Makalah Persatuan Dan Kesatuan Bangsa in
Makalah Persatuan Dan Kesatuan Bangsa in
DALAM MULTIKULTURALISME
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosioantropologi
Dosen :
Drs. Dadang Syahroni, M.Pd.
Disusun Oleh :
Dedi Mulyana (1136000028)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa majemuk, ditandai dengan banyaknya etnis,
suku, agama, budaya, kebiasaan, di dalamnya. Di sisi lain, masyarakat Indonesia dikenal
sebagai masyarakat multikultural, masyarakat yang anggotanya memiliki latar belakang
budaya (cultural background) beragam. Kemajemukan dan multikulturalitas
mengisyaratkan adanya perbedaan. Bila dikelola secara benar, kemajemukan dan
multikulturalitas menghasilkan energi hebat. Sebaliknya, bila tidak dikelola secara benar,
kemajemukan dan multikulturalitas bisa menimbulkan bencana dahsyat.
Nation and character building sebagai cita-cita membentuk kebudayaan nasional
sebagai wahana pemersatu bangsa cenderung belum terwujud. Malah akhir-akhir ini
semangat yang menjurus pada kesukubangsaan semakin bertambah besar sepertinya
semangat mengutamakan paham suku-bangsa lebih beradab dan maju ketimbang suku-
bangsa yang lainnya cenderung tumbuh. Padahal semangat kesukubangsaan yang lebih
mengutamakan kebesaran suku-bangsanya di tengah-tengah negara yang multikultur ini
tentunya tidak sejalan dengan paham kebangsaan yang dikembangkan sejak negara ini
berdiri. Pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara yang sarat dengan itikad menjaga,
melindungi, mempersatukan dan membangun bangsa untuk mampu meraih kemajuan
adab, setara dengan bangsa-bangsa maju lainnya di dunia seolah-olah menjadi barang
usang yang sudah ditinggalkan. Manifesto kultural Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan
tekad untuk membentuk kohesi sosial dan integrasi sosial, serta menyiratkan landasan
mutualisme (kebersamaan, dalam perasaan maupun perilaku) dan kerjasama yang
didasarkan atas kepentingan bersama dan perasaan kebersamaan, itu pun semakin pudar.
Padahal makna dari manifesto kultural itu adalah ternanamnya perasaan saling memiliki
dan menghargai sesama warganegara Indonesia, meski dengan latar belakang etnik dan
kebudayaan yang berbeda-beda.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian persatuan dan kesatuan bangsa?
2. Bagaimana makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa?
3. Apa saja macam prisip-prinsip persatuan dan kesatuan bangsa?
4. Bagaimana nilai-nilai persatuan dan kesatuan?
5. Apa yang di maksud dengan Bhineka Tunggal Ika?
6. Bagaimana cara mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa?
7. Bagaimana stuktur masyarakat Indonesia dan masalah kultural?
8. Bagaimana hakikat multikultural?
9. Bagaimana kondisi multikulturalisne di Indonesia?
C. Tujuan Pembahasan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan
untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Persatuan dan kesatuan bangsa;
2. Makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa;
3. Prisip-prinsip persatuan dan kesatuan bangsa;
4. Nilai-nilai persatuan dan kesatuan;
5. Bhineka Tunggal Ika;
6. Cara mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;
7. Stuktur masyarakat Indonesia dan masalah kultural;
8. Hakikat multikultural;
9. Multikulturalisne di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Tahap-tahap pembinaan persatuan bangsa Indonesia itu yang paling menonjol ialah
sebagai berikut:
1. Perasaan senasib
2. Kebangkitan Nasional
3. Sumpah Pemuda
4. Proklamasi Kemerdekaan
E. Bhinneka Tunggal Ika : Berbeda-Beda Tetapi Satu Jua – Semboyan Negara Indonesia
Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari
buku atau kitab sutasoma karangan Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal
Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian,
adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah
air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang
sama.Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik
Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram
sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula
diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari
bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi
tetap satu”. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin
Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.
Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwadengan
umat Buddha.
Sejak Negara Republik Indonesia ini didirikan (merdeka), para pendiri bangsa
dengan dukungan penuh seluruh rakyat telah sepakat mencantumkan kalimat “Bhinneka
Tunggal Ika” pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari
falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah dipakai sebagai motto
pemersatu wilayah di kawasan Nusantara. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu sekali, jauh
sebelum jaman menjadi modern seperti sekarang, jauh sebelum bangsa ini menjadi terdidik
dengan tingkat intelektualitas tinggi seperti sekarang, kesadaran akan hidup bersama di
dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat anak-anak banga di
negeri ini. Tetapi memasuki abad 21, di mana anak-anak Bangsa Indonesia telah menjadi
bangsa yang terdidik, bangsa yang banyak sekali punya orang pintar alias kaum inteletual
yang ilmunya bahkan diperoleh dari sekolah-sekolah tinggi di luar negeri, sebuah kata, yaitu
“pluralisme” yang artinya sama dengan keberagaman, tiba-tiba saja menjadi istilah yang
begitu gencar disebut. Setiap orang seakan kurang yakin dengan keintelekannya bila tidak
menyebut kata pluralisme setiap kali bicara, berdiskusi, berpidato dan lain sebagainya.
