Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Sumber:
1. Historie Bogan;
2. The Hostory Books;
3. La Historia Del Capitalismo;
4. Dalam Buku Sejarah Dunia Modern, INSAN (Institut Analisa Sosial), Kuala
Lumpur, 1985.
I. Pengantar
1. Kisah ini diceritakan berdasarkan tulisan yang dibuat tigapuluh tahun yang lalu.
Banyak orang sukar memahami pergolakan dunia saat ini. Mereka tidak paham
mengapa terjadi pergolakan. Memang, mereka mendengar radio, menonton TV,
membaca banyak buku, namun mereka masih juga gagal memahami perkembangan
yang terjadi. Segala yang terjadi seolah-olah tidak ada kaitan antara yang satu
dengan yang lainnya.
2. Dengan demikian, guna memahami masalah tersebut, kita harus terlebih dahulu
mempelajari sejarah. Tapi dunia ini terlalu luas dan sejarahnya terlalu panjang.
Oleh karena itu, tentunya, rentang waktu kajian tersebut akan panjang sekali.
Sekelompok pemuda di Swedia (Pal Rydberg, Gittan Jonsson, Annika Elmquist, Ann
Mari Langemar, Carol Baum Schmorleitz, dan Rius) sepakat untuk mengkaji dengan
teliti sejarah Eropa dan Afrika sepanjang 500 tahun yang silam. Kemudian, mereka
mengunjungi setiap perpustakaan di kota-kota untuk mendapatkan buku-buku yang
ada kaitan dengannya. Mereka terus menerus membaca sehingga berhasil
mengumpulkan banyak catatan. Setelah itu, mereka mendiskusikan dan
memperdebatkan catatan-catatan tersebut. Setelah sekian lama, maka pandangan
mereka menjadi semakin jelas. Mereka kini mempunyai cukup bahan dan bersedia
menjadikannya sebuah buku (termasuk dalam bentuk kartun) untuk diterbitkan.
Tentu saja buku tersebut harus mudah dibaca, mudah dipahami, bahkan oleh anak-
anak sekalipun. Lalu mereka membuat kerangka buku tersebut menjadi: buku
ringkasan sejarah.
1. Kehidupan Eropa Tengah pada tahun 1400-an. Eropa Tengah terdiri dari beberapa
kerajaan kecil, yang dipisahkan oleh hutan-hutan lebat. Rakyat di satu negeri tidak
tahu menahu apa yang terjadi di negeri lain. Mereka tidak bisa dan tidak mau
menjelajah menembus hutan belantara di sekeliling mereka untuk mengetahuinya,
karena mereka tahut binatang buas, hantu atau makhluk lain yang berbahaya.
Rakyat hidup dengan berburu dan mengumpulkan bahan-bahan keperluan, di
samping bercocok tanam dan beternak. Anak-anak tidak bersekolah karena sekolah
belum lah ada. Tidak ada pekerja atau buruh pabrik karena pabrik belum lah ada.
Yang ada hanyalah TANAH, tempat mereka tinggal dan bekerja. Kaum TANI, PETANI,
mengerjakan tanah, para TUKANG yang mahir membuat alas kaki, bajak atau
pakaian di pasar kecil; dan PEMBESAR atau PENGUASA NEGERI (biasanya bangsawan)
tinggal di istana di dalam kota; sedangkan PADRI/PASTOR berkhotbah di gereja.
2. Petani dan tukang harus melakukan semua perkerjaan guna menyediakan semua
keperluan hidup seperti makanan, pakaian dan kediaman. Namun, walaupun
penguasa negeri tidak bekerja, mereka bisa memiliki makanan yang banyak, pakaian
yang indah, dan tempat tinggal yang nyaman. Mengapa begitu? Itu karena penguasa
negeri dan padre MENGUASAI TANAH. Petani dan tukang (yang mahir) terpaksa
membayar CUKAI, PAJAK, atau UPETI yang tinggi kepada penguasa negeri dan padri
agar diperbolehkan tinggal dan bekerja di atas tanah tersebut. Pada awalnya, cukai,
pajak, atau upeti tersebut dibayar dengan gandum, susu, daging, sepatu, pakaian
atau senjata.
3. Tidak banyak rakyat yang menggugat perkara tersebut, karena penguasa negeri
memiliki dan menguasai sejumlah tentara bersenjata, yang senantiasa bersedia
menghancurkan siapa saja yang memberontak; Padri menakut-nakuti rakyat dengan
kutukan bahwa bagi mereka yang enggan membayar cukai, pajak atau upeti, akan
disediakan neraka.
4. Maka terbentuk lah KELAS dalam masyarakat: PETANI dan TUKANG adalah KELAS
YANG TIDAK MEMILIKI ATAU TIDAK MENGUASAI TANAH; sedangkan penguasa negeri
(sekali lagi, biasanya bangsawan) dan padre adalah KELAS YANG MEMILIKI ATAU
MENGUASAI TANAH. Patut atau layak kah kelas yang tidak memiliki atau tidak
menguasai tanah harus membayar cukai, pajak atau upeti kepada kelas yang
memiliki atau menguasai tanah? Coba kita renungkan penjelasan-penjelasan di
bawah ini:
Steven: Umurku 11 tahun. Cukai, pajak atau upeti sudah ada sejak dahulu kala. Aku
tidak bisa membayangkan keadaan di mana cukai, pajak atau upeti tidak ada atau
tidak dikenakan kepada kami;
Soren: Umurku 29 tahun. Kalau tidak ada kelas yang memiliki atau menguasai tanah,
maka kami mungkin tak akan memiliki pekerjaan.
Seorang ibu: Umurku 64 tahun. Kakek aku bodoh, beliau memberontak. Dia
menghasut agar semua orang tak membayar cukai, pajak atau upeti. Kebetulan
negeri kami sedang mengalami kesulitan pada tahun itu. Apa faedah yang
diperolehnya? Dia digantung oleh tentara pemerintah dan Padre mengatakan bahwa
dia akan masuk neraka.
Permaisuri: Umurku 34 tahun. Berani-beraninya mereka mendurhakai? Bukan kah
tanah ini punyaku—karena itu aku berhak memberlakukan atau mengenakan cukai,
pajak atau upeti kepada mereka?
Padri: Umurku 57 tahun. Kaya dan miskin adalah kehendak Tuhan. Tuhan
menghendaki mereka membayar cukai, pajak atau upeti kepada kami.
5. Kini datang pula para pengembara atau pedagang ke negeri atau daerah ini,
dengan kereta kuda yang sarat muatan. Mereka menuju istana—apa yang
diperbuatnya di sana? Apa yang dibawanya di kereta kuda dipamerkannya kepada
penguasa negeri. Mereka menunjukkan lada hitam yang, bila dibalurkan pada daging,
maka dagingnya tak akan mudah busuk, bisa disimpan selama satu tahun. Mereka
juga menunjukkan benda-benda yang terbuat dari kaca, seperti mangkuk, gelas dan
lain sebagainya. Mereka itulah yang disebut saudagar atau pedagang. Mereka
menginginkan barang-barangnya dipertukarkan dengan barang-barang milik
penguasa negeri—seperti telur, mentega, manisan, kerajinan tangan (pedang,
pakaian bulu kambing, dan lains sebagainya). Pedagang melihat bahwa barang-
barang yang dimiliki oleh para penguasa negeri tersebut akan sangat laku (dan
menguntungkan) bila dijual atau dipertukarkan di Venesia (Italia). Begitulah: para
pembesar atau penguasa negeri membeli (atau menukarkan) banyak barang dari para
pedagang dan membayarnya dengan harta yang diperoleh dari rakyat yang tidak
memiliki tanah.
7. Pedagang, yang tidak mempunyai hak di negeri tersebut, karena tidak memiliki
tanah, tidak mau menjadi petani atau tukang. Kerja pedagang semata-mata
membeli dan menjual. Bagaimana bisa mereka bisa maju dengan usaha seperti itu.
Itu karena pertukarannya tidak adil—lada hitam, yang sangat sulit didapatkan di satu
daerah, tapi mudah didapatkan di Venesia, dipertukarkan secara tidak adil. Beli
murah, jual mahal! Menjualnya dengan nilai berkali lipat dari membelinya. Tak ada
yang bisa menghalang-halangi para pedagang mencari untung. Yang diperlukan oleh
mereka hanyalah CARA dan UANG.
8. Para pedagang di Venesia memiliki banyak uang. Uang tersebut disebut sebagai
MODAL. Modal digunakan untuk membeli barang-barang yang mahal dari para
pedagang Arab. Barang-barang berharga tersebut dibawa dari Cina, India, Arab dan
Afrika. Para pedagang menjelajah ke seluruh negeri Eropa, menjual dan menukarkan
barang-barang mereka. Mereka memiliki barang-barang dagangan yang luar biasa—
baru dan indah—dan para penguasa negeri sanggup membayaranya berapa saja yang
dihargai para pedagang. Setiap kali para pedagang pulang ke Venesia, mereka
menjadi semakin kaya, dan modal mereka semakin bertambah—sehingga bisa
membeli lebih banyak barang untuk dijual dan dipertukarkan. Semakin banyak yang
dijual, semakin banyak pula uang mereka, juga modal mereka. Karena kebijakannya
menggunakan uang, mereka tak pernah kehabisan uang, malah modalnya semakin
bertambah terus. Menurut mereka, menjadi “pemodal” atau KAPITALIS adalah
benar, enak dan indah.
1. Dalam buku catatannya, Vasco De Gama menulis: “Minggu berganti minggu, bulan
bertukar bulan, hanya air, air, air…
4. Pada hari natal 1497, mereka berlabuh untuk kedua kalinya. 10 Januari, 1498.
Orang-orang di negeri yang kami datangi mempunyai budi pekerti yang tinggi.
Mereka menamakan tempat itu ”Negeri orang-orang baik”. Orang-orang baik itu
hidup sebagai petani. Pada masa sebelumnya, mereka hidup sebagai pemburu, tapi
saat hasil buruan mereka merosot, mereka beralih menjadi petani dan memelihara
ternak. Sekarang, makanan sudah tidak menjadi masalah lagi bagi mereka. Ketua
kampung tinggal dalam rumah besar. Ternaknya melebihi ternak orang lain, dan
pekerjaan beternak dilakukan oleh orang-orang dari kampung lain. Perbedaan kelas
mulai muncul dalam masyarakat mereka.
5. 25 Januari, 1498. Mereka menyaksikan suatu pemandangan yang ganjil. Dua orang
pedagang menaiki kapal mereka. Yang satu mengenakan sorban sutera, dan yang
lainnya mengenakan topi beludru. Mereka telah mengunjungi beberapa pelabuhan
yang mewah, yang namanya tak pernah mereka dengar sebelumnya—seperti Kilwa
dan Quelimane. Terdapat rumah-rumah yang terbuat dari batu, dan pelabuhan sesak
dengan kapal. Di situ mereka bertemu dengan orang yang mengenal benar Lautan
India. Dalam hal pelayaran, mereka lebih pandai. Pelabuhan tersebut sama dengan
pelabuhan-pelabuhan di Eropa. Perbedaan di antara manusia dapat dengan jelas
dilihat di situ—yakni, perbedaan kelas sangat ketara: di atas sekali, terdapat Raja
dan para kerabatnya; terdapat juga pedagang, tukang dan petani—yang datang ke
pelabuhan membawa hasil tanaman mereka; abdi hamba juga ada di situ—mereka
adalah orang-orang suruhan. Abdi hamba bisa menebus diri mereka (agar bebas);
sedangkan raja hidup dalam kemewahan—yang diperoleh dari cukai, pajak atau upeti
yang dikenakan pada rakyat jelata.
