Anda di halaman 1dari 51

PROLOG

17 tahun yang lalu,

Tepat saat adzan subuh berkumandang lahirlah


seorang bayi perempuan yang di beri nama Ciara Durah
Aran. Anak dari pasangan Dian dan Anwar ini memiliki
paras yang cantik, tubuhnya yang tinggi dan biasa di
panggil Ara. Aku memanggil orang tuaku dengan
sebutan Papa dan Bunda.

Aku adalah anak pertama. Aku memiliki dua


orang adek perempuan dan satu laki-laki. Adekku yang
perempuan bernama Dwi Renata Aran yang laki-laki
bernama Ahmad Renaldi Aran dan yang perempuan satu
lagi bernama Salsabila Diar tetapi, dia beda Ayah
denganku.

Ada rindu yang tidak ada habisnya. Rindu


seorang anak kepada Papa tercinta. Aku tidak iri dengan
kekayaan teman-temanku tetapi, aku iri dengan
kelengkapan keluarganya. Sesekali aku ingin menyendiri
bukan apa-apa kesunyian dan air mata kadang satu-

1
satunya cara yang lebih penting dari keluarga. Bahagia
itu sederhana ketika aku melihat kedua orang tua
berkumpul lagi. Akan tetapi, itu hal yang mustahil.
Broken heart tak sesakit broken home.

2
Masa Kecilku

Pada tanggal 19 April 2002 aku lahir ke dunia


belum genap umurku satu minggu aku langsung jatuh
sakit. Bunda membawaku ke bidan terdekat. Akan tetapi,
bidan tersebut tidak tahu obat apa yang mau di berinya
karena umurku yang masih hitungan hari. Bunda sangat
cemas dan gelisah melihat kondisiku. Alhamdulillah aku
sakit dua hari. Pikiran Bundaku tidak cemas lagi.

Saat usiaku enam bulan, aku tidak mengetahui


apa-apa pergilah Papaku merantau untuk mencari
nafkah. enam bulan berselang tepat usiaku satu tahun
Papaku pulang aku memanggilnya “Om?” Kata Bunda.
Setelah itu, Papaku memutuskan untuk tidak pergi
merantau lagi. Akhirnya, Papa dan Bundaku di beri
modal untuk usaha oleh Nenekku. Papa dan Bundaku
membuka toko grosir barang kebutuhan rumah tangga
yang di sebut juga dengan P&D dan punya pangkalan
minyak tanah.

Waktu umurku satu tahun 10 bulan Bunda


melahirkan adekku yang perempuan. Papa dan Bundaku

3
memutuskan untuk memakai baby sister karena Papaku
sibuk bekerja dan Bundaku sibuk mengurus adekku yang
masih bayi itu. Aku memanggil baby sisterku dengan
sebutan Mama. Aku gak boleh keluar rumah sama
Bunda aku hanya bermain di dalam rumah. Setiap sore
aku di bawah oleh Mama ke pantai.

Saat usiaku dua tahun Papa dan Bunda


merayakan ulang tahunku yang ke-2 tahun. Bunda
menceritakan tentang ulang tahunku itu. Saat acara
berlangsung sampai acara selesai aku menangis terus dan
nggak mau di pegang sama orang. Kata Bunda memang
aku orangnya suka menangis.

Pada tahun 2007, aku masuk sekolah taman


kanak-kanak. Hari pertama sampai hari ke enam masuk
sekolah taman kanak-kanak aku selalu di temani sama
Mama. Papa dan Bunda menyuruhku untuk sekolah agar
aku dapat mengenal lingkungan. Aku sangat senang
sekolah di taman kanak-kanak. Aku mempunyai banyak
teman dan aku diantar setiap paginya oleh Papa. Aku itu
orangnya sangat pemalu dan tidak mau tampil di setiap
ada acara. Waktu acara pawai aku di suruh untuk ikut

4
pawai. Namun, aku tidak mau Papa dan Bundaku selalu
membujukku dan berjanji akan membelikan mainan
kepadaku. Akhirnya, aku mau ikut pawai. Aku
mendapatkan baju angkatan laut. Papaku meminta tolong
kepada temannya untuk membuatkan hiasan berbentuk
kapal yang di letakkan ke sepeda yang seolah-olah aku
sedang berlayar di laut. Acara pawai itu adalah hal yang
paling menyenangkan bagiku karena Papaku sengaja
tidak membuka toko dan aku di iringi sama keluargaku.
Setelah acara pawai selesai aku gak mau berfoto karena
sudah capek berpanas-panasan dan aku menangis. Papa
dan Bundaku selalu membujukku untuk berfoto bersama
dan akan di belikan es krim. Akhirnya aku mau berfoto
bersama. Setelah berfoto aku dibelikan es krim sama
Papa.

Setelah tamat dari taman kanak-kanak pada tahun


2008, aku memasuki sekolah baruku yaitu SD (Sekolah
Dasar). Hari pertama sampai hari ketiga masuk sekolah
aku di temani sama Bunda. Beberapa bulan sekolah Papa
dan Bundaku meminta izin kepada guruku karena ada
acara wisuda adek Papaku dan sambil pergi jalan-jalan

5
ke Medan. Aku libur satu minggu. Aku berangkat dari
kampung dengan mobil pada pukul 11.00 malam. 1 hari
dalam perjalanan. Akhirnya, aku tiba di Medan dan
menginap di rumah sepupu Papaku. Pagi harinya aku
melihat wisuda tanteku. Setelah acara wisuda selesai aku
istirahat di rumah kakak nenekku. Keesokan harinya aku
pergi main ke Berestagi. Aku senang sekali. Di sana aku
naik kuda bersama keluargaku sambil melihat
pemandangan yang bagus sekali. Hari keempat aku
bersama keluarga pergi ke istana maimun. Di dalam
istana maimun aku sekeluarga memakai baju kerajaan
dan aku pergi ke kebun strawberry. Di kebun strawberry
itu kita bisa memetik buah strawberrynya sendiri. Aku
bersama adekku kejar-kejaran di sana dan memetik buah
strawberry. Pada hari kelima aku bersama keluarga
besarku pergi ke danau toba. Di sana aku makan bersama
karena keluargaku membawa bekal dari rumah dan
berfoto-foto. Setelah itu aku bermain bersama adek-
adekku dan sepupuku . Hari keenam aku bersama
keluargaku memutuskan untuk balik ke kampung.

