Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

ANEMIA WITH CARCINOMA CERVIX

Disusun oleh:
dr. FH. Ramadhan

Pembimbing:
dr.

RSUD PESANGGRAHAN
JAKARTA SELATAN
2019
BAB I

STATUS PASIEN

Nama : Ny. Ade Mulyati


Umur : 46 Tahun
Tanggal lahir : 1 Agustus 1972
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Blok 2 Rt 003/002 Ulujami
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Kawin
Bangsa : Indonesia
MRS : 16 Juli 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis dengan pasien dan keluarga pasien
tanggal 16 Juli 2019
a. Keluhan Utama
Lemas disertai sakit perut bawah sejak 1 hari yang lalu.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan lemas disertai nyeri perut bawah hilang timbul
dan juga disertai keluar darah dari vagina sejak 2 hari SMRS. Darah keluar
banyak sampai lebih dari 10 kali menggantikan pembalut, pasien awalnya
mengira menstruasi biasa. Pasien tampak terlihat pucat disertai akral dingin.
c. Riwayat haid
Menarche pada usia 16 tahun, Haid teratur 28 hari, lamanya 5-6 hari, darah
haid biasa, nyeri haid tidak ada, 3 kali ganti pembalut.
d. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, Usia perempuan saat menikah 17 tahun, usia suami saat
menikah 20 tahun.
e. Riwayat Keluarga Berencana
Menggunakan Pil KB dan Suntik KB kurang lebih 18 tahun.
f. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada bulan Desember 2018 pasien terdiagnosa Abnormal Uterine Bleeding ec
Menometroragia saat pertama dirawat di RSU Pesanggrahan oleh dokter
kandungan. Riwayat darah tinggi, kencing manis, alergi makanan dan alergi
obat-obatan disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak pernah terpapar zat-zat
kimia ataupun sinar-x sebelumnya.
g. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), Diabetes (-), Jantung (-), Asma (-), Alergi (-)

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 16 Juli 2019 saat di IGD
a. Status Internus
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 77 / 47 mmHg
Nadi : 63 x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 35.0 oC
SpO2 : 98%
Pemeriksaan Antropometri
Berat Badan : 46 kg
Tinggi Badan : 152 cm
Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Normocephal, deformitas (-)
Rambut : Rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva pucat +/+, Sklera ikterik -/-
Telinga : Normotia, tidak ada sekret
Hidung : Bentuk normal
Mulut : Tonsil T1/T1, karies gigi (-)
Leher : dalam batas normal
Thorax :
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+), nyeri tekan (-), massa (-)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral Dingin +/+ +/+
Refleks Fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-

b. Status Obstetri dan Ginekologi


 Inspeksi
Vulva / Uretra tenang, perdarahan (+)
 Inspekulo
Portio tampak gambaran cauliflower, rapuh dan mudah berdarah
 Pemeriksaan dalam
Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

JENIS HASIL
Nilai Rujukan
PEMERIKSAAN 21-08-2017 12:36:33 Saat Ini
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 7.0 12.0 - 16.0 g/dL
Hematokrit 24 37 - 47 %
Eritrosit 3.50 4.3 - 6.0 juta/uL
Leukosit 9.620 4,800 - 10,800 /uL
Trombosit 486000 150,000 - 400,000 /uL
MCV 69.1 80 - 96 fL
MCH 20.0 27 - 32 pg
MCHC 38.9 32 - 36 g/dL

V. RESUME
Pasien Anemia dengan Susp. Karsinoma Serviks datang ke IGD RSU Pesanggrahan
dengan keluhan lemas, nyeri perut bawah dan perdarahan aktif dari vagina sejak 1 hari
SMRS yang hilang timbul tanpa sebab yang jelas.

VI. DIAGNOSA KERJA


Anemia ec Susp. Carsinoma Cervix

VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
O2 3L/menit
Cek Darah Lengkap
IVFD RL 500 cc/30 menit selanjutnya maintenance
Injeksi Asam traneksamat 500 mg
Injeksi Ranitidin 1 amp
Observasi

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
IX. ANALISA KASUS
Pasien datang ke igd dengan anemia dengan susp Ca Cervix. Pasien sebelumnya
pada bulan januari 2019 sudah pernah mengeluh hal yang sama dan pernah dirawat di RSU
Pesanggrahan kemudian sudah ada perbaikan dan disarankan untuk berobat ke RS
Fatmawati untuk tatalaksana lebih lanjut dengan fasilitas yang lengkap.
Pada pemeriksaan tanda vital dan status generalis pasien mengalmi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan status ginekologi inspeksi didapatkan vulva/uretra tenang,
perdarahan (+), pada pemeriksaan inspekulo portio tampak gambaran cauliflower, rapuh
dan mudah berdarah, pemeriksaan VT tidak dilakukan.
Pasien direncanakan untuk diobservasi kemudian disarankan untuk dirujuk ke RS
yang ada fasilitas lengkap untuk pemngobatan selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Histologi Serviks
Serviks merupakan bagian dari uterus yang terletak di sepertiga bagian bawah
uterus. Serviks uteri terdiri atas: (1). Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio;
(2) pars supravaginalis servisis uteri adalah bagian serviks yang berada di atas vagina.
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk sebagai saluran
lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks,
berbentuk sel-sel toraks bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran
serviks sebelah dalam disebut osteum uteri internum, dan pintu di vagina disebut ostium
uteri eksternum.1

