Anda di halaman 1dari 11

SUMBER AIR POTENSIAL

UNTUK PERTANIAN
DI SUSUN
OLEH :

Irham Maulana
1205101050031

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH

2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara alami kebutuhan air untuk tanaman dapat dipenuhi dari air hujan. Namun dalam
kenyataannya di beberapa tempat dan dalam waktu-waktu tertentu jumlah air hujan tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Sedangkan infrastruktur, sarana
prasarana irigasi masih merupakan permasalahan mendasar sektor pertanian. Kondisi ini
menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak optimal yang selanjutnya dapat mengganggu
tingkat produktivitasnya.
Kekeringan mulai melanda sejumlah wilayah di Tanah Air. Ratusan ribu hektare tanaman
pangan, terutama padi di Aceh terancam. Luas lahan padi yang potensial gagal panen terus
bertambah seiring dengan musim kemarau yang berubah pola. Perubahan iklim, para ahli
mengaitkannya dengan gejala pemanasan global menyebabkan musim hujan dan kemarau di
Indonesia bergeser. Musim kemarau yang biasanya terjadi pada periode April sampai Oktober,
tahun ini baru dimulai pada Juli. Demikian juga dengan musim hujan yang bergeser dari
November sampai Maret ke Februari hingga Juni. Total luas tanaman padi yang kekeringan
selama Januari-Juli 2007 mencapai 268.518 hektare.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mengetahui Sumber Air Potensial Untuk
Pertanian. Selain itu untuk mengetahui dan mencari solusi dalam mengatasi permasalahan
kekurangan air bagi pertanian lahan kering pada musim kemarau terutama daerah dengan curah
hujan kecil dengan berbagai sistem irigasi.
1.3. Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasikan masalah yang akan dibahas yaitu :
- Sumber Air Potensial Untuk Pertanian?
- Seberapa penting ketersediaan air bagi kehidupan khususnya sektor pertanian?
- Keadaan Indonesia saat ini, permasalahan daerah dengan curah hujan kecil, pertanian lahan
kering di musim kemarau dan dampak perubahan iklim, bagaimana solusinya?
- Beberapa sistem pengairan (irigasi), yang mampu menjadi solusi saat ini?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Air adalah semua air yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah. Air dalam
pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang dimanfaatkan di
darat. Sedangkan pengertian sumberdaya air adalah air dan semua potensi yang terdapat pada air,
sumber air, termasuk sarana dan prasarana pengairan yang dapat dimanfaatkan, namun tidak
termasuk kekayaan hewani yang ada di dalamnya. (Sunaryo,2004).
Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, yang meliputi 70 persen
permukaannya dan berjumlah kira-kira 1.4 ribu juta kilometer kubik. Namun hanya sebagian
kecil saja dari jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003 persen.
Sebagian besar air, kira-kira 97 persen, ada dalam samudera, laut, dan kadar garamnya terlalu
tinggi.
Menurut Sunaryo (2004) berbagai persoalan tentang sumberdaya air yang berkaitan
dengan kuantitas dan kualitasnya menyadarkan semua pihak bahwa persoalan air perlu dilakukan
dengan tindakan yang tepat sehingga menghasilkan solusi yang optimal. Diperlukan pengelolaan
sumberdaya air terpadu, menyeluruh dan berwawasan lingkungan agar sumberdaya air dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan
pengendalian daya rusak air. Adapun visi dan misi pengelolaan sumberdaya air adalah
mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air bagi kesejahteraan seluruh rakyat dan konservasi
sumberdaya air yang adil untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Salah satu tujuan pengelolaan
sumberdaya air adalah mendukung pembangunan regional dan nasional yang berkelanjutan
dengan mewujudkan keberlanjutan sumberdaya air (Sunaryo, 2004).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian
1. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah

(sungai, danau, mata air, terjunan air).

2. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

3. Air tanah dangkal/sedang/dalam adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah pada kedalaman : dangkal 1-30 meter, sedang 31-60 meter dan dalam >
60 meter.

4. Air Tanah Bebas (unconfined) adalah air dari aquifer dimana lapisan kedap air hanya berada
pada dasar akuifer dan permukaan akuifer bebas dari lapisan kedap air.
5. Air Tanah Tertekan (confined) merupakan air dari akuifer yang sepenuhnya jenuh dengan bagian
atas dan bawah dibatasi oleh lapisan kedap air.

