Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Mutiara merupakan salah satu komoditas dari sektor kelautan yang bernilai
ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha sangat besar di
masa mendatang. Peminat dan harga perhiasan mutiara mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Hal ini terbukti dengan data yang diterbitkan oleh badan
pusat statistik bahwa produksi kerang mutiara dalam 5 tahun terakhir ini
mengalami peningkatan yaitu sebesar 32,16 % (Winanto, 2004). Oleh karena itu,
mutiara hasil budidaya di Indonesia yang diperdagangkan di pasar dunia sangat
berpotensi untuk ditingkatkan (Winanto, 2004).
Mutiara merupakan suatu benda keras yang diproduksi oleh moluska
dalam jaringan lunak (khususnya mantel) (Hamzah, 2013). Cangkang dan
mutiara kerang mutiaranya tersusun dari unsur yang sama yaitu kalsium
karbonat dalam bentuk kristal yang telah disimpan dalam lapisan konsentris
(Mamangkey, 2006). Mutiara ideal memiliki bentuk bulat sempurna dan halus,
(Strack, 2006).
Salah satu spesies kerang penghasil mutiara diantaranya adalah kerang
Pinctada maxima. Pinctada maxima merupakan kerang penghasil mutiara yang
dapat ditemui di laut dan tersebar di wilayah perairan negara Philipina, Thailand,
Birma, Australia dan Indonesia. Kerang ini termasuk dalam kelas bivalvia yaitu
hewan yang memiliki dua katub. Hewan ini hidup menempel pada substrat di
dasar perairan karena cenderung tidak bisa bergerak secara bebas dan sesuai
dengan cara makannya (Ambarjaya, 2008). Kerang ini juga bisa digunakan
sebagai tolak ukur atau indikator kualitas air suatu perairan yang ditandai dengan
pertumbuhan melimpah serta kualitas air yang baik pada perairannya (Hamzah,
2013).
Usaha untuk memperoleh mutiara saat ini mengalami perkembangan,
semula diperoleh dari hasil penyelaman di laut, sekarang sudah dilakukan dalam
bentuk budidaya. Penyediaan kerang mutiara dari hasil tangkapan di laut bebas
terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun sehingga tidak dapat memenuhi
permintaan yang terus meningkat (Ambarjaya, 2008).
Oleh sebab itu, mutiara pada saat ini sudah dilakukan budidaya secara
terintegrasi oleh beberapa perusahaan di Indonesia dengan modal besar yang
dimulai dari benih (spat) hasil persilangan di laboratorium (BBL, 2006). Salah

1
satu keunggulan dari teknik budidaya kerang mutiara ini adalah para
pembudidaya dapat merekayasa untuk menghasilkan kerang mutiara dengan
siklus waktu produksi yang cepat dan hasil produksi banyak.
Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Bali merupakan beberapa daerah di
Indonesia yang memiliki beberapa perusahaan penghasil kerang mutiara. Salah
satu perusahaan tersebut adalah PT. Horiko Abadi yang berada di Buleleng,
Provinsi Bali. Perusahaan ini bekerjasama dengan Jepang untuk
membudidayakan kerang mutiara dengan beberapa jenis mulai dari awal
kegiatan budidaya hingga pemasaran. Banyak teknologi yang digunakan untuk
mendukung kegiatan budidaya dalam perusahaan ini salah satunya adalah
metode budidaya kerang mutiara rakit apung. Oleh sebab itu, penulis
melaksanakan praktik kerja lapang di PT. Horiko Abadi dengan harapan mampu
mengaplikasikan teori yang didapat selama melaksanakan perkuliahan ke dalam
kegiatan langsung di lapangan, serta dapat menambah wawasan baru yang
berguna di masa depan.

1.2. Tujuan
Tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapang IV (PKL – IV) ini adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman taruna tentang kegiatan
budidaya perikanan dengan komoditas air laut.
2. Mempelajari kegiatan teknik pembenihan kerang mutiara di PT. Horiko Abadi.
3. Melaksanakan kegiatan teknik pembenihan kerang mutiara di PT. Horiko
Abadi.

1.3. Manfaat
Praktik Kerja Lapang IV (PKL–IV) ini diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan, wawasan, dan pengetahuan taruna Politeknik Kelautan dan
Perikanan Jembrana khususnya Program Studi Budidaya Ikan. Beberapa
manfaat yang diharapkan diperoleh dari pelaksanaan kegiatan ini, adalah
sebagai berikut:
1. Taruna mampu memahami tentang kegiatan pembenihan perikanan dengan
komoditas air laut.
2. Taruna mampu memahami dan melaksanakan kegiatan teknik pembenihan
kerang mutiara.
3. Taruna mampu memahami tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan kegiatan teknik pembenihan kerang mutiara.

