Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Utama : Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006)

Proses Terjadinya Masalah

a. Predisposisi
1) Faktor Genetik
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika
dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35%.
2) Faktor Neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya
dopamin, serotonin, dan glutamat
a) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter.Dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotonin.
b) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
c) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
b. Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.

c. Prilaku (Tanda dan Gejala)


Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri,
pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan pengalaman sensori,kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dan realitas rentang perhatian yang
menyempit hanya beberapa detik atau menit, kesukaranberhubungan
dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998)
dalam Yusalia (2015).
Jenis Halusinasi Karakteristik Tanda Dan Gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan, paling
sering suara kata yang jelas, berbicara
dengan klien bahkan sampai percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas
dimana klien mendengar perkataan bahwa
pasien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya,
gambar giometris, gambar karton dan atau
panorama yang luas dan komplek.
Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan /sesuatu yang menakutkan
seperti monster.
Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah, urine,
fases umumnya baubau yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penciuman
biasanya sering akibat stroke, tumor, kejang /
dernentia
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urine, fases.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain

d. Tahapan Halusinasi
1) Tahap pertama
Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan
tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi bersifat
menyenangkan. Adapun karakteristik yang tampak pada individu
adalah orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti
ansietas, kesepian, merasa takut serta mencoba memusatkan
penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas.
2) Tahap kedua
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan
tingkat kecemasan yang berat. Adapun karakteristik yang tampak pada
individu yaitu individu merasa kehilangan kendali dan mungkin
berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersiapkan,
individu mungkin merasa malu dengan pengalaman sensorinya dan
menarik diri dari orang lain.
3) Tahap ketiga
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan
tingkat ansietas berat, pengalaman sensori yang dirasakan individu
menjadi penguasa. Adapun karakteristik yang tampak pada individu
adalah orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasinya dan membiarkan halusinasi tersebut menguasai dirinya,
individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori
tersebut berakhir.
4) Tahap keempat
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan
tingkat ansietas panik. Adapun karakteristik yang tampak pada
individu adalah pengalaman sensori mungkin menakutkan jika
individu tidak mengikuti perintah, dimana halusinasi bisa berlangsung
beberapa jam atau beberapa hari, apabila tidak ada intervensi
terapeutik

e. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan melindungi diri.
Mekanisme koping menurut Yosep, 2009 meliputi cerita dengan orang lain
(asertif), diam (represi/supresi), menyalahkan orang lain (sublimasi),
mengamuk (displacement), mengalihkan kegiatan yang bermanfaat
(konversi), memberikan alasan yang logis (rasionalisme), mundur ke tahap
perkembangan sebelumnya (regresi), dialihkan ke objek lain, memarahi
tanaman atau binatang (proyeksi).

f. Sumber Koping
Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh
gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti
intelegensi atau kriativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping karena
mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga
dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,
ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan
dukungan secara berkesinambungan Fitria, (2012).

g. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan
perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami
kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya
yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interprestasi yang
dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus
yang diterima.
Rentang respon :
Respon Adaptif Respon
maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan


pikiran
Persepsi akurat Ilusi
Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi
dengan Berlebihan atau Sulit berespon
pengalaman kurang emosi

Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak Perilaku


biasa disorganisasi
Berhubungan sosial
Menarik diri Isolasi sosial
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
1) Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal
dirawat, tanggal pengkajian, nomor rekam medic
2) Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi
factor biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
3) Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap
persepsi merasa perasaan, afek pasien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian,
dan daya tilik diri.tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku
agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan
gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas.
4) Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan
social dan spiritual
5) Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam
6) Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif
maupun maladaptive
7) Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
8) Jenis halusinasi yang dapat diketahui dari data subjektif dan data
objektif
9) Isi halusinasi
Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian
tentang jenis halusinasi.
10) Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi.
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi
terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin jam
berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus menerus atau
hanya sekal-kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau
setelah terjadi kejadian tertentu.

11) Respon Halusinasi

Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu


muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan
atau dilakukan saat halusinasi timbul.

