Anda di halaman 1dari 11

KETERKAITAN

METODE KARYAWISATA DENGAN


PEMIKIRAN CHARLOTTE MASON

Dosen Pembimbing:

Kartika Meta Fisika, M. Pd

Oleh:
Ainun Putri Fauziyah D09218004
Nadya Kirana Putri D09218014
Nurlia Fanny Salsabila D09218016
Neny Sekar Sari D79218037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses
perkembangan dengan cepat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya.
Masa awal kehiduoan anak merupakan masa terpenting dalam rentang
kehidupan seorang anak. Anak pada usia ini mempunyai potensi sedemikian
besar untuk mengoptimalkan segala aspek perkembangan termasuk
perkembangan fisik motorik. Perkembangan motorik ada dua bentuk yaitu:
motorik kasar dan motorik halus. Keterampilan motorik halus umumnya
memerlukan jangka waktu yang relatif lama untuk penyesuaiannya. Oleh
karena itu perlu dilakukan kegiatan yang tepat dalam menstimulus aspek-aspek
perkembangannya.
Salah satu kegiatan yang bisa mempengaruhi kemampuan motorik halus
anak yaitu melalui kegiatan kolase. Melalui kegiatan menempel anak diberi
kebebasan untuk membentuk sesuai dengan yang diinginkan anak. Bahan
kolase juga bisa berupa dari bahan alam yang murah, mudah didapat, tidak
menggunakan biaya terlalu mahal dan yang pasti aman untuk anak usia dini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungannya antara kegiatan kolase bahan alam dengan pemikiran
Charlotte Mason tentang pembelajaran mengenal alam?
2. Apa hubungannya antara kegiatan kolase bahan alam dengan nilai-nilai
Islam?