2
3
II. METODOLOGI

2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kegiatan Praktik Kerja Lapang IV (PKL – IV) ini dilaksanakan di PT.Horiko
Abadi, Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Singaraja
Provinsi Bali. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2019 sampai 28
Oktober 2019.

2.2. Metode Praktik Kerja Lapang


Praktik Kerja Lapang IV (PKL-IV) dilaksanaan dengan menggunakan
metode survey. Menurut Nazir (2003), metode survey adalah penelitian yang
dilakukan untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada serta mencari
keterangan yang aktual. Sedangkan pola yang digunakan untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan adalah pola magang, yaitu penulis berpartisipasi
secara langsung dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan proses
pembenihan kerang mutiara di bawah bimbingan pembimbing eksternal.

2.3. Jenis Data


Data berdasarkan cara mendapatkannya dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
a. Data Primer: merupakan data yang didapatkan secara langsung oleh
perseorangan dari objek yang akan diteliti untuk kepentingan studi, biasanya
berupa observasi atau interview.
b. Data Sekunder: merupakan data yang didapatkan atau dikumpulkan melalui
studi sebelumnya yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain.

2.4. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang akan digunakan pada Praktik Kerja
Lapang IV (PKL–IV) ini adalah pengumpulan data primer dan pengumpulan data
sekunder yang akan diperoleh dari beberapa cara pengambilan, yaitu:
a. Observasi atau pengamatan
Observasi atau pengamatan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati serta mencatat secara sistematik gejala yang diamati.
Pengamatan yang dilakukan meliputi berbagai kegiatan seperti seleksi induk,
pemijahan, serta pemeliharaan larva.
b. Interview atau wawancara

4
Interview atau wawancara adalah proses tanya jawab dalam pengamatan
yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih yang bertatap muka
untuk mendengarkan secara langsung informasi atau keterangan.
c. Partisipasi Aktif
Partisipasi Aktif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang dilakukan
secara langsung di lapangan.

2.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh terlebih dahulu diolah dengan cara sortasi dan tabulasi
data, kemudian disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan gambar. Selanjutnya
data dianalisis dengan menggunakan analisis deskripsi, yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran yang benar mengenai suatu obyek dan menguji suatu
kebenaran dari suatu pendapat serta membandingkan keadaan yang ada di
lapangan dengan teori yang ada sesuai literatur atau pedoman yang digunakan
(Suparmoko, 1995).

5
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Letak Geografis


PT. Horiko Abadi terdiri dari dua unit perusahaan, yaitu PT. Freedom yang
berlokasi di Kabupaten Negara dengan peran khusus sebagai unit pembesaran.
Sedangkan PT. Horiko sendiri terletak di Kabupaten Buleleng yang berperan
sebagai unit pembenihan dan merupakan induk perusahaan. Berikut merupakan
batas-batas wilayah perusahaan Horiko Abadi:
 Utara : berbatasan dengan laut
 Barat : berbatasan dengan pemakaman umum
 Timur : berbatasan dengan usaha pembenihan bandeng
 Selatan : berbatasan dengan kebun anggur

Gambar 1. Denah Lokasi PT. Horiko Abadi

Pada unit pembenihan PT. Horiko Abadi berada di Perairan Laut Jawa,
dengan kondisi perairan yang bersih dan jernih, dasar karang berpasir, serta
memiliki salinitas 31 ppt dan pH 8.

6
3.2. Sejarah Perusahaan
Dahulu PT. Horiko Abadi merupakan unit usaha perikanan yang bergerak
di dalam kegiatan pendederan ikan kerapu. Kegiatan tersebut merupakan usaha
keluarga yang didirikan oleh Bapak Horiko, namun karena usahanya tidak
berkembang dengan baik dan berkeinginan untuk tetap melanjutkan usaha di
sektor perikanannya perusahaan ini memutar otak bagaimana cara untuk
mendapatkan provit lebih. Hal tersebut dapat terjadi sebab pendapatan dari
kegiatan pendederan ikan kerapu mengalami penurunan, sehingga usaha
budidaya pendederan ikan kerapu diubah menjadi usaha kerang mutiara,ide
tersebut dapat dirintis mengingat harga pasaran mutiara sangat mudah dan
mampu memberikan keuntungan yang besar.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi
Manusia Nomor C-10237 HT.01.01 Tahun 2001 yang disahkan tanggal 4 Oktober
2001, menyatakan bahwa PT. Horiko Abadi berstatus sebagai perusahaan
Perseroan Terbatas dengan kegiatan usaha pokoknya budidaya biota laut yaitu
kerang mutiara. Usaha tersebut beralamat di Dusun Kertakawat, Desa
Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng di bawah pimpinan Bapak
Horiko sebagai pemilik perusahaan.

