Anda di halaman 1dari 5

KASUS SUAP OPINI WTP KEMENTRIAN DESA DARI KACAMATA ETIKA

PROFESI AKUNTAN
Oleh: Zidni Husnia Fachrunnisa
Magister Akuntansi Universitas Islam Indonesia

Beberapa waktu lalu media dikejutkan dengan adanya Operasi Tangkap Tangan yang
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjaring auditor Badan Pemeriksa
Keuangan. Kasus yang menyangkut auditor BPK ini terkait dengan adanya tindak suap yang
melibatkan pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(PDTT). Pasalnya, pejabat PDTT diduga telah menyuap auditor BPK untuk memberi opini
audit atas laporan keuangan tahun 2016 pada Kementerian Desa PDTT dengan Opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP). Kasus ini menyeret Irjen Kemendes PDTT Sugito dan Pejabat
Eselon III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo sebagai pihak pemberi suap dijerat dengan
pasal 5 ayat 1a atau pasal 5 ayat 1b atau pasal 13 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto
pasal 64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sementara Pejabat Eselon I BPK
Rochmadi Saptogiri dan Auditor BPK Ali Sadli sebagai pihak penerima suap disangkakan
dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 yang telah diubah
dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal
64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Dalam kasus tersebut melibatkan profesi akuntan yaitu auditor pemerintahan yang ada pada
BPK RI yang diduga telah menerima suap dari kemendes PDTT untuk memberikan opini
Wajar Tanpa Pengecualian pada laporan keuangan kemendes PDTT tahun 2016 dimana opini
WTP ini harusnya diberikan oleh Auditor atas laporan keuangan yang diperiksanya dengan
kondisi laporan keuangan disusun dalam semua hal yang material sesuai dengan kerangka
pelaporan keuangan yang berlaku dan Opini ini diberikan jika laporan keuangan bebas dari
salah saji material. Jika laporan keungan mendapatkan opini WTP artinya laporan keuangan
tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku seperti di Indonesia yakni Standar Akuntansi Pemerintah dan bebas dari kesalahan
penyajian yang material yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Auditor
bertangggung jawab memberikan opini atas laporan keungan berasarkan suatu evaluasi atas
kesimpulan yang ditarik dari bukti audit yang diperoleh dan menyatakannya dalam laporan
auditor.
Ada Apa dengan Opini WTP?

Sebelumnya laporan keungan kemendes pada tahun 2014 dan 2015 mendapatkan opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP), dan pada laporan keungan tahun 2016 mendapatkan opini
WTP. Opini WTP menjadi target pemerintahan dimana opini WTP mengisyaratkan bahwa
pemerintah telah melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik dengan tata kelola anggaran
yang akuntable dan transparan. Opini WTP ini dijadikan sebagai tolak ukur dari kinerja
lembaga pemerintahan sehingga lembaga pemerintahan berlomba – lomba mendapatkan
opini audit Wajar Tanpa Pengecualian. Insentif dan penghargaan pun diberikan kepada
lembaga pemerintahan yang mendapatkan opini WTP. Rupanya opini WTP menjadi buruan
lembaga pemerintah untuk mendapatkan image yang baik dari pemerintah pusat maupun dari
masyarakat sehingga berbagai keuntungan pun seperti penghargaan dan insentif akan
didapatkan. Selain itu, opini WTP ini menjadi jaminan bahwa sebuah lembaga pemerintahan
bebas dari tindakan penyelewengan atau korupsi dengan adanya pemeriksaan dari BPK
sebagai pihak yang independen yang dapat mendeteksi apabila terdapat ketidakwajaran dalam
suatu lembaga.

Bagaimana Kasus tersebut Berdasarkan Kode Etik Profesi Akuntan?

Kode etik merupakan panduan bagi profesional untuk melaksanakan tugasnya.


Auditor merupakan profesi akuntan yang bertanggung jawab memberikan Professional
Judgment memiliki kode etik yang mangikatnya. Kode etik yang ada di Indonesia
pertamanya yaitu Ikatan Akuntan Indonesia yang kemudian muncul beberapa spesialisasi
yang bernaung dibawahnya dan membuat kode etiknya sendiri seperti Ikatan Akuntan Publik
Indonesia, dan lain sebagainya. Bagi auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan
RI memiliki kode etik yakni kode etik BPK RI yang telah diumumkan dalam Lembaran
Berita Negara Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2007. Kode etik ini berlaku bagi
Anggota dan Pemeriksa BPK.

Kode etik BPK mengatur tentang nilai-nilai dasar yang wajib dimiliki oleh anggota
dan pemeriksa BPK. Nilai-nilai tersebut terdiri atas:

a. Mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku

b. Mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan

c. Menjunjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.


