Anda di halaman 1dari 23

KARAKTERISTIK SENI TATAH TIMBUL PADA KULIT SEBAGAI SENI

RUPA KONTEMPORER DI YOGYAKARTA

RANCANGAN USULAN PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat lamaran untuk


menjadi peserta Program Pascasarjana ISI Yogyakarta

Diajukan oleh
YONATA BUYUNG MAHENDRA

Kepada

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA

23 JUNI 2018

BAB I

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Industri seni di Yogyakarta mengalami banyak perkembangan, dengan

indikasi banyaknya orang yang menampilkan karya mereka mulai dari

pinggiran sampai pada pusat kota Yogyakarta itu sendiri. Beberapa kerajinan

yang ikut berkembang sesuai dengan arus globalisasi dan kembalinya lagi tren

klasik adalah dengan mulai merebak kembali industri kerajinan kulit tersamak.

Para pelaku industri rumahan tersebut menawarkan berbagai macam produk ,

diantaranya tas, dompet, sepatu dan sandal. Industri kulit yang menyebar di

beberapa tempat juga menggelitik sebagian besar masyarakat dan bahkan ikut

menumbuhkan perekonomian mereka khusunya di beberapa tempat yang

dijadikan sebagai desa atau wilayah produksinya, diantaranya di daerah

Manding dan Keparakan.


Industri kulit ini memiliki progres yang cukup baik dan sempat booming

atau berada pada puncak keemasannya pada kisaran tahun sekitar 20 tahun

yang lalu. Namun karena tehnik dan harga serta nuansa ornamen yang

ditawarkan tidak mengalami perubahan maka konsumen mengalami titik

jenuhnya. Hal ini dikarenakan para perajin lebih mengedepankan produksi

massal dan penjualan tanpa memikirkan unsur selling value-nya.(Dr.Drs

Sunarto,Timbul R., T Kusumawati, 2012) . Jika dilihat dalam beberapa tahun

ini perajin masih nyaman dengan sistem melayani keinginan pasar, dimana ada

orang- orang yang mencari desain yang disukai orang- orang dari merk tertentu

lalu dijiplak dan dijual dengan harga lebih murah. Hal ini sebenarnya

membunuh kreatifitas dari perajin itu sendiri. Perajin kemudian menjadi malas

2
untuk membuat karya yang memiliki sense of art yang otentik dari hasil

pemikiran dan pencarian mereka sediri.


Kulit tersamak dapat diisi dengan ornamen maupun tanpa ornamen.

Diantaranya dengan tehnik emboss dan tehnik tatah.Tatah dalam seni kriya

memiliki banyak media dan memiliki hasil yang berbeda-beda fungsinya.

Bahan yang beragam mulai dari kayu, kulit, dan logam. Seni tatah timbul di

kulit sendiri mengalami perkembangan yang tidak terlalu signifikan, dalam

hal ini dilihat karya yang monoton dan tehnik yang tidak berubah juga. Jika

dilihat dari model tatahannya pun juga masih bersifat seni-seni ukir klasik

seperti model motif florist yang merupakan dasar dalam menguasai seni ini.

Beberapa diantaranya dikembangkan ke emboss namun dengan cetakan motif

florist dengan harapan akan bisa diproduksi dengan cepat dan lebih banyak.

Baru sekitar 3 tahun ini seni kerajinan tersebut mulai berjalan cukup menarik,

hal ini dikarenakan dimana para seniman lukis maupun seniman dengan

keahlian lainnya mulai ikut berkecimpung dalam seni tatah pada kulit ini.

Dalam hal ini mereka mecoba menjajakan “ide” dan idealisme mereka

dengaan media pengantar kulit. Seniman dari berbagai latar belakang seni

termasuk seni tatah kulit pun ikut serta dalam kesempatan ini.
Setiap seniman yang hadir memiliki sebuah sudut pandang yang terbuat

hasil olah rasa dan olah jiwa yang dia lakukan dan cari selama beberapa waktu.

