Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006)
a. Predisposisi
1) Faktor Genetik
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika
dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35%.
2) Faktor Neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya
dopamin, serotonin, dan glutamat
a) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter.Dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotonin.
b) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
c) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
b. Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
d. Tahapan Halusinasi
1) Tahap pertama
Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan
tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi bersifat
menyenangkan. Adapun karakteristik yang tampak pada individu
adalah orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti
ansietas, kesepian, merasa takut serta mencoba memusatkan
penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas.
2) Tahap kedua
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan
tingkat kecemasan yang berat. Adapun karakteristik yang tampak pada
individu yaitu individu merasa kehilangan kendali dan mungkin
berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersiapkan,
individu mungkin merasa malu dengan pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain.
3) Tahap ketiga
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan
tingkat ansietas berat, pengalaman sensori yang dirasakan individu
menjadi penguasa. Adapun karakteristik yang tampak pada individu
adalah orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasinya dan membiarkan halusinasi tersebut menguasai dirinya,
individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori
tersebut berakhir.
4) Tahap keempat
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan
tingkat ansietas panik. Adapun karakteristik yang tampak pada
individu adalah pengalaman sensori mungkin menakutkan jika
individu tidak mengikuti perintah, dimana halusinasi bisa berlangsung
beberapa jam atau beberapa hari, apabila tidak ada intervensi
terapeutik
e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan melindungi diri.
Mekanisme koping menurut Yosep, 2009 meliputi cerita dengan orang lain
(asertif), diam (represi/supresi), menyalahkan orang lain (sublimasi),
mengamuk (displacement), mengalihkan kegiatan yang bermanfaat
(konversi), memberikan alasan yang logis (rasionalisme), mundur ke tahap
perkembangan sebelumnya (regresi), dialihkan ke objek lain, memarahi
tanaman atau binatang (proyeksi).
f. Sumber Koping
Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh
gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti
intelegensi atau kriativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping karena
mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga
dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,
ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan
dukungan secara berkesinambungan Fitria, (2012).
g. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan
perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami
kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya
yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interprestasi yang
dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus
yang diterima.
Rentang respon :
Respon Adaptif Respon
maladaptif
a. Pengkajian
1) Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal
dirawat, tanggal pengkajian, nomor rekam medic
2) Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi
factor biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
3) Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap
persepsi merasa perasaan, afek pasien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian,
dan daya tilik diri.tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku
agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan
gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas.
4) Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan
social dan spiritual
5) Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam
6) Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif
maupun maladaptive
7) Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
8) Jenis halusinasi yang dapat diketahui dari data subjektif dan data
objektif
9) Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian
tentang jenis halusinasi.
10) Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi.
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi
terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin jam
berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus menerus atau
hanya sekal-kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau
setelah terjadi kejadian tertentu.
Analisa Data
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2) Isolasi sosial : menarik diri
c. Rencana Keperawatan
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/30647554/KEPERAWATAN_JIWA_HALUSI
NASI
LAPORAN PENDAHULUAN
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari :
1) Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2) Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar, ketus.
3) Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4) Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5) Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6) Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
7) Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
d. Mekanisme Koping
1) Sublimasi
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
2) Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik.
e. Sumber Koping
Menurut Stuart & Laraia, sumber koping dapat berupa aset ekonomi,
kemmpuan dan keterampilan, dukunan sosial dan motivasi. Hubungan antara
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting.
Sumber koping sangat dibutuhkan karena dapat meningkatkan pilihan
seseorang dalam mengatasi stres.
f. Rentang Respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2) Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan
3) Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
4) Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain
5) Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi
data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa
keperawatan.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual.
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine
meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh
energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
d. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
a. Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek
dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat.
b. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
c. Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan.
d. Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Analisa data
MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
PROSES TERJADINYA MASALAH
I. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri
dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang di
manifeetasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan
tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (
Balitbang,2007 )
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan
interpresonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu
fungsi seseorang dalamhubungan sosial (Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial adalah percobaan menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Keliat, budi anna
1998). Kesimpulan : isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana
indifidu tidak mau mengadakan interaksi terhadap komunitas
disekitarnya, atau sengaja menghindari untuk berinteraksi yang di
karnakan orang lain atau keadaan di sekitar diangap mengancam bagi
individu tersebut.