Gambar 1. Anatomi Serviks

Secara histologis, permukaan serviks mempunyai dua macam epitel yaitu epitel
kolumner dan skuamosa. Epitel kolumner ini terdiri dari dua macam sel, yaitu sel yang
tidak bersilia yang memproduksi lendir atau mukus yang berfungsi membasahi kanalis
servikalis dan sel yang bersilia yang berfungsi membersihkan lendir pada endoserviks.
Epitel kedua yaitu epitel skuamosa, epitel skuamosa ini menutupi ektoserviks, terdiri dari
empat lapis sel.2

Pertemuan antara epitel skuamosa dan epitel kolumner endoserviks membentuk


sambungan yang disebut sambungan skuamo kolumner (SSK). Secara morfogenetik SSK
ini ada dua. SSK anatomis yaitu tempat pertemuan epitel skuamosa dan epitel kolumner
sedangkan SSK fungsional pertemuan antara epitel kolumner dengan epitel skuamosa
metaplastik didaerah transformasi.2
Posisi SSK tergantung dari volume serviks. Estrogen dan progesteron, dapat
menyebabkan terjadinya perlunakan serviks dengan penimbunan air dan perubahan
struktur kolagen sehingga volume serviks meningkat dan kanalis servikalis menonjol
keluar.3
Perubahan pH vagina dapat mengubah epitel permukaan porsio, pH vagina yang
rendah dapat mengubah epitel kolumner menjadi skuamosa, yang disebut metaplasia.
Daerah yang terjadi metaplasia disebut daerah transformasi atau daerah transisi. Perubahan
dimulai dari tepi luar epitel kolumner dan berlanjut ke arah kanalis servikalis. Proses ini
dilakukan oleh sel-sel cadangan (reserve cell) yang terdapat di bawah epitel kolumner.
Perubahan-perubahan epitel diatas merupakan hal yang normal pada kebanyakan wanita
dan disebut epitel skuamosa metaplastik, sedangkan epitel skuamosa yang dulu disebut
epitel skuamosa asli.4

Gambar 2 Proses metaplasia sel epitel4

Jika terdapat mutagen pada serviks seperti HPV atau bahan lain yang mengandung
DNA pada saat fase aktif atau fase awal dari metaplasia, maka sel-sel metaplastik dapat
berubah menjadi sel-sel yang berpotensi ganas, dengan demikian dapat terjadi kelainan
epitel yang disebut displasia.
2.2. Karsinoma serviks

Gambar 3. Karsinoma serviks

Karsinoma serviks adalah salah satu keganasan pada wanita, menempati urutan
pertama di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia dan sebagai penyebab
kematian utama.5
Banyak kasus baru yang ditemukan setiap tahunnya dan hampir 80 % terjadi di
negara berkembang. Menurut dr. Fielda Djuita, SpRad (K) Onk. Rad dari bagian Instalasi
Radioterapi RS Kanker Dharmais, Jakarta, karsinoma serviks merupakan keganasan
pertama pada wanita pada periode 1995 – 2002. Dari data 13 pusat patologi di Indonesia,
angka kejadian karsinoma serviks mencapai 28,7 %. Jumlah pasien di RS Kanker
Dharmais, pada tahun 1995 – 2002, angka kejadiannya mencapai 1259 pasien. Sedangkan
pada periode 2003 – 2004, angkanya sudah mencapai 402 pasien. Sedangkan data
Departemen Kesehatan menyebutkan di Indonesia terdapat 90 – 100 kasus baru karsinoma
serviks per 100.000 penduduk. Setiap tahunnya terjadi 200.000 kasus baru karsinoma
serviks di Indonesia. Sebagian besar kasus terdiagnosis pada stadium invasif lanjut dengan
keadaan umum dan sosial ekonomi relatif rendah dan disertai oleh berbagai penyulit.5
Berbeda dengan negara maju seperti Amerika Serikat, didapatkan data pada tahun
2007 terdapat 11.150 kasus baru dan angka kematian mencapai 3670. Angka kejadian
berbeda pada negara maju seperti Belanda. Insidensi karsinoma serviks mencapai 10 –12
kasus baru tiap 100.000 wanita tiap tahun. Kematian oleh karsinoma serviks adalah 5,8
tiap 100.000 wanita tiap tahun. Dengan kata lain, di Belanda tiap tahun mencapai 325
wanita meninggal sebagai akibat karsinoma serviks.5
Seharusnya angka penderita penyakit ini bisa ditekan bila lebih awal diketahui
adanya karsinoma serviks. Masalahnya lebih dari 70% penderita datang terlambat
memeriksakannya ke dokter. Padahal keterlambatan pemeriksaan bisa berpengaruh pada
harapan hidup, selain biaya yang dibutuhkan lebih besar.6

2.3. Faktor Risiko


Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara lesi pra
kanker dan kanker serviks dengan aktivitas seksual dini. Khususnya sebelum umur 16
tahun. Faktor risiko ini dihubungkan dengan adanya karsinogen yang bekerja pada zona
transformasi serviks yang sedang berkembang, yang merupakan fase yang paling
berbahaya bila terpapar dalam 5 – 10 tahun terus menerus.4
Berdasarkan hasil penelitian, faktor risiko yang diduga terkait dengan
berkembangnya karsinoma serviks:
1. Infeksi humanpapillomavirus (HPV) dipercaya terlibat dalam perkembangan karsinoma
serviks. 5 HPV merupakan faktor etiologi terbesar pada karsinoma serviks. Tetapi tidak
semua lesi preinvasif akan berkembang menjadi keganasan. Karsinoma serviks
mempunyai ciri berkembang dalam 10 – 15 tahun setelah infeksi awal HPV sampai
terjadi HSIL, bahkan karsinoma serviks.7
Menurut Retnowardani (1996), perubahan keganasan epitel normal dapat terjadi
karena:
a. Pasien terinfeksi oleh HPV, protein virus menyebabkan inaktivasi fungsi normal
dari protein P53, dimana protein berfungsi utnuk menekan proses proliferasi sel.
b.
Pasien tidak terinfeksi oleh HPV tetapi mengalami mutasi gen p53 sehingga
menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.8
Sexual activity