Dalam sudut pandang seniman juga menghasilkan sebuah karya yang orisinil

dimana sangat khas yang dimiliki oleh seniman. Ada garis bawah yang cukup

mendasar diantara para seniman dalam berkarya, yaitu orisinil pasti otentik,

dan otentik belum tentu orisinil. Sehingga para seniman berupaya memberikan

3
sentuhan baru dalam tehnik tatah timbul. Tehnik yang baru, jenis kulit dan

model ukiran yang semakin berkembang dari sebelum-sebelumnya. Dari situ

kita mendapati bahwa seni tatah timbul mulai berkembang kembali dengan

memulai seperti seni yang “terbarukan” dimana banyaknya perkembangan

dimulai dari tehnik hingga alat. Kreatifitas akan terus berkembang selama

setiap senimannya memiliki pemikiran untuk memberikan manfaat kepada

masyarakat luas sehingga kualitas karyanya akan terus mengalami

perkembangan. Dimana masyarakat akan menikmati dengan baik sebuah karya

dan mengapresiasinya dengan sudut pandang kepolosan mereka.


Seni mengalami masa berkembangnya di beberapa tahun terakhir dan

mereka menamakan dengan seni modern atau ada yang menamakan seni

kontemporer. Walau dalam diskusi sebenarnya kedua hal ini berbeda, antara modern

dan kontemporer secara umum tidak dapat dipilah berdasarkan waktu, hal ini

mengakibatkan kaburnya sudut pandang pemisah kedua istilah tersebut. Istilah

modern dan kontemporer dalam konteks seni rupa dijelaskan oleh Kramer

dalam Dharsono sebagai berikut, pengertian “kontemporer” dibandingkan

dengan istilah modern hanya sekedar sebagai sekat munculnya perkembangan

seni rupa sekitar tahun 70-an dengan menempatkan seniman-seniman Amerika

seperti David Smith dan Jackson Pollock sebagai tanda peralihan (Dharsono,

2004: 223). Dalam istilah seni pengertian ini ditafsirkan lebih lajut sebagai

kembalinya upaya mencari dan mengangkat nilai-nilai budaya dan

kemasyarakatan atau dalam istilah seni kembali ke konteks. Ditinjau dari sudut

ini seni kontemporer bukanlah konsep tetap. Seni kontemporer adalah dimensi

waktu yang terus bergulir mengikuti perkembangan masyarakat dengan

4
zamannya. Korelasinya adalah bahwa sebuah karya tetap akan mengalami

sebuah progress yang terus berubah dari waktu ke waktu. Bahkan seni tatah

timbul ini yang hanya bertahan eksis pada tahun 80’an kembali muncul dan

dibangkitkan oleh para seniman sebagai sebuah karya yang menaikkan standar

tatah timbul sendiri. Dengan cara tetap mengambil sudut pandang bahwa hasil

cipta seni (tatah timbul) merupakan sebuah karya yang adiluhung, dengan

terus mengangkat tradisi dan mengedepankan kebebasan dalam berkarya,

mencoba menggabungkan dengan sosial dan politik yang menjadikan tema ini

umum dipakai, mencoba menguatkan kembali budaya local atau bahkan

menciptakan sudut pandang sendiri dalam bertema dalam berkarya.


B. Arti Penting Topik
Peneliti mencoba menyajikan dan menggali bagaimana karya seni tatah

timbul pada kulit mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Kesan visual

yang dihasilkan semakin beragam serta memupuk perkembangan seni

kreatifitas yang menjadikan seni tatah timbul sendiri semakin “hidup” dengan

bergabungnya prinsip seni lainnya yang ikut bergerak dalam karya ini
Alasan pengambilan topik tersebut karena saat ini seni tatah timbul

mengalami progres yang membaik dimana perkembangannya mengalami

kemajuan dibanding dengan beberapa tahun sebelumnya khususnya oleh para

seniman di Yogyakarta yang sangat jarang kita jumpai, bahkan untuk penelitian

mengenai hal tersebut masih sangat jarang diketemukan apalagi yang

membahas tehnik tatah timbul maupun kesan visualnya yang serta korelasinya

dengan seni rupa modern /kontemporer khususnya di daerah Yogyakarta


C. Rumusan Masalah

5
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis menyusun

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana seni tatah timbul dikaitkan sebagai perkembangan dari seni

kontemporer yang ada di Yogyakarta?


2. Bagaimana tatah timbul di Yogyakarta dilihat visualnya dan

perbandingannya dengan karya yang sebelumnya sudah ada dengan seni

tatah dalam beberapa tahun terakhir?