7. Tanggal 20 Mei, 1498, merapat ke India, negeri rempah-rempah dan lada hitam.
Orang-orang Portugis tak punya perbekalan yang cukup untuk berlayar jauh.
Bagaimana sambutan orang-orang India terhadap orang-orang Portugis? Hadiah-
hadiah dari Vasco De Gama tidak dihargai. Hadiah seperti madu, manisan dan lain-
lainnya ditertawakan oleh orang-orang India. Hanya satu yang digemari oleh
Maharaja India, yakni baju kulit yang dikenakan oleh anak-anak kapal Portugis. Tapi,
bagaimana pun juga, orang-orang Portugis bernasib baik, berhasil juga membawa
pulang lada hitam dan jenis rempah-rempah lainnya. 29 Mei, 1498 mereka pulang.
Juli, 1499, akhirnya mereka berhasil kembali ke tanah airnya.
9. Suatu dunia baru ditemukan dan perampasan pun dimulai. Sekali lagi kapal-kapal
Portugis tiba di pantai timur Afrika. Kali ini lengkap dengan meriam, senapan dan
tentara. Kapal berlabuh di luar pelabuhan perdagangan utama. Tentara mendarat.
Mereka mengepung pelabuhan. Siapa pun yang menentang, dibunuh. Tentara
merangsek ke rumah-rumah dan istana serta mengambil barang apapun yang
berharga. Penduduk di kota sekitar pelabuhan berlarian menyelamatkan nyawa
mereka masing-masing. Kapal Portugis dimuati penuh dengan emas dan gading,
Setelah tidak ada lagi yang bisa dirampas, pelabuhan pun dibakar. Tak lama
kemudian, hancurlah pelabuhan perdagangan yang pernah ada di sepanjang timur
Afrika. Kekayaan mengalir ke Eropa. Akhirnya Portugis menguasai perdagangan
antara Afrika, Cina, India, dan kepulauan nusantara Melayu (nusantara). Spanyol
menguasai perdagangan Lautan Atlantik dan Amerika (Selatan). Keadaan yang sama
juga terjadi di Amerika. Tentara, meriam, senapan, dan pembunuhan. Portugis dan
Spanyol menaklukkan tanah jajahan yangluas di Amerika (Selatan), termasuk Inca
dan Aztec. Mereka merampas tanah penduduk asli. Penduduk setempat tak dapat
melawan penyerang dari Eropa, yang menggunakan meriam dan kuda. Mereka
dipaksa menjadi hamba abdi, budak. Mereka bekerja di tambang-tambang emas dan
tembaga atau di ladang-ladang tembakau. Mereka bekerja keras menyangkul tanah
untuk tuan mereka yang baru ini. Siapa yang tidak bekerja, segera dipukuli. Banyak
sekali penduduk pribumi yang mati dalam keadaan yang menyengsarakan tersebut.
Barang-barang yang dihasilkan oleh penduduk setempat tersebut diangkut dengan
kapal ke Eropa. Di sana barang-barang tersebut dijual.
4. Para pedagang tak memiliki waktu untuk bertempur di medan juang, mereka
memiliki perkerjaan yang lebih penting: berdagang. Mereka membayar tentara
bayaran dan akhli-akhli ilmu pengetahuan—terutama akhli-akhli senjata api dan
meriam—untuk bekerja bagi para pedagang. Dalam perang antara raja—yang sedang
membela pedagang—dengan tuan-tanah, senjata-senjata raja juga dibeli dari
pedagang. Bahkan para pedagang membeli bengkel-bengkel kecil pembuat senjata
dan menggabungkannya menjadi pabrik sejata besar—mereka mengupah tukang-
tukang (yang tadinya pemilik bengkel-bengkel kecil) dan petani (yang tak bertanah)
untuk bekerja di pabrik senjata besar itu.
7. Menurut petani: “Pada awalnya, hanya tuan tanah yang memiliki kekuasaan.
Sekarang, para pedagang itu juga telah berkuasa. Walaupun kebanyakan dari mereka
tak memiliki tanah, golongan kita lah, kaum tani, yang sebenar-benarnya membiayai
mereka.”
8. Pencuri dan Penjarah. Tuan hakim tinggal di kota pelabuhan yang besar. Beliau
menjadi kaya raya dan memiliki banyak saham dalam berbagai serikat dagang yang
merampas, memburu, merampok dan menjarah di seluruh pelosok dunia. Tiap-tiap
kali pulang ke tanah airnya, serikat-serikat dagang tersebut akan banyak membawa
keuntungan. Tuan hakim yang kaya raya ini terus hidup dalam kemewahan,
kekayaannya ditumpuk di atas tumapahan darah beribu-ribu orang yang tak berdosa
di Afrika, Asia dan Amerika (Selatan). Bagaimana pun, hakim laknat tersebut masih
juga bernasib baik karena, walaupun kemewahan hidupnya diperoleh dari kegiatan
orang lain—yang merampok, menyamun, dan mencuri untuknya—namun, mereka
tergolong ke dalam kelas atau golongan yang berkuasa. Golongan ini mempunyai
kekuasaan untuk menentukan yang benar dan yang salah. Sebagai contoh:
Bapak john jatuh sakit, lalu menemui ajalnya setelah menderita wabah demam
panas yang menyerang para pengemis. Setelah kematian bapaknya, ibu John pindah
ke kota pelabuhan, tempat tuan hakim tersebut tinggal. Ibu John tinggal di kawasan
terlarang bersama-sama pengemis-pengemis lainnya. Desakan hidup memaksa beliau
menjual John kepada seorang pedagang kaya yang hendak mempekerjakan John
sebagai pesuruhnya. Ketika itu, umur John 11 tahun. Tidak ada rasa belas kasihan di
hati pedagang itu. Apa yang diperoleh John sebagai upah hanyalah semangkuk sop
dan setampuk roti sehari. John tak berani mempersoalkan perkara tersbut kepada
tuannya.
Suatu hari, ketika John telah telah dewasa, ia bertemu kembali dengan ibunya yang
sudah tua. Ibunya datang dengan harapan dapat bertemu John di gudang tempat
john bekerja. Dia menyesal sepanjang hidupnya karena telah menjual anaknya
semata-mata karena uang. Sekarang pengemis ini datang untuk menemui anaknya,
mungkin untuk terakhir kalinya sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir.
John dapat merasakan penderitaan ibunya yang sangat miskin ini dan, serentak, saat
itu juga, ia teringat kemewahan hidup pedagang itu, tuannya. Perasaan benci
memenuhi jiwanya. Malam itu, dia masuk ke rumah pedagang itu, lalu mencuri sebuh
mangkuk perak. Esoknya dia menjualnya guna mendapat sedikit uang untuk membeli
obat bagi ibunya.
Nasibnya kurang baik, pencurian tersebut akhirnya diketahui juga. John ditangkap
dan ditempatkan di sel tahanan polisi yang gelap dan berbau busuk. Dia tak bisa
bertemu ibunya lagi. Mungkin ibunya telah meninggal pada malam yang sama saat
dia ditahan. John dihadapkan ke muka pengadilan. Dia terpaksa mendengarkan
tuduhan yang panjang lebar, yang dia sendiri kurang paham. Kemudian tuan hakim
memberikan keputusan untuk menjatuhkan hukuman. “Anak muda ini adalah
‘seorang penjarah, pencuri yang paling berbahaya, dan melakukan penghinaan
kepada masyarakat’. Dia tidak menghormati hak milik perseorangan.” Dia dihukum
penjara seumur hidup. Syukur, dia tidak dihukum gantung.
Begitu keadaan di zaman itu, dan begitu juga lah keadaannya pada hari ini.
Perampok-perampok besar yang berhasil menjadi kaya raya dari hasil rampasan dan
pembunuhan dilepaskan tanpa menerima hukuman apapun. Mereka digambarkan
sebagai orang-orang yang bijaksana dan layak menerima penghormatan dari
masyarakat. Akan tetapi, pencurian-pencurian kecil, yang sekadar bertujuan
menyambung nafas setelah tanah dan rumahnya dirampas, dianggap sebagai
perampas berat, dan dimasukkan ke dalam penjara. Pencuri-pencuri kecil menerima
hukuman penjara, sedangkan perampok dan pembunuh terbesar memerintah
negara.
3. Cerita sebenarnya mengenai John Hawkins. John adalah orang yang garang, kasar,
dan tak punya hati. Dia lah yang akan merusak Afrika. Musim Panas, London, 1562,
John Hawkins menjelaskan kepada para pedagang, pengusaha (kapitalis): bahwa bila
para kapitalis itu mau menyediakan 3 kapal kepadanya, lengkap dengan tentaranya,
termasuk juga sedikit barang yang akan dipertukarkan, dia berjanji akan membawa
kembali keuntungan berlipat ganda atas modal yang ditanamkan oleh para kapitalis
tersebut. Pada 3 Agustus, 3 buah kapal berlayar dari pelabuhan London.
Sesampainya di tujuan, mereka menukar 10 bilah pisau dan 6 meter kain dengan
seorang hamba abdi (budak) yang kuat. John mendapatkan segala yang
dikehendakinya, tapi ia masih merasa tak puas. Kemudian mereka mendatangi
kampung lainnya. Kampung-kampung dibakar dan yang menentang dibunuh. Kini
kapal telah penuh dengan muatan. Ada 300 budak yang diangkut di dalamnya. Di
tengah laut mereka menjual budak-budak tersebut kepada kapal portugis. Dengan
uang yang diperoleh, John membeli kulit binatang dan gula. Kapal mereka dipenuhi
barang-barang dagangan tersebut. Mereka membeli 2 kapal lagi (sebelum berlayar
pulang) untuk memuat barang-barang dagangan tambahan. Di London John menjual
semua yang dibawanya. Para kapitalis, yang dahulu memberinya modal, sangat
gembira dengan keuntungan besar yang diperoleh John, yang juga akan
dipersembahkan kepada mereka. Ratu Elizabeth memberi penghormatan bagi
mereka yang memajukan perdagangan budak tersebut.
7. Raja Alfonso mengirim utusan demi utusan kepada sahabatnya, Raja Portugis.
Inilah isi suratnya: “Emanuel yang saya hormati, sungguh, aku telah melarang
penggunaan senjata yang dibawa oleh pedagang-pedagang tuan ke dalam kawasan
pemerintahan kami. kebanyakan pembesar kami tidak lagi patuh kepada pemerintah
kami karena tuan memiliki lebih banyak harta ketimbang yang kami miliki.
Pedagang-pedagang tuan mengambil anak-anak kami, lelaki dan perempuan, setiap
hari. Kegairahan pedagang-pedagang tuan tersebut akan melenyapkan pendudukku.