HPV exposure

Cervical transformation zone

Squamous differentiation Endocervical columner


differentiation

Squamous intraepithelial lesion

Glandular
Intraepitelial lesion
Low Grade : High Grade : (adenocarcinoma in situ) High- and High-
risk HPVs
low risk High-risk HPVs
HPVs 16, 18, 45

Rare
Smoking, oral contraceptives, high parity, altered
immune status, Host gene alterations, time

Invasive Squamous Invasive


Carcinoma Adenocarcinoma

Gambar 4 Konsep Hubungan HPV dan Kanker Serviks


Terdapat lebih dari 70 subtipe HPV yang dapat mneyerang organ anogenital.
Berdasarkan potensi keganasannya, subtipe HPV dibagi low-risk, intermediate risk dan
high risk. Tipe low-risk (6, 11, 42, 43, 44) berhubungan dengan kondilomata dan lesi
low grade (CIN I). Tipe intermediate-risk (33, 35, 51, 52) ditemukan pada lesi high
grade (CIN II dan CIN III), sedangkan tipe high-risk HPV (16, 18, 31, 39, 45, 56, 58,
59, 68) berhubungan dengan high-grade lesion (CIN II dan CIN III) dan juga
ditemukan pada invasive cancer.
2. Virus Herpes Simpleks Tipe 2 (HSV-2). Diduga virus ini bekerja secara sinergis sebagai
inisiator atau promotor pada saat HPV mengadakan tranformasi seluler. Integrasi
antara DNA-HPV dengan DNA host difasilitasi oleh sel yang telah diinfeksi oleh
HSV-2.15 HIV diduga berhubungan dengan lesi pra kanker dan kanker serviks atas
dasar sistem imunitas berperan penting pada proses keganasan yang multifaktoral.
Sistem imunitas yang tertekan merupakan predisposisi infeksi virus onkogenik, apabila
dengan keadaan mekanisme regulator sel yang sudah terganggu akan mempercepat
perkembangan keganasan.
3. Penggunaan kontrasepsi oral dilaporkan meningkatkan insiden karsinoma serviks
intraepitelial meskipun secara tidak langsung, diduga mempercepat perkembangan
progresifitas lesi. Hal ini tentu berhubungan dengan kadar hormon yang terkandung
dalam kontrasepsi oral.
4. Secara epidemiologi, perokok mempunyai kontribusi dalam perkembangan karsinoma
serviks, dengan risiko 2 kali dibandingkan yang bukan perokok.
5. Paritas meningkatkan insiden karsinoma serviks lebih merupakan refleks dari aktivitas
seksual dan waktu saat kontak seks pertama kali daripada akibat trauma persalinan.
Pada wanita dengan paritas 6 atau lebih mempunyai risiko menjadi karsinoma serviks
2,5 kali dibandingkan dengan wanita dengan paritas 2 atau kurang.
6. Eversio epitel kolumner selama kehamilan menyebabkan dinamika baru metaplasitk
epitel yang imatur sehingga meningkatkan risiko transformasi sel. Penelitian lain
melaporkan terjadinya penurunan kekebalan seluler pada wanita hamil, disamping
dibuktikan bahwa pada kehamilan, progesteron dapat menginduksikan onkogen HPV
menjadi tidak stabil sehingga terjadi integrasi DNA virus ke dalam genom host yang
kemudian menjadi keganasan. Kombinasi antara meningkatnya ekspresi HPV dan
menurunnya kekebalan dari zona transformasi serviks dapat menjelaskan
meningkatnya risiko karsinoma serviks.9

2.4 Histopatologi Karsinoma Serviks


Squamous cell carcinoma (SCC) terjadi 80-90% pada semua kanker serviks. Terdiri
dari 3 subtipe histopatologi mayor, yaitu :
1. Well-differentiated, berkeratinisasi, large cell SCC terjadi pada 25% kasus.
2. Moderately-differentiated, non keratinisasi, large cell SCC (70% kasus).
3. Small cell undifferentiated carcinoma (5% kasus), biasanya prognosis jelek.10
Adenocarcinoma timbul dari tipe sel dalam endocervikal dan terjadi 5-20% dari
semua kanker serviks. Insidensi terjadinya adenocarcinoma pernah meningkat pada 20-30
tahun yang lalu. Terutama terjadi pada wanita yang berumur dibawah 35 tahun, dan
tingkat kejadiannya meningkat menjadi dua kali lipat dari tahun 1970 sampai dengan
pertengahan tahun 1980an. Bentuk histologiknya adalah well-differentiated mucinous
carcinoma, papillary adenocarcinoma, dan bentuk clear-cell dimana mengandung
glikogen dan bukan mucin. Beberapa lesi tersebut dapat merangsang timbulnya
endometrial carcinoma. Pada bentuk ini mempunyai insidensi yang lebih tinggi untuk
terjadinya poorly-differentiated dan subtipe histologik yang lebih agresif pada
adenocarcinoma serviks yang mempunyai prognosis lebih buruk jika dibandingkan dengan
squamous cell carcinoma.10,11
Bentuk-bentuk lainnya yang jarang adalah termasuk didalamnya variasi dari SCC
dan adenocarcinoma, mixed carcinoma, small-cell carcinoma yang mirip dengan
neuroendokrin tumor yang dapat terjadi dimana saja, sarcoma, lymphoma, melanoma dan
tumor metastasik. Paling sering terjadi metastase dari endometrium, pada beberapa pasien
dengan penyebaran dan tumor yang besar pada serviks untuk menemukan asal lesi menjadi
sulit. Sumber metastasis yang lainnya adalah ovarium, colon dan payudara. Tumor
metastasik pada serviks biasanya dapat diketahui pada pasien yang memang sebelumnya
sudah diketahui adanya lokasi keganasan primer.10
Sekitar 90% kanker serviks adalah squamous cell carcinoma. Sisanya adalah
sekitar 10% terdiri dari adenocarcinoma dan sarcoma. Pada umumnya Ca serviks timbul
pada squamocolumnar junction. Sekitar 1/3 kasus terdapat pada daerah endoserviks,
biasanya pada wanita > 35 tahun.