C. Tujuan Masalah
1. Agar mengetahui hubungannya antara kegiatan kolase bahan alam dengan
pemikiran Charlotte Mason tentang pembelajaran mengenal alam.
2. Agar mengetahui hubungannya antara kegiatan kolase bahan alam dengan
nilai-nilai Islam.
BAB II
TEORI
A. Filosofi Pendidikan Charlotte Mason
Ada 20 butir filosofi pendidikan Charlotte Mason, diantaranya:
1. Anak-anak terlahir sebagai pribadi utuh – mereka bukan lembaran kosong
atau embrio yang baru berpotensi menjadi pribadi utuh.
Mereka adalah pribadi utuh.
2. Anak-anak tidak terlahir sepenuhnya baik atau buruk, melainkan
menyimpan kemungkinan untuk yang baik ataupun buruk.
3. Prinsip otoritas dan ketaatan berlaku bagi semua orang entah mereka
menerimanya atau tidak. Keduanya bersifat alamiah, niscaya, dan
mendasar agar satu kelompok atau keluarga hidup teratur dan harmonis.
4. Prinsip otoritas dan ketaatan harus dibatasi oleh respek pada kepribadian
anak. Otoritas bukanlah lisensi untuk menyakiti anak. Orangtua dilarang
mempermainkan rasa cinta, rasa takut, sugesti, atau kharisma, atau hasrat-
hasrat alamiah anak lainnya.
5. Hanya ada tiga instrumen pendidikan yang boleh digunakan untuk
mendidik anak – atmosfir alamiah, disiplin kebiasaan baik, dan penyajian
ide-ide hidup. Inilah motto pendidikan CM, “Pendidikan adalah atmosfir,
disiplin, kehidupan”.
6. “Pendidikan adalah atmosfir” bukan berarti mengurung anak-anak dalam
suatu lingkungan buatan yang khusus dirancang bagi anak-anak, namun
memanfaatkan kesempatan-kesempatan dalam lingkungan alamiah anak
sehari-hari dan membiarkannya belajar dari orang-orang dan benda-benda
di sekitarnya secara bebas. Belajar dari hal-hal nyata di dunia nyata.
Lingkungan buatan justru menghambat perkembangan kepribadian anak.
7. “Pendidikan adalah disiplin” – disiplin di sini berarti melatihkan kebiasaan-
kebiasaan baik secara terencana, teratur, dan bertujuan, baik kebiasaan
mental dalam pikiran maupun tubuh, sesuai dengan hukum-hukum
fisiologis.
8. “Pendidikan adalah hidup” berarti pendidikan harus mengurusi baik tubuh,
jiwa, maupun ruh anak. Akalbudi butuh nutrisi berupa ide-ide, oleh karena
itu anak berhak memperoleh kurikulum yang kaya.
9. Pikiran anak bukan ember kosong yang menunggu diisi, melainkan sesuatu
yang berdaya hidup, berhakikat spiritual, dengan hasrat akan pengetahuan.
Sebagaimana lambung dirancang untuk mencerna makanan, demikianlah
akal budi dirancang untuk mencerna pengetahuan dan tidak membutuhkan
latihan atau gemblengan khusus untuk membuatnya siap belajar.
10. Filosofi Herbart bahwa akal budi ibarat panggung kosong yang pasif
menunggu datangnya informasi dari pihak luar akan membebankan
tanggung jawab yang terlalu besar kepada guru untuk menyiapkan
pelajaran rinci bagi anak-anak. Padahal, semakin besar upaya guru
mencernakan infomrasi, semakin anak-anak tidak belajar apa-apa. Anak-
anak yang dididik dengan cara ini ada dalam bahaya menerima terlalu
banyak pelajaran namun memahami sedikit saja. Cara mengajar akan
dianggap lebih penting ketimbang pengetahuan apa yang anak betul-betul
peroleh.
11. Namun kita, karena yakin bahwa anak-anak punya kemampuan mental
untuk mencerna semua pengetahuan yang ia perlukan, menyediakan
kurikulum yang kaya dan bervariasi dan dengan cermat menawarkan hanya
pengetahuan yang berdaya hidup, tidak pernah menyajikan fakta tanpa ide-
ide yang melatarbelakanginya.
12. “Pendidikan adalah sains tentang relasi-relasi”, artinya secara alamiah anak
mengembangkan relasi-relasi dengan sejumlah besar pengalaman dan
pengetahuan, maka kita memberinya pendidikan jasmani, pengetahuan
alam, hasta karya, sains dan seni, dan banyak living books, karena kita tahu
bahwa urusan kita bukanlah mengajarkan segala sesuatu kepadanya, tapi
membantunya memiliki sebanyak mungkin relasi dengan perkara dan ide
yang ia minati.
13. Dalam merancang kurikulum bagi seorang anak, tanpa membedakan kelas
sosial, ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan: (a) kuantitas – anak
membutuhkan sejumlah besar pengetahuan sebab, sama seperti tubuh,
akalbudi membutuhkan makanan mental yang memadai; (b) variasi – anak
membutuhkan pengetahuan yang beragam sebab diet ide yang monoton
mematikan selera keingintahuan; (c) kualitas – anak membutuhkan
pengetahuan yanag disampaikan dalam bahasa bermutu (well-chosen)
sebab secara alamiah ia akan tertarik pada ide yang diungkapkan secara
indah (literary form).
14. Oleh karena pengetahuan belum betul-betul menjadi milik seseorang
sebelum ia bisa mengungkapkannya, maka anak-anak musti diminta
menarasikan apa yang ia telah baca atau dengar, secara lisan atau tertulis,
sebagian atau seluruhnya.
15. Prinsip ‘sekali baca’ (single reading) harus dijalankan dengan disiplin,
sebab anak-anak secara alamiah punya kemampuan besar untuk fokus dan
memperhatikan, tapi kemampuan ini akan dilemahkan jika ia diijinkan
mengulang-ulang porsi bacaannya, atau dibuatkan ringkasan, atau dituntun
dengan pertanyaan-pertanyaan komprehensi, dan sebagainya. Dengan
langsung memperhatikan sejak kali pertama, lebih sedikit waktu terbuang
untuk mengulang pelajaran, dan lebih banyak waktu untuk lebih banyak
pengetahuan. Kapasitas belajar anak sangat luar biasa dan, sebagai
‘perilaku akalbudi’ (behavior of the mind) yang universal, kapasitas itu
tidak terlalu terpengaruh oleh faktor turunan seperti IQ atau lingkungan
asal.
16. Ada dua pembimbing pertumbuhan moral dan intelektual yang perlu kita
kenalkan kepada anak, yakni hukum kehendak (the way of the will) dan
hukum nalar (the way of reason).
17. Hukum kehendak: Anak-anak patut diajari (a) membedakan antara ‘Aku
ingin’ (I want) dan ‘Aku hendak’ (I will); (b) Kehendak disebut efektif jika
anak bisa memalingkan pikirannya dari apa yang ia inginkan tapi tidak ia
kehendaki. (c) Cara terbaik untuk memalingkan pikiran dari perkara seperti
itu adalah memikirkan atau melakukan hal lain yang juga menarik atau
membangkitkan minat; (d) Setelah mengambil rehat sesaat seperti itu,
kehendak anak mampu kembali menjalankan tugasnya dengan kekuatan