Saudaraku yang terhormat, kami memerlukan bantuan tuan dalam perkara ini. Harap
tuan bisa melarang pedagang-pedagang tuan menjual senjata api. Adalah harapan
kami agar perjualan budak tidak berlaku di negeri ini. Affonso.”
8. Inilah jawaban bagi surat Affonso: “Affonso yang dimuliakan, harapa tuan tidak
berkecil hati. Kita haruslah senantiasa tidak ketinggalan zaman. Pembelian dan
penjualan budak sudah menjadi perdagangan penting di Eropa. Tidak ada satu kuasa
pun di dunia ini yang dapat menghentikannya. Tambahan pula, aku tak memiliki
kuasa apapun dalam perdagangan tersebut. Aku sendiri sudah banyak berhutang
kepada pedagang-pedagang tersebut. Salam, Emanuel.” Kini, kain dan gading tidak
bisa dipertukarkan dengan senapan, karena senapan hanya akan dipertukarkan
dengan budak. Kini Raja dan penduduk memerlukan senapan untuk melindungi diri
dari pemburu budak. Tapi untuk mendapatkan senapan, mereka harus menjual
budak. Sekarang penduduk memiliki prinsip baru: siapa yang tak menjual budak,
akan dijual sebagai budak.
10. Tahun 1750. Seorang hamba yang berhasil membebaskan diri, kemudian
melarikan diri, dan kembali ke kampung halamannya—yang hanya berpenduduk
orang-orang tua dan yang lemah, yang ditinggalkan oleh atau tak berguna bagi
pemburu budak—bercerita bahwa: mereka dibawa selama 4 bulan. Di kapal, agar
menghemat tempat, kami dirapat-rapatkan. Kaki dan tangan kami dirantai. Kami
semua ada 140 orang budak, tapi kami tinggal 50 orang, karena yang lainnya mati
akibat kondisi yang jelek itu. Kami ada di kapal Belanda. Setelah 6 minggu berlayar,
kapal Inggris mencoba menawan kami. Kami mendarat di sebuah pulau yang bernama
Jamaica, dan kami dijual di pasar dekat pelabuhan. Kami diperkerjakan di ladang
tebu dari jam 5 pagi hingga jam 7 malam. Mandor, penyelia atau pengawasnya,
adalah orang kulit putih yang menunggang kuda, membawa rotan pemukul,
mengawasi kami. Di ladang Portugis yang di Brazil, tebu ditanam. Di kepulauan
Karibia, dan di ladang Prancis serta Inggris di Amerika Utara, tembakau, tebu dan
kapas ditanam. Budak yang mencuri, walau sedikit, dihukum mati. Budak yang tak
menuruti perintah dibakar kakinya. Mereka yang mencoba melarikan diri, dicari
mati-matian. Kami sering memprotes keadaan tersebut. Tapi bahkan padri
mendakwa mereka akan masuk neraka bila menentang keadaan tersebut. (Padahal
neraka yang mereka alami lebih buruk keadaannya) Mereka mulai berangan-angan
memberontak. Sebenarnya orang-orang kulit putih takut kepada mereka, tidur pun
mereka membawa senjata. Pakaian yang ditenun, dan benang yang dipintal di Inggris
mendapatkan bahan mentah kapasnya dari Amerika Utara, yang diproduksi oleh
budak-budak.
11. Perdagangan segi tiga. Kapal-kapal merantau ke seluruh dunia dan terus menerus
mendatangkan kekayaan bagi Eropa. Inilah ceritanya: Di Eropa, keuntungan dari
perdagangan dan pemerasan ditanamkan dalam perusahaan pemintal, tenun dan
pembuatan senjata api. Kain dan senjata api merupakan barang dagangan utama
yang dikirim ke Afrika. Di Afrika Barat, senjata api dan kain ditukarkan dengan
budak. Kapal kemudian berlayar ke Amerika Utara dimuati (penuh) dengan para
budak. Di Amerika Utara, budak dijual kepada tuan-tuan yang punya ladang. Budak
digunakan sebagai pekeja tanpa bayaran untuk menanam kapas, gula dan tembakau
Para pedagang menggunakan uang yang mereka peroleh dari hasil menjual budak
tadi untuk mengisi kapalnya dengan kapas, gula dan tembakau. Itulah mengapa
kapas, gula, dan tembakau yang diangkut dengan kapal dari ladang-ladang Amerika
Utara, dan dijual di Eropa, dapat memberikan keuntungan yang besar kepada para
pedagang.
13. Lanchashire, Inggris, 1766. Mesin pemintal dan penenun yang ada pada waktu
itu terlalu lambat, padahal permintaan akan benang dan kain sedang meningkat.
Kemudian kapitalis membayar akhli mesin untuk menciptakan mesin yang baru yang
lebih cepat. Mesin “Spinning Jenny” selesai diciptakan tahun 1767. Tapi itu pun tak
sanggup memenuhi permintaan akan benang dan kain yang terus meningkat. Mesin
tenun bari diciptakan tahun 1785. Tetapi untuk membuat mesin, diperlukan besi dan
batu bara (sebagai bahan bakarnya). Maka diciptakanlah bahan bakar yang lebih
baik: Uap. Air ditampung di pam, kemudian airnya diuapkan sehingga bisa digunakan
sebagai tenaga uap untuk menempa besi. Tenaga uap juga dapat menjalankan mesin
tenun dan mesin anyam.
1. Peluit mesin tenaga uap menandakan permulaan zaman baru. Kebisingan kereta
api dapat didengar sampai ke desa; bahkan di laut, karena kapal-kapal sekarang
menggunakan mesin tenaga uap. Semua alat transportasi tersebut digunakan untuk
mengangkut barang-barang dagangan dari gudang-gudang kapitalis. Hiruk pikuk
mesin kini terdengar di mana-mana, mesin sekarang bisa melakukan berbagai kerja.
Bengkel kecil kini menjadi pabrik besar. Hasil produksi (output) pabrik semakin
bertambah. Asap pabrik meliputi bumi dan langit. Ketukan penempa besi dapat
didengar di seluruh negeri, di jembatan, di jalan raya, malah hingga ke terowongan
dan gudang-gudang. Kemajuan begitu pesat. Teknologi menguasai alam. Pemantik
api diciptakan pada tahun 1883; propeler, 1834; morse telegrap, 1844; fotografi,
1852; kapal terbang, 1852; pembakar listrik, lampu patrol, 1860. Inilah ungkapan
kapitalis: “Kami lah kapitalis yang membawa kesejahteraan hidup kepada seluruh
manusia. Aku sungguh gembira dengan pabrik dan ciptaan baru tersebut. Semuanya
akan membawa kesempurnaan dan kehidupan yang lebih baik kepada insan manusia
seluruhnya. Segala modal dan pengetahuan tersebut adalah hasil usaha kami.”
2. Apakah semua itu hasil usaha kapitalis? Tidak, kaum pekerja, atau buruh lah yang
mengerkan semua itu. Namun bagaimana kah (kisah) hidup kaum pekerja atau
buruh. “Kami lah yang sebenarnya melakukan kerja. Kami lah yang dikorbankan.
Jangan coba menafik atau menolak bahwa kaum pemodal telah mengorbankan kami
demi kepentingannya. Tuan tanah membeli mesin dan mulai mengusahakan
pertanian modern. Ladang tidak lagi memerlukan pekerja yang banyak. Kebanyakan
pekerja terpaksa berhenti bekerja. Banyak yang jadi pengemis. Kami sebenarnya
yang mengerjakan semua pekerjaan. Dahulu, kami bekerja sebagai petani, tukang
kayu dan pandai besi.” Sekarang, keadaan telah berubah. Kapitalisme membawa
perubahan terhadap para tuan tanah. Mereka mengutamakan uang. Sewa tanah
dinaikkan, sehingga kami tidak sanggup membayarnya. Siapa pun yang tak sanggup
membayaranya, diusir dari tanah (tempat kerjanya) maupun rumahnya. Tukang-
tukang kayu dan pandai besi mengalami nasib yang serupa. Semua pekerjaannya
diambil alih oleh mesin. Belanja mesin lebih murah ketimbang membayar upah
pekerja. Kini beribu-ribu bekas petani dan tukang mengangur. Seolah-olah
dicampakkan ke alam kosong. Menurut mereka: “Kami tidak memiliki apapun,
sungguh. Kami tidak mendapatkan makanan. Kesengsaraan menggigit tulang-tulang
kami. Dalam keadaan begitu, wabah penyakit mudah merebak—batuk kering dan
cacar. Kemelaratan tersebut memaksa kami pergi ke kota-kota besar. Di kota,
barulah kami dapat menyelamatkan diri dari maut dengan mendapatkan: kerja.”
Keadaan seperti ini berlaku di semua negeri di mana kapitalisme berkembang,
seperti di Inggris, Prancis, Jerman, dan Denmark. Perkembangan yang sulit tersebut
terus terjadi hingga sekarang.
3. Kota-kota diselimuti oleh debu dan asap tebal. Penyakit dan penuh sesaknya
penduduk. Pabrik, gudang dan bengkel semuanya terdapat di kota. Mereka terpaksa
bekerja untuk kepentingan kapitalis. Mereka akan terus menindas kami hingga mati.
Mereka tahu kami tak berdaya untuk melawan. Inilah kesaksian mereka:
Ellison Jack, pengangkut batu bara: umur 11 tahun. “Aku sudah tiga tahun bekerja
di gudang batu bara ini. Ayahku menemaniku datang ke sini pada jam 2 pagi, dan
aku pulang pada jam 1 atau jam 2 siang. Aku tidur jam 6 sore agar aku dapat bangun
pagi pada esok harinya. Aku terpaksa mengangkut bakul yang berisi batu bara,
menaiki empat atau lima tangga untuk sampai ke tempat penimbunan. Aku
mengangkat 5 ton batu bara setiap harinya. Kadang-kadang aku dipukul jika aku
tidak dapat mengangkut sebanyak itu.”
Sarah Gooder: Umur 8 tahun. “Kerjaku membuka dan menutup pintu lumbung. Aku
terpaksa bekerja dalam gelap dan ini menakutkanku. Aku mulai bekerja pada jam 4
atau kadang jam 3.30 pagi, dan pulang pada jam 5 atau 5.30 sore. Aku tidak pernah
tertidur. Aku suka bernyanyi di tempat terang dan aku takut berada di tempat
gelap.” (Dikutip dari Suruhanjaya Negara, 1842)
John Smith, penenun kain: umur 42 tahun. “Aku bekerja setiap hari. Bila tiba di
rumah, aku tidak dapat tidur karena terlalu letih. Itulah keadaanku setiap harinya.
Aku tahu, aku tidak akan hidup lama. Hidupku tak bermakna.”
Bob Jones, pekerja pabrik: umur 18 tahun. “Kami tak diizinkan berpikir karena
semuanya telah mereka pikirkan untuk kami. Mereka menghina kami. Kami dijadikan
binatang yang hanya tahu bekerja. Itulah ganjaran karena mengabdi pada kapitalis.”