2.5. Klasifikasi Karsinoma Serviks


Klasifikasi karsinoma serviks terbagi menjadi pre kanker dengan kanker. Pada
stadium pre kanker, klasifikasi yang digunakan adalah CIN I dan CIN II, sedangkan
stadium kanker digunakan klasifikasi CIN III dan FIGO I-IV.
Karsinoma serviks invasif terjadi jika tumor menembus epitel masuk kedalam
stroma serviks. Invasi dapat terjadi pada beberapa tempat sekitar serviks.12

2.5.1 Klasifikasi CIN (Cervical Intra-epithelial Neoplasma)


Derajat penilaian CIN adalah bila neoplasma berbatas pada epitel dan
perkembangannya masih ringan. Perubahan pra kanker yang tidak sampai melibatkan
seluruh lapisan epitel serviks, disebut displasia. Dalam hal ini CIN I sesuai dengan
displasia ringan, CIN II dengan displasia sedang dan CIN III mengenai displasia berat
maupun karsinoma insitu. Tidak ada gejala yang spesifik untuk kanker serviks, perdarahan
merupakan satu-satunya gejala nyata. Penetapan derajat CIN dilakukan dengan
menetapkan histologik tingkat diferensiasi, kelainan inti dan aktivitas mitotiknya.
Gambar 5. Klasifikasi CIN

2.5.2 Klasifikasi American Joint Committee on Cancer’s (AJCC)


Stage Keterangan
0 Tis, N0, M0
Karsinoma insitu. Tidak terdapat invasi stroma
IA2 T1a2, N0, M0
IB T1b, N0, M0
IB1 T1b1, N0, M0
IB2 T1b2, N0, M0
II T2, N0, M0
IIA T2a, N0, M0
IIB T2b, N0, M0
III T3, N0, M0
IIIA T3a, N0, M0
IIIB T1, N1, M0
T2, N1, M0
T3a, N1, M0
T3b, any N, M0
IVA T4, any N, M0
IVB Any T, Any N, M1

2.5.3 Pembagian tingkat keganasan menurut sistem TNM


T : Tak ditemukan tumor primer
T1S : Karsinoma pra-invasiv, ialah KIS (karsinoma in situ)
T1 : Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke korpus uteri)
T1a : Pra klinik adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan
histologik
T1B : Secara klinis jelas karsinoma yang invasiv
T2 : Karsinoma telah meluas sampai diluar serviks, tetapi belum sampai dinding
panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian
distal
T2A : Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium
T2B : Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium
T3 : Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai dinding
panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding panggul)
NB : Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena
infiltrasi tumor, menyebabkan kasus diangap sebagai T3 meskipun pada penemuan
lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau T2)
T4 : Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rektum atau kandung kemih, atau meluas
sampai diluar panggul. (Ditemukannya edema bullosa tidak cukup bukti untuk
mengklasifikasi sebagai T4)
T4A : Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan secara
histologik
T4B : karsinoma telah meluas sampai diluar panggul
NB : Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4
NX : Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan
histologik, jadi NX + atau NX –
N0 : Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 : Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara-cara
diagnostik yang tersedia (misalnya limfografi, CT scan pangggul)
N2 : Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas
infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 : Tidak ada metastase berjarak jauh
M1 : Terdapat metastase berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa diatas bifurkasio arteri
iliaka komunis