6
Itu adalah momen yang paling berharga bagiku
karena aku melihat wisuda tante sambil pergi jalan-jalan
sama keluargaku. Orang minang bilang menyelam
sambil minum air artinya mengerjakan dua pekerjaan
sekaligus pada suatu waktu.

Satu minggu pulang dari Medan hari seninnya


aku ujian semester satu. Alhamdulillah aku mendapatkan
peringkat 5 karena waktu ujian aku gak boleh bermain
keluar rumah sama Bunda. Aku sangat senang dan aku
bisa membuat keluargaku bangga.

Waktu semester dua alhamdulillah peringkatku


masih bertahan aku senang sekali karena ini semua
didikan Papa dan Bundaku. Akan tetapi, entah apa yang
sedang terjadi sama keluargaku Papa dan Bundaku
memutuskan untuk bercerai tapi, aku nggak tau apa itu
perceraian.

Waktu kelas 2 SD sesampainya di rumah sambil


mengerjakan PR yang didampingi Bunda aku bertanya
pada Bundaku.

7
“Bun, teman-teman Ara diantar jemput sama
Papanya sekolah, Ara kok enggak Bun? Papa Ara mana
Bun? Kok Ara gak pernah jumpa Papa lagi” Tanyaku
polos

“Papa Ara lagi ada urusan nak” Jawab Ibu


sambil meneteskan air matanya

“Kok nggak pulang-pulang sih Bun? Terus


Bunda kok menangis?” Tanyaku kembali

“Papa Ara lama pulangnya sayang mungkin Papa


lagi sibuk. Ara jangan tanya-tanya Papa lagi” Jawab
Bunda.

“Ia Bun tapi, Bunda jangan nangis lagi ya”


Ujarku.

Bunda hanya tersenyum menjawab perkataanku sembari


menghapus air matanya.

Kelas 3 SD aku di suruh membawa kartu


keluarga sama guruku keesokan harinya aku di panggil
ke depan dan di Tanya.

8
“Kenapa kepala keluargamu Bundamu?” Tanya
pak guru

“Gak tau pak” Jawabku

Guruku terdiam setelah ia bertanya kepadaku karena aku


benar-benar gak tau masalah itu. Sepulang sekolah aku
tanya Bunda.

“Bun, kenapa kartu keluarga kita enggak nama


Papa?” Tanyaku

“Ya, nggak papa nak” jawab Bunda

“Oh, yaudah Bun”

“Iya nak.”

Sejak saat itu aku tidak pernah menanyakan Papa lagi


kepada Bunda karena aku takut Bunda menangis lagi
seperti waktu aku kelas 2 SD.

Beberapa tahun kemudian Papaku pulang. Akan


tetapi, Papaku tidak pulang ke rumah Bundaku. Aku
bingung dan aku bertanya-tanya sama diriku sendiri

9
biasanya Papa sama Bunda satu rumah sekarang kenapa
nggak ya? Kenapa Papa pulang kerumah Nenek? Tapi,
aku tidak mempermasalahkan itu yang penting Papaku
pulang karena aku sudah rindu. Aku berjumpa Papaku
hanya satu tahun sekali. Aku selalu bertanya-tanya pada
diriku. Perlahan-lahan aku tau apa yang terjadi sama
keluargaku. Akan tetapi, aku nggak tau bagaimana
ceritanya. Aku merasa itu biasa saja mungkin karena aku
masih kecil.

Kelas 5 SD ada salah satu temanku yang bilang


kalau aku gak ada Papa. Aku langsung menangis dan aku
marah kenapa dia bilang Papaku gak ada. Padahal aku
satu tahun sekali bertemu Papa dan satu minggu sekali
aku selalu menelpon Papa. Sepulang sekolah aku
langsung bilang sama Bunda

“Bun, teman ara bilang katanya Ara gak ada


Papa” tanyaku sambil menangis

“Kenapa dia ngomong kayak gitu? Ada masalah


Ara sama dia?” jawab Bunda

10
“Gak ada Bun, tiba-tiba aja dia ngomong gitu”

“Siapa nama teman Ara yang ngomong kayak


gitu? Besok Bunda pergi ke sekolah. Besok Bunda
marahin dia. Udah jangan nangis lagi!?”.

Pagi harinya setelah tiba di sekolah aku masuk lokal


bersama Bunda kebetulan temanku itu udah datang
Bundaku langsung bilang sama dia

“Kamu yang membuat Ara nangis kemarin?”


tanya Bundaku

“Iya Tante” jawab temanku sambil takut

“Ada masalah apa kamu sama Ara?”

“Gak ada Tante”

“Kalau nggak ada kenapa kamu bilang dia nggak


punya Papa? Papa dia ada loh. Mau saya lapor kamu
sama polisi?. Awas ya kalau sekali lagi kamu ngomong
kayak gitu sama anak saya!” tanya Bundaku sambil
marah

11
“Jangan lapor sama polisi tante! saya gak akan
gitu lagi sama Ara. Maaf saya tante” jawab temanku
sambil nangis”

Setelah kejadian itu gak ada satu temanku yang


berani menanyakan tentang Papaku. Aku orangnya suka
cerita sama Bunda. Apapun yang terjadi aku selalu
bilang sama Bundaku.

12
Aku Masih Terlalu Lugu

Duniaku dulu masih hanya sebatas mainan dan


kudangan. Aku belum paham tentang kehidupan yang
ternyata tak semanis permen Papa dan Bunda belikan.
Aku belum memahami bahwa ada masalah di antara
Papa dan Bunda.

Hingga akhirnya Bunda lelah berpura-pura dan


kita jarang bermain bersama. Aku tak tahu dari mana dan
bagaimana semua ini bermula. Kalian menutupi semua
karena ingin aku menikmati masa kecil yang bahagia.
Setiap aku bertanya Papa Bunda selalu menjawab Papa
bekerja. Bunda menipu. Menimbun tumpukan kelu.
Hanya agar aku tumbuh seperti teman-temanku.