Anne Brown, pemintal benang: umur 23 tahun. “Aku , suamiku dan kedua anakku
bekerja 15 jam sehari. Itupun tak cukup untuk membayar sewa rumah, roti dan
sedikit bubur. Bila kami membantah, kami akan dimaki. Kami tak boleh hidup jika
kami tak bekerja. Sekarang aku tak peduli lagi. Cukuplah dengan penderitaan ini.”
4. Kapitalis dituduh sebagai perampok. “Beratus ribu buruh, seperti kami, bekerja
keras—dengan badan yang tinggal tulang-belulang, kurus kering—bermandikan
peluh. Kami membangun jalan raya, menanam dan memanen kapas, serta
mengawasi mesin. Kami melakukan segala macam kerja sehingga kami menjadi
orang yang paling diperlukan dalam masyarakat. Tapi kami tak memiliki kekuasaan
atau hak untuk menentukan nasib kami sendiri. Sebaliknya, pemilik-pemilik pabrik,
gudang dan mesin menentukan nasib kami. Hanya mereka yang berkuasa. Mereka lah
yang menentukan berapa cepat kami harus bekerja, bagaimana kami harus bertindak
dan undang-undang yang harus kami patuhi. Mereka menentukan hidup-mati kami.
Dan mereka melakukan segala penindasan kepada kami, menekan dan menghisap
darah kami… Seperti tuan tanah yang hidup di atas keringat petani dan tukang. Kelas
kapitalis membeli kesanggupan kerja para buruh sama dengan membeli mesin dan
bahan mentah.” (Bahan mentah adalah benda-benda seperti besi, bulu biri-biri,
kayu, dan lain sebagainya. Bahan mentah digunakan untuk membuat berbagai
barang.) Mereka membeli kesanggupan kerja buruh dengan upah yang mereka bayar.
Upah yang mereka bayar, mungkin mahal, mungkin murah, tapi yang pasti adalah:
buruh tidak pernah diberi ganjaran yang setimpal dengan usahanya. Hanya sebagian
saja dari kerjanya yang dibayar, dan sebagian lagi tidak dibayarkan. Kelas kapitalis
lah yang merampas kerja yang tidak dibayar tersebut. Para kapitalis menganggap
kerja yang tidak dibayar dan benda yang dicuri seperti itu adalah keuntungan.
Keuntungan yang akan dimasukkan ke dalam kantong mereka. Kapitalis
menggunakan keuntungan tersebut untuk membeli lebih banyak pabrik dan membeli
lebih banyak buruh, sehingga dapat terus menerus mengambil keuntungan yang lebih
banyak. Dengan cara inilah modal bertambah. Dari dahulu hingga sekarang, cara
melakukannya tak pernah berubah—caranya adalah dengan membeli murah dan
menjual mahal. Kapitalis membeli tenaga kerja buruh dengan bayaran yang rendah,
sedangkan barang yang dihasilkan oleh buruh dijual dengan harga tinggi.
Seberapapun keuntungannya, akan menjadi milik kapitalis. Sekarang, rahasia
mereka terbongkar, rahasia para pedagang/kapitalis dan orang-orang yang sama
kelasnya dengan mereka. Di balik senyuman mesra dan pakaian mereka yang serba
indah, mereka adalah perampok yang hidup di atas usaha dan kerja orang lain. Kelas
mereka lah yang berkuasa dalam masyarakat.
3. Saat-saat akhir Willy Rust. Willy Rust adalah seorang kapitalis yang tidak dapat
memasarkan barang-barang produksinya, akibat pengeluaran yang berlebihan. Sejak
beberapa beberapa minggu belakangan ini, barang-barangnya tidak dapat dijual,
tidak laku, dan utangnya sudah jatuh tempo. Bila tidak dapat melunasi utangnya
maka ia terpaksa harus menjual pabriknya, yang memproduksi mesin. Ia merasa
masih memiliki jalan lain, yaitu meminjam uang kembali untuk melunasi hutangnya.
Maka ia berusaha meminjam uang pada bank. Ia mencoba memohon pinjaman jangka
pendek untuk membayar utangnya atas pembelian biji besi kepada perusahaan
Macprofit. Banyak kapitalis yang juga melakukan hal yang sama dengan Willy Trust.
Pimpinan bank kemudian menelpon pemilik Macprofit dan memberitahu persoalan
Willy Trust. Dan pemilik Macprofit merasa memiliki kesempatan untuk mengambil
alih hak pemilikan pabrik Willy Trust. Kemudian pemilik Macprofit melakukan
persekongkolan dengan pemilik bank—yaitu menolak pinjaman Willy Trust. Willy
Trust gagal membayar utangnya,ia bunuh diri, dan Macprofit mengambil alih atau
membeli pabriknya dari bank.
6. Krisis Tahun 1873. 10 ribu, 100 ribu, berjuata-juta pekerja atau buruh di-PHK,
tanpa kerja, tanpa upah, tanpa makan. Zaman malaise (baca: meleset) disebutnya,
yang mulai terjadi pada tahun 1873, yang merebak ke seluruh negeri-negeri
perindustrian. Malaise tidak berakhir dalam waktu yang singkat—satu tahun, dua
tahun sampai lima tahun, tetap belum selesai.
8. Pada sore itu juga, para buruh berarak-arakan menuju kediaman Macprofit. Ketika
itu, Macprofit sedang membaca koran yang memberitakan kebangkrutan perusahaan
Inggris (karena mendapatkan saingan dari luar negeri) dan pemogokan-pemogokan
kaum buruh. Macprofit menerima telepon yang membuatnya semakin panik. “Aku
ingin memberitahu kau, bahwa tambang besi milikmu yang besar itu sudah bangkrut.
Perusahaan lain sudah membeli semua tambang-tambang tersebut.” “Pranggggg”
kaca jendela di belakang Macprofit pecah. Kepanikan Macprofit semakin bertambah
begitu melihat ke luar jendela, ribuan buruh yang marah dan menuntut telah
memenuhi halaman rumahnya. Telepon yang masih bersuara (memanggil)
diabaikannya sama sekali. “Kami sudah cukup menderita!” “Keluarlah kau ke sini
agar kami potong leher kau,” teriakan para buruh yang membuat Macprofit menggigil
dan menghubungi polisi. Polisi berkuda pun datang dan membubarkan massa buruh
dengan kekerasan dan tembakan senjata. Banyak di antara massa yang tertembak
dan terluka bahkan ada yang mati. “Kami akan datang lagi. Polisi, kau bisa mengusir
buruh, tapi kalian tidak akan mampu menghalangi gerakan kelas buruh seluruhnya,”
demikian lah suara-suara buruh yang dialamatkan kepada Mac’profit’, membahana
di antara bunyi letusan senjata api yang ditembakkan polisi. Kaum buruh mulai
bersatu-padu. Mereka mengaitkan persatuan buruh dengan gerakan sosialis—mereka
menginginkan agar semua kekayaan yang dihasilkan di dalam masyarakat menjadi
milik bersama; setiap orang saling membantu satu sama lain dalam mewujudkan
kehidupan yang lebih sempurna; tapi, sebelum semuanya bisa dicapai, kapitalis
harus dihancurkan terlebih dahulu. Kaum buruh kini sudah bersiap-siap untuk
berjuang sampai menang. Mereka berusaha seolah-olah saat kehancuran kapitalis
sudah di depan mata!
3. Perlawanan Afrika. Bagaimana pun, setelah ditindas selama 400 tahun, Afrika
sudah bisa dipecah-pecah dan mudah ditembus. Pedagang-pedagang Eropa
memecah-belah para kapitalis Afrika agar perusahaa-perusahaan mereka jangan
bersatu sesamanya. Oleh karena kelebihan teknologi senjata Eropa, mereka bisa
mengalahkan rakyat Afrika yang terpecah belah. Keberanian dan kepahlawanan
rakyat Afrika terus menerus menentang penjajahan dengan menumpahkan darah
mereka. Suku Metabela dan Mashona bertempur menentang penjajahan dari tahun
1893-1897. Suku Ibo ikut serta sejak tahun 1900. Sedikitnya 24.000 orang korban
jatuh dalam pertempuran di Sudan. Suatu pertempuran yang sengit terjadi pada
tahun1887, saat kaum Zulu dikalahkan. Burundi pun dikalahkan di antara tahun-
tahun 1881-1898. Suku Kilwa memberontak antara tahun1905-1906, yang
mengorbankan 120.000 orang. Kaum Hereo mempertahankan diri antara tahun 1901-
1906. Di Chad pun, 60.000 orang tewas dalam menentang penjajahan pada tahun
1900. Di Kamerun, kaum Yaonde berperang pada tahun 1896. Di Guinea, gerakan
rakyat tidak dapat dipatahkan hingga tahun 1936. Pemberontakan di Botswana
terjadi pada tahun 1895. Mesir ditundukkan pada tahun 1882. Perlawanan di Ghana,
Mali, Songhai bergolak selama 20 tahun, sebelum akhirnya dapat dipatahkan; dan
lain-lainnya. Walaupun demikian, api perlawanan meninggalkan bara yang tak dapat
dipadamkan.
4. Bumi Afrika, tahun 1882, dikuasai oleh para penjajah dari Eropa (Inggris, Prancis,
Portugal, Spanyol, Italia, Jerman, dan Belgia) hanya di daerah-daerah pesisir saja.
Dalam perebutan wilayah di Afrika, tidak jarang perusahaan-perusahaan dari negeri-
negeri Eropa saling bersaing dengan hebat, bahkan seringkali dengan perang
memperebutkan wilayah-wilayah jajahan di Afrika. Alhasil, pada tahun 1914 Afrika
dapat dikuasai sepenuhnya dan dibagi-bagi di antara para imprealis. Inilah negeri-
negeri Afrika yang dibagi-bagi di antara mereka: Alzazair, Maroko, Kepulauan
Canary, Senegal, Zambia, Guinia Portugis, Siera Leone, Liberia, Pantai Gading,
Pantai Emas, Nigeria, Kameron, Kongo, Anggola, Afrika Barat Daya, Betswana, Afrika
Selatan, Rhodesia, Mozambique, Madagaskar, Tanzania, Uganda, Kenya, Ethieopia,
Sudan, Mesir, Libya, dan Tunisia. Diplomat-diplomat dari berbagai negeri Eropa yang
mewakili kepentingan perusahaan bertemu di Eropa untuk membagi-bagi wilayah
jajahan di antara mereka. Prancis mendapatkan tanah jajahan yang paling luas,
disusul oleh Inggris.
8. Ini lah cara kapitalis mengatasi krisis, yakni dengan menggabungkan modal
mereka. Taktik baru mencapai kejayaan. Pabrik-pabrik pulih seperti sediakala.
Penganggur-penganggur kembali bekerja. Dan ada pula di antara mereka yang
diberikan gaji yang lebih besar. Semua telah pulih kembali, sekarang. Bagaimanakah
hal ini bisa terjadi?