3.3. Struktur Organisasi dan Tata Kerja


Jumlah karyawan PT. Horiko Abadi tercatat sampai bulan Oktober 2019
terbagi menjadi dua, yaitu karyawan tetap 32 orang dan karyawan harian 10-30
orang. Untuk karyawan tetap terdiri dari: Staf direksi 3 orang, tenaga asing 1
orang, Office 3 orang, bagian laboratorium 3 orang, Bagian sarana laut 3 orang,
Bagian pembesaran 6 orang, Mekanik 2 orang, Logistik 3 orang, dan Petugas
keamanan (satpam) 8 orang.

7
Susunan organisasi PT. Horiko Abadi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Horiko Abadi

3.4. Sarana dan Prasarana


Sarana dan Prasarana yang digunakan dalam kegiatan operasional
antara lain:
1. Fasilitas fungsional: merupakan sarana yang berhubungan langsung
dengan kegiatan operasional unit pembenihan, meliputi:
 Bangunan hatchery dengan luas 150 m2, berfungsi sebagai tempat
kegiatan pembenihan termasuk di dalamnya terdapat laboratorium pakan
alami dan tempat pemeliharaan larva.
 Bak pemijahan berukuran 120cm x 80cm berfungsi sebagai tempat
pemijahan dirancang khusus dari kombinasi kayu dan fiber.
 Bak pemeliharaan larva dengan kapasitas 7 ton, berjumlah 6 buah yang
ada di dalam hatchery, berfungsi sebagai tempat pemeliharaan larva.
 Tandon berkapasitas 20 ton sebagai tempat penampungan air laut.
 Generator set sebagai sumber listrik cadangan.
 Pompa air sebagai sarana penyedia stock air tawar maupun air laut.

8
2. Fasilitas pendukung: merupakan sarana yang mendukung kegiatan
operasional, meliputi:
 Sarana transportasi terbagi menjadi dua, yaitu transportasi laut adalah
speedboat dengan jumlah 5 unit dan sarana transportasi darat adalah 1
mobil pick up berfungsi sebagai alat transportasi kerang, baik ke lokasi
pemeliharaan di laut maupun mobilisasi ke cabang perusahaan di PT.
Freedom.
 Listrik dari PLN (perusahaan listrik negara) sebagai sumber listrik utama.
 Telepon sebagai media informasi dan komunikasi.

3.5. Evaluasi Praktik Kerja Lapang


3.5.1. Penyediaan Induk
Penyediaan Induk di PT. Horiko Abadi diperoleh dari hasil budidaya
perusahaan sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Winanto (2004) bahwa
kerang mutiara yang digunakan sebagai induk dapat berasal dari alam atau hasil
usaha budidaya. Akan tetapi apabila induk diambil dari alam sebaiknya
diaklimatisasi terlebih dahulu dengan tujuan menyesuaikan habitat asli kerang
mutiara yaitu di dasar laut dengan kedalaman 20 – 60 m dengan lingkungan
barunya yang lebih dangkal. Sementara induk yang berasal dari hatchery
umumnya langsung dapat dipijahkan karena sudah terbiasa dengan lingkungan
budidaya.

3.5.2. Pemeliharaan Induk


Pemeliharaan induk kerang mutiara (Pinctada maxima) di PT. Horiko
Abadi ini dilakukan di Keramba Jaring Apung (KJA) dengan cara penempatan
induk-induk ke dalam keranjang kawat (pocket). Hal ini sesuai dengan pendapat
Winanto (2004) bahwa pemeliharaan induk di laut dilakukan dengan penempatan
induk-induk di dalam keranjang kawat. Keranjang diikat dengan tali polietilen, lalu
digantungkan pada rakit apung dengan kedalaman 6-8 m. Secara periodik setiap
2-3 bulan, induk dibersihkan dari organisme penempel, dengan menggunakan
parang, lalu disikat. Setelah bersih, kerang dimasukkan kembali ke dalam pocket
pemeliharaan lalu dikembalikan ke lokasi budidaya di laut. Akan tetapi proses
pembersihan induk di perusahaan ini dilakukan setiap sebulan sekali, dengan
tujuan mengontrol pertumbuhan kerang mutiara serta membasmi parasit yang
menempel sehingga tidak mengganggu pertumbuhan dari kerang mutiaranya.