2.5.4 FIGO Staging (Federation Internationale de Gynecologie et d’Obstetrique)


Untuk penilaian statistik prognosis dan terapi dibutuhkan pembagian stadium yang
luas. Pembagian internasional terjadi atas prakarsa International Federation of
Gynaecology and Obstetrics (FIGO).
Tabel 1. Klasifikasi FIGO
Stadium Tanda Klinis
0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepitelial
I Karsinoma hanya terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri
harus dikesampingkan)
IA Kanker hanya dapat diidentifikasi dengan mikroskop. Semua lesi
dengan invasi superfisial adalah stadium IB
IA1 Karsinoma Preklinis (hanya dapat didiagnosis dengan
menggunakan mikroskop), kedalaman infiltrasi kurang dari 5mm
dan diameternya kurang dari 7 mm
IA2 Lesi- lesi yang dapat diukur mikroskopis dengan kedalaman invasi
3 – 5 mm dari membran basal dan diametenya tidak lebih dari 7
mm
IB Lesi-lesi dengan ukuran yang lebih besar daripada yang disebutkan
dalam stadium IA
IB 1 Diameter kurang dari 4 cm
IB 2 Diameter lebih dari 4 cm
II Karsinoma meluas diluar serviks, tetapi belum sampai dinding
pelvis; karsinoma tumbuh kedalam vagina, tetapi tidak sampai
sepertiga bagian bawah
IIA Tidak ada perluasan kedalam parametrium
IIB Jelas ada perluasan ke parametrium
III Karsinoma telah meluas sampai dinding pelvis, pada pemeriksaan
rektal tidak terdapat ruangan bebas karsinoma antara tumor dan
dinding pelvis; tumor tumbuh sampai sepertiga bagian bawah
vagina. Adanya hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi
cocok dalam stadium ini, kecuali disebabkan karena kelainan lain
IIIA Tidak ada perluasan sampai dinding pelvis, tetapi pertumbuhan
terus sampai sepertiga bagian bawah vagina
IIIB Perluasan sampai dinding pelvis atau hidronefrosis atau ginjal yang
tidak berfungsi
IV Karsinoma telah meluas sampai diluar pelvis minor atau secara
klinis telah tumbuh kedalam mukosa kandung kencing atau rektum
IVA Pertumbuhan tumor tembus dalam organ-organ sekelilingnya
IVB Perluasan ke organ-organ jarak jauh

2.6 Gejala dan Tanda Klinis Karsinoma Serviks


Perdarahan abnormal pervaginam merupakan gejala tersering dari karsinoma
serviks dan dapat timbul dalam bentuk leukore yang disertai bercak darah atau perdarahan
ringan. Leukore yang terjadi umumnya sanguin atau purulen, berbau dan tidak gatal.
Riwayat perdarahan setelah koitus perlu ditanyakan dalam anamnesis. Perdarahan
intermenstrual merupakan gejala yang paling umum dari Ca invasif, atau perdarahan
premenopause maupun postmenopause. Perlu ditanyakan mengenai status obstetri dan
ginekologi pasien saat pemeriksaan (apakah pasien telah menikah), bagaimana kebiasaan
pasien (apakah pasien merokok, sering bergonta-ganti pasangan) serta ditentukan
bagaimana status ekonomi penderita.Akibat perdarahan pervaginam yang berulang, dapat
terjadi anemia. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh
metastasis jauh.6,10,11,13,14
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan serviks masih terlihat normal pada lesi
premaligan. Jika terjadi progresifitas penyakit secara lokal, maka dapat ditemukan tanda
klinis. Kanker yang infiltratif akan menyebabkan pembesaran, iregularitas dan konsistensi
serviks menjadi lembek dan bahkan dapat ditemukan perluasan ke parametrium.12

2.7 Diagnosis Kanker Serviks


Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien, penegakan
diagnosis juga dapat melibatkan
1. Pemeriksaan radiologis
a. Intra Venous Pyelography
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya penyebaran Ca serviks yang
lanjut biasanya ditemukan metastase dan biasanya terjadi obstruksi di uretra
bagian terminal.14
b. Barium enema
Dengan barium enema kita dapat mendeteksi adanya kelainan pada usus misalnya
kanker kolon atau divertikulitis yang memungkinkan adanya rencana terapi, dengan alasan
tersebut diatas maka barium enema seringkali termasuk evaluasi untuk pasien dengan Ca
serviks yang berumur 40 tahun lebih atau pasien dengan penyakit yang lanjut.14
c. Foto thorax dan foto skeletal
Pemeriksaan foto thorak diperlukan untuk melihat adanya metastase ke paru-paru.
Metastase ke tulang biasanya jarang pada pasien-pasien dengan Ca primer, dan biasanya
simtomatik.14
d. Computerized Axial Tomography (CT-Scan)
CT scan sangat berguna untuk mendeteksi penyebaran secara hematogen maupun
penyebaran ke nodus lympaticus pada aorta. Kemampuan CT scan dalam mendeteksi
invasi ke parametrium atau ke vesica urinaria sangat terbatas karena kadar perbedaan dari
jaringan pelvis yang mengalami proses keganasan dengan yang normal sangat sedikit.
Adanya keadaan asimetris pada rongga pelvis dapat digunakan untuk kriteria umum
adanya penyebaran dan merupakan tanda potensial adanya tumor yang meluas ke nodus
lympaticus. 12,14
e. Lymphangiography
Evaluasi nodus lympaticus dengan limphangiograpi memberi hasil positif palsu 20-
40% dan negatif palsu 10-20%. Cara ini sekarang jarang digunakan, karena fungsinya
digantikan dengan USG.14
f. Ultrasonography
Ultrasonography mempunyai 2 dasar yang digunakan untuk mengevaluasi pasien
yang menderita Ca cervix. Evaluasi ginjal dan traktus urinarius bagian atas dengan USG
merupakan prosedur yang baik dan prosedur ini seringkali lebih dipakai sebagai pengganti
Intravenous pyelogram. Dengan lebih berkembangnya probe yang bisa digunakan untuk
pemeriksaan transrectal dan transvaginal, USG juga bisa digunakan untuk mengevaluasi
ukuran dari lesi yang ada di cervix dan penyebaran tumor sampai ke parametrium atau
organ-organ yang ada disekitarnya.14
Invasi ke dinding Vesica urinaria dapat dideteksi dengan USG transvaginal yaitu
dengan menempatkan transduser diantara forniks anterior vagina dan dinding Vesica
urinaria pada arah sagital. Gerakan dari dinding Vesica urinaria dapat dinilai dengan
kemampuan USG transvaginal yang memotong corpus uteri ketika probe menekan Vesica
urinaria pada forniks anterior.14
g. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kemampuan multiplanar pada MRI yaitu secara sempurna dapat
memvisualisasikan cervix dan jaringan sekitarnya yang kadang sulit dibedakan oleh CT /
USG. Terdapat perbedaan secara klinik diantara stadium IB, IIA dan IIB. Masing-masing
penting dibedakan karena stadium Ca ≤ IIA (tanpa invasi ke parametrium) biasanya
diterapi dengan pembedahan dimana Ca ≥ IIB (dengan invasi ke parametrium) biasanya
diterapi dengan radioterapi.14
h. Laparoscopy
Pemeriksaan ini untuk melihat keadaan rongga abdomen untuk melihat adanya
perluasan ke nodus lympaticus para aorta atau ke organ-organ peritoneal lainnya.14
i. Isotope bone scan
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya perluasan ke tulang, meskipun hal ini
jarang.15
2. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi yang dapat dilakukan untuk skrining karsinoma serviks
adalah pap smear yang akan dibahas selanjutnya.
3. Tes DNA HPV (PCR)
Tes ini merupakan alat penapis nonvisual, karena sampel diperiksa dengan cara
polimerisasi PCR (Polymerase Chain Reaction). Tes ini dapat mendeteksi adanya
karsinoma serviks pada stadium dini (lesi pra kanker). HPV dapat dideteksi dengan cara
apusan lendir serviks kemudian dimasukkan dalam media cair untuk pemeriksaan.16
Di negara maju tes DNA HPV merupakan pemeriksaan rutin serviks. Biaya
pemeriksaan yang relatif mahal menjadi kendala mengapa tes ini tidak populer di negara
berkembang.16