H. Hakikat Multikulural
Multikultural sebagai suatu konsep dan implementasi yang belum sepenuhnya
disadari segenap warga masyarakat. Setiap manusia terlahir dalam keadaan berbeda satu
sama lain, membawa sejumlah karakter fisik dan psikis yang berbeda. Di samping itu setiap
individu memiliki sistem keyakinan, yang berbeda belum sepenuhnya bisa diterima dengan
nalar kolektif masyarakat. Nalar kolektif masyarakat tentang multikultural masih
terkooptasi logisentrisme, tafsir hegemonik yang sarat prasangka, curiga, kebencian, dan
reduksi terhadap kelom-pok yang ada diluar dirinya. Tingkat pemahaman masyarakat
Indonesia tentang multikultural sangat beragam. Namun demikian, pada mayoritas
masyarakat Indonesia telah sadar akan pentingnya multikultural ini sebagai kekuatan
bangsa, dan bukannya potensi untuk mencerai beraikan persatuan dan kesatuan.
Secara konseptual, M.G.Smith dalam Abdul Rachman (2001) mendefinisikan bahwa
multikultural bangsa sebagai sesuatu yang lebih dari hanya keragaman kebudayaan.
Masyarakat yang benar-benar bersifat plural hanyalah apabila ada sesuatu
keanekaragaman yang resmi (diakui) di dalam sistem dasar dari kelembagaan-kelembagaan
yang diwajibkan. Kejelasan dari konsep M.G.Smith karena ia bertolak dari premis bahwa
sistem kelembagaan apapun cenderung mengarah kepada integrasi dan kekentalan internal
sementara setiap kelompok-kelompok yang berbeda akan cenderung membentuk suatu
kesatuan sosial budaya yang berdekatan.
Terlepas dari konteks wilayah dan zaman yang memang sangat berpengaruh
munculnya sebuah konsep, namun kecenderungan adanya penyeragaman terhadap
bermacam-macam suku bangsa. Kecenderungan ini akan menempatkan suku bangsa
tertentu yang mayoritas sebagai unsur yang berhak mengatasnama dirinya “mewakili
masyarakat”. Walau-pun pada kenyataannya dapat menimbulkan sikap primodial yang
menguta-makan kepentingan suatu kelompok atau komunitas masyarakat tertentu.
Pada dasarnya manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai
suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan,
praktek-praktek, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh
suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Pada gilirannya
kelompok atau suku bangsa tersebut tidak menyadari dari mana asal warisan
kebijaksanaan tersebut. Generasi berikutnya terkondisikan untuk menerima “kebenaran-
kebenaran” tersebut tentang kehidupan di sekitar mereka, karena norma dan nilai tertentu
telah ditetapkan oleh generasi sebelumnya. Namun demikian, norma dan nilai tertentu dari
suatu daerah atau suku bangsa, dapat diterima atau tidak tergantung dari persepsi,
pengetahuan dan keyakinan dari orang-orang yang bersangkutan.
Pada umumnya individu-individu cenderung menerima dan mempercayai apa yang
dikatakan budaya mereka. Hal ini dapat dipahami, karena manusia yang hidup tumbuh dan
berkembang dipengaruhi oleh keluarga dan masyarakat dimana kita dibesarkan dan
tinggal. Tentunya terlepas dari bagaimana validatas obyektif masukan dan penanaman
budaya ini pada diri kita. Pada umumnya individu akan mengabaikan atau menolak apa
yang bertentangan “kebenaran” kultural atau bertentangan dengan kepercayan-
kepercayaan yang diyakininya.
Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu (Dedi
Mulyana,2001). Budaya merupakan pengetahuan yang dapat dikomunikasikan, sifat-sifat
perilaku dipelajari yang juga ada pada anggota-anggota dalam suatu kelompok sosial dan
berwujud dalam lembaga-lembaga artefak-artefak mereka. E.B.Taylor, pakar Antropologi
menyebutkan budaya sebagai keseluruhan dimensi meliputi pengetahuan, kepercayaan,
seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau kebiasaan-kebiasaan
lain yang diperoleh angggota-anggota suatu masyarakat. Dalam hal ini setiap kelompok
budaya menghasilkan jawaban-jawaban khususnya sendiri terhadap tantangan-tantangan
hidup seperti kelahiran, pertumbuhan, hubungan-hubungan sosial, dan bahkan kematian.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa budaya memberikan identitas kepada
sekelompok orang terhadap karakteristik kulturnya. Beberapa aspek budaya tampak jelas
dalam perilaku manusia, namun ada pula aspek lainnya tersembunyi. Sebagian dari aspek-
aspek budaya ini eksplisit dalam adat dan pengetahuan masyarakat, dan mungkin berwujud
dalam hukum adat, tradisi-tradisi yang dipercayai oleh kelompok masyarakatnya.