Sebelum aku menemukan kebahagiaan hidupku


banyak hal-hal buruk dan menyedihkan yang kuhadapi.
Jika ada orang yang mengatakan hidupku selalu indah
maka mereka salah. Ada satu kepalsuan yang aku
sembunyikan di balik senyumku. Aku hanya ingin
terlihat indah di hadapan semua orang yang melihatku
tanpa harus mengetahui perjuanganku. Kebahagiaan itu

13
butuh suatu proses yang panjang juga berliku dan aku
berusaha untuk melewati proses yang panjang juga
berliku itu.

14
Masa Putih-Biruku

Memasuki usia remaja Bunda mulai tak tahan


dengan topeng sandiwara. Di balik kegundahanku
ternyata aku melupakan sesuatu. Betapa sesaknya Bunda
selama ini menahan demi aku. Waktu aku pulang
mendaftar masuk SMP Bunda memanggilku. Ternyata
Bunda mau menceritakan semua yang terjadi sama
keluargaku.

“Ra, ke sini dulu!”

“Ya, Bun. Tunggu sebentar”

“Iya”

Setelah itu aku pergi ke tempat Bunda

“Ada apa Bun?”

“Ada yang mau Bunda bilang sama Ara” kata


Bunda

“Iya Bun, mau bilang apa?” jawabku sambil


cemas

15
“Ini adalah waktu yang tepat buat Ara. Bunda
akan menceritakan apa yang telah terjadi sama keluarga
kita. Mungkin sedikit demi sedikit Ara sudah
memahaminya.

Bundaku akhirnya menceritakan semua yang terjadi pada


keluargaku.

Pada suatu malam waktu Ara mau naik kelas 2


SD Papa bilang sama Bunda dia mau modal untuk usaha
dan Bunda di suruh meminjam uang kepada nenek
tetapi, Bunda gak mau karena setiap di kasih modal
habis terus. Uangnya gak tau untuk apa. Jadi, pagi hari
Bunda meminta tolong sama Papa untuk mengantarkan
Ara pergi ke sekolah. Akan tetapi, Papa hanya diam dan
menonton televisi. Ternyata Papa marah. Akhirnya,
Bunda anterin Ara ke sekolah dan adek-adek masih
tidur. Setelah tiba di rumah Bunda bertengkar sama
Papa. Semua keluh kesah Bunda bilang sama Papa. Papa
hanya diam membisu dan nggak ngomong sedikit pun
karena Bunda tau apa yang dilakukan selama ini. Akan
tetapi, Bunda selalu berdo’a agar Papa sadar karena
Bunda memikirkan Ara dan adek-adek tapi, Allah

16
berkehandak lain. Siang harinya Papa pergi dari rumah
sampai malam gak pulang dan Bunda pergi ke rumah Ibu
(kakak Papa. Bunda memanggilnya Cani).

“Assalammualaikum”

“Wa’alaikumsallam”

“Cani, ada Anwar di sini?” tanya Bunda

“Gak ada. Emang ada apa sama Anwar?”

“Tadi pagi Dian bertengkar sama Anwar tapi,


Anwar gak ada pulang-pulang” jawab Bunda cemas

“Coba di telfon!”

“Udah, no HPnya gak aktif”

“Kemana pula dia pergi”

“Gak tau cani”

“Ya, mungkin dia lagi bekerja”

“Ouh ya udah. Dian pulang dulu cani”.

17
Bunda berharap Papa pulang ke rumah. Akan tetapi,
Papa benar-benar gak ada pulang ke rumah. Beberapa
hari kemudian Bunda pergi beli sarapan dekat rumah ada
tetangga bertanya sama Bunda tentang Papa

“Anwar kemana Dian? Beberapa hari ini kita gak


ada lihat Anwar”
“Gak ada kemana-mana Buk”.

Bunda selalu jawab bohong apa yang di tanyakan orang


tentang Papa. Padahal bunda sebenarnya malu. Bunda
selalu menutupi masalah itu. Sebenarnya Bunda gak
ingin keluarga kita kayak gini tapi, mau gimana lagi.
Mungkin Allah sedang menguji hambanya.

Tiga hari Papa pergi dari rumah, adek Dwi jatuh


sakit. Dia tidur mengigau dan memanggil Papa. Setelah
adek Dwi bangun Bunda mencoba menelfon Papa tetapi,
gak di angkat. Bunda sms gak di balas. Akhirnya, Bunda
memanggil Paman untuk menceritakan semua yang
terjadi pada adek Dwi dan Bunda menangis. Paman
langsung mengendong adek Dwi.

18
Udah tiga bulan Papa gak pulang ke rumah.
Bunda coba menelpon Papa lagi. Akan tetapi, Papa gak
pernah mengangkat telpon Bunda dan no Hpnya di tukar.
Semenjak itu Bunda gak pernah lagi mencari keberadaan
Papa. Padahal itu masalah kecil tapi, Bunda terus
memikirkan masalah itu karena Bunda gak pengen Ara
dan adek-adek gak punya Papa nak karena pada waktu
itu Ara dan adek-adek sedang membutuhkan kasih
sayang orang tua.

Suatu hari Bunda pergi ke pasar dan bertemu


sama Mama Yani (sepupu Papa). Lalu, Mama Yani
menceritakan alasan kenapa Papa gak pulang ke rumah.

“Waktu Bunda bertengkar sama Papa ternyata


siang harinya Papa pergi ke rumah Ibu. Di situ ada
Mama Yani. Papa menceritakan semuanya yang telah
terjadi di pagi hari. Ternyata yang menyuruh Papa itu
pergi dari rumah adalah Ibu. Mama Yani bilang gak
boleh kayak gitu. Setiap keluarga pasti ada yang
namanya pertengkaran. Kita harus menyelesaikan
dengan baik-baik. Kenapa harus lari dari masalah?
Seharusnya masalah itu di hadapi. Itu yang dinamakan

19
cobaan hidup. Ingat anak-anak masih kecil. Sayang gak
sama anak-anak? masa tega ninggalin anak-anak yang
masih kecil dan masih membutuhkan kasih sayang orang
tuanya. Eh, tau-tau Ibu marah sama Mama Yani. Di
bilangnya Mama Yani gak tau masalah gak usah ikut
campur. Padahal niat Mama Yani itu baik. Saat
mendengar apa yang di bilang Mama Yani membuat hati
Bunda benar-benar kecewa. Kenapa keluarga Papa harus
sejahat ini sama Bunda. Bunda kira dia benar-benar gak
tau dimana keberadaan Papa. Eh, ternyata malah dia
yang menyuruh Papa pergi dari rumah ini. Akhirnya,
Bunda pulang ke rumah mencoba menenangkan diri.
Bunda hanya berfikir positif. Kalau Papa masih peduli
sama Bunda dan anak-anaknya dia pasti akan kembali
pulang ke rumah dan gak gak peduli apa kata kakaknya
itu”

“Jahat sekali Ibu Bun. Betapa kuatnya Bunda


menunggu hingga aku cukup dewasa untuk menerima
semua ini. Aku saja yang belum lama merasakannya
seperti telah hilang kekuatan tetapi, Bunda selama ini

20
mampu menunggu pertumbuhanku. Bunda sangat hebat
dan luar biasa”.