Analisa Data

No Data Fokus Masalah


1. DS: Gangguan persepsi
Pasien mengatakan sering sensori: halusinasi
mendengar bisikan suara saat ingin pendengaran
tidur dan sholat, isi suara tersebut
yaitu menyuruh untuk sholat, suara
tersebut kadang muncul kadang
tidak, suara itu muncul lamanya
biasa 5 detik
DO:
Klien saat interaksi kadang ketawa
sendiri dan sering mondar-mandir,
kadang bicara sendiri.
2. DS: Isolasi sosial : menarik
Pasien mengatakan tidak suka diri
bergaul, di rumah pasien sering
melamun, berdiam diri dan tidak
mau bergaul dengan orang lain.
DO:
Kontak mata kurang saat diajak
berinteraksi

b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2) Isolasi sosial : menarik diri

c. Rencana Keperawatan

NO. PASIEN KELUARGA


SP I P SP I K
1 Mengidentifikasi jenis Mendiskusikan masalah yang
halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2 Mengidentifikasi isi halusinasi
MMenjelaskan pengertian, tanda
pasien dan gejala halusinasi, dan
jenis halusinasi yang dialami
pasien beserta proses
terjadinya halusinasi
3 Mengidentifikasi waktu Menjelaskan cara merawat
halusinasi pasien pasien halusinasi
4 Mengidentifikasi frekuensi
halusinasi pasien
5 MMengidentifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi
6 MMengidentifikasi respon pasien
terhadap halusinasi
7 Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi
8 MMenganjurkan pasien
memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian.
SP II P SP II K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan
MMelatih keluarga
harian pasien mempraktekkan cara merawat
pasien dengan halusinasi
2 Melatih pasien mengendalikan
MMelatih keluaraga melakukan
halusinasi dengan cara cara merawat langsung
bercakap-cakap dengan orang kepada pasien halusinasi
lain
3 MMenganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
SP III P SP III K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan
MMembantu keluarga membuat
harian pasien jadwal kegiatan aktifitas di
rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
2 MMelatih pasien mengendalikan Menjelaskan follow up pasien
halusinasi dengan melakukan setelah pulang
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien)
3 MMenganjurkan pasien
memasukan dalam kegiatan
harian
SP IV P
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2 Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
3 MMenganjurkan pasien
memasukan dalam kegiatan
harian

Daftar Pustaka

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa .


Jakarta : Salemba Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

https://www.academia.edu/30647554/KEPERAWATAN_JIWA_HALUSI
NASI
LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Utama : Perilaku kekerasan.

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif (Towsend,2011).

Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko


menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain
(Carpenito, 2010)

Proses Terjadinya Masalah

Menurut Direja (2017) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan pada


pasien gangguan jiwa antara lain
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor psikologis
a) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan.
b) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan.
c) Rasa frustasi.
d) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
e) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan
arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa
perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.
f) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik
dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-
anak tanpa faktor predisposisi biologik.
2. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon
yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat
diterima dan yang tidak dapat diterima.
3. Faktor biologis
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan
perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak kriminal
(narapidana)
c) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik
dan lobus temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi
(epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkungan.
3) Lingkungan
Panas, dan bising.
c. Tanda Gejala

Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari :
1) Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2) Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar, ketus.
3) Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4) Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut.
5) Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6) Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
7) Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
d. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada


penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain :

1) Sublimasi
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
2) Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik.
e. Sumber Koping
Menurut Stuart & Laraia, sumber koping dapat berupa aset ekonomi,
kemmpuan dan keterampilan, dukunan sosial dan motivasi. Hubungan antara
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting.
Sumber koping sangat dibutuhkan karena dapat meningkatkan pilihan
seseorang dalam mengatasi stres.
f. Rentang Respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2) Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan
3) Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
4) Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain
5) Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian.
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi
data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa
keperawatan.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual.
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine
meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh
energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
d. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji


individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :

a. Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek
dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat.
b. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
c. Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan.
d. Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

