Anda di halaman 1dari 23

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN ATRIAL FIBRILASI

A. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler


1. Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berongga,
berotot, yang terletak di tengah
toraks, dan ia menempati rongga
antara paru dan diafragma. Beratnya
sekitar 300 g (10,6 oz), meskipun
berat dan ukurannya dipengaruhi
oleh usia, jenis kelamin, berat badan,
beratnya latihan dan kebiasaan fisik
dan penyakit jantung. Fungsi
jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat
nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil
metabolisme ( Brunner & Suddarth, 2002). Jantung terletak di rongga toraks
(dada) sekitar garis tengah antara sternum atau tulang dada di sebelah anterior
dan vertebra (tulang punggung) di sebelah posterior (Sherwood, Lauralee,
2001). Bagian depan dibatasi oleh sternum dan costae 3,4, dan 5. Hampir dua
pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median sternum. Jantung
terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan apex cordis berada paling
depan dalam rongga thorax. Apex cordis dapat diraba pada ruang intercostal
4-5 dekat garis medio-clavicular kiri. Batas cranial jantung dibentuk oleh
aorta ascendens, arteri pulmonalis, dan vena cava superior (Aurum, 2007).
Pada dewasa, rata-rata panjangnya kira-kira 12 cm, dan lebar 9 cm, dengan
berat 300 sampai 400 gram (Setiadi, 2007).
2. Ruang Jantung

Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat bilik
(ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik-bilik atas,
atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan
memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang memompa darah dari
jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot
kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung.
Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan jantung menerima dan
memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan
memompa darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001).

a. Atrium Dextra

Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke depan


dibandingkan ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian antero-
superior terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun telinga yang
disebut Auricle. Permukaan endokardiumnya tidak sama. Posterior dan septal
licin dan rata. Lateral dan auricle kasar dan tersusun dari serabut-serabut otot
yang berjalan paralel yang disebut Otot Pectinatus. Atrium Dextra merupakan
muara dari vena cava. Vena cava superior bermuara pada dinding supero-
posterior. Vena cava inferior bermuara pada dinding infero-latero-posterior
pada muara vena cava inferior ini terdapat lipatan katup rudimenter yang
disebut Katup Eustachii. Pada dinding medial atrium dextra bagian postero-
inferior terdapat Septum Inter-Atrialis.

Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat lekukan dangkal berbentuk


lonjong yang disebut Fossa Ovalis, yang mempunyai lipatan tetap di bagian
anterior dan disebut Limbus Fossa Ovalis. Di antara muara vena cava inferior
dan katup tricuspidalis terdapat Sinus Coronarius, yang menampung darah
vena dari dinding jantung dan bermuara pada atrium dextra. Pada muara sinus
coronaries terdapat lipatan jaringan ikat rudimenter yang disebut Katup
Thebesii. Pada dinding atrium dextra terdapat nodus sumber listrik jantung,
yaitu Nodus Sino-Atrial terletak di pinggir lateral pertemuan muara vena cava
superior dengan auricle, tepat di bawah Sulcus Terminalis. Nodus Atri-
Ventricular terletak pada antero-medial muara sinus coronaries, di bawah
katup tricuspidalis. Fungsi atrium dextra adalah tempat penyimpanan dan
penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel dextra
dan kemudian ke paru-paru.

Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah lipatan katup
atau pita otot rudimenter maka, apabila terjadi peningkatan tekanan atrium
dextra akibat bendungan darah di bagian kanan jantung, akan dikembalikan
ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 80% alir balik vena ke dalam atrium
dextra akan mengalir secara pasif ke dalam ventrikel dxtra melalui katup
tricuspidalisalis. 20% sisanya akan mengisi ventrikel dengan kontraksi
atrium. Pengisian secara aktif ini disebut Atrial Kick. Hilangnya atrial kick
pada Disaritmia dapat mengurangi curah ventrikel.

b. Atrium Sinistra

Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar
tembus dada tidak tampak. Tebal dinding atrium sinistra 3 mm, sedikit lebih
tebal daripada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin dan otot
pectinatus hanya ada pada auricle. Atrium kiri menerima darah yang sudah
dioksigenasi dari 4 vena pumonalis yang bermuara pada dinding postero-
superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena dextra et sinistra.
Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak terdapat katup sejati. Oleh
karena itu, perubahan tekanan dalam atrium sinistra membalik retrograde ke
dalam pembuluh darah paru. Peningkatan tekanan atrium sinistra yang akut
akan menyebabkan bendungan pada paru. Darah mengalir dari atrium sinistra
ke ventrikel sinistra melalui katup mitralis.