Mendengar apa yang dikatakan Bunda membuatku


hancur dan saat itulah perasaanku sudah down. Aku
benar-benar benci sama Papa dan keluarganya. Keluarga
Papa sangat jahat sekali. Tak tau apa yang harusku
lakukan waktu itu tapi, Bunda mencoba menenangkan
pikiranku.

Tahun ini, aku telah menginjak usia yang ke-13


tahun. Namun, semakin hari semakin tumbuh menjadi
remaja. Rasa benci ini tak kunjung hilang justru semakin
menjadi-jadi. Aku yang hidup di tengah-tengah
kejamnya kehidupan dan di tengah-tengah cobaan hidup
yang menerpa aku harus tetap melangkah dan bertahan
di tengah-tengah kenistapaan itu melanda. Bahkan,
terlalu sulit untukku hadapi tetapi, keadaan yang
memaksaku untuk menghadapi ini semua. Hal yang tak
pernahku inginkan harusku lakukan. Sempat berfikir,
bahwa ini memang tak adil kepadaku Bahkan, di katakan
terbaik pun ini bukanlah hal baik untukku. Namun, hal
paling terburuk dalam sejarah kehidupanku. Aku benci

21
setiap keadaan yang seakan-akan semuanya salah
Bundaku.

Jika aku bisa memilih aku tak mau hidup dengan


orang-orang seperti mereka. Bahkan, aku tak mau hidup
bersampingan dengan mereka. Jika pun aku bisa
mengetahui takdir kehidupanku seperti ini, aku lebih
baik tidak pernah di lahirkan, tak pernah menjadi aku
dan tak harus bersusah payah mengukir sejarah dalam
perjuangan seberat ini.

Papa, engkau superheroku. Akan tetapi, mengapa


engkau membuatku terluka. Bunda, engkau malaikat
yang tak bersayap engkau selalu memanjakanku tetapi,
sekarang aku sangat menderita.

Kelas 1 SMP Bundaku memutuskan untuk


menikah dengan seseorang yang terpaut usia 11 tahun
lebih tua dari Bundaku. Keluarga Bundaku tidak setuju
karena mereka tak ingin aku mempunyai ayah tiri. Aku
dan adekku juga gak mau punya Ayah tiri. Aku selalu
mengancam Bundaku.

22
“ Kalau Bunda menikah sama om itu ini pisau
buat Bunda dan Ara akan pergi dari rumah ini bersama
adek-adek. Ara nggak ingin punya Ayah tiri Bun. Ayah
tiri itu jahat, kejam, lebih baik Ara nggak punya Ayah ”
marah.

“Ra, tolong dengar sekali ini Bunda ngomong!”


kata Bunda dengan lembut

“Ya” jawabku cuek

“Ara bilang gak mau punya Ayah tiri karena


Ayah tiri jahat dan kejam?” tanya Bunda dengan lembut

“Iya Bun”

“Gak semua orang kayak gitu Ra. Jangan sesekali


menilai orang dari luarnya aja!. Belum tentu Om itu
jahat dan kejam nak. Lebih kurang 6 tahun Bunda hidup
sendiri nak tanpa sosok Papa Ra, Bunda mencari nafkah
buat kebutuhan Ara dan adek-adek, Bunda berjuang
sendirian nak. Bunda pengen Ara dan adek-adek punya
sosok Papa nak. Bunda berpikir, menjaga kalian dan
menasehati kalian nggak cukup Bunda nak, kalian juga

23
membutuhkan seseorang Papa. Papa Ara memang masih
ada. Akan tetapi, apakah dia bisa mengontrol Ara tiap
hari nak?. Om itu posisinya di belakang Ara, apabila Ara
jatuh dia yang akan membantu Ara dan memotivasi Ara.
Satu hal lagi Bunda pengen juga bahagia kayak teman-
teman Bunda nak yang keluarganya lengkap. Apa Ara
tega lihat Bunda sendirian sampai hari tua Bunda kayak
gini nak?” kata Bunda dengan mata berkaca-kaca

“Iya Bun. Maafkan Ara Bun. Sebenarnya Ara


takut juga Bun nanti kayak 6 tahun yang lalu juga. Ara
nggak pengen itu terjadi lagi sama keluarga kita”

“Jangan pulang sebelum berperang artinya


berpikir baik-baik sebelum bertindak agar tidak kecewa.
Bunda sudah berpikir sebaik mungkin nak”

“Iya Bun. Semua ini Ara terima Bun” kataku


dengan lembut

“Iya nak. Terima kasih sayang Bunda” kata


Bunda sambil menciumku.

24
Beberapa hari kemudian Bunda juga di beri nasehat
sama keluargaku supaya aku nggak punya Ayah tiri.
Akan tetapi, Bundaku selalu meyakinkan kepada
keluargaku kalau pria yang di cintainya tidak begitu.
Akhirnya, keluargaku merestui itu semua. Pada tanggal
27 Juli 2014 Bundaku memutuskan menikah dengan
pria itu. Namun, sebelum menikah keluargaku membuat
perjanjian dengan Om itu di atas matrai, Pamanku bilang
sama pria itu.

“ Jangan pernah memarahi anak-anak istrimu dari


pernikahannya yang pertama kalau sempat anak-anak itu
di marahi dan di pukul atau anak-anak itu melapor kena
marah sama kamu. Berarti kamu akan berurusan sama
saya dan keluarga saya. Namun, kalau memberi nasehat
yang positif nggak papa dan kalau anak-anak itu
memang salah sewajarnya saja dimarahi”.