baru. Penggunaan sugesti [contohnya, hipnotis] sebagai alat bantu anak
dalam berkehendak harus dijauhi karena cenderung mengerdilkan dan
mematikan orisinalitas karakternya. Memilih secara spontan adalah syarat
pengembangan karakter, dan manusia membutuhkan pengalaman gagal
maupun pengalaman sukses untuk mendidik dirinya.
18. Hukum nalar: Anak-anak patut diajari untuk tidak terlalu bergantung atau
mengandalkan penalaran mereka sendiri. Fungsi nalar adalah
mendemonstrasikan secara logis (a) kebenaran matematis, (b) kebenaran
suatu gagasan dasar atau asumsi yang diterima oleh Kehendak. Dalam
kasus pertama, nalar bisa dibilang pembimbing yang otoritatif. Namun
untuk menilai ide-ide, nalar belum tentu bisa dipercaya, sebab penalaran
kita akan membenarkan segala macam ide yang keliru kalau kita memang
berniat mempercayainya.
19. Menyadari bahwa nalar tidak bisa selalu diandalkan sebagai otoritas
tertinggi dalam membentuk opini, anak-anak yang beranjak dewasa patut
memahami bahwa tanggung jawab terbesar mereka sebagai seorang pribadi
utuh adalah memilih ide-ide mana yang perlu diterima atau ditolak. Latihan
kebiasaan-kebiasaan baik, ajaran-ajaran etis, serta wawasan luas dari
banyak bacaan dan pengalaman akan membantu mereka membuat pilihan-
pilihan itu. Dengan demikian anak akan terhindar dari cara pikir dan
tindakan asal-asalan yang sering menyebabkan seseorang hidup lebih
rendah dari ideal yang seharusnya ia bisa capai.
20. Tidak ada alasan untuk mendirikan sekat antara ranah intelektual dan
spiritual dalam kehidupan. Kita mengajarkan kepada anak-anak bahwa
semua kebenaran adalah milik Tuhan, dan bahwa kajian sekuler sama
baiknya dengan kajian religius. Mereka perlu sadar, kehidupan beragama
dan kehidupan akademis bukanlah dua dunia yang terpisah, dan apa pun
yang ia pelajari atau kerjakan, Tuhan selalu bersama mereka.
B. Pemikiran Charlotte Mason Tentang Pembelajaran Mengenal Alam
Charlotte menekankan pentingnya seorang anak banyak-banyak
menghabiskan waktu diluar ruangan “Jangan tinggal di dalam kalau ada
kesempatan menghabiskan waktu di luar ruangan!” Sering-sering berpiknik,
makan di tengah alam terbuka, sangat menyegarkan pikiran anak.
Tugas pertama ibu, kata Charlotte, adalah memastikan anaknya
menghabiskan enam tahun pertama kehidupannya sebagian besar di luar
ruangan, tanpa tekanan akademis, Biarkan ia sepuas-puasnya menikmati udara
segar dan mengamati alam. Ini bukan sekedar karena udara segar itu sehat bagi
tumbuhnya, tapi anak yang menghabiskan banyak waktu di tengah alam tanpa
tekanan akademis cenderung bertumbuh kembang dengan baik, bersahaja, dan
bahagia.
Ini berarti tidak perlu ada perjalanan akademis di usia muda, cukuplah
kebebasan untuk menikmati ciptaan Tuhan. Inilah yang Charlotte sebut
masterly inactivity – membiarkan anak berproses sendiri dalam mengumpulkan
dan menghubung-hubungkan berbagai pengalamannya. Pengamatan yang anak
lakukan di usia dini menjadi landasan dari segala sesuatau yang akan dia
pelajari di sisa hidupnya. Semakin banyak asosiasi pengalaman dalam benak si
anak semasa kecil, semakin ia punya latar belakang dan konteks mental bagi
informasi-informasi baru yang ia terima kelak.
Anak-anak usia dini butuh kebebasan bermain, untuk mengamati alam
dan merenungkan secara mandiri. Yang mereka perlukan adalah pembimbing
yang penuh perhatian namun pasif, yang tidak selalu berkata, “Jangan begini!”
atau “Harus begitu”, melainkan menghormati pilihan-pilihan mereka dan
hanya memberi petunjuk ketika betul-betul diperlukan. Anak-anak yang sehat
dan gembira mampu menciptakan permainan-permainan sendiri, dan ini akan
mendorong kebiasaan berinisiatif terbentuk, satu kekuatan karakter yang jauh
lebih berharga ketimbang pengetahuan akademis apapun yang mereka bisa
peroleh dari bangku sekolah. Dan semua proses ini paling baik dijalankan
dalam lingkungan keluarga sehari-hari, bukan dalam ruang kelas yang
semuanya serba diarahkan dan tertata. Anak-anak bisa tampil otentik,
menampilkan diri apa adanya, paling baik diantara keluarga besarnya sendiri.
Anak-anak butuh berlimpah udara segar dalam aliran darah dan banyak
sinar matahari supaya bisa mencapai performa puncak. Charlotte
menganjurkan para orangtua memfasilitasi anak-anak mereka berjalan-jalan di
alam dan berkegiatan luar ruangan lebih dari satu jam setiap hari. Dia berharap
anak-anak bisa sesering mungkin menghirup udara pedesaan, bukan udara kota
yang kotor. Setiap kamar rumah, apalagi kamar anak, harus punya aliran udara
yang baik. Kulit juga perlu bernafas, maka anak perlu membersihkan badan
setiap hari dan mengenakan pakaian yang tidak menyekap keringat.
Charlotte menceritakan dua karakter yang berjalan bersama-sama
menjelajahi satu area. Yang satu pulang dengan rasa bosan, yang satu lagi
bergairah karena mengamati berbagai hal menarik sepanjang perjalanannya.
Perbedaan diantara kedua respon itu disebabkan oleh peka atau tidaknya
seseorang kepada cara kerja alam yang luar biasa. Minat dan rasa ingin tahu
mesti dipupuk sejak kecil. Semua saran yang telah Charlotte berikan
sebelumnya: banyak-banyak berkegiatan di alam terbuka, mempelajari objek-
objek alam (benda langit, tanaman, binatang, cuaca) lewat pengamatan,
sentuhan, dan pendengaran langsung, terbiasa untuk mencatat pengamatan dan
bertanya mengapa? Lalu sedapat mungkin mencari jawabannya sendiri adalah
fondasi pengetahuan ilmiah anak di masa depannya.
Alam ini berjalan tertib dan logis. Buku pelajaran sains harus bisa
menggambarkan itu kepada anak secara hidup, sekaligus berisi contoh–contoh
eksperimen sederhana yang anak bisa kerjakan untuk mengalami langsung
bagaimana alam ini bekerja. Biarkan anak membuat simpulan-simpulan sendiri
dulu tentang apa yang ia alami dan amati. Teori-teori dan istilah-istilah ilmiah
(seperti nama-nama latin) bisa menyusul belakangan. Dengan cara ini, ilmu
pengetahuan alam bagi anak tidak akan menjadi sekedar hafalan tetapi juga
pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
BAB III