c. Ventrikel Dextra

Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di bawah


manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan
ventrikel sinistra dan di medial atrium sinistra. Ventrikel dextra berbentuk
bulan sabit atau setengah bulatan, tebal dindingnya 4-5 mm. Bentuk ventrikel
kanan seperti ini guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup
untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi pulmonar
merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah, dengan resistensi yang
jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel dextra, dibandingkan
tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri.
Karena itu beban kerja dari ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada
ventrikel kiri. Oleh karena itu, tebal dinding ventrikel dextra hanya sepertiga
dari tebal dinding ventrikel sinistra. Selain itu, bentuk bulan sabit atau
setengah bulatan ini juga merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra
yang lebih besar daripada tekanan di ventrikel dextra. Disamping itu, secara
fungsional, septum lebih berperan pada ventrikel sinistra, sehingga
sinkronisasi gerakan lebih mengikuti gerakan ventrikel sinistra.

Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh serabut otot
yang disebut Trabeculae Carnae, yang sering membentuk persilangan satu
sama lain. Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel dextra berukuran
besar yang disebut Trabeculae Septomarginal (Moderator Band). Secara
fungsional, ventrikel dextra dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar.
Ruang alur masuk ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow Tract) dibatasi
oleh katup tricupidalis, trabekel anterior, dan dinding inferior ventrikel
dextra. Alur keluar ventrikel dextra (Right Ventricular Outflow Tract)
berbentuk tabung atau corong, berdinding licin, terletak di bagian superior
ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau Conus Arteriosus. Alur
masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan oleh Krista Supraventrikularis
yang terletak tepat di atas daun anterior katup tricuspidalis.

Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat secara perlahan-


lahan, seperti pada kasus hipertensi pulmonar progresif, maka sel otot
ventrikel dextra mengalami hipertrofi untuk memperbesar daya pompa agar
dapat mengatasi peningkatan resistensi pulmonary, dan dapat mengosongkan
ventrikel. Tetapi pada kasus dimana resistensi pulmonar meningkat secara
akut (seperti pada emboli pulmonary massif) maka kemampuan ventrikel
dextra untuk memompa darah tidak cukup kuat, sehingga seringkali diakhiri
dengan kematian.

d. Ventrikel Sinistra

Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya mengarah


ke antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut
adalah Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel sinistra 2-3x lipat tebal
dinding ventrikel dextra, sehingga menempati 75% masa otot jantung
seluruhnya. Tebal ventrikel sinistra saat diastole adalah 8-12 mm. Ventrikel
sinistra harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi
tahanan sirkulasi sitemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-
jaringan perifer. Sehingga keberadaan otot-otot yang tebal dan bentuknya
yang menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan tinggi
selama ventrikel berkontraksi. Batas dinding medialnya berupa septum
interventrikulare yang memisahkan ventrikel sinistra dengan ventrikel dextra.
Rentangan septum ini berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut
adalah pada daerah katup aorta.

Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian Muskulare


(menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian Membraneus. Pada
dua pertiga dinding septum terdapat serabut otot Trabeculae Carnae dan
sepertiga bagian endocardiumnya licin. Septum interventrikularis ini
membantu memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ventrikel pada
saat kontraksi. Pada saat kontraksi, tekanan di ventrikel sinistra meningkat
sekitar 5x lebih tinggi daripada tekanan di ventrikel dextra; bila ada hubungan
abnormal antara kedua ventrikel (seperti pada kasus robeknya septum pasca
infark miokardium), maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan melalui
robekan tersebut. Akibatnya jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui
katup aorta ke dalam aorta akan berkurang.
3. Katup Jantung

Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui


bilik-bilik jantung (Aurum, 2007). Setiap katup berespon terhadap perubahan
tekanan (Setiadi, 2007). Katup – katup terletak sedemikian rupa, sehingga
mereka membuka dan menutup secara pasif karena perbedaan tekanan, serupa
dengan pintu satu arah Sherwood, Lauralee, 2001). Katup jantung dibagi
dalam dua jenis, yaitu katup atrioventrikuler dan katup semilunar.