Setelah Bundaku menikah sama Om itu aku


memanggilnya dengan sebutan Ayah. Ayahku bernama
Arvin madafi. Ia di karuniai dua orang anak dengan
istrinya yang pertama. Istri pertamanya meninggal dunia.
Kedua anaknya perempuan, anak yang pertama bernama

25
Cinta Aviansyah dan yang kedua bernama Indah
Aviansyah.

Setelah pernikahan Bunda dan Ayah aku merasa


Bunda gak sayang lagi samaku. Aku berpikir Bunda
lebih sayang kepada kakak tiriku itu. Sifatku mulai
berubah aku yang dulu hanya menghabiskan waktu di
rumah sekarang aku menghabiskan waktu di luar dengan
hura-hura tanpa memikirkan apa dampak negatifnya
yang akan terjadi pada diriku. Tak ingin rasanya aku
pulang ke rumah karena di rumah aku tak mendapatkan
kebahagiaan sedikit pun. Bundaku tak sayang lagi
samaku. Cobaan demi cobaan benar-benar membuatku
depresi, bingung dan hatiku kesepian.

“Apa yang harus aku lakukan?” tuhan berikan


alasan mu.

“Mengapa cobaan ini kau berikan kepada ku?”

Pamanku yang sayang dan peduli samaku sangat prihatin


sama sifatku yang berubah drastis itu dan aku di panggil
lalu di beri nasehat.

26
“Ra, ke sini dulu”

“Ya Man, ada apa?”

“Paman mau bicara sama Ara. Beberapa hari ini


Paman lihat sifat Ara kenapa ada yang beda yah. Apa
yang sedang terjadi sama Ara? ada masalah ya nak?
Cerita aja sama Paman nak!”

“Begini Man. Semenjak Bunda menikah Bunda


gak sayang lagi sama Ara. Jadi, Ara mencoba dunia baru
dengan berhura-hura bersama teman-teman yang
ternyata lebih indah dan bahagia dari pada di dalam
rumah.

“Nggak mungkin Bunda kayak gitu nak. Nah, itu


pergaulan yang tidak baik Ra dan akan merusak masa
depan Ara. Lama kelamaan Ara bisa terjerumus ke
dalam hal yang negatif. Paman gak mau Ara kayak gitu
lagi. Paman sayang sama Ara dan adek-adek. ” prihatin.

“Iya man, Ara gak tau apa yang harus dilakukan.


Bunda yang dulu selalu memanjakan Ara bersama adek-

27
adek sekarang berubah Man. Bunda gak sayang lagi
sama Ara dan adek-adek“ Menangis.

“Gak ada orang tua yang gak sayang sama


anaknya Ra. Bunda sayang kok sama Ara. Ara aja yang
merasa Bunda gak sayang. Ara gak boleh gitu ya nak.
Kalau benar Bunda gak sayang sama Ara mungkin Ara
nggak akan sebesar ini nak dan nggak aka nada di sini.
Coba Ara berpikir yang positif nak! semenjak Papa Ara
pergi ninggalin Bunda siapa yang selama ini merawat
Ara? membesarkan Ara sampai detik ini? Ara nggak
boleh gitu lagi ya!”

“Iya Paman, mungkin ini jalan terbaik yang Allah


berikan kepada Ara. Terima kasih Man sudah peduli
sama Ara”

“Iya. Jangan ulangi lagi sifat negatif itu ya nak!”

“Iya Paman.”

Akhirnya, aku menerima kenyataan pahit itu. Selama ini


pikiranku salah. Ternyata Bunda sangat sayang dan
peduli kepadaku dan adek-adekku.

28
Enam bulan pernikahan Bunda sama Ayahku.
Anak Ayahku akhirnya tinggal satu rumah bersamaku
karena sebelumnya kakakku itu tinggal bersama kakak
almarhum Ibunya. Satu tahun pernikahan Bunda sama
Ayah. Akhirnya, di karuniai seorang anak perempuan
yang cantik yang di beri nama Berlian Salsabila Diarvin.
Aku sangat menyayangi Salsa walaupun aku beda Ayah.
Sejak lahirnya Salsa dan adanya kakak tiriku aku sangat
bahagia karena dia membawa suasana rumah menjadi
ramai buat keluarga baruku. Aku senang memiliki
banyak saudara. Aku tak anggap mereka kakak tiri
tetapi, sudahku anggap sebagai kakak. Hadirnya mereka
membuatku benar-benar bahagia.

Kelas 2 SMP semester 1, entah apa yang terjadi


sama kakakku yang ke dua dia setiap aku sapa hanya
diam dan tidak berbunyi. Bunda dan Ayah tak
mengetahui hal itu. Beberapa hari kemudian, aku
bertanya-tanya pada diriku sendiri ada apa sama aku dan
kakak? aku merasa nggak nyaman kayak gitu. Akhirnya,
aku curhat sama Bunda sepulang sekolah karena aku
pulang lebih cepat dari kakak.

29
“Bun, ada yang mau ara bilang sama Bunda”
kataku

“Bilang aja nak, ada apa?” jawab Bunda

“Ini Bun, beberapa hari yang lalu setiap Ara


menyapa kakak Indah, dia selalu diam Bun nggak
berbunyi sedikitpun. Ara gak tau Bun kenapa kakak
seperti itu” heran

“Gak mungkin kakak seperti itu Ra” kata Bunda

“Iya bun, kakak hanya diam lihat Ara biasanya


gak kayak gitu.”

“Ya, nanti Bunda coba bilang sama Ayah”

“Iya bun.”

Setelah Ayah pulang kerja Bunda menceritakan apa yang


aku bilang sama Bunda. Akhirnya, aku dan kakak di
panggil sama Bunda. Ayah mulai membuka pembicaraan
dan bertanya sama kakak.

“Kak, Ayah mau tanya sama kakak” kata Ayah

30
“Iya yah, mau tanya apa yah?” jawab kakak

“Kakak ada masalah ya sama adek?”