9
Kapasitas dari keranjang kawat sendiri untuk kerang mutiara indukan adalah
delapan buah, sedangkan untuk kerang mutiara berukuran spat bisa
menampung 60 buah. Keranjang kawat untuk kerang mutiara dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3. Keranjang kawat

3.5.3. Seleksi Induk


Seleksi induk dilakukan di Keramba Jaring Apung (KJA) dengan cara
diletakkan dengan posisi berdiri atau dorsal pada bagian bawah. Kemudian induk
akan membuka cangkang karena kekurangan oksigen (O2). Setelah cangkang
terbuka sebagian,cangkang dibuka menggunakan shell opener agar terbuka
lebih sempurna. Untuk melihat posisi gonad digunakan alat spatula. Gonad
biasanya tertutup oleh sepasang insang. Dengan spatula, insang disibakkan
sehingga posisi gonad dan tingkat kematangannya akan terlihat. Alat yang
digunakan dalam kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

10
(a) (b)
Gambar 4. Peralatan pada kegiatan pembenihan kerang mutiara; (a) shell
opener dan (b) spatula

Menurut Winanto (2004) secara morfologi, kerang mutiara dewasa dan


telah mencapai matang gonad penuh (fase IV) dapat diketahui. Gonad terlihat
menggembung dan seluruh permukaan organ bagian dalam tertutup oleh sel
gonad, kecuali bagian kaki. Syarat untuk menjadi induk minimal berukuran antara
17 – 20 cm, cangkang berwarna terang dan tidak rusak atau cacat, baik akibat
serangan organisme pengebor (boring organism) maupun karena penanganan
yang kasar.
Salah satu organisme pengebor adalah Toredo navalis. Organisme ini
merupakan parasit yang ditakuti oleh para pembudidaya kerang mutiara sebab
dapat memberikan dampak buruk untuk pertumbuhan kerang sehingga akan
merugi.
Persyaratan yang paling penting adalah tingkat kematangan gonad. Induk
yang baik kondisi gonadnya matang penuh. Gonad jantan berwarna putih
sedangkan gonad betina berwarna putih kekuningan, semakin tinggi tingkat
kematangan gonad akan terlihat seperti gumpalan awan, semakin tebal
gumpalan memiliki arti bahwa gonad tersebut sudah matang, begitupun
sebaliknya (Susilowati, 2009). Berikut merupakan perbedaan gonad indukan
kerang mutiara jantan dan betina yang telah matang gonad (Gambar 5).

11
(a) (b)
Gambar 5. Gonad indukan kerang mutiara; (a) gonad jantan dan (b)
gonad betina

3.5.4. Teknik Pemijahan


Teknik pemijahan yang dilakukan di PT. Horiko Abadi dengan teknik
pemijahan semi buatan. Rekayasa pemijahan perlu dilakukan jika secara alami
kerang tidak mau memijah di dalam bak pemijahan. Namun, induk yang akan
dipijahkan harus memenuhi persyaratan teknis. Induk dapat dipijahkan dengan
metode manipulasi lingkungan.
Metode manipulasi lingkungan yang biasa digunakan yakni dengan
metode kejut suhu (thermal sock). Kejut suhu merupakan metode yang umum
digunakan, dalam teknik pemijahan kerang mutiara, suhu air tempat pemijahan
ditingkatkan secara bertahap dengan bantuan heater (jika tidak ada, bisa
menggunakan kejut suhu dengan kejutan air yang panas) mulai dari suhu awal
280 menjadi 340 C.

12
Gambar 6. Pemberian air panas guna meningkatkan suhu air pada bak
pemijahan

Cara yang biasa dilakukan di PT. Horiko Abadi untuk meningkatkan suhu
pada saat kegiatan pemijahan adalah dengan menuangkan air panas secara
perlahan ke dalam wadah pemijahan serta mengaduknya agar air merata.
Selanjutnya air yang sudah tercampur di wadah pemijahan tersebut diukur
suhunya menggunakan termometer. Apabila setelah dilakukan pengukuran suhu
belum juga meningkat sesuai standar operasional perusahaan, air panas
dituangkan kembali, dengan suhu maksimal yang akan dicapai dalam wadah
pemijahan adalah 340 C.
Tabel 1. Fase kenaikan suhu
No Suhu Selang Waktu
1 280C -
2 300C 7 menit
3 320C 5 menit
4 340C 8 menit