6. Jaringan Irigasi adalah saluran dan bangunan yang diperlukan untuk mengatur dan menyalurkan
air irigasi yang mencakup penyediaan, pengambilan, penyaluran dan pembagian.

7. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang usaha
pertanian.

8. Bendung kecil/dam parit adalah bangunan penahan air di sungai/kali yang tingginya di bawah 15
m, untuk menaikkan tinggi muka air dan juga dapat dilengkapi saluran untuk mengalihkan air
kelebihan yang dapat ditampung dalam bak penampung atau bangunan tampung air (reservoir).

9. Sumber air adalah tempat/wadah air alami dan atau buatan yang terdapat di atas ataupun di
bawah permukaan tanah.

10. Pembuangan air irigasi, selanjutnya disebut drainase, adalah pengaliran kelebihan air yang sudah
tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah pertanian.

3.2. Sumber Air Potensial


Air permukaan dan air tanah merupakan sumber air utama yang digunakan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan pertanian, dan lain-lain. Namun demikian saat ini sebagian besar
kebutuhan masih mengandalkan dari sumber air permukaan oleh karena itu, sumber air
permukaan perlu dikelola dengan baik sehingga mampu memberikan manfaat bagi
pengembangan sektor pertanian. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan
tanah (sungai, danau, mata air, terjunan air). (Direktur Pengelolaan Air)
Air permukaan baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa) dan
sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir di
laut. Proses perjalanan air di daratan tersebut terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi
yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
Sampai saat ini, air permukaan sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik dan keperluan domestik lainnya. Penggunaan air
tanah umumnya masih terbatas untuk minum, rumah tangga, sebagian industri, usaha pertanian
pada wilayah dan musim-musim tertentu. Sumberdaya air merupakan sumberdaya yang
terbaharuinamun demikian ketersediaannyatidak selalu sesuai dengan waktu, ruang, jumlah dan
mutu yang dibutuhkan. Tujuan kegiatan pengembangan air permukaan adalah :
- memanfaatkan potensi sumber air permukaan untuk irigasi
- meningkatkan ketersediaan air irigasi sehingga dapat menjamin pasokan air dalam usaha tani
- meningkatkan luas areal tanam, indeks pertanaman dan produktivitas usaha tani
- meningkatkan produksi pertanian, pendapatan dan kesejahteraan petani.
a. Sungai
Kegiatan pemanfaatan sungai yang berlangsung selama ini sebagian besar masih dilakukan
dengan cara yang kurang memperhatikan kelestarian dan kepentingan umum. Hal ini ditandai
dengan kondisi-kondisi yang salah satunya ialah hilangnya sebagian besar tumbuhan penutup di
daerah aliran sungai bagian hulu, sehingga memengaruhi daya resap lahan dan meningkatkan
erosi (Puslit Sumber daya Air, 2002: 3). Menurut Puslit Sumber daya Air (2002: 3) sungai
sebagai sumber air yang mempunyai sejumlah potensi yang dapat dimanfaatkan bagi
kesejahteraan manusia. Manfaat sungai sebagai sumber air di antaranya adalah :
1) Sebagai sumber penghidupan dan kehidupan, air dibutuhkan manusia.
2) Sungai juga dapat dijadikan sarana transportasi untuk mendukung mobilitas manusia.
3) Sungai berfungsi sebagai sumber protein hewani yang hidup di dalamnya, seperti ikan.
4) Sungai berfungsi untuk mengairi pertanian (irigasi).