a. Katup Atrioventrikuler

Letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup


atrioventrikular. Katup yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel
kanan mempunyai 3 buah katup disebut katup trikuspid (Setiadi, 2007).
Terdiri dari 3 otot yang tidak sama, yaitu: 1) Anterior, yang merupakan
paling tebal, dan melekat dari daerah Infundibuler ke arah kaudal menuju
infero-lateral dinding ventrikel dextra. 2) Septal, Melekat pada kedua
bagian septum muskuler maupun membraneus. Sering menutupi VSD
kecil tipe alur keluar. 3) Posterior, yang merupakan paling kecil, Melekat
pada cincin tricuspidalis pada sisi postero-inferior (Aurum, 2007).
Sedangkan katup yang letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai 2 daun katup disebut katup mitral (Setiadi, 2007). Terdiri
dari 2 bagian, yaitu daun katup mitral anterior dan posterior. Daun katup
anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai dari basal
ventrikel sinistra dan meluas secara diagonal sehingga membagi ruang
aliran menjadi alur masuk dan alur keluar (Aurum, 2007).

b. Katup Semilunar

Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena terdiri dari 3 daun katup,


yang masing-masing mirip dengan kantung mirip bulan separuh
(Sherwood, Lauralee, 2007). Katup semilunar memisahkan ventrikel
dengan arteri yang berhubungan. Katup pulmonal terletak pada arteri
pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup aorta
terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katup semilunar ini
memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri
pulmonalis atau aorta selama systole ventrikel, dan mencegah aliran balik
waktu diastole ventrikel (Setiadi, 2007).

4. Lapisan Jantung

Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun
secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus (Sherwood,
Lauralee, 2001). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu:

a. Perikardium (Epikardium)

Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini
adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung.
Terdiri dari dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007):

1) Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang


membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum
tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar
merekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
2) Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering
disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk
mempermudah pergerakan jantung.
b. Miokardium

Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot
jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini
tersusun secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood, Lauralee,
2001). Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner
(Setiadi, 2007).

c. Endokardium
Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium. Suatu
jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi
(Sherwood, Lauralee, 2007).

5. Persarafan Jantung

jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Kecepatan denyut jantung


terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Jantung
dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi
kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, walaupun untuk memulai kontraksi
tidak memerlukan stimulasi saraf. Saraf parasimpatis ke jantung, yaitu saraf
vagus, terutama mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan AV. Saraf-
saraf simpatis jantung juga mempersarafi atrium, termasuk nodus SA dan
AV, serta banyak mempersarafi ventrikel (Sherwood, Lauralee, 2001).

6. Vaskularisasi Jantung (Pembuluh Darah)

Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah. Secara garis
besar peredaran darah dibedakan menjadi dua, yaitu peredaran darah besar
yaitu dari jantung ke seluruh tubuh, kembali ke jantung (sirkulasi sistemik),
dan peredaran darah kecil, yaitu dari jantung ke paru-paru, kembali ke
jantung (sirkulasi pulmonal).

1) Arteri

Suplai darah ke miokardium berasal dari dua arteri koroner besar


yang berasal dari aorta tepat di bawah katub aorta. Arteri koroner kiri
memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, dan arteri koroner kanan
memperdarahi sebagian besar ventrikel kanan (Setiadi, 2007).

a) Arteri Koroner Kanan

Berjalan ke sisi kanan jantung, pada sulkus atrioventrikuler


kanan. Pada dasarnya arteri koronarian kanan memberi makan pada
atrium kanan, ventrikel kanan, dan dinding sebelah dalam dari
ventrikel kiri. Bercabang menjadi Arteri Atrium Anterior Dextra
(RAAB = Right Atrial Anterior Branch) dan Arteri Coronaria
Descendens Posterior (PDCA = Posterior Descending Coronary
Artery). RAAB memberikan aliran darah untuk Nodus Sino-Atrial.
PDCA memberikan aliran darah untuk Nodus Atrio-Ventrikular
(Aurum, 2007).

b) Arteri Koroner Kiri

Berjalan di belakang arteria pulmonalis sebagai arteri coronaria


sinistra utama (LMCA = Left Main Coronary Artery) sepanjang 1-2
cm. Bercabang menjadi Arteri Circumflexa (LCx = Left Circumflex
Artery) dan Arteri Descendens Anterior Sinistra (LAD = Left
Anterior Descendens Artery). LCx berjalan pada Sulcus Atrio-
Ventrcular mengelilingi permukaan posterior jantung. LAD berjalan
pada Sulcus Interventricular sampai ke Apex. Kedua pembuluh
darah ini bercabang-cabang dan memberikan aliran darah diantara
kedua sulcus tersebut (Aurum, 2007).