Gambar 7. Suhu air di dalam wadah pemijahan

Induk biasanya akan memijah setelah 60 – 90 menit dari perlakuan, mula-


mula terlihat induk bereaksi terlihat dari kecepatan membuka dan menutup
cangkang. Menjelang pemijahan induk akan membuka cangkang lebar-lebar dan

13
keluarlah sel-sel gonad yang terlihat seperti keluarnya asap berwarna putih. Asap
putih tersebut merupakan sperma yang dikeluarkan oleh induk jantan. Setelah
sperma keluar, hal tersebut akan merangsang keluarnya sel telur sebab pada
sperma mengandung hormon feromon sehingga aroma khasnya mampu
memikat induk betina segera mengeluarkan sel kelaminnya (sel telur) (Winanto,
2004).
Selain itu, manipulasi lingkungan yang sering dilakukan adalah dengan
pergantian air secara periodik. Hal ini dilakukan agar induk mengalami stress
akibat kekurangan oksigen dan terangsang untuk memijah, serta membersihkan
wadah pemijahan yang sedang berlangsung. Rangsangan tersebut dapat timbul
akibat perubahan suhu yang terjadi antara suhu di wadah pemijahan dengan
suhu air di dalam wadah pemijahan sehingga kerang mutiara mengalami
fluktuasi naik turunnya suhu.
Salah satu teknologi baru untuk mempercepat berlangsungnya kegiatan
pemijahan adalah penggunaan bahan kimia, tetapi hasil pembuahan atau
fertilisasi biasanya kurang baik. Seperti halnya pada manipulasi lingkungan,
penggunaan bahan kimia juga bertujuan merubah lingkungan mikro tempat
pemijahan. Secara ekstrim bahan kimia dapat merubah pH air menjadi asam
atau basa, yang bertujuan memberikan shock fisiologis pada induk sehingga
terpaksa mengeluarkan sel-sel gonadnya. Jenis bahan-bahan kimia yang umum
digunakan antara lain :
a. Hidrogen Peroksida (H2O2)
Larutan hidrogen peroksida digunakan untuk merendam induk yang akan
dipijahkan. Sebelum perlakuan dimulai, sebaiknya induk diaklimatisasi terlebih
dahulu selama 10-12 jam. Konsentrasi H2O2 berkisar 5-7% yang dilarutkan ke
dalam air laut. Selanjutnya, induk dimasukkan ke dalam larutan tersebut selama
1-2 jam. Setelah perlakuan, media air diganti dengan cara disifon atau induk
diambil, lalu dipindahkan langsung ke bak pemijahan yang telah diisi air laut.
Pada konsentrasi larutan H2O2 3-6 μM (millimolar) dapat merangsang induk untuk
memijah dengan presentase 18-20%. Pemijahan biasanya terjadi setelah induk
dikembalikan ke dalam bak berisi air laut (Winanto, 2004).

14
b. Natrium Hidroksida (NaOH)
NaOH dalam bentuk butiran dilarutkan dalam air laut. Larutan NaOH
bertujuan untuk meningkatkan pH air dari pH 8 menjadi pH 9,0 – 9,5. Induk yang
akan dipijahkan dimasukkan ke dalam larutan NaOH selama 2-3 jam. Jika belum
terjadi pemijahan, induk dikembalikan ke bak pemijahan yang berisi air laut.
Pemijahan dengan menggunakan pH 9,5 dapat merangsang pemijahan dengan
presentase rata-rata 68,4% sedangkan dengan pH 9,0 dapat merangsang
pemijahan rata-rata 47,6% (Winanto, 2004).

3.5.5. Proses pemijahan


Selama proses pemijahan, induk jantan biasanya memijah terlebih
dahulu, kemudian sekitar 20-60 menit diikuti induk betina mengeluarkan sel-sel
telur. Pembuahan terjadi di luar tubuh atau secara eksternal di dalam media air.
Proses pembuahan terjadi setelah kedua induk memijah. Telur-telur yang belum
dibuahi bentuknya agak lonjong menyerupai biji jeruk, sedangkan yang telah
terbuahi berbentuk bulat dengan diameter antara 50-60 mikron. Seekor induk
matang gonad penuh (TKG IV) bisa menghasilkan telur ±17-20 juta. Pada proses
pemijahan perbandingan induk jantan dan betina adalah 2 : 1. Telur yang telah
terbuahi cenderung di permukaan bak. Jika tidak diberi aerasi, telur yang tidak
dibuahi akan tenggelam ke dasar bak, lalu tercampur bersama serpihan jaringan,
kotoran (feses) dan lendir (Winanto, 2004). Proses fertilisasinya dapat dilihat
pada Gambar 8.