9. Dari surat kabar diperoleh jawaban bagaimana proses pemulihan krisis tersebut
ternyata dengan mengorbankan Afrika:
Di Afrika, para kapitalis menjual barang-barang mereka yang tidak laku. Tapi,
kebanyakan penduduk Afrika terdiri dari kaum tani. Mereka bekerja sendiri dan
mempraktekkan barter untuk memperoleh apa yang mereka kehendaki. Mereka
harus dipaksa menggunakan mata uang. Untuk maksud itu, mereka diharuskan:
MEMBAYAR PAJAK. “Kalian harus membayar pajak kepada pemerintah,” kata
pemerintah. “Kami tidak ada uang,” ujar penduduk Afrika. “Kalau begitu, kalian
harus bekerja pada perusahaan untuk memperoleh uang,” hardik pemerintah.
Orang-orang Afrika terpaksa membayar pajak dengan menjadi buruh.
Satu lagi cara mereka untuk mendapatkan pekerja dan bahan mentah dengan gratis,
yakni dengan: RAMPASAN DAN PAKSAAN. “Kau diharuskan menanam kopi di ladang
kau untuk perusahaan,” paksa kapitalis. “Bagaimana pula dengan makanan kami?
Apa yang bisa kami makan?” Tanya penduduk Afrika. “Barangsiapa yang ingkar, tidak
mau menanam kopi akan dipotong tangan dan kaki mereka,” balas kapitalis dengan
ancaman.
Keela (23 tahun): “Daerah kami tak mampu menghasilkan produksi sebanyak yang
dikehendaki oleh perusahaan. Untuk memaksa kami kerja lebih keras, mereka
mengurung 50 orang perempuan dan anak-anak dalam satu rumah. Mereka dilarang
keluar selagi kerja belum selesai. Mereka tidak diberi udara bersih, lampu, makanan
dan air. Mereka disiksa dan kami selalu mendengar jeritan mereka sambil kami
bekerja. Perusahaan memberi waktu 3 minggu untuk menghasilkan getah. Banyak di
antara perempuan dan anak-anak yang meninggal.
Sita (14 tahun): “Kami tidak dibenarkan mengerjakan tanah kami sendiri. Kami
bekerja keras untuk perusahaan sepanjang waktu. Kami kelaparan. Walaupun hasil
yang kami hasilkan lumayan banyak tetapi makanan kami seperti sampah. Dalam
tahun-tahun yang buruk, banyak petani mati kelaparan dan mayat mereka
bergelimpangan di atas ladang dan jalan.”
M’Bezi (31 tahun): “Tahun lalu kering kerontang. Hasil pun merosot. Kami tidak
memiliki biji-bijian untuk makanan. Kami makan rumput dan akar-akaran. Mereka
yang tua mati kelaparan. Banyak yang meninggalkan rumah mereka dan bersembunyi
di dalam hutan. Perusahaan pun memerintahkan pemburu dan prajurit-prajurit
untuk mengejar mereka yang lari. Mereka bersembunyi di dalam gua-gua di mana
mereka mati kelaparan.”
Kaywana (18 tahun): “Kami telah kehilangan tanah. Kami telah kehilangan lembu
dan binatang ternak. Kami adalah budak bagi orang kulit putih. Kami tidak punya
apa-apa, kami tak punya hak dan tak ada undang-undang. Jika ada orang yang
membantah atau mencoba memberontak, ia akan dibunuh.”
Pegawai penjajah, tanpa nama. “Aku sendiri telah membunuh 150 orang. Banyak
anak-anak dan perempuan dibunuh. Aku telah memotong 60 tangan dan
menggantung mayat-mayat mereka di tengah-tengah kota. Sepanjang ingatanku,
1500 orang telah dibunuh di perkebunan saja,” ujar salah seorang kaki tangan
penjajah, mengakui.
11. Rasialisme. Bangsa Afrika diajarkan agar memiliki rasa hina dan rendah diri.
Ilmuwan kulit putih konon katanya sudah membuktikan bahwa bangsa Afrika tidak
mempunyai kecerdasan otak yang sama dengan bangsa kulit putih; konon, bangsa
kulit hitam memang merupakan satu bangsa yang liar dan tidak dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri. Dengan cara-cara tersebut, yakni mengabarkan berita dan
kesimpulan bohong, orang-orang kulit putih memiliki alasan untuk menindas bangsa
Afrika, yang konon wajar dan tak berdosa. Kalian dihidupkan di muka bumi ini untuk
menolong kapitalis yang sudah kaya itu menjadi lebih kaya lagi. Kapitalisme hidup
di atas kemiskinan petani dan kehancuran nilai-nilai kemanusiaan. Pabrik-pabrik
besar di Eropa berjalan lancar atas pemerasan dan perbudakan rakyat Afrika.
12. Keadaan di Afrika yang telah ditaklukkan. Sebuah pemerintahan didirikan di sini.
Pemerintah di Eropa telah melantik seorang Gubernur tanah jajahan. Pegawai-
pegawai kulit putih dan tentara-tentara akan memastikan bahwa setiap orang
membayar pajak dan mematuhi majikan perusahaan. Mereka yang menganggur dan
tak punya tempat tinggal ditempatkan dalam pondok. Mereka telah diusir dari tanah
mereka. Sebagian dari mereka bekerja sebagai pelayan, pekerja kebun atau
penggembala, yang lain mengabdi sebagai pejabat atau sebagai polisi. Berbagai
bahan mentah dibawa dengan kapal ke perusahaan-perusahaan di Eropa. Ini lah apa
yang dikatakan tanah jajahan.
13. Imprealisme dalam bentuk kartel dan monopoli telah menguasai Afrika dan
seluruh dunia. Imprealisme telah membagi dunia menjadi tiga kategori atau
golongan:
A. Imperialis, yaitu negeri kapitalis yang memeras negeri lain untuk menggerakkan
pabrik pabriknya;
C. Negeri-negeri yang tergantung, yaitu negeri di mana kapitalis bisa memeras tanpa
menjajah secara langsung. Misalnya: bekerjasama dengan pemerintah setempat.
14. Bagi kapitalis, imprealisme adalah kebutuhan mereka, seperti udara di sekeliling
mereka. Tanpa imprealisme, mereka akan mati. Semua bahan mentah yang bisa
dibawa, akan dibawa dan diserahkan kepada perusahaan-perusahaan monopoli.
Negeri kapitalis tak memiliki bahan mentah yang cukup untuk melayani keserakahan
mereka. “Semua bahan-bahan mentah terpaksa dibagikan di antara kami, yakni di
antara perusahaan-perusahaan raksasa,” kata kapitalis-kapitalis besar. Mereka
mendapatkan bahan-bahan mentah dari negeri-negeri asing: tanah jajahan dan
negeri-negeri yang bergantung kepada mereka. Pabrik-pabrik besar menghasilkan
banyak barang. “Tentu kami tidak dapat memasarkan semuanya di dalam negeri
kami ini. Kami harus membuat perjanjian mengenai berapa banyak barang yang
dapat kami jual di sini, di negeri kami,” demikian para kapitalis melakukan berbagai
perjanjian-perjanjian yang saling menguntungkan di antara mereka. Mereka
memasarkan banyak barang ke tanah jajahan dan negeri-negeri yang bergantung
(kepada mereka). Mereka merasa sangat beruntung karena mempunyai perusahaan-
perusahaan seperti itu, walau para kapitalis itu tidak dapat menanamkan
keuntungan di negeri asalnya. “Semua kesempatan penanaman modal yang ada telah
direbut oleh pemodal-pemodal seperti aku, yang lebih besar” katanya. Mereka
terpaksa menanamkan keuntungan mereka di tanah jajahan, di negeri-negeri lain
yang bergantung kepada mereka.
1923: Di Jerman, uang tidak bernilai. Segenggam lobak di pasar berharga 15 juta
Mark Jerman!
1926: Di Inggris, jutaan rakyat turun ke jalan, yang dihalau oleh polisi dengan
senjata.
1932: Ivan Kreuger, seorang kapitalis Swedia yang paling besar tidak dapat
menyelamatkan pabriknya dari kebangkrutan. Dia kemudian bunuh diri.
1935: Perdagangan tidak mungkin dapat berjalan jika seperti itu terus. Suatu
tindakan perlu segera diambil segera. Keadaan perdagangan Jerman tidak
mempunyai tanah jajahan. Mereka tahu bahwa masalah mereka tidak mungkin dapat
diselesaikan secara damai. Lalu mereka memberikan bantuan uang kepada Hitler.
5. Perang Dunia II bergolak. Jerman, Jepang dan Italia kalah dalam Perang Dunia ke-
2. Sekutu—salah satunya Uni Sovyet—berada pada pihak pemenang. Mari kita lihat
perkembangan Uni Sovyet. Rakyat Rusia meramalkan bahwa revolusi akan tersebar
ke seluruh benua Eropa dan mereka bersedia memberikan bantuan kepada pekerja-
pekerja di sana. Pertani-petani mencoba mengusahakan tanah agar semua orang
mendapat makanan, tetapi tanaman tidak memberikan hasil yang baik pada masa
itu dan makanan tidak mencukupi. Kemudian imperialis menyerang. Mereka
mengirimkan agen intelejen dan mata-mata untuk bekerja sama dengan bekas-bekas
kapitalis yang memusuhi para buruh. Kemudian, Uni Sovyet diserang dari luar dan,
pada masa yang sama pula, perang saudara pun meletus. Banyak rakyat Rusia yang
menjadi korban. Rakyat memerlukan makanan dan senjata untuk mempertahankan
diri mereka. Bantuan luar tidak ada. Sebuah pabrik yang cukup besar diperlukan
untuk menghasilkan senjata dan alat-alat pertanian. Tindakan harus segera diambil.
Tetapi, Uni Sovyet pada tahun 1945, berbeda dengan keadaannya dibandingkan
dengan Uni Sovyet pada tahun 1917. Apa yang telah terjadi terhadap Revolusi Rusia?
Banyak petani yang dipaksa bekerja di pabrik-pabrik. Para pemimpinnya tidak ada
waktu untuk menjelaskan kepada rakyat mengapa tindakan itu perlu diambil. Banyak
petani yang marah membakar ladang dan membunuh ternak mereka. Mereka yang
membantah dipenjarakan dan dihukum berat. Dalam Perang Dunia II, Rusia sekali
lagi menghadapi serangan imprealis. Beruntung imprealis tak berhasil. Sebaliknya,
prajurit-prajurit Soviet telah membebaskan beberapa negeri Eropa Timur dari
pendudukan NAZI dan kapitalis. Sebanyak 20 juta rakyat Soviet gugur di medan
perjuangan. Setelah perang selesai, pemimpin Soviet menginginkan negeri Eropa
Timur membangun satu blok yang kuat setingkat dengan blok negeri kapitalis.
Dimulailah suatu persaingan yang hebat antara pihak Timur dan pihak Barat, yang
disebut dengan ‘Perang Dingin’. Oleh karena negeri-negeri Eropa Timur lemah dan
hancur dalam peperangan, maka pimpinan Soviet dapat memperluas pengaruhnya
melalui bantuan untuk membangun kembali negeri-negeri mereka. Soviet telah
berhasil membangun sebuah negeri yang kuat dari segi industri dan pertahanan. Ia
merupakan negeri sosialis yang terkemuka di dunia. Di samping itu, Soviet juga telah
bertahun-tahun memberi sumbangannya kepada pergerakan revolusioner di seluruh
dunia, terutama di Korea dan Vietnam. Namun demikian, banyak pula yang
berpendapat bahwa negeri Soviet juga mempunyai kepentingannya sendiri dan selalu
menggunakan gerakan pembebasan lain sebagai alat untuk mencapai
kepentingannya sendiri, dan Rusia sendiri mulai berupaya seperti negeri kapitalis
lainnya dalam usahanya untuk mencari kekayaan. Hanya sejarah yang dapat
membuktikan semua prasangka tersebut. Tapi, apa yang jelas kepada kita sekarang
adalah bahwa penyatuan seluruh rakyat miskin Dunia Ketiga merupakan keharusan
untuk mengalahkan kekuasaan imperialis.