2.8 Terapi
Kanker serviks invasiv bermetastase secara limfogen dan perkontinuatum.
Pengobatan pasien dengan kanker serviks dibutuhkan bukan hanya mengambil jaringan
serviks saja, melainkan jaringan sekitar dan KGB nya. Terapi ini meliputi histerektomi
radikal dan limfadenektomi pelvis, radiasi dengan kemoterapi atau terapi kombinasi.10,12,13

2.8.1. Terapi pada stage awal (stage IA2 – IIA)


Pasien dengan stage awal, biasanya diterapi dengan histerektomi radikal dan
limfadenektomi atau radiasi primer dengan kemoterapi bersamaan. Menurut penelitian
selama 5 tahun, terapi pembedahan dan kemoterapi mempunyai hasil yang serupa.
Keuntungan terapi pembedahan adalah ovarium yang tetap intak dan dapat ditandai pada
saat terapi adjuvant radiasi. Selain itu dapat dilihat secara leluasa metastase ke KGB
sekitar dan dapat dilihat tingkat keganasannya. Tetapi pada terapi pembedahan dapat
ditemukan stenosis vagina atau atropi yang mengganggu untuk kehidupan seksual
pasien.10,12,13

A. Histerektomi radikal dan limfadenektomi


Tekhnik ini dikenalkan oleh Wartehim, Meigs dan Okabayashi. Tekhnik ini
terutama dilakukan pada stage I dan II. Operasi ini imeliputi diseksi ureter dari struktur
paraservikal supaya ligamen penggantung uterus dapat diambil. Ada 5 tipe histerektomi
radikal, Tipe I diindikasikan untuk stage IA1 squamous cell carcinoma, sebagai
alternatifnya adalah cervical conization terutama pada wanita muda dan masih
mengharapkan keturunan. Stage IA2 dengan histerektomi radikal tipe 2, sedangkan stage
IB dan IIA menggunakan tipe III.10,12,13

Terdapat 5 tipe Histerektomi berdasarkan radikalitasnya


Tipe Keterangan
Histerektomi
Tipe I Histerektomi ekstrafasial dengan mengangkat semua jaringan uterus
tanpa pemotongan sampai ke cervix
Tipe II A.uterina diligasi. Lig.uterosacral dan cardinal dipisahkan dari tengah
keluar dan menempelkannya di dinding samping pelvis dan sakrum. 1/3
atas vagina di reseksi
Tipe III A.uterina diligasi dari asalnya a.iliaca interna. Lig. Uterosakral dan
cardinal dipotong dan ditempelkan ke dinding samping pelvis dan
sakrum. Setengah bagian atas vagina dipotong
Tupe IV Ureter dipotong dari lig.vesicouterina, a.vesicalis superior dikorbankan
dan ¾ bagian vagina dipotong
Tipe V Termasuk reseksi bagian dari kandung kencing atau bagian ureter distal,
dan reimplantasi ureter ke kandung kencing

B. Radiasi Adjuvant postoperatif


Terapi ini terutama diindikasikan untuk wanita dengan resiko rekuren termasuk
KGB (+), tepi dari reseksi (+), dan pemeriksaan mikroskopik parametrium (+). Radiasi
adjuvan menggunakan platinum lebih baik dibandingkan dengan radiasi tunggal, dan
angka berkurangnya progresifitas sebesar 63% - 80%. Wanita dengan faktor risiko
intermediet untuk rekuren, seperti ukuran tumor yang besar, invasi strome serviks yang
dalam, dan invasi ruang limfovaskuler, juga memberikan reaksi yang baik bila dilakukan
radiasi adjuvan postoperatif. Angka bebas rekuren selama 2 tahun dengan menggunakan
rasiasi adjuvan sebesat 88%, sedangkan jika tidak memakai rasiasi sebesar 79%.10,12,13

