Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat bilik
(ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik-bilik atas,
atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan
memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang memompa darah dari
jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot
kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung.
Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan jantung menerima dan
memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan
memompa darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001).
a. Atrium Dextra
Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah lipatan katup
atau pita otot rudimenter maka, apabila terjadi peningkatan tekanan atrium
dextra akibat bendungan darah di bagian kanan jantung, akan dikembalikan
ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 80% alir balik vena ke dalam atrium
dextra akan mengalir secara pasif ke dalam ventrikel dxtra melalui katup
tricuspidalisalis. 20% sisanya akan mengisi ventrikel dengan kontraksi
atrium. Pengisian secara aktif ini disebut Atrial Kick. Hilangnya atrial kick
pada Disaritmia dapat mengurangi curah ventrikel.
b. Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar
tembus dada tidak tampak. Tebal dinding atrium sinistra 3 mm, sedikit lebih
tebal daripada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin dan otot
pectinatus hanya ada pada auricle. Atrium kiri menerima darah yang sudah
dioksigenasi dari 4 vena pumonalis yang bermuara pada dinding postero-
superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena dextra et sinistra.
Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak terdapat katup sejati. Oleh
karena itu, perubahan tekanan dalam atrium sinistra membalik retrograde ke
dalam pembuluh darah paru. Peningkatan tekanan atrium sinistra yang akut
akan menyebabkan bendungan pada paru. Darah mengalir dari atrium sinistra
ke ventrikel sinistra melalui katup mitralis.
c. Ventrikel Dextra
Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh serabut otot
yang disebut Trabeculae Carnae, yang sering membentuk persilangan satu
sama lain. Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel dextra berukuran
besar yang disebut Trabeculae Septomarginal (Moderator Band). Secara
fungsional, ventrikel dextra dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar.
Ruang alur masuk ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow Tract) dibatasi
oleh katup tricupidalis, trabekel anterior, dan dinding inferior ventrikel
dextra. Alur keluar ventrikel dextra (Right Ventricular Outflow Tract)
berbentuk tabung atau corong, berdinding licin, terletak di bagian superior
ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau Conus Arteriosus. Alur
masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan oleh Krista Supraventrikularis
yang terletak tepat di atas daun anterior katup tricuspidalis.
d. Ventrikel Sinistra
a. Katup Atrioventrikuler
b. Katup Semilunar
4. Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun
secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus (Sherwood,
Lauralee, 2001). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu:
a. Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini
adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung.
Terdiri dari dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007):
Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot
jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini
tersusun secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood, Lauralee,
2001). Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner
(Setiadi, 2007).
c. Endokardium
Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium. Suatu
jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi
(Sherwood, Lauralee, 2007).
5. Persarafan Jantung
Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah. Secara garis
besar peredaran darah dibedakan menjadi dua, yaitu peredaran darah besar
yaitu dari jantung ke seluruh tubuh, kembali ke jantung (sirkulasi sistemik),
dan peredaran darah kecil, yaitu dari jantung ke paru-paru, kembali ke
jantung (sirkulasi pulmonal).
1) Arteri
2) Vena
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia untuk
berkontraksi. Energi terutama berasal dari metabolisme asam lemak dalam
jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat dan glukosa.
Proses metabolisme jantung adalah aerobic yang membutuhkan oksigen.
5. Curah Jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama
besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit
disebut curah jantung (cardiac output). Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi otot jantung yaitu:
1) Beban awal
2) Kontraktilitas
3) Beban akhir
4) Frekuensi jantung
1) Periode systole
2) Periode diastole
3) Periode istirahat
6. Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
a. Bunyi pertama: lup
b. Bunyi kedua : Dup
c. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
d. Bunyi keempat: Terkadang dapat didengar segera sebelum bunyi
pertama
E. Klasifikasi
Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa hal
diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi,
berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir berdasarkan
bentuk gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa sistem
klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti :
F. Patofisiologi
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding
atrium diantara vena pulmonalis atau vena cava junctions merupakan pencetus
AF. Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron,
namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan
timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered. Triggered yang
dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan inisiasi lingkaran-
lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple.
Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak tempat (multiple)
dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang banyak dalam
berbagai ukuran dengan amplitudo yang rendah (microreentrant tachycardias).
Berbeda halnya dengan flutter atrium yang merupakan suatu lingkaran reentry
yang makro dan tunggal di dalam atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan
muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya
lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan
terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium
kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan resiko
terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin
akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya
tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von
Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF
akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh
lamanya AF.
G. Manifestasi Klinis
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau
“berdebar” dalam dada).
2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
3. Sesak napas/dispnea.
4. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat
peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
5. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital : Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah, dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial
fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial
fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika
>100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi
cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor
pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.
I. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama
sinus / irama jantung yang normal. Diberikan anti-aritmia gol. I
(quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat
diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi
dengan DC shock.
b. Rate control. Rate control bertujuan untuk mengembalikan /
menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang
bekerja pada AV node seperti : digitalis, verapamil, dan obat
penyekat beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat
dipakai untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli. Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan
AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk
mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai
kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
2. Non-farmakologi
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan
pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,
seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.
Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan
antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3
minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat
emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila
sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan
transesofageal ekhokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan
ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu
jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian
menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber),
terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu
jantung kamar tunggal (single chamber).
c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE
procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-
vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV
dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu
jantung permanen.
J. Komplikasi
1. Cardiac arrest / gagal jantung
2. Stroke
3. Demensia
BAB II
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ATRIAL
FIRILASI
A. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan
berlebihan.Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah
dan denyut jantung saa aktivitas.
b. Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %
mengalami disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi,
kardiomiopati, dan CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi
cepat/lambat/tidak teratur, palpitasi. Temuan fisik meliputi hipotensi
atau hipertensi selama episode disritmia. Nadi ireguler atau denyut
berkurang. Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara
ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis, pucat, sianosis. Edema
dependen, distensi vena jugularis, penurunan urine output.
c. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala, pingsan. Temuan fisik :
status mental disorientasi, confusion, kehilangan memori, perubahan
pola bicara, stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah,
halusinasi; reaksi pupil berubah. Reflek tendon dalam hilang
menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa (ventrikuler
tachicardi atau bradikardia berat).
d. Kenyamanan
Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang
dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
e. Respirasi
Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat
penyakit paru, riwayat merokok. Temuan fisik perubahan pola nafas
selam periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem
paru atau fenomena thromboemboli paru.
f. Cairan dan Nutrisi
Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah. Temuan
fisik berupa tidak nafsu makan, perubahan turgor atau kelembapan
kulit. Perubahan berat badan akibat odema.
g. Apakah ada riwayat pengguna alkohol.
h. Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
i. Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan
mudah tersinggung.
Batasan Karakteristik:
a. Data mayor
Subjektif:
1) Perubahan irama jantung: palpitasi
2) Perubahan preload: lelah
3) Perubahan after load: dispneua
4) Perubahan kontraktilitas: PND, ortopneau, batuk
Objektif:
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC
Dharma, Surya. 2012. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :
EGC
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler. . Jakarta. Penerbit: Salemba Medika
Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing
Syaifuddin, H. 2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan
dan kebidanan. Jakarta. Penerbit: EKG
Syaifuddin, Haji. 2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta.
Penerbit: EKG
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta Penerbit: Salemba Medika.