PEMBAHASAN
A. Hubungan Kolase Bahan Alam dengan Pemikiran Charlotte Mason
Kegiatan menempul atau kolase adalah penyusunan berbagai bahan pada
sehelai kertas yang datar dengan bahan berbagai bentuk kertas, kain, bahan-
bahan bertekstur dan benda-benda menarik lainnya, bisa dua dimensi atau tiga
dimensi. Kegiatan kolase ini merupakan teknik yang kaya akan aktivitas
berfikir kreatif dalam menyusun benda-benda pada pola atau gambar yang
menghasilkan keindahan sekaligus menarik minat anak-anak karena berkaitan
dengan meletakkan dan merekatkan sesuatu sesuka hati mereka.
Pada tanggal 18 November 2019 kemarin, kami dari kelompok 8 telah
mensimulasikan kegiatan metode karyawisata di Mangrove Gunung Anyar.
Kelompok kami juga mendapat tema lingkungan keluarga. Oleh sebab itu,
kami sepakat untuk membuat kegiatan mengkolase rok Ibu menggunakan
bahan-bahan alam, salah satu contohnya yaitu daun bakau. Langkah-
langkahnya, peserta didik hanya tinggal menggunting sesuai pola dan
menempel bahan-bahan alam menggunakan lem pada pola gambar yang ada
pada lembar kerja (LK) dengan rapi. Peserta didik juga diharapkan supaya
menempel bahan alamnya tidak sampai keluar garis atau pola gambar. Maka
hal itu bisa menjadi penilaian bagi anak bagaimana anak mengatur strateginya
supaya bahan-bahan alam yang sudah kami berikan itu bisa sesuai dengan pola
yang ada pada gambar.
Jadi berdasarkan kegiatan diatas, maka menurut kami hal itu sudah
sehubungan dengan pemikiran Charlotte Mason bahwa menekankan
pentingnya seorang anak banyak menghabiskan waktu diluar ruangan.
Charlotte Mason juga yang menyarankan atau menganjurkan orang tua
memfasilitasi anak-anak mereka supaya berjalan-jalan di alam terbuka dan
melakukan kegiatan diluar ruangan. Jadi kami telah melakukan kegiatan
simulasi metode karyawisata di Mangrove Gunung Anyar dengan melakukan
kegiatan kolase rok Ibu menggunakan bahan alam (daun bakau) dan tumbuh-
tumbuhan yang ada disana.
Dengan menggunakan metode karyawisata ini banyak manfaat yang bisa
diperoleh oleh anak. Semakin banyak pengalaman diluar kelas, semakin
banyak pula informasi-informasi baru yang bisa diperoleh oleh anak. Salah
satunya adalah tentang tanaman hutan bakau. Anak mampu menyebutkan
bagian-bagian dari tanaman hutan bakau dan sekaligus manfaatnya.
Kegiatan di luar kelas seperti ini biasanya setiap pendidik wajib
mengagendakannya setiap tahun atau biasanya ditiap akhir semester bagi anak
usia TK ada yang namanya puncak tema. Hal tersebut sering dimanfaatkan oleh
seluruh pendidik untuk melakukan kegiatan diluar kelas, misalnya outbond,
karyawisata, dll.