3. Bagaimana dampak sosial yang terjadi dengan berkembangnya seni tatah

timbul di Yogyakarta?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui perkembangan tatah timbul yang berkaitan dengan

seni rupa kontemporer sebagai aspek hasil berkembangnya seni.


b. Untuk mendeskripsikan bagaimana sebuah karya seni tatah timbul jika

dilihat dari segi visual dengan memperbandingkan karya yang sudah

ada dengan beberapa tahun terakhir.


c. Untuk mendeskripsikan dampak sosial dan sudut pandang mengenai

tatah timbul pada lingkungan masyarakat.


2. Manfaat Penelitian
a. Mengetahui seni kontemporer dan korelasinya dengan seni kriya kulit

terutama dalam tatah timbul pada kulit tersamak.


b. Sebagai bahan referensi mengenai tatah timbul dengan sudut pandang

visualnya khusunya untuk daerah Yogyakarta.


c. Sebagai salah satu usaha pengembangan ilmu seni rupa dalam

menambah wawasan akademis, untuk mengembangkan diri dalam

bidang kriya kulit.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. TinjauanPustaka
Penelitian mengenai tatah di timbul kulit di manapun masih jarang

dibahas, hal ini cukup mendasar karena seni ini memang tidak dapat disukai

oleh orang-orang secara langsung serta memiliki sifat kriya terapan. Seni kriya

merupakan salah satu cabang seni rupa yang memiliki akar kuat, yakni nilai

tradisi yang bermutu tinggi atau bernilai adiluhung. Sebab pada masa lampau,

para kriyawan keraton menghasilkan karya seni dengan ketekunan dan konsep

filosofi tinggi serta memberikan legitimasi sebagai produk seni kriya tempo

dulu. Di dalam konsep tersebut termasuk pula adanya pola pikir metafisis yang

mengandung muatan nilai-nilai spiritual, religius, serta magis. Di samping itu

adalah juga adanya kesadaran kolektif terhadap lingkungan alam, solidaritas

yang tinggi dan didukung oleh tatanan budaya tradisional yang ternyata telah

menghasilkan seni kriya yang berkualitas adiluhung serta mencerminkan jiwa

zaman . Dalam konteks ini, jiwa zaman yang dimaksud adalah berupa seluruh

kehidupan batin manusia yang terdiri dari perasaan, pikiran, dan anganangan

pada masa itu yang terjadi dari sebuah dialektika budaya tertentu yang

senantiasa berinteraksi. Tentu, jiwa zaman ini memberikan letupan-letupan

semangat berkarya pada masing-masing jiwa pendukungnya (T. Raharjo,2011;

8). Hal ini berbeda dengan wayang yang menggunakan tehnik tatah sungging

yang hasilnya cenderung lebih banyak dibahas oleh peneliti-peneliti

sebelumnya dengan banyak aspek bahasan yang memberikan banyak sudut

7
pandang yang bias dijadikan landasan untuk mengambil materinya baik secara

visual maupun makna keseluruhan. Namun untuk tatah timbul sendiri belum

banyak penelitian yang sekiranya dapat dijadikan rujukan yang akurat, bahkan

sebagian besar referensinya berasal dari luar Indonesia. Kulit memiliki

hubungan dengan karya seni ukir mengukir yang sangat kental. Namun seni

tatah timbul sendiri memiliki sejarah yang cukup lama, yaitu menurut buku

Hobbycraft Series Leather Craft , seni ukir batu di piramida mesir memberikan

catatan paling awal tentang kulit kepada kita. Catatan tentang ukiran batu yang

ditemukan di piramida mesir memberikan kita salah satu catatan paling awal

tentang kulit kita. Orang Mesir menemukan banyak kegunaan untuk kulit,

termasuk pakaian, ornamen furnitur dan perisai. Catatan yang dibuat jauh

sebelum kelahiran Chirst menceritakan bagaimana orang Cina menyembuhkan

kulit dengan campuran lumpur dan garam tawas. Talmud mengatakan bahwa

kaum hebrew tahu bagaimana membuat kulit dan di mana orang-orang pertama

menggunakan kulit kayu ek dalam penyamakan. Orang-orang Arab juga

menemukan awal bagaimana gonggongan dan akar tertentu membantu

melestarikan kulit binatang. Orang-orang Yunani dan Romawi menambahkan

banyak pengetahuan tentang proses penyamakan dan berbagai penggunaan

untuk kulit. Dari hal itu kemudian orng-orang mulai menerapkan tehnik tatah

ini dengan alat sederhana (William Johnson, 1945;3). Seni tatah timbul juga

masuk dalam kriya seni. Seni kriya sering disebut dengan istilah handycraft

yang berarti kerajinan tangan. Seni kriya termasuk seni rupa terapan (applied

art) yang selain mempunyai aspek-aspek keindahan juga menekankan aspek

8
kegunaan atau fungsi praktis. Artinya seni kriya adalah seni kerajinan tangan

manusia yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan peralatan kehidupan