“Hmm gak ada yah” jawab kakak

“Kalau gak ada kenapa kakak diam-diam sama


adek beberapa hari ini Ayah lihat. Ayah cuma mau
klarifikasi aja benar atau gaknya?”

“Gini Yah, Kakak ada dengar dari adek kelas,


kata nya Ara ngomongin kakak yang jelek-jelek”

“Nggak mungkin Ara kayak gitu kak. Kakak juga


nggak boleh langsung marah kayak gitu!”

“Kesal kakak jadinya Yah” jawab kakakku marah

“Nggak boleh gitu kak! kan bisa kakak tanya


baik-baik sama Ara benar atau nggak itu cerita”

“Ya, namanya kakak udah kesal Yah”

“Nggak boleh gitu lagi dong kak!”

“Ya, Yah”

31
“Apa benar Ara jelekin kakak?” tanya Ayah
kepadaku

“Gak ada Yah, Ara gak ada ngomong tentang


kakak. Ara aja nggak pernah cerita tentang kakak. Siapa
orang yang bilang kayak gitu kak? Itu orang mau
mengadu domba tentang keluarga kita kak” jawabku

“Kalau benar Ara nggak ada jelekin kakak,


Sama-sama minta maaf aja lah lagi nak! Jadi, yang akan
datang kakak nggak usah dengar apa kata orang. Ayah
sama Bunda berharap kakak sama adek-adek akur.
Jangan dengar apa kata orang tentang kita
nak!Terkadang orang itu ingin menjatuhkan kita.”

Akhirnya, aku saling meminta maaf. Hubungan aku dan


kakak udah baik tapi, aku dan kakak nggak sedekat
sebelumnya. Kita jaga jarak satu sama lain.

Kelas 2 SMP semester 2, Bunda sama Papaku


bertengkar dalam HP. Padahal Bundaku udah lama
berpisah sama Papaku tetapi, ini semua terjadi karena
ulah keluarga Papaku yang selalu mengungkit masa lalu
keluargaku itu. Keluarganya selalu bilang yang negatif

32
ke orang-orang termasuk kepadaku dan adek-adekku.
Aku, adek-adekku dan orang-orang udah sering bilang
sama Bunda tentang keluarga Papaku yang suka
ngomongin Bunda dengan hal-hal negatif tapi, Bundaku
gak menanggapi sedikitpun hal itu. Bundaku bilang ke
orang-orang

“Allah tidak tidur. Jadi, Allah tau mana yang


benar dan mana yang salah”.

Setelah 7 tahun Papaku pergi dari rumah. Adekku


di chat sama Teta (Anak kakak Papaku) melalui
facebook. Akan tetapi, adekku menutupi apa yang di
bilang sama Teta dalam chat itu. Waktu itu aku
meminjam HP adekku dan aku lihat dengan siapa adekku
chat. Ternyata adekku chat sama Teta. Nah, chat itu aku
buka ternyata ada satu kejanggalan dalam chat tersebut.
Aku langsung screnshoot chat itu aku kirim ke
facebookku dan aku bilang sama bund tanpa
sepengetahuan adekku.

“Bun, ada yang mau Ara bilang sama Bunda.”


kataku

33
“Ya Ra. Mau bilang apa?” jawab Bunda

“Ini lihat Bun. Adek Dwi di chat sama Teta di


bilangnya gak usah minta uang sama Papa lagi. Teta rasa
peninggalan Papa untuk kalian bertiga udah lebih dan
bisa untuk masa depan kalian”

“Kenapa pula dia harus ngomong kayak gitu


sama adek Ra? Gak sewajarnya dia ngomong kayak gitu.
Sekarang gak usah minta-minta uang lagi sama
Papa!Awas kamu telpon-telpon Papa. Gak usah kamu
minta apa-apa sama dia lagi” kata Bunda dengan nada
tinggi

“Iya Bun” jawabku dengan takut

“Tekankan hatimu itu nak. Tanpa Papa kita pasti


bisa nak. Ara bukan kekurangan uang nak. Bunda ada
selalu buat Ara”

“Iya Bun.”

Papaku memang ada meninggalkan pangkalan minyak


tanah dan toko. Aku meminta uang bukan aku
kekurangan tapi, tanggung jawab seorang Papa untuk

34
anaknya. Keluarga Papa selalu ngomong yang gak baik
tentang Bundaku. Akan tetapi, Bundaku selama ini
hanya diam. Namun, setelah Bundaku mengetahui chat
dari Teta itu, Bundaku langsung marah dan nggak terima
perkataan yang dilontarkan Teta. Bunda meminta no HP
Papa samaku. Bunda langsung menelpon Papa untuk
menjelaskan semua itu.

“Halo, apa benar ini Anwar?”

“Iya, ini siapa? Ada apa dengan saya?”

“Ini saya Dian. Saya mau ngomong sama kamu,


apa maksud kemenakanmu ngechat Dwi gak boleh minta
uang samamu? anak saya bukan kekurangan uang. Dia
meminta uang karena kamu Papanya. Itu tanggung
jawabmu juga dunia akhirat. Kenapa harus keluargamu
ikut terus dalam masalah ini? saya selama ini diam tapi,
keluargamu selalu bilang yang jelek tentang saya. Kita
udah lama berpisah jadi, jangan diungkit lagi! Sekarang
kemenakanmu bilang kayak gitu sama Dwi, apa maksud
dia kayak gitu? Aku gak terima apa yang di bilang

35
kemenakanmu itu kepada Dwi. Tolong ajarin dia ya!”
marah

“Ya, gak mungkin keluarga saya kayak gitu.”

“Gak mungkin gimana? Nanti saya kirim chatnya


ya. Coba tanya sama kemenakanmu itu! jangan asal
bicara aja keluargamu itu.”

“Iya, nanti saya tanya.”

“Ya udah.”

Beberapa jam kemudian, Papa menelpon adekku

“Halo Pa.”

“Ya nak, bilang sama Bunda gak usah di ungkit


lagi masalah itu!. Teta udah papa marahi.

“Ya, Pa. ada masalah apa ya Papa sama Bunda?”

“Nggak ada nak, bilang aja sama Bunda kayak


gitu ya!”

“Ya Pa.”

36
“Ada kakak di rumah nak?”

“Ada Pa.”

“Kasihin HP sama kakak nak!

“Iya Pa.”