B. Hubungan Kolase Bahan Alam dengan Nilai-nilai Islam


Dalam teori Islam, Allah SWT. telah menganugerahkan kemampuan
bagi manusia untuk menciptakan, memberi bentuk dan memulai sesuatu yang
belum pernah ada sebelumnya dan tidak menutup kemungkinan juga bisa
memodivikasi dari apa yang sudah ada. Maka dari kegiatan kolase, anak
mampu berkreatifitas sesuka hatinya dengan memanfaatkan sumber daya alam
atau bahan alam. Berkarya kreatif adalah sebagai upaya pengembangan
kemampuan dasar bagi anak TK. Berkarya melalui kegiatan kolase dapat
melatih keterampilan kreatif anak dalam membuat bentuk karya.
Sumber daya alam adalah salah satu nikmat dan karunia dalam Islam.
Tak seorang pun berhak menghancurkan atau menyia-nyiakan sumber daya
alam yang telah diberikan Allah SWT. Perusakan terhadap anugerah Allah
merupakan tindakan fasad yang dikecam oleh Allah.
Bahan alam adalah bahan-bahan yang bersumber dari alam baik itu
hewan atau tumbuh-tumbuhan yang hidup di alam. Banyak sekarang ini bahan
alam bisa dimanfaatkan untuk dijadikan suatu hasil karya seni misalnya
tumbuh-tumbuhan seperti: ranting, akar, daun, batang, buah, kulit batang dan
lainnya, baik yang masih basah atau yang sudah kering. Jika diperhatikan selain
mudah didapatkan baik dari alam luas juga bisa didapat dari lingkungan sekitar
rumah.
KESIMPULAN
Sehubungan dengan pemikiran Charlotte Mason bahwa menekankan
pentingnya seorang anak banyak menghabiskan waktu diluar ruangan. Charlotte
Mason juga yang menyarankan atau menganjurkan orang tua memfasilitasi anak-
anak mereka supaya berjalan-jalan di alam terbuka dan melakukan kegiatan diluar
ruangan. Jadi kami telah melakukan kegiatan simulasi metode karyawisata di
Mangrove Gunung Anyar dengan melakukan kegiatan kolase rok Ibu menggunakan
bahan alam (daun bakau) dan tumbuh-tumbuhan yang ada disana.
Dalam teori Islam, Allah SWT. telah menganugerahkan kemampuan bagi
manusia untuk menciptakan, memberi bentuk dan memulai sesuatu yang belum
pernah ada sebelumnya dan tidak menutup kemungkinan juga bisa memodivikasi
dari apa yang sudah ada. Maka dari kegiatan kolase, anak mampu berkreatifitas
sesuka hatinya dengan memanfaatkan sumber daya alam atau bahan alam.

Anda mungkin juga menyukai