C. Radiasi primer dan kemoterapi konkomitan


Terapi untuk kanker serviks awal (IA dan IIA), terapi primer dengan radiasi
definitif dan bedah radikal. Pilihan terapi berdasar ukuran tumor, keadaan umum pasien
dan keberadaan ahli kanker di rumah sakit tersebut. Untuk radiasi primer kanker serviks,
external beam radiasi biasa digunakan dan dikombinasi dengan iradiasi intracavitary. Dari
5 penelitian menunjukkan keuntungan radiasi menggunakan kemoterapi platinum
dibandingkan dengan radiasi tunggal.10,12,13

Keadaan khusus:
Stage IA1
Diagnosis definitif dari kanker mikroinvasiv squamous cell dapat ditegakkan
dengan konisasi. Pasien dapat diterapi dengan histerektomi abdominal yang simpel atau
histerektomi vaginal. Untuk wanita muda yang masih ingin punya keturunan, konisasi saja
dapat diterima bila ca mikroinvasiv squamous cell dengan kedalamna < 3mm dan tidak
didapatkan invasi ke runag limphovaskuler. Jika dengan kuretase didapatkan tepi dan
endoserviks (+), resiko berulang dapat meningkat sebesar 33%. Staging FIGO tidak
berguna dengan keadaan invasi, yang biasanya terjadi pada 10% pasien staging IA1.
Pasien ini mempunyai sedikit resiko tetapi signifikan untuk metastase KGB ke
parametrium dan KGB pelvis. Pasien ini dapat diobati seperti staging IA2.10,12,13

Radical Trachelectomy
Selama dekade terakhir, radikal trachelectomy menjadi alternatif radikal
histerektomi untuk pasien tertentu; pasien wanita muda dengan stage awal (IA2/IB1 kecil)
yang masih menginginkan keturunan. Lymphadenektomi dibutuhkan setelah reseksi
serviks. Kehamilan berikutnya melalui SC dapat terjadi pada setengah dari prosedur ini.
Infertil dan keguguran trimester ke 2 meningkat 25% setelah prosedur ini.10,12,13

Bulking Ca Cervix
Terapi ini dilakukan pada stage IB2 dan IIA yang luas (bulking). Tetapi terapi ini
masih dalam perdebatan.
1. Terapi radiasi primer dengan kemoterapi konkomitan dan pilihan lanjutan untuk
histerektomi ekstrafasial
Terapi radiasi dianjurkan unutk pasien dengan bulking ca cervix, biasanya ditambah
kemoterapi. Tumor memiliki daerah yang hipoksia yang tidak berespon baik dengan
radiasi, dan 15-35% menjadi menyebar ke panggul. Dengan histerektomi lanjutan
setelah radiasi, dapat mengurangi penyebaran ke panggul 2-5%.
2. Histerektomi radikal primer dan limfadenektomi, diikuti radiasi dengan kemoterapi
berdasar adanya penemuan patologis
3. Neoadjuvan kemoterapi diikuti radikal histerektomi dan limfadenektomi dan
kemoradiasi lanjutan berdasar adanya penemuan patologis.10,12,13

2.8.2. Stage IIB – IVA


Pasien dengan ca cervix lanjut, terapi yang terbaik adalah dengan radiasi primer
(external beam plus brachiterapi) dan kemoterapi. Luas lapangan radiasi dikonfirmasi
dengan penyebaran ke KGB paraaortic. Keuntungan kombinasi terapi cisplatin daripada
radiasi tunggal telah diteliti dengan penurunan 30-50% resiko kematian ca serviks. Obat
yang optimal belum diketahui, tetapi terapi kombinasi belum ada yang lebih baik
dibandingkan dengan kombinasi cisplatin perbulan.10,12,13
2.8.3. Stage IV B
Terapi yang sesuai adalah kemoterapi. Karena pada stage ini sudah menyebar luas
dan sudah gagal terapi dengan bedah radikal ataupun terapi radiasi. Kemoterapi yang
dipakai : cisplatin, ifosfamid, paclitaxel dan vinorelbin. Ada sedikit keuntungan dengan
kombinasi kemoterapi yaitu cisplatin dan paclitaxel 31% atau cisplatin-ifosfamid 36%.
Jika pasien teraba massa pada daerah supraklavikuler kiri, dapat diobati dengan terapi
radiasi dengan kemoterapi, baik dengan atau tanpa reseksi.10,12,13

2.8.4. Exenteration pelvis total untuk penyakit rekuren pelvis


Sebuah operasi besar ginekologi yang membuang kandung kencing, rektum, vagina
sampai uterus jika belum histerektomi. Operasi in harus diikuti dengan prosedur
rekonstruktif dari masing-masin gorgan. 5-survival yang dapat rekuren adalah 30-
40%.10,12,13

2.8.5. Palliative care


Terapi komperhensif kanker meliputi terapi antitumor, simptomatik dan dukungan
keluarga. Terapi in idugunakan untuk stage yang terminal. Ulserasi pada servix dan
penyebaran ke vagina dapat menyebabkan bau yang tidak sedap. Nekrosis jaringan dan
erosi dapat menyebabkan perdarahan. Jik amengenai kandung kencing / rektum dapat
menyebabkan fistula dan berakibat inkontinensia urin dan feses. Nyeri dapat terjadi jika
mengenai plexus lumbosacral, jaringan lunak pelvis, juga bisa mengenai tulang pada stage
yang terminal. Penanganan nyeri biasanya dikombinasi dengan narkotik kerja lama seperti
morfin / transdermal fentanil dan NSAID/selektif COX. Anxiolytic dan antidepresan dapat
dipakai jika sakit tidak hilang dengan oral, dapat dipakai morfin IV / subkutan.10,12,13
BAB III
KESIMPULAN
Kanker serviks merupakan penyebab kematian wanita pertama di Indonesia,
sedangkan di dunia menjadi penyebab kematian kedua. Angka kematian wanita karena
kanker serviks pun dari tahun ke tahun semakin bertambah.
Penyebab kanker serviks masih dalam penelitian lebih lanjut. Tetapi dari beberapa
penelitian terakhir mengatakan adanya beberapa faktor resiko terjadinya kanker serviks,
dan yang paling utama berhubungan dengan infeksi HPV. Selain itu didapatkan faktor
resiko lain seperti permulaan aktivitas sosial, berganti-ganti pasangan, sampai rokok.
Diagnosis dini kanker serviks sering terlambat, hal ini disebabkan oleh karena tidak
dilakukannya skrining untuk kanker serviks. Prosedur diagnostik dari kanker serviks
bermacam-macam, misalnya dengan schiller test, pap smear, IVA test, kolposkopi dan
konisasi. Yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi kanker serviks dini adalah
dengan pemeriksaan Pap smear. Dengan dilakukannya deteksi dini terhadap kanker serviks
maka kita dapat mengetahui staging dari kanker secara dini juga, sehingga dapat dilakukan
penanganan yang tepat. Selain itu gejala dan pemeriksaan fisik dari pasien harus
diperhatikan karena bisanya menunjukkan gejala yang khas seperti perdarahan
intermenstrual, postcoital bleeding, dan keputihan yang biasanya berbau tidak sedap.
Klasifikasi dari kanker serviks berdasar klasifikasi FIGO, AJCC, TNM. Penanganan
kaker serviks juga berdasar klasifikasi tersebut, selain itu diperhatikan pula keadaan pasien
mengenai usia dan keinginan mempunyai keturunan. Pada stadium awal sebaiknya segera
dilakukan tindakan pembedahan sebelum kanker dapat menyebar ke organ sekitar maupun
sistemik. Sedangkan semakin beratnya stadium, terapi lebih ditujukan terhadap iradiasi
atau kemoterapi bahkan hanya berupa palliative care pada stadium terminal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga. Jakarta: Universitas Indonesia;


2002.h.36-7.
2. Munoz N, Bosch XF Cervical Cancer and Human Papilloma Virus Epidemiologic
Evidence and Prespektif. 1997. Salud publica (4): 274-82.
3. Icom HC Wigdahl B, Howlet MK. Moleculer Pathology of Human Oncogenic Virus
in: Sciarra. 2nd ed. New York: Lippincott Raven. 1996. p.356-362.
4. Robbins SL, et al. Cellular Adaptations, Cell Injury, and Cell Death in: Kumar V,
Abbas AK, Fausto N, editors: Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th
ed. China: Elsevier Inc; 2005.p.16-18,302-303,324-325.
5. Bestantia I. Kanker Leher Rahim, Pembunuh No.1 Para Wanita di Indonesia dalam:
Sehat. No.6 / Vol.3. Jakarta: PT Mitra Media Prima; 2005.h.15-17.
6. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan Edisi kedua. Jakarta: Universitas Indonesia;
1999.h.380-90.
7. Syamsuddin S, Kampono P, Aziz MF. Manual Oral Kanker & Kanker Uterus. Jakarta:
Bagian Obstetri Ginekologi FKUI; 1985.h.15-28.
8. Retnowardani A. Peran pemeriksaan DNA HPV dalam uji saring kanker serviks.
Forum Diagnostikum: 1996.3.1-11.
9. Cox JT. Epidemiology of cervical intraepitelial neoplasm, The role of Human
Papillomavirus. Bailliere clinb Obstet gynaecol, 1995 (9): 1-37.
10. Krivak, Thomas C, McBroom JW, Elkas JC. Cervical and Vaginal Cancer. In:
Novak’s Gynecology. Berek. Jonathan S. 13th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelpia. USA. 2002.p.1199-1237.
11. Laila N. IVA (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat). Dalam Buku Acuan Nasional
Onkologi Ginekologi. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo;
2006.h.110-121.
12. Holschneider. Christine H. Premalignant & Malignant Disorders of the Uterine Cervix.
In: Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and Treatment. DeCherney. Alan H.,
and Nathan Laurent. 9th edition. Mc Graw Hill. New York. 2003. p.894-913.
13. Fu Yao S, Robert ME. Pathology of Cervical Carcinoma. In: Gynecology and
Obstetrics. Sciarra. Revised edition. J.B. Lippincott Company. Philadelphia. USA.
1995.p.1-20.
14. Delmore J, Horbelt D. Cervical Cancer. In: Obstetrics & Gynecology Principles for
Practice. Ling, Frank W, and Duff P. International edition. New York: McGraw Hill;
2001.p.1264-1278.
15. http://www.emedicine.com/med/topic324.htm diunduh tanggal 30 Juli 2017.
16. Suwiyoga IK. Tes HPV sebagai Skrining Alternatif Kanker Serviks. Cemin Dunia
Kedokteran No. 151, 2006.
17. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2002.H.1051.
18. Lestadi J. Penuntun Diagnostik Praktis Sitologi Hormonal Apusan PAP. Jakarta:
Widya Medika; 1995.h.4-15.
19. http://www.hopkinsmedicine.org/cervicaldysplasia diunduh tanggal 30 Juli 2017.

Anda mungkin juga menyukai