Analisa data

No Data Fokus Masalah


1 DS : Perilaku kekerasan
- Klien mengatakan benci atau
kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan
menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
DO :
- Mata merah, wajah agak
merah.
- Nada suara tinggi dan
keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang
lain.
- Ekspresi marah saat
membicarakan orang,
pandangan tajam.
- Merusak dan melempar
barang-barang.
Diagnosa Keperawatan : Perilaku Kekerasan
Rencana Asuhan Keperawatan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah ….x pertemuan, pasien SP I
- Mengidentifikasi mampu : - Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku
penyebab dan tanda - Menyebutkan penyebab, kekerasan
perilaku kekerasan tanda, gejala dan akibat - Latih cara fisik 1 : Tarik nafas dalam
- Menyebutkan jenis perilaku kekerasan - Masukkan dalam jadwal harian pasien
perilaku kekerasan yang - Memperagakan cara fisik 1
pernah dilakukan untuk mengontrol perilaku
- Menyebutkan akibat dari kekerasan
perilaku kekerasan yang
dilakukan Setelah ….x pertemuan, pasien SP 2
- Menyebutkan cara mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
mengontrol perilaku - Menyebutkan kegiatan yang - Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal
kekerasan sudah dilakukan - Masukkan dalam jadwal harian pasien
- Mengontrol perilaku - Memperagakan cara fisik untuk
kekerasannya dengan mengontrol perilaku kekerasan
cara :
- Fisik Setelah ….x pertemuan pasien SP 3
- Sosial / verbal mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
- Spiritual - Menyebutkan kegiatan yang - Latih secara sosial / verbal
- Terapi psikofarmaka sudah dilakukan - Menolak dengan baik
(patah obat) - Memperagakan cara sosial / - Meminta dengan baik
verbal untuk mengontrol - Mengungkapkan dengan baik
perilaku kekerasan - Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan, pasien mampu SP 4
: - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3)
- Menyebutkan kegiatan yang - Latih secara spiritual:
sudah dilakukan - Berdoa
- Memperagakan cara spiritual - Sholat
- Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan pasien SP 5
mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2,3&4)
- Menyebutkan kegiatan yang - Latih patuh obat :
sudah dilakukan - Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B
- Memperagakan cara patuh - Susun jadwal minum obat secara teratur
obat - Masukkan dalam jadwal harian pasien
Keluarga mampu : Merawat Setelah ….x pertemuan keluarga SP 1
pasien di rumah mampu menjelaskan penyebab, - Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam
tanda dan gejala, akibat serta merawat pasien
mampu memperagakan cara - Jelaskan tentang Perilaku Kekerasan :
merawat. - Penyebab
- Akibat
- Cara merawat
- Latih 2 cara merawat
- RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga SP 2
mampu menyebutkan kegiatan yang - Evaluasi SP 1
sudah dilakukan dan mampu merawat - Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien
serta dapat membuat - Latih langsung ke pasien
RTL - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga SP 3
mampu menyebutkan kegiatan yang - Evaluasi SP 1 dan 2
sudah dilakukan dan mampu merawat - Latih langsung ke pasien
serta dapat membuat RTL - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien

Setelah ….x pertemuan keluarga SP 4


mampu melaksanakan Follow Up - Evaluasi SP 1,2 &3
dan rujukan serta mampu - Latih langsung ke pasien
menyebutkan kegiatan yang sudah - RTL Keluarga :
dilakukan - Follow Up
- Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN

MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
PROSES TERJADINYA MASALAH
I. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri
dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang di
manifeetasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan
tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (
Balitbang,2007 )
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan
interpresonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu
fungsi seseorang dalamhubungan sosial (Depkes RI, 2000).
Isolasi sosial adalah percobaan menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Keliat, budi anna
1998). Kesimpulan : isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana
indifidu tidak mau mengadakan interaksi terhadap komunitas
disekitarnya, atau sengaja menghindari untuk berinteraksi yang di
karnakan orang lain atau keadaan di sekitar diangap mengancam bagi
individu tersebut.
II. Faktor predisposisi
Faktor tumbuh kembang Faktor perkembangan kemampuan
membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama
proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas
yang harus dilalui individu dengan sukses, karna apabila tugas
perkembangan ini tidak terpenuhi akan
menghambat perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayan
g, perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan
membari rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
III. Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.
IV. Perilaku (Tanda dan Gejala)
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial:
 Kurang spontan
 Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
 Asupan makanan dan minuman terganggu
 Retensi urine dan feces
 Aktivitas menurun
 Kurang energi ( tenaga )
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin ( khususnya
pada posisitidur )
V. Mekanisme Koping
Mekanisme koping Mekanisme pertahanan diri yang sering
digunakan pada masing-masing gangguan hubungan sosial yaitu
regresi, proyeksi, persepsi dan isolasi (Riyadi & Purwanto, 2009).
1) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
2) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang
tidak dapat diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba
di kesadaran.
3) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang
mengakibatkan timbulnya kegagalan defensif dalam
menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan
antara sikap dan perilaku (Damaiyanti, 2012).
VI. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan

koping pada strategi seseorang. Strategi koping yang di gunakan


misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas seperti dalam
keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan,
mengguakan kreativitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal seperti kesenian , musik, drama atau tulisan (stuart,
2006).
VII. Rentang Respon
Respon ini meliputi :
1) Solitude atau menyendiri Merupakan respon yang dilakukan
individu untuk apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu
cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana
(Riyadi & Purwanto, 2009).
2) Otonomi Merupakan kemampuan individu dalam menentukan
dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan
sosial. Individu mampu menetapkan diri untuk interdependen
dan pengaturan diri (Riyadi & Purwanto, 2009).
3) Interdependen (Saling Ketergantungan) Merupakan suatu
hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal (Riyadi & Purwanto, 2009).
4) Kesepian Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri
dan terasing dari lingkungannya. (Damaiyanti, 2012)
5) Menarik diri Seseorang yang mengalami mengalami kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
(Yosep, 2011)
6) Manipulasi Merupakan gangguan sosial dimana individu
memperlakukan orang lain sebagai objek, hubungan terpusat
pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung
berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku 11 mengontrol
digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi
dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain (Riyadi
& Purwanto, 2009).
7) Impulsif Merupakan respon sosial yang ditandai dengan
individu sebagai subjek yang tidak dapat diduga, tidak dapat
dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk
belajar dari pengalaman dan miskin penilaian (Riyadi &
Purwanto, 2009).
8) Narkisisme Respon sosial ditandai dengan individu memiliki
tingkah laku egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus
berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika
tidak mendapat dukungan dari orang lain (Riyadi & Purwanto,
2009).
BAB II