b. Waduk atau Danau


Selain sungai, keberadaan waduk dan danau merupakan potensi dari sumberdaya air yang
memberikan manfaat bagi kelangsungan manusia. Danau terbentuk secara alamiah oleh proses
geologi, baik tektonisme maupun vulkanisme, sedangkan waduk merupakan buatan manusia
dengan membuat tanggul atau bendungan sehingga air sungai naik dan menggenangi daerah
sekitar yang memiliki ketinggian yang sama (Darsiharjo, 2005:109).
3.3. Peranan Air Bagi Pertanian
Dalam kegiatan budidaya pertanian baik dalam pengembangan tanaman pangan,
holtikultura, peternakan maupun perkebunan; ketersediaan air merupakan faktor yang sangat
strategis. Tanpa adanya dukungan ketersediaan air yang sesuai dengan kebutuhan baik dalam
dimensi jumlah, mutu, ruang maupaun waktunya, maka dapat dipastikan kegiatan budidaya
tersebut akan berjalan dengan tidak optimal. Selain itu yang paling penting adalah manusia
sangat membutuhkan air untuk memenuhi segala kebutuhannya. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya pengembangan sumber-sumber air.
Sebagaimana diketahui, setiap daerah di Indonesia tidak seluruhnya mendapatkan curah
hujan yang sama, dengan demikian akan terdapat dua daerah ada yang curah hujannya telah
mampu mencukupi kebutuhan pengairan dan ada daerah dengan lahan yang memerlukan
pengairan (irigasi) bagi pertaniannya. Untuk itu, diperlukan pengelolaan air agar air yang
tersedia mampu digunakan seefektif dan seefisien mungkin agar mampu memenuhi kebutuhan
pertanian, dll.
3.4. Keadaan Pertanian di Indonesia
Lahan kering di Indonesia, 33,3 juta Ha (BPS, 1997), dengan sebagian besar lahan
tersebut beriklim kering tipe D dan E berdasarkan klasifikasi zona iklim Oldeman.Selain fakta
tersebut, saat ini kekeringan mulai melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Ratusan ribu hektare
tanaman pangan, terutama padi, di Pulau Jawa terancam. Luas lahan padi yang potensial gagal
panen terus bertambah seiring dengan musim kemarau yang berubah pola.
Para ahli mengaitkannya dengan gejala pemanasan global yang menyebabkan musim
hujan dan kemarau di Indonesia bergeser. Musim kemarau yang biasanya terjadi pada periode
April sampai Oktober, tahun ini baru dimulai pada Juli. Demikian juga dengan musim hujan
yang bergeser dari November sampai Maret ke Februari hingga Juni. Total luas tanaman padi
yang kekeringan selama Januari-Juli 2007 mencapai 268.518 hektare. Kawasan tropis ditengarai
akan menderita “pukulan produksi pangan” akibat besarnya variabilitas iklim menjelang 2030.
Itu berarti kerawanan pangan akan sering terjadi. Kekhawatiran ini cukup beralasan. Karena
meski bencana kekeringan sudah mengancam dan melanda sentra-sentra produksi beras di Jawa,
pemerintah malah membantah terjadi bencana kekeringan nasional pada musim kemarau
sekarang ini. Petani di daerah pantai utara (pantura) Jabar dan Jateng padahal sudah berteriak
sawah mereka kering. Pemerintah harus menanggapi masalah ini dengan serius karena
menyangkut produksi beras nasional. Pemerintah harus cepat menangani bencana alam yang
sudah di depan mata.
Berdasarkan hasil analisis data historis yang disampaikan Direktur PLA Deptan,
kekeringan kali ini selain merupakan kejadian musiman biasa, juga akumulasi dan interaksi tiga
faktor penyebab lainnya, yaitu degradasi lingkungan dan sumber daya air, tata kelola air yang
memburuk, dan dampak perubahan iklim global. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah harus
mengantisipasi dengan cepat dan tepat faktor ini.
Dari permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu sistem pengaturan air/pengairan
(irigasi) yang mampu memenuhi kebutuhan tanaman pertanian akan air pada saat-saat air hujan
tidak dapat lagi diharapkan.
3.5. Sistem Irigasi
Kemarau datang, keresahan petani lahan kering semakin meningkat. Terbatasnya
persediaan air irigasi untuk usaha taninya selalu menjadi masalah. Salah satu kendala pada
daerah ini adalah terbatasnya air untuk tanaman, oleh karena itu dibutuhkan sistem irigasi pada
saat terjadi saat-saat kering.
Untuk mengantisipasi dampak kemarau atas ketersediaan air untuk pertanian, penerapan