6. Revolusi meletus di Cina, Korea, Albania, Kuba, Vietnam, Kamboja, Laos, Guinea-
Bissau, Mozambik, Angola, Nikaragua, dan Zimbambwe. Petani miskin dan pekerja
mengangkat senjata berjuang untuk pembebasan mereka. Imprealis tidak mudah
menyerah. Perang rakyat berkepanjangan hingga beberapa tahun. Bom dan tentara
imprealis membunuh dan memusnahkan rakyat, serta menghancurkan alam dengan
bomnya, demi mempertahankan kepentingannya. Oleh karena itu, rakyat miskin
haruslah bersatu dan bekerja sama. Tanpa banyak bantuan dari luar, mereka
diharuskan mandiri dan akhirnya mereka berhasil mengalahkan kekuasaan imprealis.
7. Dan mereka membangun revolusi. “Kami bangun pabrik-pabrik di desa agar rakyat
tidak bertumpu pada kota saja untuk mencari pekerjaan,” kata pekerja. Dalam
perundingan rakyat di lingkungan tempat tinggalnya, diputuskan “Kami telah
memutuskan bahwa saudara masuk universitas dan mengambil jurusan kajian
permesinan, karena saudara berminat dalam bidang itu dan saudara adalah adalah
kawan seperjuangan yang sungguh setia.” Banyak orang memberikan sumbangan
bagi pembebasan negeri ini. Sekarang, perlu pula diawasi agar golongan pimpinan
partai dan serikat pekerja, penyelenggara pemerintahan dan perusahaan, serta ahli
teknik, tidak mengambil-alih kekuasaan untuk kepentingan mereka sendiri.
Administratur dan pegawai pemerintah diwajibkan bekerja di pabrik dan ladang
untuk beberapa waktu lamanya dalam setahun agar mereka tidak sombong dan
menganggap diri mereka dari golongan terbaik ketimbang kami. Univesitas dan
badan-badan lain terbuka untuk semua petani dan buruh. Petani-petani tidak harus
pindah ke kota-kota besar untuk bekerja. Pabrik-pabrik telah dibangun di pasar-
pasar kecil dan di kampung-kampung di mana rakyat tinggal. Seperti biasa, kaum
kapitalis dalam ketakutan, tapi…
9. Satu per satu, kapitalis tumbang. Keadaan ini memusingkan kapitalis-kapitalis lain
di seluruh dunia. Tindakan segera perlu diambil untuk menjamin keselamatan
mereka. Undangan dikirim ke seluruh dunia untuk menghubungi para kapitalis.
Persidangan diselenggarakan di Amerika Serikat, yang menjadi pemasok senjata
terbesar di dunia. Kapitalis AS merencanakan sesuatu untuk rekan-rekan mereka
sesama kapitalis. “Ini adalah masalah kita bersama. Masalah hidup atau mati. Kita
harus mengutamakan kelas kita dan menyingkirkan perkara-perkara lain. Kita tidak
mau terus-menerus berperang sesama negara imprealis. Kita juga tidak ingin krisis
ekonomi berulang kembali,” kata kapitalis dari Amerika itu. “Hentikan Revolusi!”
sahut kapitalis dari Inggris. Sementara, di luar gedung pertemuan, di jalanan, jutaan
rakyat pekerja di berbagai negeri sedang bergerak bersama untuk melancarkan aksi
revolusi. “Jumlah kita terlalu sedikit jika dibandingkan dengan buruh dan petani…,”
kata kapitalis yang lain. “Kita perlu bersatu,” kapitalis Amerika menekankan.
Persidangan-persidangan di Bonn, Tokyo dan Roma menghasilkan kata sepakat. “Kita
memerlukan tanah jajahan. Semasa perang kita gagal mendapatkan tanah jajahan,”
kata mereka, para kapitalis itu. “Tenanglah, kita bisa memberikan kemerdekaan
kepada tanah-tanah jajahan kita itu,” saran kapitalis Amerika. “Apa!” yang lainnya
tak sepakat. “Maksudku, sebelum mereka melancarkan revolusi,” kata kapitalis
Amerika.
11. “Kami mencapai kemerdekaan dalam tahun 1957,” kata rakyat Afrika. Berita ini
disambut dengan gembira oleh semua lapisan masyarakat. Mereka mengadakan
upacara besar. Bendera Inggris diturunkan. Pembesar Inggris juga hadir dalam
upacara tersebut untuk mengucapkan selamat tinggal. Dan bendera Afrika
dikibarkan. “Peristiwa ini sepatutnya menandakan tamatnya pemerasan! Kami tidak
lagi dianggap sebagai tanah jajahan! Kami sudah merdeka. Lalu kami berikan nama
baru kepada negeri kami. Dulunya negeri kami dikenali oleh orang Eropa sebagai
‘Pantai Emas’. Sekarang kami menamakannya GHANA, yaitu nama negeri ini sebelum
kedatangan orang kulit putih,” cerita rakyat Ghana.
12. Saat itu, mereka sungguh gembira. Akhirnya, pemerasan dan penindasan dapat
diakhiri juga. Namun, apa yang selanjutnya terjadi berlainan sama sekali dengan apa
yang mereka harapkan. Hampir seluruh penduduk negeri ini terdiri dari petani.
Kebanyakan dari mereka menanam coklat dan menjualnya kepada perusahaan.
Dahulu, mereka dipaksa menanam coklat. Sekarang, sesudah merdeka, mereka
berharap akan dapat menambah hasil penjualan mereka. Mereka hidup dalam
kemiskinan karena uang dari penjualan coklat yang sampai ke tangan mereka sangat
kecil. Pemerintah mencoba menaikkan harga, tapi usaha ini juga gagal. “Kalau kami
meminta harga tinggi, perusahaan-perusahaan tidak mau membeli coklat kami. Jadi,
kami terpaksa menjual dengan harga rendah. Kami terpaksa menjualnya juga untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Harga coklat bukan saja tidak meningkat, malah
sejak merdeka semakin menurun. Kehidupan kami tidak bertambah baik, seperti
diharapkan, tetapi sebaliknya menjadi semakin melarat,” kata petani Afrika. Tidak
ada kemajuan yang dicapai sejak merdeka dan rakyat tidak dapat menahan
kesabarannya. Dalam tahun 1961, mogok besar-besaran terjadi setelah kapitalis
menurunkan gaji buruh di kota. Mogok telah dilancarkan di Sekondi, Takoradi,
Kumasi, dan Accra. Buruh pembuat besi, buruh pelabuhan, penjaga toko, termasuk
perempuan yang berjualan di pasar, semua berhenti bekerja. Pemerintah
menjalankan berbagai usaha untuk menarik mereka agar kembali bekerja. Setelah
lebih dari tiga minggu para pekerja yang mogok ini terpaksa juga kembali bekerja
untuk mencari nafkah hidup. Makanan dan uang tabungan mereka sudah habis.
Pimpinan-pimpinan yang bertanggung jawab melancarkan pemogokkan itu dihukum
penjara. Presiden, dalam pidatonya melalui radio, telah menasihatkan mereka untuk
tenang. “Negara dalam keadaan huru-hara. Kita, janganlah memikirkan kepentingan
sendiri, tetapi haruslah mengabdi untuk negara.” Bicara memang gampang, apa lagi
bagi seorang presiden yang tinggal di rumah berhawa dingin dan mempunyai mobil
besar. “Para pejabat tidak memahami cara hidup kita yang sebenarnya. Kebanyakan
dari mereka lulusan sekolah Inggris dan banyak yang telah belajar undang-undang di
Universitas. Mereka lebih menyerupai orang kulit putih daripada orang Afrika.”
13. “Negeri kami seharusnya kaya dan makmur. Kami seharusnya mempunyai pabrik-
pabrik sendiri. Tidak seorang pun harus kelaparan lagi. Kita harus memiliki cukup
sekolah dan rumah sakit untuk memberi penghidupan kepada setiap penduduk.
Kapankah harapan ini akan tercapai? Dan hari ini pun, kami masih terus bekerja
untuk perusahaan. Tidak ada bedanya di antara dulu dengan sekarang,” kata rakyat
Afrika.
14. Sebaliknya pemerintah telah meminta lebih banyak lagi perusahaan asing
menanamkan modalnya di sini. Sekarang bukan saja Inggris yang menanamkan
modalnya, malah terdapat juga Jerman dan Amerika Serikat. Menurut pemerintah,
keadaan akan bertambah baik jika lebih banyak perusahaan asing yang menanamkan
modal di sini. Kita semua sangat paham mengenai akibat buruk yang dibawa oleh
perusahaan asing kepada kita, tetapi golongan kaya mendapatkan keuntungan yang
lumayan dari penanaman itu.
15. Pada tanggal 26 Februari, 1966, radio mengumumkan pembentukan sebuah
negara baru di bawah pimpinan presiden baru pula. Pemerintahan lama telah
digulingkan. Pihak tentara telah mengambi-alih pemerintahan dan berjanji akan
menghapuskan segala bentuk praktek yang tidak adil. Kebanyakan rakyat
menyambut berita ini dengan perasaan gembira. Itu merupakan berita baik. Rakyat
menunggu perubahan yang dijanjikan itu dengan penuh kesabaran, tapi keadaan
tidak bertambah baik. Semuanya sama seperti dulu juga. Semuannya bohong belaka.
Negara tidak didirikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, tetapi didirikan untuk
kepentingan perusahaan. “Kami tahu ini salah, tapi apa yang bisa kami perbuat?
Kebanyakan dari kami tidak bisa menulis dan membaca. Bagaimana kami dapat
mengubah keadaan?”
16. Cerita tentang sebuah negeri berkembang. Ini adalah sebuah negeri yang sedang
membangun, sebuah negeri bekas tanah jajahan, yang kini sudah mempunyai
pemerintahan sendiri, bendera dan lagu kebangsaan sendiri. Akan tetapi, negeri ini
masih dikuasai oleh imperialis. Bahan-bahan mentah yang dihasilkan oleh negeri ini
diangkut dari pertambangan dan perkebunan serta dibawa ke pabrik-pabrik besar
yang senantiasa memerlukan bahan mentah. Perusahaan-perusahaan membeli bahan
mentah dengan harga murah. Di pabrik-pabrik milik kapitalis, bahan-bahan mentah
tersebut dijadikan barang-barang pabrik. Barang-barang tersebut akan dijual
kembali kepada negeri-negeri yang sedang membangun atau atau negeri imprealis
lain dengan harga yang tinggi.