sehari-hari dengan tidak melupakan pertimbangan artistik dan keindahan

(Suwadji Bastomi;2000)
Di Indonesia, karya ukir sudah dikenal sejak zaman batu muda. Pada

masa itu banyak peralatan yang dibuat dari batu seperti perkakas rumah tangga

dan benda-benda dari gerabah atau kayu. Benda- benda itu diberi ukiran

bermotif geometris, seperti tumpal, lingkaran, garis, swastika, zig zag, dan

segitiga. Umumnya ukiran tersebut selain sebagai hiasan juga mengandung

makna simbolis dan religius. Dilihat dari jenisnya, ada beberapa jenis ukiran

antara lain ukiran tembus (krawangan), ukiran rendah, Ukiran tinggi (timbul),

dan ukiran utuh. Karya seni ukir memiliki macam-macam fungsi antara lain:

a. Fungsi hias, yaitu ukiran yang dibuat semata-mata sebagai hiasan dan

tidak memiliki makna tertentu.

b. Fungsi magis, yaitu ukiran yang mengandung simbol-simbol tertentu

dan berfungsi sebagai benda magis berkaitan dengan kepercayaan dan

spiritual.

c. Fungsi simbolik, yaitu ukiran tradisional yang selain sebagai hiasan juga

berfungsi menyimbolkan hal tertentu yang berhubungan dengan

spiritual.

d. Fungsi konstruksi, yaitu ukiran yang selain sebagai hiasan juga

berfungsi sebagai pendukung sebuah bangunan.

e. Fungsi ekonomis, yaitu ukiran yang berfungsi untuk menambah nilai

jual suatu benda. (Suwadji Bastomi;2000)

9
Dalam seni rupa ini tentunya akan selalu mengikuti perkembangan

jaman yang berdampak selaras dengan kreatifitas dan eksistensi dari karya

tersebut. Sehingga muncul istilah kontemporer dan modern dalam karya yang

dibuat. Antara modern dan kontemporer secara umum tidak dapat dipilah

berdasarkan waktu, hal ini mengakibatkan tidak jelasnya pemisah antara kedua

istilah tersebut. Instilah modern dan kontemporer dalam konteks seni rupa

dijelaskan oleh Kramer dalam Dharsono sebagai berikut; pengertian

“kontemporer” dibandingkan dengan istilah modern hanya sekedar sebagai

sekat munculnya perkembangan seni rupa sekitar tahun 70-an dengan

menempatkan seniman-seniman Amerika seperti David Smith dan Jackson

Pollock sebagai tanda peralihan (Dharsono, 2004: 222). Seperti telah kita

ketahui, seni kontemporer dalam bahasa Indonesia padanannya adalah “seni

masa kini” atau juga “seni mutakhir”. Dalam khazanah seni modern yang telah

berusia ratusan tahun, kehadiran seni kontemporer cukup rumit dan

menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan. Ditinjau dari sudut ini seni

kontemporer bukanlah konsep tetap. Seni kontemporer adalah dimensi waktu

yang terus bergulir mengikuti perkembangan masyarakat dengan zamannya.

Kiranya hanya satu indikasi yang bisa dijadikan titik terang istilah seni

kontemporer, yakni lahir dan berkembang dalam khazanah dan ruang lingkup

seni modern. Seni akan selalu mengalami perkembangan dan akan memberikan

dampak yang cukup banyak dalam berbagai bidang. Oleh karena itu seni tatah

timbul juga membawa perubahan dan perubahan paradigma dalam masyarakat.