Aku menjawab telpon dari Papa walaupun rasa benci


tertanam dalam hatiku

“Halo pa.”

“Iya nak, gimana kabar Ara?”

“Alhamdulillah baik pa. Papa gimana?”

“Alhamdulillah baik juga nak. Rajin2 belajar ya


nak!”

“Iya Pa.”

“Bilang sama Bunda nggak usah di ungkit-ungkit


lagi masalah itu ya.”

“Ya, Pa.”

“ Ada adek Ahamad nak?”

37
“Ada Pa tapi, adek tidur.”

“Ouh yaudah, Papa kerja dulu ya.”

“Iya. Jaga kesehatan Papa.”

Sejak permasalahan itu terjadi Bunda melarangku dan


adek-adekku untuk pergi ke rumah Ibuku. Bundaku yang
hanya diam selama ini sekarang benar marah. Setiap
Papaku pulang adek-adekku selalu pergi ke rumah Ibu.
Akan tetapi, aku malas pergi ke rumah Ibuku itu.
Mungkin karena aku udah remaja dan udah mengetahui
semua cerita ini.

38
Antara Benci dan Sayang

Orang tua merupakan tumpuan bagi setiap anak,


memiliki orang tua yang lengkap adalah keinginan setiap
anak di muka bumi ini, tak terkecuali denganku. Namun,
takdir berkata lain bagiku. Lah peristiwa 11 tahun yang
silam telah merubah kehidupan menjadi sosok anak yang
tumbuh tanpa peranan seorang Papa. Memang semua
terbayang sangatlah berat. Namun, kini telahku lalui
semua hingga aku tumbuh menjadi seorang remaja yang
kuat dan tegar dalam menghadapi persoalan hidup.
Tanpa kehadiran sosok Papa yang mendampingiku tentu
ada sosok lain yang menggantikannya tidak lain dan
tidak bukan adalah Bunda. Bunda bagiku adalah sosok
luar biasa yang memiliki peran ganda oleh keadaan. Ia
menjadi sosok Bunda yang penuh kasih sayang dalam
merawat anak-anaknya hingga menjadi sosok perkasa
mencari nafkah untuk membiayai kehidupan anak-
anaknya.

Mengingat kembali memori 11 tahun yang lalu


saat kisah getir itu terjadi pada diriku dan keluargaku

39
sudah tentu berdampak pada psikologisku. Memang aku
tak pernah kekurangan kasih sayang karena Bunda telah
memberikan sayang yang lebih kepadaku. Namun, tak
bisa dipungkiri kehadiran sosok Papa sangatku rindukan.

Sejak Bunda menceritakan semua yang terjadi


pada keluargaku. Aku benci Papa. Aku nggak mau
nelpon Papa. Waktu Papaku pulang kampung setiap mau
lebaran Idhul Fitri aku di telpon dan aku nggak mau
angkat telpon itu. Akhirnya, Papa pergi ke rumah
tetanggaku menyuruh tetanggaku untuk memanggilku
dan adek-adek. Adek-adekku pergi menemui Papaku
sedangkan aku tidak mau. Entah apa yang terjadi waktu
itu aku benar-benar nggak mau bertemu sama Papaku.
Papaku mencoba menelpon lagi tapi, tetap saja nggak
aku angkat. Adek-adekku di bawah pergi ke rumah
keluarganya. Aku di tanya sama Bunda

“Kenapa Ara nggak mau pergi ke tempat Papa?”

“Malas aja Bun”

40
“Kenapa malas? Papa pulang cuma 1 tahun sekali
loh”

“Ara benci lihat Papa Bun apa lagi lihat


keluarganya itu. Papa jahat sama Bunda, Papa tega
ninggalin Ara dari kecil”

“Ara gak boleh gitu nak. Bagaimana pun dia itu


Papa Ara. Papa itu darah daging Ara. Mungkin dulu iya
Bunda melarang Ara bertemu sama Papa karena Bunda
kesal juga sih lihat keluarganya. Akan tetapi, Bunda
mencoba selalu berpikir positif yang berlalu itu biar lah
berlalu. Jadikan itu pelajaran buat keluarga kita nak.
Jangan ada dendam sama Papa nak!. Apa lagi sampai
membenci darah daging Ara sendiri, nggak baik nak. Ini
jalan yang terbaik yang Allah berikan kepada Ara untuk
menuju masa depan Ara nak. Di balik ini semua ada
hikmahnya Ra. Temui lah Papa sebentar Ra!. Papa
pulang karena dia rindu sama anak-anaknya”

“ Nggak mau Bun, Papa kan nggak sayang lagi


sama Ara”

“Mantan istri ada Ra tapi, mantan anak gak ada”

41
“Ara gak peduli Bun. Yang Ara tau Papa itu
jahat”

“Ya udah nak. Coba sekali ini dengar apa yang


Bunda bilang. Pergilah nak!

“Waktu lebaran aja lah lagi Bun. Malas Ara


sekarang”

“Lebaran 2 hari lagi Ra. Temui aja sebentar


sekarang!”

“Malas Bun malas”

“Terserah Ara lah lagi. nggak seharusnya Bunda


kayak gini lagi ngomong sama Ara. Nanti pandangan
orang sama Bunda negatif loh Ra”

“Biar lah orang mau berkata apa Bun. Yang


jalanin ini semua kita bukan dia”

“Iya Ra, Bunda nggak maksa Ara lagi. Mau Ara


temui Papa atau nggak terserah Ara lagi”

“Iya Bun.”

42
Ternyata Bunda bilang ke Paman kalau aku
nggak mau ke tempat Papa. Aku di panggil sama Paman
untuk pergi ke rumah nenek karena rumah nenek
sebelahan dengan rumahku. Aku di tanya sama Paman

“Pulang Papa Ra?”

“Iya Paman”

“Terus kanapa nggak pergi ke tempat Papa?”