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Data Pengkajian
1. Indentitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada
masa pubertas.
2. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya berupa menyendiri (menghindar dari
orang lain), komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri
dikamar, menolak berinteraksi dengan orang lain, tidak melakukan
kegiatan sehari-hari, pasif.
3. Faktor predissposisi Faktor predisposisi sangat erat kaitanya
dengan factor etiologi yaitu keturunan, endokrin, metabolisme,
susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.
4. Psikososial
1) Genogram Orang tua penderita skizofrenia, salah satu
kemungkinan anaknya 7- 16% skizofrenia, bila keduanya
menderita 40-68%, saudara tiri 16 kemungkinan 0,9-1,8%,
saudara kembar 2-15%, dan saudara kandung 7-15%.
2) Konsep diri Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi
yang mengenai pasien akan mempengaruhi konsep diri
pasien.
3) Hubungan sosial. Klien cenderung menarik diri dari
lingkungan pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri.
4) Spiritual Aktivitas spiritual menurun seiring dengan
kemunduran kemauan.
5. Status mental
1) Penampilan diri. Pasien tampak lesu, tidak bergairah,
rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat, reseliting
tidak terkunci, baju tidak diganti, baju terbalik sebagai
manifestasi kemunduran kemauan pasien.
2) Pembicaraan. Nada suara rendah, lambat, kurang bicara,
apatis.
3) Aktivitas motorik. Kegiatan yang dilakukan tidak
bervariatif, kecenderungan mempertahankan pada satu
posisi yang dibuatnya sendiri.
4) Emosi. Emosi dangkal.
5) Afek. 17 Dangkal, tidak ada ekspresi roman muka.
6) Interaksi selama wawancara. Cenderung tidak kooperatif,
kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara,
diam.
7) Persepsi. Tidak terdapat halusinasi atau waham.
8) Proses berpikir. Gangguan proses berpikir jarang
ditemukan.
9) Kesadaran. Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan
hubungan serta pembatasan dengan dunia luar dan dirinya
sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan
kenyataan.
10) Memori. Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi
tempat, waktu dan orang.
11) Kemampuan penilaian. Tidak dapat mengambil keputusan,
tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan, selalu
memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak
tepat.
6. Kebutuhan sehari-hari. Pada permulaan, penderita kurang
memperhatikan diri dan keluarganya, makin mundur dalam
pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk 18 memenuhi
kebutuhan sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAB/BAK,
mandi, berpakaian, dan istirahat tidur. (Kusumawati, 2010)
7. Anaisa Data isolasi sosial
Data yang perlu dikaji
1. Data subjektif : Pasien mengatakan : malas bergaul dengan
orang lain, tidak mau berbicara dengan orang lain, tidak
ingin ditemani siapapun.
2. Data objektif : Pasien kurang spontan, apatis, ekspresi
wajah kurang berseri, tidak atau kurang dalam komunikasi
verbal, mengisolasi diri, kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya, aktivitas menurun (Direja, 2011).
8. Diagnosa Keperawatan
a) Isolasi Sosial
9. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Dx isolasoi sosial
Sp 1p :
1) Mengidentifikai penyebab isolasi sosial pasien.
2) Mengidentifikasi keuntungan berinteraksi dengan orang
lain.
3) Mengidentifikasi kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain.
4) Melatih pasien berkenalan dengan satu orang.
5) Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian.

Sp 2p :

1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.


2) Melatih pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih.
3) Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian.

Sp 3p :

1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya


2) Melatih pasien berinteraksi dalam kelompok.
3) Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36946488/LAPORAN_PENDAHULUAN_KEPERA
WATAN_JIWA_ISOLASI_SOSIAL

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/162/jtptunimus-gdl-nitaindria-8092-2-
babii.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/162/jtptunimus-gdl-nitaindria-8092-2-
babii.pdf
LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Utama

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Proses terjadi masalah

Definisi

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009)

Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan. ( Towsend,2008)

Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa


seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat BA,2006)

a. Penyebab

Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri


seseorang. Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga
diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul
saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya.( Yosep,2009)

b. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman


(2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, ideal diri yang tidak realistis. Faktor predisposisi citra tubuh
adalah :

1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh.