Di antara sekian banyak definisi budaya, ada definisi yang menyebutkan budaya
sebagai rancangan-rancangan yang tercipta secara historis untuk hidup untuk hidup yang
bisa rasional, irasional dan nonrasional. Perilaku rasional dalam suatu budaya didasarkan
atas apa yang dianggap kelompok masuk akal untuk mencapai tujuan-tujunannya. Perilaku
irasional menyimpang dari norma-norma yang diterima suatu masyarakat dan mungkin
bersumber dari frustasi seseorang dalam usaha memuaskan kebutuhan-kebutuhannya.
Perilaku irasional akan dilakukan orang tanpa disertai logika dan kemungkinan besar
sebagai suatu respons emosional. Perilaku nonrasional tidak berdasarkan logika, tidak juga
bertentangan dengan ekspetasi-ekspetasi yang masuk akal. Banyak perilaku termasuk ke
dalam kedua jenis ini. Kita tidak menyadari mengapa kita melakukan perilaku itu, mengapa
kita mempercayai yang kita lakukan, atau bahwa mungkin berpra-sangka menurut
pandangan orang-orang di luar kelompok budaya kita.
Manusia menciptakan budaya tidak hanya sebagai suatu mekanisme adaptif
terhadap lingkungan biologis dan geofisik mereka tetapi juga sebagai alat untuk
memberikan adil dari evolusi sosial kita. Dengan demikian manusia sebagai mahluk
individu, akan melekat sifat-sifat bawaan yang dapat disebabkan dari sifat generasi manusia
sebelumnya. Dalam perkembangannya lingkungan geofisik dimana kita tinggal dan berada
seperti rumah, sekolah, tempat ibadah, tempat kantor, atau tempat lainnya memberikan
konteks budaya yang berpengaruh terhadap perilaku kita. Budaya memudahkan kehidupan
untuk memecahkan masalah-masalah dengan menerapkan pola-pola hubungan, dan cara-
cara memelihara kohesi dan konsensus kelompok. Banyak cara atau pendekatan yang
berlainan untuk menganalisis dan mengkategorikan suatu budaya agar budaya tersebut
lebih mudah dipahami.
I. Multikulturalisme di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman
yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal
dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok
manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu
mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan
batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan
multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang
mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat
diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat
yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan
kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia berarti persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia. Persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam
wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
2. makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat
kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan lain sebagainya.
3. Prinsip Bhineka Tunggal Ika, nasionalisme Indonesia, kebebasan bertanggung jawab,
wawasan nusantara dan prinsip untuk mewujudkan cita-cita pada era reformasi.
4. Meningkatkan keadilan dan tidak membedabedakan antar suku bangsa.
5. Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku atau
kitab sutasoma karangan Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki
makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa,
dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air.
6. Membangun Persatuan dan kesatuan mencakup upaya memperbaiki kondisi kemanusiaan
lebih baik dari hari kemarin. Semangat untuk senantiasa memperbaiki kualitas diri ini amat
sejalan dengan perlunya menyiapkan diri menghadapi tantangan masa depan yang kian
kompetitif.
7. bangsa Indonesia terdiri dari kolektifitas kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat
majemuk. Dari segi etnitasnya terdapat 656 suku bangsa (Hidayat, 1997) dengan tidak
kurang dari 300 jenis bahasa-bahasa daerah, dan di Irian Jaya saja lebih 200 bahasa-bahasa
sukubangsa (Koentjaraningrat,1993). Penduduknya sudah mencapai 200 juta, yang
menempatkan Indonesia pada urutan keempat dunia. Suatu masyarakat yang multikultural
tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki unit-unit kekerabatan yang
bersifat segmenter, akan tetapi sekaligus juga tidak dapat disamakan pula dengan
masyarakat yang memiliki diferensiasi atau spesialiasi yang tinggi.
8. multikultural bangsa sebagai sesuatu yang lebih dari hanya keragaman kebudayaan.
Masyarakat yang benar-benar bersifat plural hanyalah apabila ada sesuatu
keanekaragaman yang resmi (diakui) di dalam sistem dasar dari kelembagaan-kelembagaan
yang diwajibkan.
9. Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena Letak geografis Indonesia, perkawinan
campur dan iklim.
B. Saran
Indonesia memang suatu bangsa yang multicultural, bangsa yang berdiri dari
bebagai macam suku, budaya, ras dan berbagai bahasa. Namun hal tersebut tidak menutup
kemungkinan bagi kita sebagai bangsa indonesia untuk bersatu dan berjuang untuk bangsa
yang terdiri dari bermacam-macam kultur ini. Kita harus bersatu agar duduk sama rendah
dan berdiri sama dengan bangsa yang lain dan bersama-sama, bergotong royong untuk
mengangkat martabat bangsa Indonesia di mata dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pembangunan Bangsa: Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan.
Yogyakarta: Kanisius
Ade Makmur Kartawinata. 1999. Persatuan dan Kesatuan Bangsa: Suatu renungan Pembentukan
Indonesia Merdeka Ke Arah Kebudayaan Kebangsaan. Bandung: Primaco Akademika
Deddy Mulyasa dan Jalaluddin Rakhmat. 2001. Komunikasi Antar Budaya, Panduan Berkomunikasi
dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: Rosda