beberapa Teknologi Tepat Guna akan sangat membantu diantaranya adalah sistem irigasi mikro,
Teknologi Embung, Sistem Irigasi Dam Parit (Channel Reservoir), dan Sistem Irigasi Kendi.
3.5.1. Sistem Irigasi Mikro
Irigasi mikro adalah salah satu terobosan yang bisa dilakukan. Teknologi ini adalah suatu
istilah bagi sistem irigasi yang mengaplikasikan air hanya di sekitar zona penakaran tanaman.
Irigasi mikro ini meliputi irigasi tetes (drip irrigation), microspray dan mini-sprinkler.
BBP Mekanisasi Pertanian telah melakukan pengembangan sistem irigasi mikro. Lokasi
pengembangan pertama dilakukan di kebun percobaan BBP Mektan Serpong. Pengembangan
sistem irigasi tetes (drip) diterapkan untuk budidaya cabai dan jagung manis. Sistem irigasi
sprinkler diterapkan pada tanaman kacang tanah. Pengujian kinerja terhadap sistem irigasi tetes
diperoleh bahwa tingkat keseragaman tetesan untuk tanaman cabai mencapai 82.82% (SU) dan
88.74% (DU) sedangkan untuk tanaman jagung 83.46% (SU) dan 88.21% (DU). Dengan hasil
uji tersebut dapat dikatakan bahwa sistem irigasi tetes yang digunakan untuk tanaman cabai dan
jagung termasuk dalam katagori BAIK. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keseragaman
tersebut antara lain adalah: kondisi filter air, kondisi lubang emitter yang tersumbat oleh tanah,
perubahan koefisien gesek pada pipa lateral karena tumbuhnya lumut dsb.
Sedangkan untuk sistem irigasi curah diperoleh hasil tingkat keseragamannya mencapai
89.91% (CU). Dengan demikian sistem irigasi curah yang digunakan untuk tanaman kacang
tanah termasuk kategori BAIK menurut standard Christiansen. Hasil ubinan tanaman cabai rata-
rata pada lahan irigasi tetes adalah 4.4 ton/ha. Menurut Kusuma Inderawati (1982), potensi hasil
yang dapat dicapai oleh tanaman cabai mencapai 6.21 ton/ha bila dilakukan perlakuan yang tepat
terhadap jarak tanam, pH tanah 6 dan pemberian air yang tepat waktu dan kebutuhan. Hasil biji
jarak petak sampel bervariasi karena tingkat keseragaman tetesan juga bervariasi. Hasil
maksimum yang mampu dicapai adalah 5.55 ton/ha pada tingkat keseragaman 91.50%. Hasil
ubinan tanaman kacang tanah rata-rata adalah 2.46 ton/ha. Hasil panen ubinan diperoleh bahwa
produksi tanaman kacang tanah bervariasi mulai dari yang terendah 1.68 ton/ha sampai tertinggi
3.13 ton/ha. Hasil biji pada petak sampel bervariasi karena tingkat keseragaman curahan juga
bervariasi. Kenampakan fisik tanaman di lapangan mendukung tingkat keseragaman distribusi
curahan lebih baik dibanding irigasi tetes.
Hasil ubinan panen jagung untuk pemberian air dengan irigasi tetes mencapai 6,6 ton/ha. Hasil
yang dicapai oleh irigasi tersebut hampir sama dengan rata-rata hasil potensial jagung varietas
Semar yaitu 6 – 8 ton/ha. Selisih hasil yang dicapai antara penelitian di Serpong dan hasil
potensialnya diperkirakan karena total air yang diberikan dalam satu periode musim tanam untuk
metode irigasi tetes adalah 336,39 mm. Untuk mencapai kondisi potensial hasil diperlukan total
air minimal 420 mm/musim serta syarat agronomis yang baik. Hasil maksimum yang mampu
dicapai 7.8 ton/ha. Sehingga diduga hasil panen jagung masih dapat ditingkatkan lagi dengan
meningkatkan tingkat keseragaman curahan sistem irigasi yang digunakan.
Lokasi pengembangan berikutnya adalah di lahan pasang surut Kalimantan Selatan yang
dilaksanakan tahun anggaran 2006. Sistem irigasi yang diterapkan adalah irigasi tetes (drip)
dengan menggunakan komponen emiter yang lebih murah (bekas tutup botol aqua). Hal ini
merupakan terobosan baru untuk menjawab penggunaan teknologi tepat guna.
Atas dasar beberapa terobosan baru yang telah dilakukan oleh BBP Mektan, diharapkan
mampu mengurangi kesulitan petani di musim kemarau. Juga disadari bahwa terobosan
penerapan irigasi mikro di lahan kering membutuhkan investasi awal yang mahal. Untuk
mengurangi beban petani, peran pemerintah dan dinas terkait sangat diperlukan dalam
pendampingan kelembagaan. Penguatan kelembagaan di tingkat petani harus segera dilakukan,