2) Vena

Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi


arteri koroner. Sistem vena jantung mempunyai 3 bagian, yaitu (Setiadi,
2007) :

a) Vena tabesian, merupakan sistem terkecil yang menyalurkan


sebagian darah dari miokardium atrium kanan dan ventrikel
kanan.
b) Vena kardiaka anterior, mempunyai fungsi yang cukup berarti
mengosongkan sebagian besar isi vena ventrikel langsung ke
atrium kanan.
c) Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan sistem vena yang
paling besar dan paling penting, berfungsi menyalurkan
pengembalian darah vena miokard ke dalam atrium kanan
melalui ostinum sinus koronaruis yang bermuara di samping
vena kava inferior.
B. Fisiologi Jantung
1. Metabolisme Otot Jantung

Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia untuk
berkontraksi. Energi terutama berasal dari metabolisme asam lemak dalam
jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat dan glukosa.
Proses metabolisme jantung adalah aerobic yang membutuhkan oksigen.

2. Pengaruh Ion pada Jantung


a. Pengaruh ion kalium : Kelebihan ion kalium pada CES menyebabkan
jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
b. Pengaruh ion kalsium: Kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung
berkontraksi spastis.
c. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.

3. Elektrofisiologi Sel Otot Jantung

Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas


membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensial
aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis.
Lima fase aksi potensial yaitu:

1) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negatif (polarisasi) dan


bagian luar bermuatan positif.
2) Fase depolarisasi (cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas
membran terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke
dalam.
3) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan
positif dalam sel menjadi berkurang.
4) Fase plato (keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil
agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard.
5) Fase repolarisasi (cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur
tidak mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
4. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
a. SA node: Tumpukan jaringan neuromuskular yang kecil berada di
dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
b. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam
septum atrium dekat muara sinus koronari.
c. Bundle atrioventrikuler: Dari bundle AV berjalan ke arah depan pada
tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
interventrikulare.
d. Serabut penghubung terminal (Purkinje): Anyaman yang berada
pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.

5. Curah Jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama
besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit
disebut curah jantung (cardiac output). Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi otot jantung yaitu:
1) Beban awal
2) Kontraktilitas
3) Beban akhir
4) Frekuensi jantung

Periode pekerjaan jantung yaitu:

1) Periode systole
2) Periode diastole
3) Periode istirahat
6. Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
a. Bunyi pertama: lup
b. Bunyi kedua : Dup
c. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
d. Bunyi keempat: Terkadang dapat didengar segera sebelum bunyi
pertama

C. Definisi Atrial Fibrilasi (Af)

Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium


berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel
menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin pula
tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada kontraksi atrium
yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan keluar ventrikel
biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi peningkatan kebutuhan
misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).

Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium,


menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi.
Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium (biasanya
vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Dharma, 2012).

Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas


listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus
menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi
ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan umumnya terjadi
pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).
D. Etiologi Atrial Fibrilasi (Af)
1. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a. Penyakit jantung iskemik
b. Hipertensi kronis
c. Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d. Perikarditis
e. Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
f. Tumor intracardiac
2. Penyebab non kardiovaskuler
a. Kelainan metabolik :
- Tiroksikosis
- Alkohol akut/kronis
b. Penyakit pada paru
- Emboli paru
- Pneumonia
- PPOM
- Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik

E. Klasifikasi

Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa hal
diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi,
berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir berdasarkan
bentuk gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa sistem
klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti :

1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :


a. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari
100 kali permenit.
b. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang
dari 60 kali permenit.
c. Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-
100 kali permenit.
2. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau
infark miokard akut).
b. AF dengan hemodinamik stabil.
3. Klasifikasi menurut American Heart Association (AHA), atrial fibriasi
(AF) dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari.
Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama
sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang
episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.
c. AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk
mengembalikan ke irama sinus.
d. AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7
hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke
irama sinus (resisten).

F. Patofisiologi

Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding
atrium diantara vena pulmonalis atau vena cava junctions merupakan pencetus
AF. Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron,
namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan
timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered. Triggered yang
dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan inisiasi lingkaran-
lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple.
Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak tempat (multiple)
dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang banyak dalam
berbagai ukuran dengan amplitudo yang rendah (microreentrant tachycardias).
Berbeda halnya dengan flutter atrium yang merupakan suatu lingkaran reentry
yang makro dan tunggal di dalam atrium (macroreentrant tachycardias).

AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan
muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya
lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan
terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry.

Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik


(electrical remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan
ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya
perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.

Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun


demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan
efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena
itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat
hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium,
walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. Atrial
fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari
biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi
sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh.

Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium
kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan resiko
terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin
akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya
tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von
Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF
akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh
lamanya AF.