Gambar 8. Proses pembuahan kerang mutiara

15
Gambar 9. Kegiatan pemijahan kerang mutiara

Proses fertilisasi dilakukan di dalam toples berukuran 8L dengan diameter


25 cm, yang memiliki kapasitas menampung indukan berjumlah 13 kerang,
proses ini berlangsung selama 30 menit – 360 menit.

3.5.6. Panen Telur


Pemanenan telur dilakukan 1-2 jam setelah proses pemijahan dengan
cara penyaringan menggunakan saringan bertingkat (plankton net) berukuran
100μ atau 80μ, 40μ, dan 20μ. Selain berfungsi sebagai tempat penampungan
telur-telur, saringan juga berfungsi untuk memisahkan antara kotoran dengan
telur. Telur yang telah terkumpul dibilas dengan air laut bersih dan dipindahkan
ke dalam bak penetasan atau langsung ke bak pemeliharaan larva.
Padat penebaran awal antara 5.000-7.000 sel/l. Bak penetasan dan
pemeliharaan larva kerang mutiara di PT. Horiko Abadi digabung menjadi satu
wadah, guna mengefisienkan waktu sebab dengan cara ini teknisi tidak perlu
memindahkan ke bak pemeliharaan setelah penetasan terjadi. Hal tersebut
tentunya juga didukung dengan proses pergantian air 100% (penyaringan) agar
pertumbuhan dapat optimal. Penyaringan dilakukan setiap dua hari sekali.
Proses penyaringan telur dapat dilihat pada Gambar 10.

16
Gambar 10. Proses penyaringan larva kerang mutiara

3.5.7. Pemeliharaan Larva


3.5.7.1 Perkembangan Awal
Proses pembelahan sel terjadi setelah 40 menit dari pembuahan atau
setelah penonjolan polar I dan II. Lima menit kemudian sel mulai membelah
menjadi dua, 13 menit kemudian sel membelah menjadi empat, pembelahan
berikutnya menjadi delapan sel, 16 sel, dan seterusnya sel akan membelah
menjadi multi sel atau stadia morula setelah 2,5 jam. Pada setiap mikromernya
berkembang silia kecil-kecil yang berfungsi membantu embrio bergerak. Stadia
blastula dicapai setelah larva berumur 3,5 jam, gerakannya aktif berputar-putar.
Pada stadia grastula bentuknya seperti kacang hijau, bersifat photo
negative dan bergerak-gerak menggunakan silia. Beberapa menit setelah silia
menghilang, maka berakhirlah fase grastula dan mengalami metamorfosis,
menjadi trochopore, ditandai dengan adanya flagella tunggal pada bagian
anterior yang berfungsi untuk bergerak.
3.5.7.2 Perkembangan Larva
Perkembangan larva pada kerang mutiara terdiri dari beberapa fase yaitu
fase veliger, fase umbo, fase bintik hitam, fase pediveliger, dan fase plantigrade.
Berikut merupakan penjelasan dari 5 fasenya:

17
Tabel 2. Stadia perkembangan larva
No Stadia Gambar Keterangan
1. Fase Veliger Fase veliger atau larva
(D shape larvae) bentuk D (D shape) dicapai
setelah larva berumur 18-20
jam dan berukuran 70μ x
80μ. Larva fase veliger
bersifat fotopositif sehingga
tampak berenang-renang di
sekitar permukaan air. Oleh
karena itu sirkulasi air harus
diperhatikan.

2. Fase Umbo Setelah 14-21 hari, larva


mengalami metamorfosis
menjadi fase umbo (130μ x
135μ) yang ditandai dengan
adanya tonjolan (umbo)
pada bagian dorsal.

3. Fase Bintik Fase bintik hitam (eye spot)


Hitam (Eye terjadi pada hari ke- 16 dan
Spot) ke- 17 dengan ukuran 200μ
x 190μ. Posisi eye spot
berada di sebelah bawah
promordia kaki (Winanto,
2004).

4. Fase Larva mencapai fase


Pediveliger pediveliger atau umbo akhir
setelah berumur 18-20 hari
dengan ukuran 210μ x
200μ. Larva ini mulai
mencari tempat untuk
menempel atau menetap.

