
Islam setelah penaklukkan Makkah.
 Muhammad (631–658) — putra dari Asma. Menjadi anak angkat dari ayah tirinya, 'Ali
bin Abi Thalib.
Putri[sunting | sunting sumber]

 Asma (sekitar 595 – 692) — putri dari Qutailah. Saat ayahnya dan Nabi Muhammad
bersembunyi di Gua Tsur, Asma menyuplai makanan untuk mereka. Dari pernikahannya
dengan Zubair bin 'Awwam, Asma memiliki seorang putra, Abdullah bin Zubair, yang
menyatakan dirinya sebagai khalifah pada 683 sebagai saingan dari Bani Umayyah yang
berpusat di Damaskus.
 Aisyah (613/614 – 678) — putri dari Ummu Ruman. Bergelar ummul mu'minin sebagai
istri ketiga Nabi Muhammad.
 Ummu Kultsum — putri dari Habibah. Menikah dengan Thalhah bin 'Ubaidillah.
Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bani Taim
Cabang kadet Quraisy
Lahir: 27 Oktober 573 Wafat: 22 Agustus 634
Jabatan Islam Sunni
Jabatan baru
jabatan dibentuk untuk
meneruskan Khalifah Diteruskan oleh:
kepemimpinan umat 8 Juni 632 – 22 Agustus 634 'Umar bin Khattab
Islam sepeninggal Nabi
Muhammad
ABU BAKAR ASH SHIDDIQ
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

KELOMPOK I

KETUA : ANDIKA HASKA PRATAMA

WAKIL : TIARA ANGRAEANI L

ANGGOTA : ALTAF ARMAN S

AMAR PRATAMA

RIFKA AWALIAH

MDIA BONTOALA MAKASSAR

Anda mungkin juga menyukai