17. Satu kelas baru, yaitu kelas menengah Afrika, mulai muncul di kota-kota Afrika.
Mereka, yang digolongkan ke dalam kelas ini—termasuk pegawai pemerintah,
birokrat, pegawai, profesor universitas dan pegawai lain—mempunyai taraf hidup
yang lebih tinggi dari rakyat kecil. Adalah menjadi tanggung jawab kelas menengah
untuk memperhatikan agar semua kehendak imprealis dipenuhi—yakni: selalu bisa
mendapatkan bahan mentah dengan harga murah, agar mereka bisa mengangkut
keuntungan besar yang diperoleh dari negeri ini ke luar negeri, ke negeri imperialis
tanpa hambatan. Selagi imperialis dibenarkan mencuri kekayaan negeri-negeri yang
sedang berkembang, saat inilah rakyat bertambah miskin dan papa.
18. Akhirnya, pemerintahan yang sedang membangun akan berhutang kepada negeri
imperialis, dan pinjaman serta bantuan yang diberikan “digunakan” untuk
membangun sekolah, rumah sakit, dan fasilitas lain yang diperlukan oleh rakyat.
Namun, pengangguran, kemiskinan dan kelaparan tidak juga bias dihapuskan. Kaum
kapitalis memberikan kebebasan kepada rakyatnya dengan satu tangannya tapi,
dengan tangan lainnya, mencengkram mereka. Beginilah keadaan imprealisme hari
ini:
19. Kapitalis bisa menindas dan memeras orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
Melalui penipuan, keganasan dan kekejaman, mereka merampas hasil usaha berjuta-
juta umat manusia dan memusnahkan kehidupan mereka. Kapitalis tidak pernah
puas. Setiap hari mereka berusaha mendapatkan buruh murah, bahan-bahan mentah
yang lebih murah dan apa-apa saja yang bisa mendatangkan keuntungan. Mereka
menggunakan kapal terbang pembom, kendaraan anti peluru dan tentara untuk
membunuh siapa saja yang berusaha menuntut hak agar kekayaan di dunia ini
dibagikan dengan adil kepada seluruh penduduk, di Vietnam, Laos, Angola, India,
Palestina, Bolivia, Uruguay, Filipina, Amerika Serikat, Ethiopia, Mozambique,
Republik Dominika, Yunani, Indonesia, dan lain-lainnya. Sekarang mari kita melihat
keadaan negeri imprealis yang terkemuka di dunia, yaitu Amerika Serikat:
21. “Kemudian, kami temui pula sebuah kota besar yang dipenuhi manusia,
kendaraan dan juga penjahat. Pemandangannya tidak begitu menarik minat kami,
namun kami singgah juga di sini. Di sini, kami bertemu dengan seorang kapitalis yang
benar-benar sama saja dengan kapitalis-kapitalis lain yang pernah kami temui.”
“Selamat datang, selamat datang,” katanya. “Ada yang bisa aku bantu untuk kalian
semua?” Kami menerangkan bahwa kami hanya ingin menyaksikan kehidupan di
Amerika saat ini. Lalu dia membawa kami berjalan-jalan di kota. “Aku pantas
mengatakan bahwa Amerika adalah negeri terkaya di dunia. Rakyatnya hidup aman
dan makmur,” ujarnya. “Tidakkah Amerika kalah dalam perang Vietnam?,” ujar
kami. Kami sudah sampai. Dia membawa kami ke warung kopi. “Negeri kami
mencintai keamanan. Tapi kami harus juga mengawasi kepentingan kami di luar
negeri. Kami tahu bahwa kami mempertaruhkan nyawa prajurit-prajurit kami di
negeri-negeri yang tidak mau mempertahankan diri mereka sendiri dan itu, ternyata,
adalah suatu usaha yang sia-sia. Namun, bagaimana pun, kami masih juga berusaha,”
terangnya. Dia terus saja berbicara. Kami mengikuti dia memasuki warung kopi. Dia
mempersilahkan kami memilih makanan dan minuman yang kami inginkan.
Bermacam-macam roti, kue dan kopi dijual di tempat ini. Semuanya kelihatan enak,
kami bisa melihatnya dengan jelas dari balik kaca. “Bagaimana caranya?” tanya
kami. “Kami hanya memerlukan beberapa orang agen CIA (intelejen Amerika) yang
cakap dan langkah diplomasi yang lain, juga disertai dengan bantuan keuangan untuk
tentara agar menjaga keamanan di negeri-negeri sahabat,” katanya, sambil
membayar di kasir, uangnya sangat banyak. “Dalam keadaan tertentu, kami juga
mengirimkan tentara,” setelah membayar, dia membawa makanan dengan nampan
ke meja di hadapan kami. Dia duduk, menyeruput kopi dan melanjutkan bicara.
“Kami perlu banyak kawan di luar negeri. Mereka seperti udara untuk bernafas,
tanpa mereka kami mati.” Kami meminum kopi kami dan terus memperhatikannya
bicara. “Sekarang ini, kami tidak mempunyai tanah jajahan. Sebagai gantinya, kami
mempunyai negeri-negeri yang dikenal sebagai negeri-negeri berkembang. Tentu
sekali, kami semua menginginkan keadaan di mana seluruh manusia cukup makan
dan kebutuhan lain-lainnya untuk diri mereka. Namun, bagaimanapun, kami harus
mengutamakan diri kami sendiri,” ujar kapitalis itu, sambil menyalakan rokok. “Agar
kami bisa bersaing dalam pasar dunia, kami terpaksa membeli dengan harga murah
di satu tempat, yaitu di negeri-negeri yang sedang berkembang karena upah buruh
di sana murah.” Kapitalis itu menyudahi acara minum kopi dan mengajak kami pergi
ke tempat lain. Dia terus saja bicara sambil berjalan. “Kemana lagi perusahaan-
perusahaan kami yang besar-besar akan pergi kalau tidak ke negeri-negeri yang
sedang berkembang, yang sedang membangun. Pemerintah Amerika membantu
pergerakan dan pemerintahan tangan besi seperti di Filipina, Pakistan, Korea
Selatan, Brazil dan Spanyol.”
22. Kami melangkahkan kaki di trotoar salah satu jalan di Amerika, di mana-mana
yang terlihat adalah manusia yang sibuk lalu lalang, papan reklame dari ukuran
paling kecil sampai yang paling raksasa. Kami juga menyaksikan buruh-buruh
bangunan yang sedang sibuk mendirikan gedung berpuluh-puluh lantai. “Kalau kami
tidak memanfaatkan keadaan di negerri-negeri yang sedang membangun,
perusahaan-perusahaan kami mungkin terpaksa ditutup, beribu-ribu pekerja akan
kehilangan pekerjaan,” dia berbicara sambil menoleh ke belakang, ke arah kami,
dengan memperlihatkan senyuman licik. Akh, dasar kapitalis. Jadi, orang-orang di
sini hidup di atas titik-titik keringat orang-orang miskin yang bekerja di negeri-negeri
lain, pikir kami, muram. Ini adalah suatu keadaan yang sangat menyedihkan.
“Jumlah buruh terlalu banyak, sedangkan jumlah kapitalis sangat kecil. Tidakkah
anda khawatir pada suatu hari nanti buruh-buruh akan merebut kekuasaan?” tanya
salah seorang di antara kami. “Kami tak perlu terlalu yakin dengan perkara seperti
itu,” dia melirik kami, lagi-lagi dengan senyumannya yang licik. Dia lantas
melanjutkan, “tetapi, selagi mereka masih percaya kepada kepala negara, saat
itulah pemberontakkan tidak akan terjadi.”
24. Perjalanan kami sampai di tempat yang sangat ramai, mall, pusat perbelanjaan
yang menjadi pasar. Mall dipenuhi teriakan orang-orang yang menawarkan barang-
barang. Banyak orang yang membeli karena harus memenuhi kebutuhan mereka.
Bermacam cara digunakan untuk menarik pembeli, di antaranya diskon, beli dua
gratis satu dan banyak lagi, bahkan sampai ada yang menawarkan diskon 50%.
Barang-barang memang sangat banyak dan melimpah: pakaian, kaus kaki, beras,
buah-buahan, minyak wangi, barang-barang keramik, elektronik, bermacam-macam
lagi banyaknya. Kapitalis itu kelihatan sangat bahagia menyaksikan aktivitas di Mall.
25. Ia lalu mengajak kami menaiki tangga eskalator, salah satu capaian teknologi
modern. Dan ia terus bicara. “Perusahaan-perusahaan besar kami menghasilkan
barang-barang yang sudah tentu dapat pasaran. Jika barang-barang ini tidak dapat
dijual maka, terjadilah…,” ia menjejakkan kaki di ujung tangga eskalator, “ KRISIS,”
ucapnya dengan suara yang agak gemetaran. Terlihat perubahan air mukanya yang
nampak seperti bingung, dan suaranya pun mulai meninggi. “Orang-orang akan
membeli barang-barang kami, seperti baju, selimut, lipstik, kaus kaki, rumah, mobil,
penyubur rambut…,” dia sudah mulai tidak terkontrol, suaranya makin meninggi dan
kedua tangannya diangkat ke atas. Orang-orang di mall memperhatikan ulahnya.
Kami menjadi agak malu. “…Rokok, mobil, gas, tirai, AC, alat-alat listrik, kerupuk,
pasta gigi, kertas, televisi, sepeda motor, mainan kanak-kanak, pulpen,” dia
menyemburkan nama berbagai jenis barang dengan berteriak. Kami jadi menutup
telinga dibuatnya dan melarikan diri.
26. Kami meninggalkan dia yang sudah mulai meracau karena ia teringat krisis. Kami
berempat berjalan-jalan tanpa suatu tujuan tertentu. Apa yang kami dengar dan
kami lihat membuat kami merasa kurang senang. Kami merasa seolah-olah
senantiasa dikejar oleh kapitalis ke mana saja kami pergi. Di hutan rimba Afrika atau
pun di gedung-gedung besar di Amerika, kami tidak mungkin dapat melepaskan diri
dari keganasan dan penipuan kapitalis.
27. Kami tiba di sebuah pabrik. Kami membuka pintu dan mengintip ke dalamnya.
Beruntung, tak ada penjaga, kami bisa masuk ke dalam pabrik dan ingin berbincang-
bincang dengan salah seorang buruh di sini. Para buruh duduk dalam sebuah ruangan
yang besar dan bising. Kami menunggu hingga tiba jam istirahat agar kami bisa masuk
dan berbincang dengan mereka. Ini lah pengalaman-pengalaman buruh-buruh yang
terpaksa menjual dirinya pada kapitalis.
En. Z :
“Radioku membantu membangunkanku pada pukul 6, setiap pagi. Aku tidak langsung
bangun. Aku berbaring dulu sambil mendengar berita di radio. Kira-kira 15 menit
kemudian, barulah aku bangun dan mandi. Untuk sarapan pagi, biasanya aku minum
segelas besar kopi untuk menahan kantuk, beberapa butir telur dan daging. Aku
membangunkan isteriku, antara jam 6.30 dan 7.00 pagi. Isteriku pun bekerja. Kami
berdua harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku bekerja di pabrik
perakitan barang-barang elektronik. Aku harus tiba di tempat kerja tepat pukul 8.00.