Mulai dari hasil karya hingga seniman yang turut serta dalam pengeksekusian

10
karya tersebut. Seperti teori semiotika dimana ‘Semiotika’ (semiotics)

didefinisikan oleh Ferdinand de Saussure di dalam Course in General

Linguistics yang diolah kembali penjabarannya dalam visual seni oleh Kris

Budiman dengan bukunya berjudul Ikonis Semiotika Sastra Dan Seni Visual

(2005), sebagai “ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari

kehidupan sosial” Implisit dalam definisi Saussure adalah prinsip, bahwa

semiotika sangat menyandarkan dirinya pada aturan main (rule) atau kode

sosial (social code) yang berlaku di dalam masyarakat, sehingga tanda dapat

dipahami maknanya secara kolektif. Jika hal ini diberi benang merah dengan

karya seni tatah timbul adalah bagaimana sebuah aturan baku yang sudah

pernah ada dalam tehnik pengkaryaan akan berkembang dengan baik kembali

namun dengan pesan moral (kode sosial) yang menjadikan karya tersebut

memiliki sudut pandang “kekinian” dan “makna/pesan” dalam sebuah karya

dapat serta merta nampak ketika melakukan pengamatan pada seni ukir kulit/

tatah timbul ini.


B. Landasan Teori

Landasan teori merupakan suatu alat untuk membedah topik yang akan

diteliti. Mencari dan menyusun bahan yang didapatkan dari observasi maupun

dari hasil kepustakaan kemudian dianalisis dan menjelaskannya sebagai

sebuah laporan. Landasan tersebut dapat digunakan untuk merangsang

kepekaan secara teoritis dan sekiranya dapat menginterpretasi data.

Landasan teori juga, digunakan untuk memahami temuan-temuan

penelitian dilapangan. Dalam penelitian ini topik yang coba diangkat adalah

tokoh Seni tatah timbul sebagai seni rupa kontemporer. Untuk membedah

11
topik yang diangkat, diperlukan beberapa landasan teori untuk menyelesaikan

permasalahan pada topik itu.

Analisis dilakukan dengan hal yang berkaitan dengan seni tatah timbul

dari perkembangannya, estetika visual dan dampak sosialya. Berdasarkan hal

tersebut, pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang cukup kompleks

dibanding pendekatan lainnya guna mendeskripsikan subjek yang diteliti.

Menurut Moeleong (2002) yang dimana kutipan berasal dari Bogdan dan

Bliken,menyatakan bahwa dasar teori yang disebut sebagai paradigma,yang

diartikan sebagai kumpulan longgar tentang asumsi yang dianut secara

bersama, konsep atau proporsi yang mengarahkan cara berpikir dan cara

penelitian. Dasar ini yang kemudian dijadikan sebagai dasar saat pengumpulan

dan analisis data.

Dalam hal ini ada aspek mendasar yang dijadikan sebagai acuan dalam

pendekatan antara peneliti dan hasil karya yang telah diteliti.

1. Teori Estetika

Dalam buku teori “Art as Image and Idea” karya Feldman

(1967) dijelaskan bahwa objek seni harus dilihat dari 2 aspek

penting, yaitu secara visual (visual form) dan estetika (Aesthetic

structure). Dimana akan memberikan pengamat sudut pandang jelas

mengenai gambaran mengenai objek seni / elemen penyusunnya dan

bagaimana menyusun komponen tersebut. Fungsi seni dikategorikan

dalam beberapa macam,yaitu;(1) fungsi personal,(2) fungsi sosial,

(3) fungsi fisik. Pendekatan estetis ini mengedepankan target untuk

12
mengetahui bagaimana karya perupa seni khususnya seni tatah

timbul di Yogyakarta yang mengedepankan unsur karya terbarukan,

dimana adanya progres dalam bidang pengkaryaan seni tatah timbul

dari tehnik dan bentuk sehingga menghasilkan kekhasan karakter

dari setiap perupa seninya.

Konteks tatah timbul ini juga akan memberikan hal lain

bagi perupa seni. Masih Menurut Feldman (1967;1) suatu karya

berlangsung untuk memenuhi kebutuhan manusia atas kepuasan,

yaitu; (1) kepuasan ekspresi individu, (2) kebutuhan sosial dalam

sebuah display , perayaan dan komunikasi, (3) kebutuhan fisik di

berbagai bidang yang bermanfaat. Fungsi personal dalam suatu

karya menunjukkan bahwa kepuasan yang dicari dari masing-

masing perupa dan hasilnya akan memiliki karakter. Keunikan dari

benda seni kerajinan didasarkan pada keistimewaan dari tehnik yang

digunakan oleh perajin dan pembuat karya (Feldman,1967). Jika

dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan adalah seni tatah timbul

ini memberikan karakter yang tidak sama terhadap hasil karyanya.