2) Perubahan ukuran bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit.
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap stuktur dan fungsi tubuh.
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor
predisposisi harga diri rendah adalah:
a) Penolakan
b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,
tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu di tuntut.
c) Persaingan antar saudara
d) Kesalahan dan kegagalan
e) Tidak mampu mencapai setandar.
c. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi
secara situasional maupun kronik.
a. Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana
situasi yang membuat individu sulit menyesuaikan diri,
khususnya trauma emosi sepesrti penganiayaan seksual dan
phisikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampu melakukan peran yang bertentang dengan hatinya atau
tidak merasa sesuai dalam melakukan perannya keraguan peran
terjadi bila individu tidak mengetahui harapan peran yang spesifik
atau bingung tentang peran yang sesuai
d. Prilaku
1) Citra tubuh
Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu,
menolak bercermin, tidak mau mendisikusikan keterbatasan atau cacat
tubuh, menolakn usaha rehabilitasi usaha pengobatan mandiri yang
tidak tepat dan menyangkal cacat tubuh.
2) Harga diri rendah diantaranya mengkritik diri atau orang lain.
Produktivitas menurun, gangguan berhubungan keteganggan peran
presimis menghadapi hidup keluhan fisik penolakan kemampuan diri
pandangan hidup bertentangan distruktif kepada diri pandangan hidup
bertentangan distruktif kepada diri.
3) Depersonalisasi meliputi afektif kehidupan identitas, perasaan terpisah
dari diri perasaan tidak realistis rasa terisolasi yang kuat kurang rasa
berkeseimbangan tidak mampu mencari kesenangan.
e. Tanda dan gejala
1) Mengkritik diri sendiri
2) Menarik diri dari hubungan sosial
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Perasaan lemah dan takut
5) Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
6) Pengurangan diri/ mengejek diri sendiri
7) Ketidak mampuan menentukan tujuan
8) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
9) Menunjukkan tanda depresi
f. Mekasnisme koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek
atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
Pertaahanan tersebut mencakup berikut ini :

Jangka pendek :

1) Aktifitas yang memberikan pelarian sementara dari kritis identitas


diri(misalnya konser music, bekerja keras menonton tv secara obsesif)
2) Aktifitas yang memberikan identitas pengganti sementara (misalnya ikut
serta dalam klub sosial,agama,politik,kelompok,gerakan,atau geng)
3) Aktifitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri
yang tidak menentu (misalnya olahraga yang kompetitif,prestasi
akademik,kontes untuk mendapatkan popularitas)
g. Sumber koping

Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu


mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan
dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat
membina hubungan baik dengan orang lain.(Eko P,2014)

h. Rentang respon

1) Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah


yang dihadapinya
a. Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman
yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negatif dari dirinya.(Eko P, 2014)
2) Respon maladaftif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
a. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
c. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya
diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain.(Eko
P,2014)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
1) Identitas klien meliputi Nama, Umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,
pengkajian, nomor rekam medic.
2) Factor predisposisi merupakan paktor pendukung yang meliputi factor
biologis factor fisikologis social budaya dan factor genetic.
3) Factor presifitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap presepsi
merasa perasaan ,afek pasien, interaksi selama wawancara presepsi,proses
pikir, tingkat keasadaran, memori,tingkat konsentrasi dan berhitung.
4) Pisikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan
spiritual
5) Mekanisme koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaftif
6) Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
7) Jenis halusinasi yang dapat diketahui dari data subjektif dan objektif\
8) Isi dari harga diri rendah
Data tentang harga diri rendah dapat diketahui dari data hasil pengkajian
tentang jenis harga diri rendah
9) Waktu frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya harga diri
rendah
10) Respon dari harga diri rendah

Analisa data

No Data Fokus Masalah


1. DS: Gangguan konsep diri: harga
Pasien mengatakan ingin di akui jati diri rendah
diri nya
DO:
Merusak diri sendiri
2. DS: Penyebab tidak efektifan
Klien mengungkapkan ketidak koping individu
mampuan dan meminta bantuan
orang lain
DO:
Tampak ketergantungan orang lain

Diagnosa keperawatan

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Rencana Asuhan Keperawatan

NO. PASIEN KELUARGA


SP I P SP I K
1 Bina hubungan saling percaya Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2 Mengidentifikasikankemampuan Mmenjelaskan pengertian
dan aspek positif yang dimiliki harga diri rendah tanda
pasien dan gejala, serta proses
terjadinya harga diri
rendah
3 Membantu pasien menilai Menjelaskan cara merawat
kemampuan pasien yang masih pasien dengan harga diri
dapat digunakan rendah
4 Membantu pasien memilih
kegiatan yang akan dilatih sesuai
dengan kemampuan pasien
5 Melatih pasien sesuai kemampuan
yang di pilih
6 Memberikan pujian yang wajar
terhadap keberhasilan pasien
7 Menganjurkan pasien memasukan
pada jadwal
n.
SP II P SP II K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan
MMelatih keluarga
harian pasien mempraktekkan cara
merawat pasien dengan
harga diri rendah
2 Melatih pasien melakukan kegiatan
yang sesuai dengan kemampuan
klien
3 MMenganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
SP III P SP III K
1 Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
kepada pasien harga diri
rendah
)

SP IV P
1 Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas
dirumah termasuk minum
obat
2 Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang
Daftar pustaka

Ackley,B.J.,Ladwig,G.B.,&Makic,M.B.F(2017).Nursing Dianosis Handbook,An


Evidence-Based Guide to Planning Care.11 Ed.St.Louis:Elsevier.