II. Faktor predisposisi
Faktor tumbuh kembang Faktor perkembangan kemampuan
membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama
proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas
yang harus dilalui individu dengan sukses, karna apabila tugas
perkembangan ini tidak terpenuhi akan
menghambat perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayan
g, perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan
membari rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
III. Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
IV. Perilaku (Tanda dan Gejala)
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial:
Kurang spontan
Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
Ekspresi wajah kurang berseri
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
Mengisolasi diri
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
Asupan makanan dan minuman terganggu
Retensi urine dan feces
Aktivitas menurun
Kurang energi ( tenaga )
Rendah diri
Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin ( khususnya
pada posisitidur )
V. Mekanisme Koping
Mekanisme koping Mekanisme pertahanan diri yang sering
digunakan pada masing-masing gangguan hubungan sosial yaitu
regresi, proyeksi, persepsi dan isolasi (Riyadi & Purwanto, 2009).
1) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
2) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang
tidak dapat diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba
di kesadaran.
3) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang
mengakibatkan timbulnya kegagalan defensif dalam
menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan
antara sikap dan perilaku (Damaiyanti, 2012).
VI. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan
Sp 2p :
Sp 3p :
https://www.academia.edu/36946488/LAPORAN_PENDAHULUAN_KEPERA
WATAN_JIWA_ISOLASI_SOSIAL
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/162/jtptunimus-gdl-nitaindria-8092-2-
babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/162/jtptunimus-gdl-nitaindria-8092-2-
babii.pdf
LAPORAN PENDAHULUAN
Masalah Utama
Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009)
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan. ( Towsend,2008)
a. Penyebab
b. Faktor predisposisi
Jangka pendek :
h. Rentang respon
a. Pengkajian
1) Identitas klien meliputi Nama, Umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,
pengkajian, nomor rekam medic.
2) Factor predisposisi merupakan paktor pendukung yang meliputi factor
biologis factor fisikologis social budaya dan factor genetic.
3) Factor presifitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap presepsi
merasa perasaan ,afek pasien, interaksi selama wawancara presepsi,proses
pikir, tingkat keasadaran, memori,tingkat konsentrasi dan berhitung.
4) Pisikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
5) Mekanisme koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaftif
6) Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
7) Jenis halusinasi yang dapat diketahui dari data subjektif dan objektif\
8) Isi dari harga diri rendah
Data tentang harga diri rendah dapat diketahui dari data hasil pengkajian
tentang jenis harga diri rendah
9) Waktu frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya harga diri
rendah
10) Respon dari harga diri rendah
Analisa data
Diagnosa keperawatan
SP IV P
1 Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas
dirumah termasuk minum
obat
2 Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang
Daftar pustaka
Masalah Utama :
Defisit Perawatan Diri
Keadaan ketika individu mengalami hambatan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari (Towsend, 2010). Kurang
perawatan diri merupakan keadaan ketika individu mengalami suatu
kerusakan fungsi motorik atau funhsi kognitif, yang menyebabkan penurunan
kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktivitas perawatan
diri antara lain:
1. Makan
2. Mandi/Higiene
3. Berpakaian dan berhias
4. Toileting
5. Instrumental (menggunakan telepon, menggunakan transporttasi,
menyetrika, mencuci pakaian, menyiapkan makanan, berbelanja,
mengelola keuangan, mengkomsumsi obat)
1) Perkembangan
2) Biologi
b. Presipitasi
1) Body Image
2) Praktik Sosial
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygine sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pda pasien penderita
DM ia harus menjaga kebersihan kakinya
5) Budaya
6) Kebiasaan Seseorang
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut :
1) Mandi/Hygiene
2) Berpakaian/berhias
3) Makan
4) Eliminasi
d. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (Stuart &
Sundeen, 2000) yaitu :
1) Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
2) Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
e. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
a. Pengkajian
Data primer (Subjektif)
- Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin, atau di RS
tidak tersedia alat mandi.
- Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
- Klien mengatakan ingin disuapin makanan.
- Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah
BAK/BAB.
Data Sekunder (Objektif)
Analisa Data
-Tidak mampu
berpakaian
-Minat
melakukan
perawatan diri
kurang
3. DS: Skizofrenia dan Defisit perawatan
gangguan diri : makan
Menolak melakukan
psikotik lain
perawatan diri
Do :
-Tidak mampu
makan sendiri
-Minat melakukan
Do :
-Tidak mampu berhias
secara mandiri
-Minat melakukan
- Mandi
- Berhias Diri
- Makan
- Toileting
- Berpakaian
c. Rencana Keperawatan
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Bercukur
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
SP 3
- Evaluasi SP 1
- Evaluasi kemampuan SP 2
- RTL Keluarga :
- Follow Up
- Rujukan
Daftar Pustaka
Stuart, Sudden, 1998.Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3.Jakarta : EGC Tarwoto
dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
https://www.scribd.com/doc/293870214/LP-DPD
https://www.scribd.com/document/378068755/SAK-DPD