Kasus tersebut jelas sudah melanggar nilai – nilai dasar kode etik BPK yakni melanggar
peraturan Undang – Undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Kasus suap yang melibatkan
penyelenggara negara jelas merupakan tindak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang
merugikan negara. Hal ini juga dijelaskan dalam kode etik BPK Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 7
ayat 2a disebutkan dilarang menerima pemberian dalam bentuk apa pun baik langsung
maupun tidak langsung yang diduga atau patut diduga dapat mempengaruhi pelaksanaan
tugas dan wewenangnya. Kasus ini juga melanggar nilai dasar kode etik BPK RI nomor dua
yakni anggota dan pemeriksa harusnya mengutamakan kepentingan negara diatas
kepentingan pribadi atau golongan. Pembelian opini WTP merugikan negara dengan
memanipulasi laporan audit dimana hal ini akan berdampak buruk pada pengambilan
keputusan negara mengingat kasus ini menyangkut lembaga kementerian. Selanjutnya, kasus
ini telah melanggar nilai dasar ketiga yaitu anggota dan pemeriksa BPK harus menjunjung
tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK. Adanya kasus ini turut menjatuhkan
martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas BPK sebagai pihak independen yang memberi
predikat kepada lembaga pemerintah yang diperiksanya. Dengan dasar lembaga
pemerintahan telah menyajikan secara wajar semua hal yang material dan terbebas dari salah
saji material. Dalam hal ini, BPK sebagai pihak penjamin kualitas informasi yang disajikan
lembaga pemerintahan kepada stakeholder (pemangku kepentingan) termasuk masyarakat
telah menodai kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada BPK.

Lalu bagaimana pandangan dari kode etik IAI? Jelas ini merupakan pelanggaran kode etik
profesi akuntan. IAI merupakan organisasi bagi profesi akuntan di Indonesia memiliki
prinsip etika profesi akuntan yaitu: 1) Tanggung Jawab Profesi, 2) Kepentingan Publik, 3)
Integritas, 4) Objektivitas, 5) Kompetensi dan Kehati- hatian Profesional, 6) Kerahasiaan, 7)
Perilaku Profesional, 8) Standar Teknis. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesinya,
akuntan wajib menggunakan pertimbangan moral dan profesional setiap melakukan
kegiatannya, berkomitmen menjaga kepercayaan masyarakat dan pengguna jasa
profesionalnya, memiliki integritas dan kompetensi dalam melakukan tugasnya, objektif,
menjaga rahasia klien, dan memperhatikan standar teknis. Kasus jual beli opini seperti kasus
diatas menggambarkan bahwa auditor tidak menjalankan tanggung jawab profesinya dengan
baik, auditor tersebut telah melanggar kode etik yang mengikat mereka sebagai seorang
akuntan dimana mereka mau untuk menerima suap dari kliennya untuk memberikan
professional judgment nya tanpa memperhatikan prinsip objektivitas dan mengesampingkan
kepentingan publik. IAI memberikan solusi apabila seorang akuntan menerima tawaran untuk
tidak bertindak etis yaitu dengan: menginformasikan ke tingkat manajemen tingkat yang
lebih tinggi, menginformasikan kepada pihak ketiga misalnya IAI, atau memberi tahu
keluarga mengenai ancaman akibat dari pekerjaan mereka. Bagi anggota yang melanggar
kode etik, menurut kepala PPAJP (Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai) Kementerian
Keungan, Langgeng Subur, dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Praktek
Akuntan Publik mengatakan sanksi paling ringan berupa rekomendasi untuk menjalankan
kewajiban tertentu hingga berbentuk denda, sanksi tertulis, pembatasan pemberian jasa
tertentu, pembekuan ijin, dan pencabutan ijin jika akuntan publik atau KAP melakukan
pelanggaran sangat berat.

Kesimpulan

Kasus dugaan suap kepada Auditor BPK untuk mengeluarkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian merupakan tindakan yang melanggar etika profesi akuntan baik berdasarkan
kode etik yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia maupun BPK RI. Auditor
seharusnya mengeluarkan opini atas laporan keuangan yang diperiksanya dengan kompeten
dan objektif sehingga akuntan yang merupakan kepercayaan publik dapat menjaga
kredibilitas dan martabatnya. Opini auditor memiliki peran yang besar yakni sebagai penentu
pengambilan keputusan dan penjamin bahwa informasi telah disajikan dengan wajar maka
auditor harus profesional dan berintegritas dalam menjalankan tanggung jawabnya. Kalau
auditor sebagai pihak yang independen dan dipercaya saja melakukan penyelewengan maka
publik tidak lagi percaya dengan pemerintahan sekalipun opini yang dikeluarkan oleh BPK
adalah objektif. Saran yang dapat diberikan yakni evaluasi atas kasus ini dan kasus serupa
sebelumnya mengenai kasus suap opini Wajar Tanpa Pengecualian, rupanya lembaga
pemerintahan mengejar target opini WTP dengan berbagai cara tanpa memperhatikan moral,
maka seharusnya pemerintah lebih memperhatikan penargetan yang lebih mengarah kepada
efisiensi dan efektifitas lembaga pemerintahan dan pembinaan mengenai administrasi
pemerintahan yang masih banyak yang harus diperbaiki. Opini WTP hanyalah hasil dari
pengendalian internal yang baik dan penyajian laporan keuangan yang sesuai Standar
Akuntansi Pemerintahan serta bebas dari kesalahan material.

Referensi
BPK RI. 2007. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2007 (Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan). Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2016. Kode Etik Akuntan Profesional. Jakarta

www.kpk.go.id

https://m.detik.com/news//berita/d-3522344/icw-fenomena-suap-opini-wtp-mengkhawatirkan

https://www.google.co.id/amp/s/app.kompas.com/amp/nasional/read/2017/05/28/02000071/k
ronologi.kasus..dugaan.suap.pejabat.kemendes.pdtt.dan .auditor.bpk

https://tarymagetan.wordpress.com/2013/11/01/sanksi-terhadap-pelanggaran-kode-etik-
akuntan-publik/

Anda mungkin juga menyukai