18
5. Fase Fase transisi atau fase akhir
Plantigrade kehidupan planktonis larva
terjadi pada hari ke 20-22,
ukuran larva plantigrade
sekitar 230μ x 210μ yang
ditandai dengan tumbuhnya
cangkang baru di sepanjang
periphery dan memproduksi
benang-benang bisus untuk
menempelkan diri pada
substrat.

Larva yang sehat dicirikan oleh aktivitas gerak, distribusi, dan warna di
bagian perut. Larva yang sehat tampak bergerak aktif berputar-putar dengan
menggunakan silia dan menyebar merata, terutama di bagian lapisan permukaan
dan tengah air. Larva yang tidak sehat atau kondisinya kurang baik akan berada
di lapisan air bagian bawah dan di bagian dasar bak.
Selanjutnya larva diberi pakan alami berupa Isochrosys galbana dan
Pavlova lutheri secara miskroskopis dapat diamati maka tampak larva yang sehat
akan banyak makan (kenyang) sehingga perutnya berwarna kuning tua,
sedangkan larva yang tidak sehat akan terlihat cukup makan (sedang) bagian
perutnya berwarna kuning dan tidak mau makan bagian perutnya berwarna
kuning muda.
Warna larva dapat bervariasi, tergantung jenis pakan yang dikonsumsi.
Namun, larva yang sehat biasanya berwarna coklat keemasan, terutama di
bagian saluran pencernaan (digestive diverticulum). Pada fase awal, warna larva
dapat berubah nyata jika mengkonsumsi pakan dengan warna yang berbeda.
Namun, seiring dengan pertumbuhan larva dan cangkangnya pun semakin tebal
maka pengaruh warna pakan tidak terlihat lagi. Perbedaan larva sehat dan tidak
sehat dapat dilihat pada Gambar 11.

19
(a) (b)
Gambar 11. Larva kerang mutiara; (a) larva sehat dan (b) larva tidak sehat

Selama pemeliharaan larva, media air yang digunakan disterilkan dahulu


sehingga larva dapat terhindar dari infeksi jamur. Proses pensterilan ini dilakukan
dengan menggunakan tabung filter.

Gambar 12. Filter air di PT. Horiko Abadi

3.5.7.3 Pemeliharaan Spat


Spat ditandai dengan terbentuknya garis lurus engsel serta
berkembangnya bagian ujung bawah anterior dan posterior. Benang-benang
bisus tumbuh dengan sempurna. Waktu dan lamanya penempelan spat
bervariasi, tergantung kondisi lingkungan setempat. Spat menghendaki substrat
yang cocok untuk menempel. Secara umum, bentuk kolektor adalah bulat
dengan bahan berupa tali polietilen yang tidak mengeluarkan senyawa kimia jika
bereaksi dengan air laut, menarik minat spat untuk menempel dan tidak
mengganggu pertumbuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebiasaan
menempel spat adalah kedalaman, bentuk/ posisi kolektor dan permukaan

20
substrat yang keras atau kasar. Kolektor yang digunakan di PT. Horiko Abadi
memiliki panjang 20 cm (dalam bentuk sudah kepangan).
Sebelum kolektor digunakan terlebih dahulu kolektor dicuci bersih, setelah
larva berubah bentuk menjadi spat dengan ditandai adanya benang bisus maka
secara sendirinya spat itu akan mencari substrat untuk menempel. Hal ini
berlangsung sampai spat berumur ±3 bulan dan siap untuk diturunkan ke KJA.
Tempat penempelan spat (kolektor) dapat dilihat pada Gambar 13.

(a) (b)
Gambar 13. Media penempelan spat (substrat); (a) kolektor dan (b) cara
pemasangan kolektor

3.5.8. Manajemen Pakan


Pakan merupakan salah satu faktor penentu di dalam keberhasilan
kegiatan pembenihan kerang mutiara (Hermawan et al, 2001). Kerang mutiara
bersifat filter feeding karena hidupnya menetap maka kebutuhan akan makanan
tergantung dari pakan yang diberikan. Oleh sebab itu, ketersediaan pakan yang
tepat waktu, jumlah, dan jenisnya sangat mendukung sukses produksi massal
spat.
Pada pemeliharaan larva hingga spat, jenis pakan yang diberikan
terdapat 6 jenis phytoplankton yaitu Pavlova lutheri, Isochrysis galbana,
Chaetosceros grasilis, Chaetosceros amami, Chaetosceros calsitran dan
Nannochloropsis sp. Pada pemeliharaan larva hingga umur 14 hari, jenis pakan
yang diberikan yaitu kombinasi campuran pakan dari I. galbana, P. lutheri, C.
grasilis, C. calsitran, dan C.amami. Kombinasi pakan menggunakan
Nannochloropsis sp., diberikan saat larva di atas umur 14 hari sampai larva
turun laut.