Dengan latar belakang seniman yang berbeda-beda. Namun tidak

meninggalkan unsur estetis dari masing-masing karya yang

dihasilkan. Objek seni yaitu kulit yang di olah dengan seni ukir

(tatah timbul) menumbuhkan sudut pandang baru dari tiap seniman

sehingga karyanya dianggap “ tidak tertinggal” dan terus bergerak

13
dinamis sesuai dengan kondisi masyarakat khususnya di

Yogyakarta.

2. Teori Sosiologi Seni

Buku Constructing Sosiology of the Art karya Zolberg

memberikan gambaran dan penjelasan tentang karya seni sebagai

sebuah proses sosial. Dalam bermasyarakat sudah barang tentu

antara kehidupan sosial dan dan dampak sosial adalah hal yang

saling berhubungan. Phekanov (1957;12) dalam bukunya Art And

Social Life memberi keterangan bahwa kepercayaan pada seni di

kalangan seniman lahir ketika mereka berada di luar keserasian

masyarakat sekitarnya. Jadi pasti ada garis merah antara seniman,

kehidupan mereka dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan

dampak yang ingin mereka bawa kepada masyarakat sekitarnya.

Seni tatah timbul ini juga pastinya akan menjadikan sebuah refleksi

dari penciptaan sebuah karya akan berdampak kepada

masyarakatnya atau bahkan justru masyarakat sekitar yang

memberikan dampak kepada perupanya.

Becker (1982) dalam bukunya Art Worlds mengkategorikan

seniman dalam 4 kategori yaitu ;

1. Seniman professional terintegrasi (Integrated

ProfessionalArtist)

Seniman yang dimana memiliki tehnik keahlian yang

unggul, mampu membaca dan mengintegrasikan

14
permasalahan kebudayaan yang sedaang berkembang

dan juga memiliki kecakapan sosial.

2. Seniman Pemberontak (Maverick Artist)

Seniman yang memiliki ideologo memberontak tantang

aturan yang yang sudah ada. Mereka memiliki kaidah

dan ideology yang berbeda dan berlawanan dengan yang

sedang terjadi. Mereka akan mendukung stuktural

mandiri di luar yang sudah ada. Seperti label Indie

dalam seni bermusik.

3. Seniman Rakyat (Folk Artist)

Seniman yang mengorientasikan karyanya yang

merakyat dan dapat dinikmati oleh rakyat kebanyakan.

Sebagai contoh seniman local yang menjajakan

karyanya di Malioboro Yogyakarta.

4. Seniman Naif (Naive Artist)

Seniman yang semaunya sendiri dan kurang memiliki

kesadaran bahwa apa yang dia lakukan adalah bagian

dari dunia seni(Art Wolds).

Dengan pemaparan sebagaimana diatas pendekatan mengenai

pengklasifikasian seniman ini diharapkan oleh peneliti selain untuk menguak

seni tatah timbul sebagai kajian seni kontemporer(yang terus berkembang) di

Yogyakarta juga agar dapat menganalisis hasil karya mereka dan kehidupan

senimannya sebagai dasar pembuatan karya mereka. Kehidupan sosial serta

15
pemikiran akan ideologi turut memberikan pemahaman baru akan karya yang

dibuat sebagai respon yang berkelanjutan atas interaksi sosial sebagai

mekanisme reproduksi hubungan dominasi antar individu maupun kelompok

dengan kelompok.

BAB III
METODOLOGI

A. Rancangan Penelitian

Agar tujuan dalam penelitian ini dapat tercapai, maka diperlukan

metode penelitian yang tepat dan relevan. Hal tersebut diperlukan agar tercapai

hasil analisis yang tepat. Berdasarkan hal itu, digunakan metode penelitian

kualitatif deskriptif yang sesuai dengan topik kajian, agar hasil penelitian

sesuai dengan tujuan yang telah dirancang dan dirumuskan. Penelitian

mengenai karakteristik seni tatah timbul pada kulit sebagai seni rupa

kontemporer di Yogyakarta dengan metode kualitatif. Creswell (2010)

mengatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk

16
mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau

kelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial. Proses penelitian

kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan

dan prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis

data secara induktif dari tema umum ke tema khusus, dan menafsirkan makna

data. Alasan pemilihan metode kualitatif yaitu karena jenis penelitian ini

langsung melihat kenyataan dilapangan, kemudian menyajikan temuan dalam

bentuk deskriptif analitik.