karena dengan kelembagaan yang kuat dapat mengelola sistem irigasi mikro dengan baik.
Diharapkan petani di lahan kering dapat memanfaatkan salah satu sistem irigasi dalam
pertaniannya.
3.5.2. Embung
Untuk mengantisipasi dampak kemarau atas ketersediaan air untuk pertanian, penerapan
beberapa Teknologi Tepat Guna akan sangat membantu diantaranya adalah: Teknologi Embung.
Teknologi ini pernah digalakkan beberapa tahun lalu dan telah terbukti berhasil pada daerah
Semi Arid Tropic di dunia.
Di beberapa tempat di Indonesia teknologi ini sudah diterapkan. Embung adalah kolam
penampung air hujan untuk mensuplai air di musim kemarau, menurunkan volume aliran
permukaan sekaligus meningkatkan cadangan air tanah, dan mengurangi kecepatan aliran
permukaan hingga daya kikis dan daya angkutnya menurun.
Teknologi Embung dapat meningkatkan intensitas tanah dan hasil usaha tani. Di
Yogyakarta penanaman dapat dilakukan sepanjang tahun dengan pola padi, tembakau, jagung.
Nilai usaha tani pada sawah tadah hujan meningkat dari Rp 4,3 juta/ha/tahun menjadi Rp 11,7
juta/ha/tahun. Pada lahan kering, maka usaha tani meningkat dari Rp 3,5 juta menjadi Rp 8,3
juta/ha/tahun.
Selain itu, Embung juga dapat digunakan untuk pemeliharaan ikan, dan air embung dapat
pula dimanfaatkan untuk minum bagi ternak. Dengan penerapan teknologi ini, dalam jangka
panjang diharapkan muka air tanah naik sehingga dapat dibuat sumur untuk keperluan rumah
tangga. Lokasi yang sesuai untuk konstruksi umum bagi teknologi embung adalah :
1) Lapisan tanah bagian bawah kedap air
2) Kemiringan lahan kurang dari 40%
3) Tidak langsung dilalui oleh saluran pembuangan air utama.
3.5.3. Sistem Irigasi Dam Parit (Channel Reservoir)
Sistem Irigasi Dam Parit (Channel Reservoir), Sistem irigasi dam parit adalah sistem
yang memanfaatkan aliran sungai dengan cara memotong aliran sungai dan mengumpulkan air
dari aliran sungai tersebut untuk didistribusikan ke saluran irigasi yang ada. Dengan sistem ini,
aliran permukaan dapat dikurangi sehingga dapat digunakan sebagai cara untuk penanggulangan
banjir. Di samping itu, sistem ini dapat mengurangi sedimentasi dan pendangkalan sungai akibat
sedimentasi karena berkurangnya laju aliran permukaan, dan meningkatkan permukaan air tanah.
Sistem ini dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Litbang Pertanian.
3.5.4. Sistem Irigasi Kendi
Guna mendapatkan sistem irigasi yang hemat air untuk daerah lahan kering dan ancaman
kekeringan yang melanda beberapa wilayah di Indonesia setiap tahun Setiawan et al (1998) telah
mengembangkan sistem irigasi kendi di Indonesia sejak tahun 1996. dengan sistem ini air irigasi
diberikan langsung pada zona perakaran tanaman dan penanaman tanaman lain di sekitar zona
pembasahan. Sistem Irigasi Kendi. Ini adalah salah satu bentuk pemberian air pada tanaman
melalui zona per-akaran tanaman. Irigasi kendi ini dapat menghemat penggunaan air dengan cara
mengatur melalui sifat porositas kendi.
Mondal (1974) dan Stein (1990) memasukkan sistem irigasi kendi ke dalam sistem irigasi
bawah permukaan. Selanjutnya Stein (1990) menggolongkannya lagi ke dalam irigasi lokal
(Local Irrigation), karena rembesarn air irigasi terjadi secara lambat dengan volume yang rendah
(kecil) pada zona perakaran tanaman, sehingga hanya sebagian tanah yang terbasahi, maka
sistem irigasi ini mampu mengurangi evaporasi dan perkolasi (Modal, 1978).
Teknologi tersebut sudah pernah diujicobakan di lapangan dengan hasil memuaskan di
beberapa daerah yaitu, NTB, NTT, Lombok Timur, Sukabumi, dan Bogor. Prof. DR. Budi Indra
Setiawan yang melakukan penelitian tersebut, mengatakan bahwa lahan kering kini bisa menjadi
lahan produktif terutama untuk budidaya hortikultura dengan menerapkan teknologi irigasi
hemat air dan pupuk yaitu dengan teknologi irigasi kendi. Dijelaskan pula, penerapan teknologi
tepat guna ini mampu meningkatkan pendapatan petani di desa-desa tertinggal yang pada
umumnya berlokasi di lahan-lahan kering. Teknologi ini dapat menghemat penggunaan air dan
pupuk pada budidaya tanaman di lahan terbuka, rumah kaca ataupun tanaman sela di antara