Towsen. (2011). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing: Care Plans and


Psychotropic Medications. Philadelphia: F.A Davis Company.
LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Utama :
Defisit Perawatan Diri
Keadaan ketika individu mengalami hambatan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari (Towsend, 2010). Kurang
perawatan diri merupakan keadaan ketika individu mengalami suatu
kerusakan fungsi motorik atau funhsi kognitif, yang menyebabkan penurunan
kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktivitas perawatan
diri antara lain:
1. Makan
2. Mandi/Higiene
3. Berpakaian dan berhias
4. Toileting
5. Instrumental (menggunakan telepon, menggunakan transporttasi,
menyetrika, mencuci pakaian, menyiapkan makanan, berbelanja,
mengelola keuangan, mengkomsumsi obat)

A. Proses Terjadinya Masalah


a. Predisposisi

1) Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga


perkembangan inisiatif terganggu.

2) Biologi

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu


melakukan perawatan diri.

3) Kemmapuan Realitas Menurun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas


yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri


lingkungannya,situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.

b. Presipitasi

1) Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi


kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

2) Praktik Sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka


kemungkinan akan terjadi perubahan personal hygine .

3) Status Sosial Ekonomi

Personal hygine memerlukan alat dan bahan seperti sabun,pasta


gigi,sikat gigi, shampoo,alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.

4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygine sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pda pasien penderita
DM ia harus menjaga kebersihan kakinya
5) Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh


dimandikan.

6) Kebiasaan Seseorang

Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan prodeuk tertentu


dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun,shampoo dan
lain-lain

7) Kondisi Fisik atau Psikis


Pada keadaan tertentu/sakit kamampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

c. Perilaku (tanda dan gejala)

Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut :

1) Mandi/Hygiene

Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan


badan,memperoleh atau mendapatkan sumber air,mengatur suhu
atau aliran air mandi,mendapatkan perlengkapan mandi,
mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi

2) Berpakaian/berhias

Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil


potongan pakaian ,menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau
menukar pakaian.Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam,memilih pakaian,mengambil
pakaian dan mengenakan sepatu

3) Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan


makanan,mempersiapkan makanan,melengkapi
makanan,mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat,serta mencerna cukup makanan dengan aman

4) Eliminasi

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam


mendapatkan jamban atau kamar kecil,duduk atau bangkit dari
jamban,memanipulasi pakaian untuk
toileting,membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan
tepat,dan menyiram toilet atau kamar kecil.

d. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (Stuart &
Sundeen, 2000) yaitu :
1) Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
2) Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
e. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan Kadang tidak


melakukan
diri seimbang perawatan diri
tidak seimbang perawatan diri

Gambar 1. Rentang Respon Defisit


Perawatan Diri Keterangan :

1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan


mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang
dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan
stresor kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan
dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak
peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
Data primer (Subjektif)
- Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin, atau di RS
tidak tersedia alat mandi.
- Klien mengatakan dirinya malas berdandan.
- Klien mengatakan ingin disuapin makanan.
- Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah
BAK/BAB.
Data Sekunder (Objektif)

- Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor,


gigi kotor, kulit berdaki dan berbau,serta kuku panajng dan kotor.
- Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai tidak bercukur (laki-
laki), atau tidak berdandan (perempuan)
- Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makanan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
- Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan BAB/BAK
tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB/BAK.