B. Teknik pengumpulan data

Peneliti mengambil topik tentang karakteristik seni tatah timbul pada

kulit sebagai seni rupa kontemporer di Yogyakarta, didasari oleh ketertarikan

peneliti mengenai tatah timbul. Peneliti merasa tertarik mengangkat topik ini

karena dunia tersebut dianggap dekat dengan peneliti. Dimana di Yogyakarta

sendiri sangat banyak seniman, namun tidak banyak yang menekuni seni tatah

timbul tersebut. Hanya beberapa seniman di beberapa tempat yang menekuni

seni ini. Kendati tidak sebanyak tatah sungging, namun para seniman di

Yogyakarta memiliki “nama” dalam seni mengukir pada kulit. Selain itu juga

masih banyak seniman yang berkelas seniman daerah atau seniman yang

berada di sentra tertentu dan pengenalan senimannya adalah hanya dengan

penjualan karyanya di tempat-tempat tertentu seperti pada Manding dan

Malioboro.

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat diperoleh dari

beberapa sumber data, yaitu sumber tertulis, sumber lisan, dokumentasi dan

17
rekaman. Pengumpulan data ini biasanya dilakukan secara langsung maupun

tidak langsung terhadap sumber aslinya.


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan

beberapa cara antara lain :


1) Observasi
Observasi merupakan sebuah teknik pengumpulan data dimana

peneliti terjun langung ke lapangan untuk mengamati fenomena yang terjadi

di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan observasi di beberapa

lokasi. Lokasi pengamatan yang dituju adalah tempat-tempat yang berkaitan

dengan topik yang coba diangkat, observasi coba dilakukan ke seniman

seniman di daerah sekitar Manding dan Keparakan. Selain itu, peneliti

mencoba untuk melakukan pengamatan ke seniman yang mengikuti style

baru atau kontemporer di daerah Yogyakarta. Observasi dilakukan dengan

mencari gambaran visual mengenai tatah timbul secara lengkap. Hal ini

dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan hal yang mengenai

karakteristik seni tatah timbul pada kulit sebagai seni rupa kontemporer di

Yogyakarta. Dari kesan visual, dampak sosial bahkan pengkajian mengenai

perkembangan seni kriya tatah timbul tersebut.


2) Wawancara
Wawancara digunakan dalam penelitian ini untuk menggali

informasi berkaitan dengan topik penelitian yang diangkat. Wawancara pada

penelitian ini difokuskan untuk menggali informasi berkaitan dengan topik

yang diangkat. Untuk itu peneliti mencoba untuk melakukan wawancara

pada narasumber yang dianggap mampu menjelaskan topik yang ingin

diteliti. Peneliti merencanakan untuk mewawancarai 2 seniman jogja yang

saat ini yang berrgerak di bidang tatah timbul yaitu mas cetul dengan brand

18
cethulleatherart dan Oky Rey Montha dengan brand House of Piratez dan

beberapa seniman daerah Manding dan Keparakan. Selain itu peneliti

mencoba untuk melakukan wawancara pada pakar seni, hal ini untuk

mengkaji sejauh mana perkembangan seni ini menurut pakar dan apakah

seni ini sudah masuk dalam seni kontemporer atau belum. Untuk pakar

wayang Pakualaman, peneliti berencana mewawancarai beberapa praktisi

seni kulit di ATK Yogyakarta. Untuk pakar wayang Yogyakarta, peneliti

berencana mewawancarai Sagio, yang merupakan pakar dalam wayang

Yogyakarta.
Alasan diambilnya banyak narasumber, selain untuk memperdalam

informasi yang didapat, juga bertujuan sebagai bahan pertimbangan.

Dengan data yang banyak diharapkan dapat memperoleh bahasan yang

lengkap dan matang.


3) Dokumen

Selama proses penelitian, peneliti juga mengumpulkan dokumen-

dokumen kualitatif. Dokumen ini bisa berupa dokumen publik seperti koran,

makalah atau laporan, atau dokumen privat seperti buku harian, surat, pesan

elektronik dll. Dalam penelitian ini, langkah yang dilakukan berupa

pengumpulan data dan pemilihan informasi sesuai kebutuhan kemudian

mendeskripsikannya. Pada tahap ini peneliti, kembali menyesuaikan

kembali referensi yang relevan dengan topik permasalahan penelitian.

Peneliti disini, sebagai instrument utama berusaha lebih menerapkan

kepekaan teoritik, sehingga dapat mengolah dengan baik antara data yang

sesuai dengan kajian literatur dan data sebagai temuan baru.

