Anda di halaman 1dari 4

Kualitas Air Irigasi

Air irigasi yang cukup dengan kualitas air yang sesuai dengan peruntukan tanaman
dapat mendukung pertanian sehat. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur
kualitas air adalah baku mutu air, yaitu batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan
pencemar dalam air tetapi masih sesuai dengan peruntukannya. Sesuai keputusan Menteri
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Negara tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan, air irigasi termasuk golongan D yang diperuntukkan bagi pertanian dan dapat
pula digunakan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air. Persyaratan kualitas air
golongan D ini lebih rendah disbanding golongan A, B, dan C yang berturut-turut
diperuntukkan bagi air minum, mandi, serta peternakan dan perikanan. Berbagai persyaratan
tersebut meliputi sifat fisik, kimia dan biologi. Sifat fisik memuat seperti kekeruhan dan
warna kekeruhan air terkait padatan yang tersuspensi, sementara sifat kimia diantaranya
adalah derajat keasaman, kadar O2 terlarut, serta padatan terlarut seperti nitrat fosfat dan
residu pestisida. Untuk sifat biologi, parameter yang digunakan adalah jumlah
mikroorganisme pathogen yang ada di dalam air (Anonim, 2010).

Air irigasi yang baik adalah air yang dapat memenuhi segala fungsi air tanpa
menimbulkan efek samping yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan merusak
struktur serta kesuburan tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran menyatakan bahwa untuk menjamin
kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya, maka
perlu dilakukan upaya pengelolaan kualitas air. Upaya pengelolaan kualitas air dilakukan
pada :

1) Sumber yang terdapat di dalam hutan lindung.

2) Mata air yang terdapat di luar hutan lindung.

3) Akuifer air tanah dalam.

Kualitas air dijabarkan dalam kekeruhan yang dinyatakan dalam NTU (Nephelometric
Turbidity Units). Semakin banyak padatan tersuspensi dalam air maka air terlihat semakin
kotor dan nilai NTU nya semakin tinggi. Nilai pH air mengindikasikan apakah air bersifat
asam atau basa. Tingkat pH yang baik untuk air minum adalah antara 6,5 dan 8,5. Nilai pH di
bawah 6,5 akan terlalu asam dan pH di atas 8,5 akan terlalu basa. Secara umum, kualitas air
harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia dan
radioaktif. Parameter kualitas air tersebut harus dipenuhi sesuai standar yang telah ditetapkan
oleh Departemen Pertanian sebelum didistribusikan ke tanaman budidaya (Anonim, 2011).

Pencemaran air dapat dijadikan indikator penentuan kualitas air. Pencemaran air
dikelompokkan menjadi empat, yaitu dari bahan organik, anorganik, zat kimia, dan limbah.
Bahan buangan organik biasanya berupa limbah yang dapat terdegradasi oleh
mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan perkembangan mikroorganisme. Sementara
itu, bahan buangan anorganik berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan
mikroorganisme tidak dapat mendegradasinya. Macam-macam bahan anorganik berasal dari
logam-logam seperti ion kalsium (Ca), ion timbal (Pb), ion magnesium (Mg), ion arsen (As),
dan air raksa (Hg). Bila logam-logam tersebut mencemari air, maka akan menimbulkan
akumulasi yang pada akhirnya menyebabkan air menjadi sadah dan mengganggu kesehatan
manusia. Bahan buangan yang berasal dari zat kimia dihasilkan oleh sabun, pestisida, zat
warna kimia, larutan penyamak kulit, dan zat radioaktif. Limbah adalah zat, energi atau
komponen lain yang dikeluarkan/ dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industry maupun non-
industri. Limbah bisa merusak kualitas air untuk pertanian dan membahayakan kesehatan
tanaman budidaya (Harmayani dan Konsukartha, 2007).