“Nggak ada Man malas aja”

“Eh nggak boleh gitu dong! Papa pulang 1 tahun


sekali loh. Masa iya nggak mau pergi ke tempat Papa”

“Bukan nggak mau pergi ke tempat Papa Man


tapi, di sana nenek sama Ibu selalu jelekin Bunda
padahal Bunda udah punya keluarga baru begitu juga
Papa udah punya keluarga baru. Akan tetapi, keluarga
Papa selalu jelekin Bunda di depan Ara yang
menyakitkan lagi di depan istri baru Papa Man. Keluarga
Papa seolah-olah dia yang benar dengan semua ini. Ara
bukan anak kecil lagi Man. Dulu iya Ara nggak marah

43
karena Ara masih kecil. Sekarang Ara udah paham
dengan semua ini Paman.

“Apa yang di bilang sama nenek dan Ibu nggak


usah di dengar! Yang penting Ara bertemu sama Papa.
Itu aja nak”

“Ya Man. Nanti Ara temui Papa”

Akhirnya, malam itu juga aku temui Papaku. Tiba di


tempat Papa aku langsung di peluk dan di cium aku di
tanya sama Papa

“Tadi kemana nak? kok nggak angkat-angkat


telpon Papa?”

Nggak ada kemana-mana Pa. Ketiduran Pa”


jawabku bohong

“Ooh ya udah”.

Lebaran pun tiba. Pagi hari setelah sholat Idhul Fitri aku
langsung duduk bersimpuh meminta maaf sama Bunda
dan mencium kaki Bunda sambil menangis tersedu-sedu.
Dan aku juga meminta maaf kepada Ayah karena Ayah

44
sosok pahlawan yang kedua setelah Papaku lalu aku
meminta maaf sama keluarga Bundaku. Setelah selesai
meminta maaf sama keluarga Bunda aku di suruh oleh
Chece untuk pergi ke tempat Papa dan meminta maaf
sama Papa. Akan tetapi, aku nggak mau pergi dan aku
langsung di marahi sama Chece. Akhirnya, aku pergi ke
rumah Ibu untuk meminta maaf sama Papa dan
keluarganya.

Tiba di sana aku langsung meminta maaf sama Papa dan


menangis tersedu-sedu sambil mencium Papa karena aku
udah durhaka sama Papa dan Papa menangis juga sambil
meminta maaf kepadaku. Akhirnya, aku sadar Papaku
orangnya sangat baik dan Papa tetap peduli kepadaku
walupun udah berpisah sama Bunda.

Sampai tahun selanjutnya aku nggak pernah membenci


Papa karena aku sadar aku anak yang kuat. Allah
memberikan ujian ini karena keluargaku yang sempurna
karena manusia tak ada yang sempurna maka Allah
berikan jalan ini buat aku.

45
Teruntuk Papa

Papa tulisan ini aku buat dengan jari-jariku


sendiri, jari-jari yang pernahku jadikan media untuk
menghapus air mataku.

Papa aku ingin bilang ke Papa, terima kasih


sudah pernah menjadi pelindungku dan terima kasih
sudah pernah menjadi guruku sewaktu kita bahagia dulu.
Papa sudah memberiku banyak sekali ilmu tentang
bagaimana aku bisa bertahan di tengah kehancuran, sejak
kecil Papa sudah mengajarkanku bukan?

Papa aku tidak lagi ingin berkeluh kesah. Aku


tidak ingin menjadi lemah. Di sini aku hanya ingin
berterima kasih dan menyampaikan isi hatiku untuk Papa
bahwa selama ini Papa lah alasanku agar ingin cepat
remaja, agar kelak aku bisa jadi seperti Papa dan menjadi
pelindung kalian di masa tua nanti. Akan tetapi, kenapa
Papa justru membuatku ragu untuk terus beranjak
remaja? kini aku hanya ingin menjadi anak kecil yang
seolah-olah tidak mengerti akan semua yang terjadi dan
tidak peduli akan apa yang telah kita alami.

46
Papa terima kasih ya. Do’aku akan selalu
untukmu walau kini kita telah jauh. Mungkin inilah
patah hati terbesarku dan kisah LDR yang menyakitkan
bagiku ketika aku jauh dari orang yang telah
menghadirkanku di sini di dunia ini.

47
Pertanyaan Untuk Diriku

Aku pernah bertanya kepada diriku sendiri

“Menyesalkah aku pernah di lahirkan?”

Lalu aku menjawab, “tidak”. Walau sejujurnya dulu aku


menyesal pernah di lahirkan tetapi, sekarang aku justru
tidak menyesalinya. Aku bahagia. Aku senang. Ternyata
aku salah di dunia ini aku tidak sendiri. Ya walaupun
keluargaku tidak termasuk hitungan sih. Akan tetapi, di
dunia ini aku masih punya Allah yang selalu
menemaniku. Allah yang tidak pernah tidur untuk
mendengar segala keluh kesah dan tangisku.

Terkadang aku merasa bersalah, pernah marah


kepadanya karena aku dilahirkan di dunia dengan
kondisi keluarga yang tak utuh dengan hati dan jiwa
yang rapuh tapi, kemudian aku mulai mencoba
menengok ke dunia luar aku mulai memberanikan diri
untuk terbuka dan membuka jendela untuk dunia luar.

Wow..aku.. tidak sendiri..

48
Banyak di antara temanku yang bernasib sama
sepertiku dan mereka terlihat begitu bahagia. Walau
sesekali mereka pernah menampakkan raut sedih di
depanku. Dan kemudian aku sadar untuk apa aku
menyesal dan bersedih? Hidup terlalu singkat jika di
habiskan untuk menyesali masa lalu dan takdirku.
Mengapa tidak aku mencoba untuk melupakan dan
merubah diriku sendiri? Hey! Ingat! Bukankah kau anak
hebat?

49
Tentang Penulis

Aliffa Afrilian Renata atau yang akrab di panggil


Aliffa. Lahir pada tanggal 19 April 2002 di Kambang,
Kecamatan Lengayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Aliffa anak pertama dari empat bersaudara. Menurut
sebagian orang anak sulung itu anak yang sangat tegar
dan mandiri. Ternyata itu benar terbukti bagi Aliffa.

Aliffa bersekolah di SMAN 2 Painan, Kecamatan


IV Jurai, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Aliffa bercita-
50
cita ingin kuliah sambil bekerja di Jepang. Oleh karena
itu, Aliffa ingin kuliah di Universitas Nagoya di
Chikusa-ku, Nagoya, Jepang. Dengan jurusan Teknik
Otomotif.

51

Anda mungkin juga menyukai