19
C. Analisis data

Teknik analisis data merupakan suatu langkah yang menentukan dalam

sebuah penelitian. Dalam penelitian ini, data bersifat uraian karakteristik seni

tatah timbul pada kulit sebagai seni rupa kontemporer di Yogyakarta. Data

yang telah diperoleh dianalisis dan diuraikan dalam bentuk deskriptif.

Deskripsi itu akan menjelaskan secara baku dan tersistemasi bahan materi yang

digunakan sehingga mempermudah penelitian yang dilakukan.

Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan melalui tiga tahapan

yaitu :
1) Tahap pengidentifikasian
2) Tahap pengolahan
3) Tahap penafsiran

Dalam buku Dasar-dasar penelitian ilmiah (M. Subana dan Sudrajat.

2001) dituliskan bahwa tahap awal yang digunakan adalah dengan mencari

sumber data dan mengumpulkan data dengan sistematis dan melakukan kajian

baik dari visual dan lainnya dengan wawancara dan observasi serta dengan

membandingkan dengan kajian pustaka yang pernah ada. Langkah ini

dilakukan untuk mencari informasi yang spesifik dengan pengenalan dan

wawancara dari narasumber sehingga hasil tersebut dapat diolah sebagai

sumber data yang relevan untuk membahas konsep yang diutarakan oleh

penulis.

Kemudian ada perlakuan reduksi data yang dimana pengerucutan atas

konsep penulisan dan penelitian yang telah dilakukan. Pada tahapan ini fokus

penelitian akan lebih berkembang sehingga didapat penjelasan yang lebih

sesuai dengan target penelitiannya. Data yang didapat akan memberikan hasil

20
yang lebih akurat untuk disertakan dalam pokok bahasan dan membuang hal-

hak yang sekiranya kurang sesuai dengan konteks.

Pada tahap terakhir akan didapatkan tehnik dan perlakuan dengan

kemudian dianalisis dan diwujudkan dalam bentuk karya tulis dengan orientasi

akan menjadikan karya tulis tersebut lebih memiliki kekuatan karena adanya

pembahasan dan teori yang kuat mengenai topik. Pada tahapan analisis ini,

dilakukan perbandingan antara tatah timbul di seniman Manding dan

Keparakan dengan seniman kontemporer di bidang tatah timbul. Perbandingan

tersebut dilakukan untuk memperkuat proses analisis berkaitan dengan dampak

sosial dari seniman serta pengaruh lingkungan sosial seniman pada jiwa

berkarya seniman serta ideologinya. Juga untuk mempelajari estetika kesan

visual yang didapat dari karya yang ada dengan orientasi akan mendapatkan

karakteristik yang kuat dari perkembangan karya tatah timbul ini dari klasik

hingga kontemporernya.

21
D. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian disusun seperti tabel berikut ini:

No Uraian Pelaksanaan
Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Menyusun
√ √ √ √ √
Proposal
2 Pengajuan

Proposal
3 Ujian

Proposal
4 Perbaikan
√ √
Proposal
5 Pengurusan

Izin
6 Kajian
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pustaka
7 Penelitian
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Lapangan
8 Penulisan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Laporan
9 Ujian Tesis √
10 Revisi √ √ √

22
E.
DAFTAR PUSTAKA

Bastomi, Suwadji.2000. Seni Kriya Seni. UNNES Press, Semarang.


Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas Semiotika Sastra dan Seni Visual. Penerbit Buku
Baik, Yogyakarta
Becker, Howard S. 1982. Art Worlds. University of California Press, Berkeley
Dharsono. 2004 . Seni Rupa Modern, Rekayasa Sains, Bandung
Feldmen, Edmund Burke.1967. Art as Image and Idea. Pretince Hall inc, New
Jersey
Johnson, William.1945. The Hobbycraft and Leathercraft Series. Pierce press,
Inggris
Kusumawati, T., Wardoyo, S., 2012, Inovasi Kerajinan Kulit Tersamak dengan
Teknik Tatah Timbul dan Cap dengan Motif Batik Tradisional, Laporan
Hasil Pelaksanaan Penelitian Strategis Nasional Tahun Pertama.
Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
M. Subana dan Sudrajat. 2001,Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, CV. Pustaka Setia,
Bandung
Plekhanov,G.V.1957. Art and Social Life. Foreign Languages Publishing House,
Moscow
Raharjo, Timbul.2011. Seni Kriya dan Kerajinan. Program Pascasarjana ISI
Yogyakarta

23

Anda mungkin juga menyukai