21
Larva mulai diberi pakan pada hari kedua, untuk kombinasi jenis
fitoplankton dan presentasenya pada umur 2-14 hari campuran Pavlova lutheri
20%, Isochrysis galbana sebanyak 20% dan Chaetosceros sp 60%. Pada umur
15-33 hari campuran fitoplankton yang diberikan yaitu Pavlova lutheri, Isochrysis
galbana, Chaetosceros sp. masing-masing sebanyak 30%, sedangkan
Nannochloropsis sp. sebanyak 10%. Grafik manajemen pakan pada PT. Horiko
Abadi dapat dilihat pada Gambar 14.
Masa Pemeliharaan

Presentase pemberian pakan


Gambar 14. Manajemen pakan

Komposisi pakan Chaetosceros sp. pada awal pemberian pakan


mencapai hingga 60%, karena Chaetosceros sp. mempunyai kandungan gizi
yang baik untuk pertumbuhan larva sehingga komposisinya lebih banyak dari
pada jenis fitoplankton lain. Sedangkan untuk Nannochloropsis sp. yang
komposisinya hanya 10% saja, karena jenis fitoplankton ini mempunyai dinding
sel yang tebal sehingga sulit dicerna oleh larva, karena itu komposisinya lebih
rendah dibandingkan jenis fitoplankton lain dan diberikan pada pertengahan
masa pemeliharaan atau larva sudah pada fase pediveliger (Nurhijriani, 2005).
Pada pelaksanaan pemberian pakan diberikan 2-3 hari sekali, namun
pemberian pakan ini disesuaikan dengan jumlah larva dan kondisi lambung larva,
sehingga sebelum pemberian pakan dilakukan pengamatan lambung larva di
bawah mikroskop. Bila kondisi lambung larva terisi penuh, maka pakan tidak
diberikan, namun bila kondisi lambung larva kosong maka pakan diberikan,
sesuai dengan sop perusahaan dalam pemberian pakan.

22
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN
Kesimpulan dari dilaksanakannya praktik kerja lapang IV ini adalah taruna
dapat mempelajari tentang pembenihan kerang mutiara dengan beberapa cara,
salah satunya seperti menggunakan metode kejut suhu serta mempelajari
beberapa faktor penting seperti, penyediaan induk, pemeliharaan induk, seleksi
induk, teknik pemijahan, proses pemijahan, dan panen telur yang harus
dilakukan ketika kegiatan pembenihan berlangsung.
4.2. SARAN
Semoga ke depannya perusahaan dapat menyediakan fasilitas
laboratorium yang lengkap sehingga mampu mempelajari tentang perhitungan
dalam pemberian pakan secara tepat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ambarjaya, B.S. 2008. Budidaya Tiram Mutiara. Mutiara Books, Jakarta Pusat.
Balai Budidaya Laut (BBL). 2006. Paket Usaha Pendederan Tiram
Mutiara (Pinctada maxima) Skala Kecil. Balai Budidaya Laut. Lombok.
Hamzah, M.S. 2013.Intensitas cahaya lampu pijar terhadap perkembangan
embriogenesis dan kelangsungan hidup larva kerang mutiara (Pinctada
maxima). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Ikatan Sarjana
Oseanologi Indonesia dan Dep. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB-Bogor, 5(2) : 391-399.
Hermawan. A, Sugiyono. dan Sri Rahayu. T, 2001. Pembenihan Tiram Mutiara
(Pinctada maxima). Dirjen Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Lampung.
Mamangkey, G. 2006. Kerang Penghasil Mutiara. Penerbit Tarsito. Bandung.
Nazir. 2003. Metode Penelitian. Salemba Empat. Jakarta.
Nurhijriani. 2005. Teknik dan Manajemen Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada
maxima) di LBL Lombok Stasiun Sekotong Lombok Barat (NTB). PSTA
Jakarta.
Strack, E. 2006, Pearls, Kunz & Stevenson published. Australia.
Suparmoko. 1995. Ekonomika Pembangunan. BPFE. Yogyakarta.
Susilowati, R. 2009. Keragaman Genetik Tiram Mutiara sebagai Informasi Dasar
untuk Pemuliaan Tiram Mutiara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institute Pertanian Bogor. Hal. 62-64.
Winanto, T. 2004. Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima). Dirjen
Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Lampung.

24

Anda mungkin juga menyukai