Analisa Data

No. Data Etilogi Masalah


1. DS: Skizofrenia dan Defisit perawatan
gangguan diri : mandi
Menolak melakukan
psikotik lain
perawatan diri
Do :

-Tidak mampu mandi


-Minat melakukan
perawatan diri
kurang
2. DS: Skizofrenia dan Defisit perawatan
gangguan diri :
Menolak melakukan
psikotik lain berpakaian
perawatan diri
Do :

-Tidak mampu
berpakaian
-Minat
melakukan
perawatan diri
kurang
3. DS: Skizofrenia dan Defisit perawatan
gangguan diri : makan
Menolak melakukan
psikotik lain
perawatan diri
Do :

-Tidak mampu
makan sendiri
-Minat melakukan

perawatan diri kurang


4. DS: Skizofrenia dan Defisit perawatan
Menolak melakukan gangguan diri : toileting
perawatan diri psikotik lain
Do :

-Tidak mampu ke toilet


-Minat
melakukan
perawatan diri
kurang
5. DS: Skizofrenia dan Defisit perawatan diri :

Menolak melakukan gangguan psikotik lain berhias


perawatan diri

Do :
-Tidak mampu berhias

secara mandiri
-Minat melakukan

perawatan diri kurang

b. Masalah / Diagnosa Keperawatan

1) Defisit Perawatan Diri :

- Mandi

- Berhias Diri

- Makan

- Toileting

- Berpakaian
c. Rencana Keperawatan

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Pasien mampu : Setelah ….x pertemuan, pasien SP I
dapat menjelaskan pentingnya :
- Melakukan kebersihan - Identifikasi kebersihan diri, berdandan, makan, dan
- Kebersihan diri
diri secara mandiri BAB/BAK
- Melakukan berhias / - Berdandan / berhias - Jelaskan pentingnya kebersihan diri
berdandan secara baik Makan
- - Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
- Melakukan makan
- BAB / BAK - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
dengan baik
- Melakukan BAB / - Dan mampu melakukan cara SP 2

BAK secara mandiri merawat diri - Evaluasi SP1

- Jelaskan pentingnya berdandan

- Latih cara berdandan

- Untuk pasien laki-laki meliputi cara :

- Berpakaian

- Menyisir rambut

- Bercukur

- Untuk pasien perempuan

- Berpakaian

- Menyisir rambut
- Berhias

- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 3

- Evaluasi kegiatan SP1 dan 2

- Jelaskan cara dan alat makan yang benar

- Jelaskan cara mempersiapkan makan

- Jelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah


makan

- Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

- Latih kegiatan makan

- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien


SP 4

- Evaluasi kemampuan pasien yang lalu (SP1,2&3)

- Latih cara BAB & BAK yang baik

- Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

- Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/ BAK

Keluarga mampu : Merawat Setelah ….x pertemuan keluargaSP 1


anggota keluarga yang mampu meneruskan melatih
- Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
mengalami masalah pasien dan mendukung agar
dengan masalah kebersihan diri, berdandan, makan,
kurang perawatan diri kemampuan pasien dalam
BAB/BAK
perawatan dirinya meningkat
- Jelaskan defisit perawatan diri

- Jelaskan cara merawat kebersihan diri, berdandan, makan,


BAB/BAK
- Bermain peran cara merawat
- Rencana tindak lanjut keluarga / jadwal keluarga untuk
merawat pasien
SP 2

- Evaluasi SP 1

- Latih keluarga merawat langsung ke pasien, kebersihan diri


dan berdandan

- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien


SP 3

- Evaluasi kemampuan SP 2

- Latih keluarga merawat langsung ke pasien cara makan

- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien


SP 4

- Evaluasi kemampuan keluarga

- Evaluasi kemampuan pasien

- RTL Keluarga :

- Follow Up

- Rujukan
Daftar Pustaka

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Stuart, Sudden, 1998.Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3.Jakarta : EGC Tarwoto
dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

https://www.scribd.com/doc/293870214/LP-DPD

https://www.scribd.com/document/378068755/SAK-DPD

Anda mungkin juga menyukai