G. Manifestasi Klinis
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau
“berdebar” dalam dada).
2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
3. Sesak napas/dispnea.
4. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat
peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
5. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.

Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National


Collaborating Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat terbentuk
dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi
atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan ekstremitas
sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya serangan
stroke (Philip and Jeremy, 2007).

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital : Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah, dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial
fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial
fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika
>100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi
cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor
pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.
I. Penatalaksanaan

AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan


pada kontrol aritmianya (rhytm control). Namun pada pasien dengan AF yang
persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba
mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju
denyut ventrikular (rate control) saja. Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF
yaitu :

1. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli


2. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
3. Memperbaiki irama yang tidak teratur.

Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM)


RS Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:

1. Farmakologi
a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama
sinus / irama jantung yang normal. Diberikan anti-aritmia gol. I
(quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat
diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi
dengan DC shock.
b. Rate control. Rate control bertujuan untuk mengembalikan /
menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang
bekerja pada AV node seperti : digitalis, verapamil, dan obat
penyekat beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat
dipakai untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli. Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan
AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk
mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai
kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
2. Non-farmakologi
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan
pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,
seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.
Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan
antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3
minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat
emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila
sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan
transesofageal ekhokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan
ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu
jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian
menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber),
terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu
jantung kamar tunggal (single chamber).
c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE
procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-
vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV
dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu
jantung permanen.

J. Komplikasi
1. Cardiac arrest / gagal jantung
2. Stroke
3. Demensia
BAB II
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ATRIAL
FIRILASI
A. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan
berlebihan.Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah
dan denyut jantung saa aktivitas.
b. Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %
mengalami disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi,
kardiomiopati, dan CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi
cepat/lambat/tidak teratur, palpitasi. Temuan fisik meliputi hipotensi
atau hipertensi selama episode disritmia. Nadi ireguler atau denyut
berkurang. Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara
ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis, pucat, sianosis. Edema
dependen, distensi vena jugularis, penurunan urine output.
c. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala, pingsan. Temuan fisik :
status mental disorientasi, confusion, kehilangan memori, perubahan
pola bicara, stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah,
halusinasi; reaksi pupil berubah. Reflek tendon dalam hilang
menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa (ventrikuler
tachicardi atau bradikardia berat).
d. Kenyamanan
Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang
dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
e. Respirasi
Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat
penyakit paru, riwayat merokok. Temuan fisik perubahan pola nafas
selam periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem
paru atau fenomena thromboemboli paru.
f. Cairan dan Nutrisi
Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah. Temuan
fisik berupa tidak nafsu makan, perubahan turgor atau kelembapan
kulit. Perubahan berat badan akibat odema.
g. Apakah ada riwayat pengguna alkohol.
h. Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
i. Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan
mudah tersinggung.

B. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2018)


1. Penurunan Curah Jantung
Defenisi: Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memnuhi
kebutuhan metabolisme tubuh
Penyebab:
a. Perubahan irama jantung
b. Perubahan frekuensi jantung
c. Perubahan kontraktilitas
d. Perubahan preload
e. Perubahan afterloaf

Batasan Karakteristik:

a. Data mayor
Subjektif:
1) Perubahan irama jantung: palpitasi
2) Perubahan preload: lelah
3) Perubahan after load: dispneua
4) Perubahan kontraktilitas: PND, ortopneau, batuk
Objektif:

1) Perubahan irama jantung: bradikardia/takikardia, Gambaran


EKG aritmia atau gangguan konduksi
2) Perubahan preload: edema, distensi vena jugularis, CVP
3) Perubahan afterload: Tekanan Darah meningkat/ menurun,
nadi perifer teraba lemah, CRT > 3 detik, oliguria, warna
kuliat pucat/stenosis
4) Perubahan kontraktilitas: terdengar suara S3 atau S4, ejection
fraction menurun
C. Discharge Planning
a. Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa
memperburuk keadaan selama di rawat.
b. Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman yang
dapat memperlambat proses penyembuhan selama dirawat.
c. Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di
rumah.
d. Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan
minum di rumah.
e. Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum
beralkohol kalau pasien seorang perokok atau peminum.
f. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan
sesuai dosis.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC
Dharma, Surya. 2012. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :
EGC
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler. . Jakarta. Penerbit: Salemba Medika
Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing
Syaifuddin, H. 2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan
dan kebidanan. Jakarta. Penerbit: EKG
Syaifuddin, Haji. 2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta.
Penerbit: EKG
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta Penerbit: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai