Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Promosi Kesehatan
1. Definisi
Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan
kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma kesehatan
masyarakat (public health). Menurut Lawrence Green (1984) definisi promosi
kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang
terkait dengan ekonomi , politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan
perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Batasan promosi kesehatan yang lain dirumuskan oleh Yayasan Kesehatan
Victoria (Victorian Health Foundation Australia, 1997) bahwa promosi kesehatan
adalah suatu program perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh dalam
konteks masyarakatnya, bukan hanya perubahan perilaku(within people), tetapi juga
perubahan lingkungannya. Menurut Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) bahwa
promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Untuk mencapai keadaan fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial, individu atau kelompok harus mampu
mengidentifkasi dan mewujudkan aspirasi untuk memenuhi kebutuhan dan untuk
mengubah atau mengatasi lingkungan (Notoatmodjo, 2005).
Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan tersebut diatas, WHO
memberikan pengertian promosi kesehatan sebagai “ the procces of enabling
individuals and communities to increase control over the determinants of health and
thereby improve their health “ (proses mengupayakan individu-individu dan
masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya).
Bertolak dari pengertian yang dirumuskan WHO tersebut di Indonesia
pengertian promosi kesehatan dirumuskan sebagai berikut: “upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan
bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan”
(Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan , Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 1193/MENKES/SK/X/2004 - Jakarta, Departemen Kesehatan RI,
2005)
2. Tujuan
Tujuan umum dari promosi kesehatan adalah meningkatnya kemampuan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk hidup sehat dan mengembangkan
upaya kesehatan yang bersumber masyarakat, serta terciptanya lingkungan yang
kondusif untuk mendorong terbentuknya kemampuan tersebut.
Tujuan khususnya adalah :
a. Individu dan keluarga
1) Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran baik langsung
maupun media massa
2) Mempunyai pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya.
3) Mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), menuju keluarga
atau rumah tangga yang sehat
4) Mengupayakan paling sedikit salah seorang menjadi kader kesehatan bagi
keluarganya
5) Berperan aktif dalam upaya/ kegiatan kesehatan
b. Tatanan sarana kesehatan, institusi pendidikan, tempat kerja dan tempat umum
1) Masing-masing tatanan mengembangkan kader-kader kesehatan
2) Mewujudkan tatanan yang sehat menuju terwujudnya kawasan sehat
c. Organisasi kemasyarakatan/ organisasi profesi/ LSM dan media massa
1) Menggalang potensi untuk mengembangkan perilaku sehat masyarakat
2) Bergotong royong untuk mewujudkan lingkungan sehat
3) Menciptakan suasana yang kondisuf untuk mendukung perubahan perilaku
masyarakat
d. Program/ petugas kesehatan
1) Melakukan integrasi promosi kesehatan dalam program dan kegiatan
kesehatan
2) Mendukung tumbuhnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat,
khususnya melalui pemberdayaan individu, keluarga, dan atau kelompok
yang menjadi kliennya
3) Meningkatkan mutu pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kesehatan
yang memberikan kepuasan kepada masyarakat
e. Lembaga Pemerintah/ politisi/ swasta
1) Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan
lingkungan dan perilaku sehat
2) Membuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan dampak di bidang kesehatan (Kebijakan Nasional Promosi
Kesehatan , Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1193/MENKES/SK/X/2004 - Jakarta, Departemen Kesehatan RI, 2005)
3. Manfaat
Adapun manfaat dari promosi kesehatan antara lain :
a. Mempererat kerjasama dengan berbagai pihak
b. Meningkatkan hubungan terhadap program kesehatan
c. Meningkatkan percaya diri terhadap kesehatan
d. Meningkatkan pembangunan lingkungan, sistem dan kebijakan kesehatan.
4. Sasaran
Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada individu/ keluarga; tatanan
kesehatan , institusi pendidikan, tempat kerja, dan tempat umum; organisasi
kemasyarakatan/ organisasi profesi/ LSM/ dan media massa; program/ petugas
kesehatan; dan lembaga pemerintah/ politisi/ swasta.
Menurut Weiss (1991), program promosi dikembangkan pada tiga daerah utama
yaitu sekolah, tempat kerja dan kelompok/ masyarakat. Dalam pelaksanaan program
promosi kesehatan, telah terbukti bahwa promosi kesehatan di masyarakat, sekolah
dan tempat kerja cenderung paling efektif (Carleton, 1991). Kolbe (1988)
menambahkan sasaran lain dalam promosi kesehatan adalah pelayanan medis dan
media.
Agar lebih spesifik sasaran promosi kesehatan dibagi menjadi sasaran primer,
sekunder, dan tersier. Sasaran primer adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang
diharapkan mau berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar
dari perubahan perilaku tersebut. Sasaran sekunder adalah individu atau keompok
yang memiliki pengaruh oleh sasaran primer, dan diharapkan mampu mendukung
pesan-pesan yang disampaikan kepada sasaran primer. Sasaran tersier adalah para
pengambil kebijakan, penyandang dana, pihak-pihak yang berpengaruh di berbagai
tingkatan (pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan dan kelurahan ).
5. Strategi
Penerapan promosi kesehatan dalam program kesehatan pada dasarnya
merupakan bentuk penerapan strategi global, yang dijabarkan dalam berbagai
kegiatan. Berdasarkan rumusan WHO (1994) strategi promosi kesehatan secara global
terdiri dari 3 hal yaitu :
a. Advokasi
Upaya pendekatan pada pimpinan atau pengambil keputusan supaya dapat
memberikan dukungan, kemudahan, pada upaya pembangunan kesehatan.
Dukungan tersebut dapat berupa kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-
undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, dan sebagainya. Kegiatannya bisa
secara formal dan informal. Secara formal misalnya presentasi atau seminar
tentang issu atau usulan program yang ingin dimintakan dukungan. Secara informal
misalnya datang kepada pejabat untuk minta dukungan dalam bentuk dana atau
fasilitas lain.
b. Dukungan sosial
Suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh
masyarakat (toma) baik formal maupun infromal. Bentuk kegiatannya berupa
pelatihan para toma, bimbingan pada toma.
c. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)
Upaya memandirikan individu, kelompok dan masyarakat agar berkembang
kesadaran , kemauan, dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri. Bentuk kegiatannya yaitu penyuluhan kesehatan, pelatihan.(Heri M, 2009)

Berdasarkan Piagam Ottawa, 1986 strategi baru promosi kesehatan:


a. Kebijakan berwawasan kebijakan (Healhty Public Policy)
Bahwa kebijakan yang diambil harus berorientasi pada kesehatan publik dan
harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan
b. Lingkungan yang mendukung (supportive Environment)
Bahwa pemerintah atau pengelola tempat umum harus menyediakan
fasilitasyang mendukung terciptanya perilaku sehat bagi masyarakat.
c. Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Services)
Bahwa penyelenggara pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta
harus melibatkan dan memberdayakan masyarakat.
d. Ketrampilan individu (Personnel Sklill)
Dengan memberikan pemahaman kepada anggota masyarakat tentang cara
memelihara kesehatan, mencegah penyakit , mencari pengobatan.
e. Gerakan masyarakat (Community Action)
Promosi kesehatan harus mendorong dan memacu kegiatan di masyarakat
dalam mewujudkan kesehatan mereka.(Notoatmodjo, 2005)
6. Tingkat Program Promosi Kesehatan
Program promosi kesehatan memiliki tiga tingkat, yaitu (Barker, 2007):
a. kesehatan primer cenderung berfokus pada orang-orang yang sehat dan berfokus
pada sekitar layanan seperti klinik untuk wanita, klinik bayi, pesan seks yang
aman, imunisasi anak (Barker, 2007). Tugas promosi kesehatan tingkat ini seperti
pencegahan yang bertujuan untuk mencegah penyakit dan cedera, meningkatkan
homeostasis biologis, dan self-regulation tubuh dengan menyebarluaskan
informasi kesehatan dengan selektif yang berasal dari medis yang berkaitan
dengan individu tentang faktor risiko dan tindakan pencegahan yang terkait
(Piper, 2009).
b. Promosi kesehatan sekunder berfokus pada orang-orang yang sudah sakit dan
perawat dalam situasi ini akan berusaha untuk membantu orang kembali ke
keadaan sehat (Barker, 2007). Tujuan dari manajemen diri pasien yang memiliki
cedera atau penyakit adalah untuk memaksimalkan peluang pemulihan secara
penuh, pemulihan fungsi dan untuk meminimalkan risiko terjadinya komplikasi
atau munculnya kembali penyakit (Piper, 2009).
c. Promosi kesehatan pencegahan tersier berfokus pada situasi di mana seorang
pasien atau klien memiliki masalah kesehatan yang sedang berlangsung atau
cacat, misalnya pada orang yang memiliki kanker yang agresif, mereka dapat
ditawarkan perawatan paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan
menjadi sejahtera sebagai bentuk promosi kesehatan (Piper, 2009; Barker, 2007).

7. Model Promosi Kesehatan


Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (fisik
dan psikis) maupun faktor eksternal (sosial, budaya, lingkungan fisik, politik,
ekonomi seta pendidikan). Hal tersebut dapat menjadi latar belakang
dikembangkannya model-model kesehatan. Model-model promosi kesehatan tersebut
di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Health Belief Model (HBM), merupakan model kognitif, yang digunakan untuk
meramalkan perilaku peningkatan kesehatan yang digunakan untuk menjelaskan
kegagalan partisipasi masyarakat secara luas dalam program pencegahan atau
deteksi penyakit. Menurut HBM, kemungkinan seseorang melakukan tindakan
pencegahan dipengaruhi oleh keyakinan dan penilaian kesehatan (Maulana, 2009)
b. Theory of Reasoned Action (TRA), digunakan dalam berbagai perilaku manusia,
khususnya berkaitan dengan masalah sosiopsikologis, kemudian berkembang dan
banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan
perilaku kesehatan. (Maulana, 2009) Teori ini menghubungkan antara keyakinan
(beliefs), sikap (attitude), kehendak (intention), dan perilaku.. TRA Merupakan
model untuk meramalkan perilaku preventif dan telah digunakan dalam berbagai
jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti pengaturan penggunaan substanti
terterntu (merokok, alcohol, dan narkotik), perilaku makan dan pengaturan makan,
pencegahan AIDS dan penggunaan kondom dll. (Maulana, 2009)
c. Transteoritikal Model (TTM), adalah kerelaan individu untuk berubah,
yaitu merubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, dan yang sehat menjadi
lebih sehat lagi.
d. PRECEDE dan PROCEED Model. Model ini dikembangkan untuk diagnosis
mengenai pendidikan mulai dari kebutuhan pendidikan sampai pengembangan
program. PRECEDE merupakan kependekan dari Predisposing, Reinforcing, and
Enable Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Terdapat tujuh tahap
dalam merumuskan diagnosis dalam model ini, yaitu: diagnosis sosial, diagnosis
epidemologi, diagnosis perilaku dan lingkungan, diagnosis pendidikan. Perawat
dapat mengembangkan pernyataan diagnosa yang menggambarkan pendidikan
apa yang dibutuhkan oleh klien (Ivanov & Blue, 2008).
e.
B. Perawat
1. Definisi
Menurut Undang-Undang RI tentang praktik keperawatan, perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan baik di dalam dan luar negeri
yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Perawat,
yang disebut dengan perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat baik
di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Peran Perawat
Peran perawat dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan
oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Peran perawat yang utama adalah
sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.
a. Pelaksana layanan keperawatan (care provider)
Perawat memberikan layanan berupa asuhan keperawatan secara langsung
kepada klien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan
kewenangannya. Asuhan keperawatan ini merupakan bantuan yang diberikan
kepada klien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan,
serta kurangnya kemauan untuk dapat melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari
secara mandiri dalam peranannya sebagai care provider, perawat bertugas untuk:
1) Memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi klien
2) Melindungi hak dan kewajiban klien agar tetap terlaksana dengan seimbang.
3) Memfasilitasi klien dengan anggota tim kesehatan lainnya
4) Berusaha mengembalikan kesehatan klien
5) Peran sebagai care provider merupakan peran yang sangat penting.
Baik/tidaknya kualitas layanan profesi keperawatan dirasakan langsung oleh
klien. Ilmu dan teori dalam keperawatan harus diwujudkan dalam aktivitas
pelayanan nyata kepada klien agar klien mendapatkan kepuasan. Ini merupakan
langkah promosi yang sangat efektif dan murah dalam upaya membentuk citra
perawat yang baik.
b. Pengelola (manager)
Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola layanan
keperawatan di semua tatanan layanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan
sebagainya) maupun tatanan pendidikan yang berada dalam tanggung jawabnya
sesuai dengan konsep manajemen keperawatan. Fungsi manajerial keperawatan
yang harus dijalankan perawat antara lain planning, organizing, actuating, staffing,
directing, dan controlling. Fungsi manajerial tersebut dilaksanakan di tiap
tingkatan manajemen, baik first level manager, middle manager, maupun top
manager. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan peran manager dengan baik,
seorang perawat harus memiliki keterampilan managerial yang meliputi technical
skill, human skill, dan conceptual skill. Human skill mencakup kemampuan untuk
bekerjasama, memahami, dan memotivasi orang lain, baik individu maupun
kelompok. Dengan kata lain, human skill adalah keterampilan yang terkait dengan
kepemimpinan dan hubungan antar manusia. Conceptual skill mencakup
kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi secara keseluruhan dan
kemampuan menilai apakah kegiatan yang dilakukan seseorang sesuai dengan
organisasi atau tidak. Keterampilan ini juga meliputi kemampuan untuk
mengoordinasikan dan mengintegrasikan semua kepentingan dan aktivitas
organisasi. Jadi, conceptual skill berhubungan dengan kemampuan dan
keterampilan berpikir.
c. Pendidik dalam keperawatan
Sebagai pendidik, perawat berperan mendidik individu, keluarga,
masyarakat, serta tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya. Perawat
bertugas memberikan pendidikan kesehatan kepada klien sebagai upaya
menciptakan perilaku individu/masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Pendidikan kesehatan tidak semata ditujukan untuk membangun kesadaran diri
dengan pengetahuan kesehatan. Lebih dari itu, pendidikan kesehatan bertujuan
untuk membangun perilaku kesehatan individu dan masyarakat. Kesehatan bukan
sekedar untuk diketahui dan disikapi, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Peneliti dan pengembang ilmu keperawatan
Sebagai sesuah profesi dan cabeng ilmu pengetahuan, keperawatan harus
terus melakukan upaya pengembangan diri, salah satunya dengan riset
keperawatan. Riset keperawatan akan menambah dasar pengetahuan ilmiah
keperawatan dan meningkatkan praktik keperawatan bagi klien. Menurut Patricia
dan Arthur (2002) praktik berdasarkan riset merupakan hal yang harus dipenuhi
(esensial) jika profesi keperawatan ingin menjalankan kewajibannya pada
masyarakat dalam memberikan perawatan yang efektif dan efisien (Asmadi, 2014)
Bila mengacu pada undang-undang Republik Indonesia tentang praktik
keperawataan, pada pasal 31 dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, peran
perawat ada dua yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan dan sebagai pendidik
klien.
C. Pelayanan Keperawatan
Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan.
Pelayanan keperawatan diberikan kepada individu, kelompok maupun masyarakat sesuai
dengan standar asuhan keperawatan. Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian
pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil
dapat dinilai. Standar asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan
dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien. Hubungan antara
kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena melalui standar
dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson,
2006).
Pelayanan Keperawatan menurut UU keperawatan yang baru saja disyahkan adalah
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia. Hal tersebut menggambarkan bahwa pelayanan keperawatan
merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien dan memberikan
asuhan sesuai dengan kebutuhan pasien baik kebutuhan biopsikososio spiritual.
Pelayanan keperawatan diharapkan dapat diberikan secara komprehensif, efektif dan
efisien semata-mata untuk kesembuhan pasien.