Kalau tidak, gajiku pada hari itu bisa dipotong. Di pabrik, aku akan diberikan
beberapa kotak sirkuit elektronik untuk diuji. Bagianku bekerja 24 jam sehari. Aku
menyambungkan sirkuit elektronik ini ke sebuah alat komputer yang akan
mendeteksi sirkuit-sirkuit yang rusak. Sirkuit-sirkuit yang rusak akan aku singkirkan
ke sebelah sini, dan akan diambil pada waktu tertentu. Aku tidak mau berpikir apa
yang aku kerjakan setiap hari. Kalau aku pikirkan, aku mungkin jadi gila—kerja ini
sungguh membosankan. Perusahaan banyak mengambil buruh perempuan dari
Meksiko. Dulu, mereka melakukan pergerakan, persatuan. Akibatnya, sebuah
perusahaan ditutup dan dipindahkan ke Puerto Rico karena buruh-buruh di situ
mengambil tindakan yang, sebenarnya, sesuai dengan peraturan. Sekarang,
persatuan sudah tidak ada lagi karena buruh-buruh takut kehilangan pekerjaan
mereka. Jumlah pengangguran di kota ini telah naik sebesar 87,2% karena banyak
orang luar datang ke sini untuk mencari pekerjaan. Aku sekarang berumur 50 tahun.
Aku pernah bekerja di pabrik pembuat kapal terbang. Aku bekerja di sana selama 29
tahun. Kemudian mereka memberhentikan aku, satu tahun sebelum aku layak
menerima pensiun.”
Kami meninggalkan pabrik tersebut dan pergi ke seberang jalan, ke sebuah warung
kopi. Di sini kami mengobrol dengan seorang pelayan warung kopi tersebut, yakni:
Nyonya P:
“Ini adalah warung yang paling murah di kota ini. Aku mendapatkan upah sebanyak
$1.25 sejam tanpa uang makan. Aku mendapatkan $2.00 sejam dari pemberian tip.
Aku bekerja giliran saat sarapan pagi dan tengah hari, yaitu dari pukul 1 pagi hingga
pukul 2 sore. Tempat ini sungguh sibuk dengan pelanggan dan kadang kala mereka
terpaksa menunggu. Manajer senantiasa mengawasi pekerjaan kami. Selepas kerja,
aku mengambil anakku pulang dari sekolah. Aku pulang ke rumah dan kemudian aku
atau anakku menyediakan makan malam. Di malam hari, aku merasa sangat letih,
tambahan pula dengan anak-anak yang nakal. Rumah sewaan kami juga terlalu
sempit. Beberapa waktu yang lalu, tuan pemilik rumah tempat kami tinggal berusaha
menaikkan sewa sebanyak $50.oo sebulan. Kami membantah. Kami beramai-ramai
mengorganisasikan suatu persatuan penyewa rumah dan kemudian membawa
perkara ini ke pengadilan. Tuan rumah ini menggandeng sebuah perusahaan
pengembang perumahan. Oleh karena perusahaan mereka tidak memperbaiki
kerusakan, maka mereka kalah dalam perundingan di pengadilan. Tapi, baru-baru
ini, aku mendengar mereka ingin memberikan gedung ini untuk dijadikan gedung
perkantoran. Jadi, orang-orang miskin akan diusir keluar dan digantikan dengan
kantor-kantor perusahaan kaya. Dengan cara ini, mereka akan memperoleh lebih
banyak untung.”
28. Seluruh kekayaan dunia dikuasai oleh segelintir manusia. Inilah dunia, yang
digenggam oleh tangan-tangan segelintir kapitalis. Perusahaan-perusahaan besar
yang memproduksi berbagai barang-barang dan jasa-jasa kebutuhan manusia
dikuasai oleh segelintir kapitalis. Mereka tak bekerja, mereka seperti dalang yang
memainkan boneka-boneka. Mereka mengontrol jalannya perusahaan dalam
berproduksi dan menyalurkannya. Tak ada yang tak dimiliki kapitalis. Ilmu
pengetahuan, teknologi, kesehatan, segala jenis barang dan jasa. Mereka bisa
membuat orang saling berkelahi untuk memperebutkan kekayaan, mereka bisa
membuat negeri-negeri saling berperang. Para pemimpin negara berlomba-lomba
dan saling berebutan menjadi kaki tangan kapitalis. Mereka berada pada posisi paling
di atas, memandang ke bawah sambil menggenggam dunia. Sementara para pekerja
dan rakyat miskin memikul beban yang diberikan oleh kapitalis. Para buruh
dipekerjakan di pabrik-pabrik dan menghasilkan kekayaan yang dimiliki kapitalis.
Buruh berada pada posisi yang paling bawah, menanggung beban yang sangat berat.
Seorang Perwira Angkatan Laut AS, berkata: “Kami harus menjadikan negeri ini
negeri yang terkemuka di dunia. Sebuah negeri yang mempunyai kekuatan angkatan
laut terbesar sehingga dapat menguasai terusan-terusan utama. Negeri yang
memiliki pangkalan-pangkalan tentara laut di Lautan Pasifik dan Atlantik, dan negeri
yang mempunyai hubungan perdagangan yang kuat, sekelas dengan penguasa-
penguasa lain di Lautan Pasifik dan Timur Jauh.” (Kapten Alfred Mahan)
Golongan Intelektual juga berkata: “Upaya yang telah dimulai oleh bangsa Inggris,
yakni ketika mereka menaklukkan Amerika Utara, perlu diteruskan sehingga setiap
kawasan di muka bumi ini, yang belum beradab akan menerima sifat Barat baik dari
segi bahasa, agama, politik dan tradisi.” (John Fiske, Sejarahwan)
Dan pemerintah juga berkata: “Kedatangan kami ke Puerto Rico bukanlah bertujuan
memerangi rakyat negeri ini yang telah menjadi mangsa pemerasan sejak berabad-
abad lamanya. Kami datang untuk memberikan perlindungan kepada kalian dan
harta benda kalian. Kami datang membawa kemakmuran kepada negeri ini;
kemakmuran yang akan diperoleh sebagai hasil dari pemerintahan liberal yang
dipraktekkan oleh negeri kami.” (Jeneral Miles, Panglima Tentara Amerika Serikat
yang menaklukkan Puerto Rico)
Rakyat berkata: “Tapi kami ditipu. Kami bekerja untuk kepentingan kapitalis
Amerika Serikat. Semua industri perdagangan dan pertanian di negeri kami
dimonopoli oleh kapitalis Amerika. Kemakmuran yang mereka janjikan itu telah
menjadi penindasan.” (Rakyat Puerto Rico)
Penderitaan rakyat Puerto Rico dikisahkan oleh kapitalis Amerika Serikat sebagai
kisah Kejayaan Puerto Rico:
“Anda juga bisa merasakan semua pengalaman manis yang pernah dinikmati oleh
para pengusaha lain di Puerto Rico. Anda bisa mendapatkan untung yang lebih besar.
Semua keuntungan yang anda dapatkan akan menjadi milik anda sepenuhnya. Anda
bisa memperoleh sebanyak apapun buruh yang anda inginkan—dengan jumlah upah
yang telah ditentukan. Anda akan dapat menjalankan bisnis anda dengan penuh
keyakinan, karena di sinilah, satu-satunya tempat di dunia ini, yang menjadi tanah
jajahan Amerika Serikat masa kini. Barang-barang produksi anda akan dijual di pasar
Amerika Serikat tanpa dikenakan sedikit pun pajak. Pengusaha akan dapat
menikmati 100% keuntungan tanpa pajak untuk barang-barang produksi mereka
selama 30 tahun. Melihat banyaknya halangan dan rintangan yang dihadapi oleh para
pengusaha pada hari ini, seperti naik turunnya nilai uang, inflasi, kedudukan
ekonomi yang tidak stabil serta persaingan yang begitu hebat, maka aku
berpendapat bahwa adalah sangat baik bila anda sekalian mempertimbangkan
manfaat-manfaat yang disediakan di Puerto Rico. Kami pikir tidak ada tempat lain
yang dapat menandingi Puerto Rico.” (Kapitalis Amerika)
31. Di tengah-tengah kota, terdapat bank, hotel dan toko-toko besar. Begitu juga
dengan pengacara, Tuan Pemilik Kapal, dan perusahaan-perusahaan. Masing-masing
memiliki kantor sendiri di tengah-tengah kota, karena kawasan inilah yang menjadi
pusat keramaian. Mereka mengunjungi kawasan ini beramai-ramai hendak membeli
barang-barang produksi kapitalis, mengunjungi bank-bank kapitalis, atau tinggal di
hotel-hotel milik kapitalis. Gedung-gedung yang dibangun terlalu tinggi dan terlalu
rapat dari yang seharusnya, karena pihak yang menata kota ingin memastikan bahwa
kelas kapitalis memperoleh keuntungan yang besar.
32. Cerita Sebuah Hotel. Empat orang kaya berunding—mereka adalah direktur
perusahaan penerbangan, pimpinan perusahaan property (perumahan), dan seorang
arsitek terkenal, yang berjumpa dengan seorang manajer bank. “Hotel sangat
menguntungkan,” kata direktur perusahaan penerbangan. “Hotel itu haruslah
besar,” tanggap si Arsitek. “Di tengah-tengah kota,” ujar pimpinan perusahaan
perumahan. “Aku tahu di mana ada tanah yang murah,” kata pegawai bank yang
memang banyak tahu soal tanah, karena orang-orang sering menjaminkan tanahnya
ketika meminjam uang di banknya. Dia pun menelpon. “Walikota, kami telah
mendirikan perusahaan perhotelan. Kami ingin membangun hotel di tanah Dewan
Kota. Bisa?” “Tanah itu dekat dengan rumah petak. Orang-orang di situ
menginginkan dibangun sekolah dan taman. Tidak adakah tempat yang lainnya?”
“Sebenarnya ada di kota lain. Tapi sayang sekali, lahan itu sangat sesuai untuk
membangun hotel. Benar, kan?” “Ya, tapi tidak adakah lahan lain?” “Tidak ada,
hanya itu saja yang cocok.”
“Akhirnya, tanah itu dibangun juga. Syukurlah, sekarang taman dan sekolah akan
dibangun,” kata seorang warga sambil memandangi tanah yang sekarang sedang
dikeruk Buldozer. “Bukan, hotel yang akan dibangun di sana,” balas kawannya.
“Hotel? Sekolah dan taman tidak bisa dibangun. Nanti cahaya dan udara akan
berkurang. Alangkah bodohnya, Kita harus protes!” Warga yang menginginkan
pembangunan sekolah dan taman mengajukan protes. Ratusan lembar surat protes
dilayangkan kepada Walikota.
“Apa ini? Protes dari warga. Mereka itu bodoh!” kata Walikota yang banyak sekali
menerima surat protes. “Sekolah dan taman hanya akan makan biaya. Hotel lah yang
akan memberikan keuntungan kepada kita,” lanjut Walikota sambil membuang
semua surat protes ke tong sampah. Ia tak menanggapi protes warga.
Akhirnya hotel berdiri dengan megahnya di antara rumah petak warga kota.
Tamat