tanaman perkebunan seperti cabai, lemon, melon, tomat dan lainnya. Dengan menggunakan
kendi yang dirancang khusus agar dapat mengeluarkan keringat apabila diisi dengan air, bila
kendi tersebut ditanam dalam tanah, maka air dalam kendi akan merembes melalui dindingnya
kemudian membasahi tanah langsung ke daerah perakaran.
Sementara itu mengenai cara penggunanaanya, volume air dalam kendi dijaga agar selalu
terisi air dengan menerapkan teknologi pemberian air bertekanan tetap yang dirancang khusus
terbuat dari tangki air. Dengan demikian, pemberian air dan pupuk cair dapat dilakukan secara
terpusat dan terkendali sehingga meringankan petani dalam mengairi tanamannya.
Secara operasional, kendi ditanam di bawah tanah dekat dengan zona perakaran tanaman.
Jumlah kendi yang ditanam tergantung pada jenis tanaman, kebutuhan air tanaman, suplai air
serta porositas tanah dan kendi.
Mekanisme pengisian air ke dalam kendi adalah dengan memasukkan air yang berasal dari air
hujan atau sumber air lainnya melalui selang air. Pada waktu musim kering dimana ketersediaan
air di dalam tanah berkurang, maka air dalam kendi akan mengalir ke luar melalui pori-pori
kendi sesuai dengan prinsip hukum keseimbangan tekanan air di dalam tanah.
BAB IV
KESIMPULAN
Air permukaan dan air tanah merupakan sumber air utama yang digunakan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan pertanian, dan lain-lain. Namun demikian saat ini sebagian besar
kebutuhan masih mengandalkan dari sumber air permukaan oleh karena itu, sumber air
permukaan perlu dikelola dengan baik sehingga mampu memberikan manfaat bagi
pengembangan sektor pertanian. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan
tanah (sungai, danau, mata air, terjunan air).
Air adalah semua air yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah. Air dalam
pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang dimanfaatkan di
darat. Sedangkan pengertian sumberdaya air adalah air dan semua potensi yang terdapat pada air,
sumber air, termasuk sarana dan prasarana pengairan yang dapat dimanfaatkan, namun tidak
termasuk kekayaan hewani yang ada di dalamnya.
Air demikian penting bagi kehidupan manusia, berbagai sektor dan kepentingan lainnya.
Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah air pengairan, yang sering bahkan menimbulkan
berbagai masalah bagi berbagai kehidupan, jika tidak mampu melestarikannya. Kemarau datang,
keresahan petani lahan kering semakin meningkat. Terbatasnya persediaan air irigasi untuk usaha
taninya selalu menjadi masalah. Salah satu kendala pada daerah ini adalah terbatasnya air untuk
tanaman, oleh karena itu dibutuhkan sistem irigasi pada saat terjadi saat-saat kering.
Untuk mengantisipasi dampak kemarau atas ketersediaan air untuk pertanian, penerapan
beberapa Teknologi Tepat Guna akan sangat membantu diantaranya adalah sistem irigasi mikro,
Teknologi Embung, Sistem Irigasi Dam Parit (Channel Reservoir), dan Sistem Irigasi Kendi.

DAFTAR PUSTAKA

Edward, Saleh dan Budi Indra Setiawan. 2001. Distribusi dan Profil Kelembaban Tanah pada sistem
Irigasi Kensi pada tanaman sayuran di Daerah Kering. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Indonesia
vol.3 no.2. 2001. Hal. 94-98. PRIDA Indonesia. 2006. Atasi Kekeringan Dengan Sistem Irigasi
Kendi. http://www.pidra-indonesia.org/index2.php? [diakses pada tanggal 21 Mei2014].
Salman, Darajat. 2003. Artikel pada halaman utama Sinar Harapan : Embung, Irigasi Kendi, dan Dam
Parit. Badan Ketahanan Pangan, Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan Aceh Timur.
http://www.sinarharapan.co.id/index.html [diakses pada tanggal 21 Mei 2014].
Sunaryo, D.Suharjito dan M Sirait. 2004. Model Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan
Di. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor World Agroforestry Centre (ICRAF)
Southeast Asia Regional Office.
Wiyono, Joko. 2006. Musim Kemarau Datang, Sistem Irigasi Mikro di Lahan Kering Jadi Pilihan.
Tabloid Sinar Tani, Penulis dari BBP Mektan: Serpong.

Anda mungkin juga menyukai