Standar kualitas di perairan umum

• Golongan A : untuk air minum tanpa pengolahan terlebih dahulu

• Golongan B : dipakai sebagai bahan baku air minum melalui suatu pengolahan

• Golongan C : untuk air perikanan dan peternakan

• Golongan D : air untuk pertanian dan usaha perkotaan, industri dan PLTA

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115
Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini
meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik
air atau keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual/kasat mata. Yang termasuk dalam
parameter fisik ini adalah kekeruhan, kandungan partikel/padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan
sebagainya.

Parameter kimia menyatakan kandungan unsur/senyawa kimia dalam air, seperti


kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD, TOC), mineral atau
logam, derajat keasaman, nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya. Parameter mikrobiologis
menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, seperti bakteri, virus, dan mikroba
pathogen lainnya.Berdasarkan hasil pengukuran atau pengujian, air sungai dapat dinyatakan
dalam kondisi baik atau cemar. Sebagai acuan dalam menyatakan kondisi tersebut adalah
baku mutu air, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001.
Sedangkan kualitas air untuk irigasi pertanian dapat dilihat dari berbagai parameter kualitas
air.

Parameter yang mempengaruhi kualitas air irigasi untuk tanaman adalah:

a. Salinitas

Masalah salinitas terjadi jika kuantitas garam pada air irigasi cukup besar sehingga
akumulasi garam di daerah perakaran tanaman akan sedemikian rupasehingga tanaman tidak
mampu lagi mengisap air (lengas) tanah di daerah perakaran. Penurunan isapan air oleh akar
menyebabkan terganggunyapertumbuhan tanaman sehingga gejalanya seperti kekurangan air
(tanaman layu).Tanaman mengisap sebagian besar air dari bagian atas zone perakaran,
sehinggakondisi salinitas di bagian ini sangat berpengaruh daripada di bagian bawah
zoneperakaran. Mengelola bagian atas perakaran dengan proses pencucian (leaching)menjadi
sangat penting untuk lahan berkadar garam tinggi.

b. Permeabilitas

Laju infiltrasi tanah akan berkurang akibat dari kandungan garam tertentu atau
kekurangan garam tertentu dalam air irigasi. Faktor yang berpengaruh adalah: (a) kandungan
Na relatif terhadap Ca dan Mg, (b) kandungan bikarbonat dan karbonat, dan (c) total
kandungan garam dalam air.

c. Toksisitas atau keracunan terhadap Boron (B), Chlorida (Cl) dan Natrium (Na).

d. Lainnya. Masalah lainnya dalam air irigasi yakni pertumbuhan terlalu cepat,
tergenang, dan perlambatan pematangan akibat dari kandungan Nitrogen berlebih. Bercak
putih pada daun dan buah akibat kandungan berlebih Bicarbonate dalam irigasi curah dan pH
abnormal.

Suhu air yang ideal bagi organisme adalah tidak terjadi perbedaan suhu yang tidak
mencolok antara siang dan malam (tidak lebih dari 5oC). Dalam praktikum ini didapatkan
suhu antara 30-310C. Pada saluran primer suhu sebesar 310C, saluran sekunder 300C dan
saluran tersier sebesar 300C. Besarnya suhu juga dipengaruhi oleh waktu pengukuran,
intensitas cahaya. Saluran tersier lebih rendah dibandingkan dengan salurannya lainnya
karena pelaksanaan pengukuran dilaksanakan lebih pagi, begitu seterusnya pada saluran
sekunder dan primer. Saluran primer lebih siang dibandingkan saluran sekunder sehingga
suhu pada saluran primer lebih tinggi.

Pada perairan yang tergenang yang mempunyai kedalaman minimal 1,5 meter
biasanya akan terjadi pelapisan (strasifikasi) suhu. Pelapisan ini terjadi karena suhu
permukaan air lebih tinggi dibanding dengan suhu air dibagian bawahnya. Strasifikasi suhu
terjadi karena masuknya panas dari cahaya matahari ke dalam yang mengakibatkan terjadinya
gradien suhu yang vertikal. Pada kedalaman airnya kurang dari dua meter biasanya terjadi
strasifikasi suhu yang tidak stabil.

Anda mungkin juga menyukai