Pelayanan keperawatan profesional (professional nursing service) adalah suatu
rangkaian upaya melaksanakan sistem pemberian asuhan keperawatan kepada
masyarakat sesuai dengan kaidah-kaidah profesi keperawatan. Dalam pemberian
pelayanan, perawat secara terintegrasi memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif, efektif dan efisien. Selain itu dalam pemberian asuhan keperawatan
perawat juga memiliki sifat saling bergantung yang artinya bahwa sistem pemberian
pelayanan memerlukan dan saling melengkapi dengan sistem pemberian pelayanan
kesehatan yang lain (Kusnanto, 2004). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
Pelayanan keperawatan yang profesional adalah praktek keperawatan yang dilandasi oleh
nilai-nilai profesional yaitu mempunyai nilai otonomi dalam pekerjaannya,
bertanggungjawab dan bertanggung gugat, pengambilan keputusan yang mandiri,
kolaborasi dengan disiplin lain, pemberian pembelaan dan memfasilitasi kepentingan
klien.
Pelayananan keperawatan yang optimal diharapkan dapat meningkatkan mutu
pelayananan keperawatan. Dua faktor yang dapat menentukan mutu dari pelayananan
keperawatan yaitu peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia atau tenaga
kesehatan (quality of care) dan penyediaan sarana prasarana yang menunjang
pelaksanaan tugas (quality of services). Adanya dua hal tersebut, suatu pelayanan
keperawatan sebagai bentuk pelayanan kesehatan dapat memberikan manfaat dan
membantu kesehatan pasien.

D. Ruang Lingkup Promosi Pelayanan Keperawatan


Upaya promosi kesehatan dalam pelayanan keperawatan meliputi :
1. Upaya Promotif
Upaya promotif adalah upaya promosi kesehatan yang ditujukan untuk
meningkatkan status/derajat kesehatan yang optimal. Sasarannya adalah kelompok
orang yang sehat. Tujuan upaya promotif adalah agar masyarakat mampu
meningkatkan kesehatannya, kelompok orang sehat meningkat dan kelompok orang
yang sakit menurun Bentuk kegiatannya adalah pemberian pendidikan
kesehatan/penyuluhan, diskusi tentang bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk
meningkatkan status kesehatan, misalnya :
a. Memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat tentang upaya meningkatkan kesahatan, misalnya
pemeliharaan kesehatan pada masa kehamilan, persalinan dan nifas. Upaya
peningkatan kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi dan pemberian
imunisasi.
b. Melakukan pemberdayaan dan penggerakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
peningkatan kesehatan, misalnya ikut berperan dalam kegiatan donor darah dan
lain-lain.
2. Upaya Preventif
Upaya preventif adalah upaya promosi kesehatan untuk mencegah terjadinya
penyakit. Sasarannya adalah kelompok masyarakat resiko tinggi agar tidak jatuh pada
kondisi sakit (primary prevention). Bentuk kegiatannya adalah pemberian imunisasi,
pemeriksaan ante natal care, post natal care, perinatal dan neonatal, mengajarkan ibu
cara perawatan payudara post natal dan lain-lain.
3. Upaya Kuratif
Upaya curatif adalah upaya promosi kesehatan yang ditujukan untuk mencegah
penyakit menjadi lebih parah melalui pengobatan. Sasarannya adalah kelompok orang
sakit (pasien) terutama penyakit kronis. Tujuannya kelompok ini mampu mencegah
penyakit tersebut tidak lebih parah (secondary prevention). Bentuk kegiatannya adalah
pengobatan, misalnya, memberikan pengobatan pada ibu, bayi dan balita serta
masyarakat dengan kasus - kasus ringan / sederhana sesuai dengan kewenangan,
memberikan pengobatan pada masyarakat atas advice dokter, atau memberikan
pengobatan pada kegawatdaruratan.
4. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitative adalah upaya promosi kesehatan untuk memelihara dan
memulihkan kondisi/mencegah kecacatan. Sasarannya adalah kelompok orang yang
baru sembuh dari penyakit. Tujuannya adalah untuk pemulihan dan pencegahan
kecacatan lebih lanjut (tertiary prevention). Bentuk kegiatannya misalnya
mengajarkan pasien untuk mobilisasi dan melakukan ROM (Range of Motion) pada
pasien stroke, mengajarkan ROM pada pasien post operasi ORIF untuk menghindari
terjadinya kontraktur.

Anda mungkin juga menyukai