Kti Infertilitas
Kti Infertilitas
Pendahuluan
Latar Belakang
walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam
kurun waktu 1tahun atau lebih dan tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Saraswati,
2015).
bervariasi tergantung keadaan geografis, budaya dan status sosial negara. Kebiasaan
berhubungan dengan seks itu tabu dan privasi, sehingga tidak layak untuk dibicarakan
yang menikah pada usia lebih dewasa pada status sosial yang lebih tinggi akan sangat
pasangan infertilitas baru setiap tahun dan jumlah ini terus meningkat (Williem,
2018). Diperkirakan 85-90% pasangan yang sehat akan mendapat pembuahan dalam
Dengan angka infertilitas yang tinggi, maka harus diketahui apa saja yang
seorang wanita dan pria menjadi infertil. Penyebab seorang wanita infertil disebabkan
oleh beberapa faktor contohnya gangguan ovulasi yang terjadi karena Polycystic
Latar Belakang
2
Bagi pasangan suami istri memiliki keturunan merupakan hal yang di sangat
diharapkan. Namun, sebanyak 15% pasangan didunia memiliki gangguan kesuburan
atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan masalah yang sangat sensitif
dan sulit bagi pasangan yang sudah menikah, terutama bagi pasangan yang sudah
menikah dalam waktu yang lama (Wiweko, 2017).
Infertilitas menurut Kusmiran (2013) adalah ketidak mampuan untuk hamil
sesudah 12 bulan atau enam bulan pada waktu berusia lebih dari 35 tahun tanpa
menggunakan kontrasepsi dan melakukan hubungan seksual aktif. Sebagian besar
kasus infertilitas wanita disebabkan oleh masalah dengan ovulasi. Tanpa ovulasi tidak
ada telur yang bisa dibuahi. Beberapa tanda-tanda bahwa wanita tidak berovulasi
biasanya mencakup tidak teratur atau tidak adanya menstruasi (Lasari, 2014).
Infertil merupakan suatu krisis dalam kehidupan yang dapat mempengaruhi
berbagai aspek. Berdasarkan dari sekian banyak pasangan yang mengalami masalah
infertil, akan berdampak besar pada kesehatan mental baik dari aspek fisik,
emosional, seksual, spritual dan keuangan. Pada umumnya pasien yang mengalami
gangguan kesuburan akan timbul gejala seperti kecemasan dan stres, gejala yang lain
diantaranya marah, pengkhianatan, rasa bersalah dan kesedihan (Ezzell, 2016).
Menurut Saraswati (2015) infertil atau kemandulan adalah penyakit sistem
reproduksi yang ditandai dengan ketidak mampuan atau kegagalan dalam
memperoleh kehamilan, walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3
kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun atau lebih tampa menggunakan alat
kontrasepsi.
Menurut Noveryanti (2016) infertilitas atau ketidak suburan Adalah keadaan
diimana seseorang tidak dapat hamil secara alami atau tidak dapat menjalani
kehamilannya secara utuh. Devenisi standar infertil adalah kondisi yang menunjukan
tidak terdapatnya pembuahan dalam waktu 1 tahun setelah melakukan hubungan
seksual tampa perlindungan kontrasepsi.
Data infertilitas di dunia menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization, WHO) dan laporan lainnya diperkirakan 8-12% pasangan yang
mengalami masalah infertilitas selama masa reproduktif mereka. Jika 8 % dari
3
gambaran global populasi maka sekitar 60-80 juta pasangan yang belum dikaruniai
anak. Di china, infertil mempengaruhi sekitar 18 % dari populasi melahirkan dan
lebih dari 50 juta pasien tidak subur, menurut sebuah konvrensi nasional tentang
infertilitas pada tahun 2014 (FU, 2016). Frevalensi rata - rata infertilitas di negara-
negara maju adalah 3.5% - 16,7 % dan di Negara - negara berkembang adalah 6,9 % -
9,3% (Masoumil et al,2015 ). Di Amerika Serikat 6,1 juta wanita dan pasangan nya
mengalami infertil (Brune dan Thatcer, 2011).
Prevalensi infertilitas yang tepat belum diketahui secara pasti, sangat
bervariasi tergantung keadaan geografis, budaya dan status sosial negara. Kebiasaan
masyarakat timur yang membicarakan atau menganggap segala sesuatu yang
berhubungan dengan seks itu tabu dan privasi, sehingga tidak layak untuk dibicarakan
memberi kontribusi terhadap kejadian infertilitas. Semakin banyaknya wanita karir
yang menikah pada usia lebih dewasa pada status sosial yang lebih tinggi akan sangat
mempengaruhi kesuburan seseorang wanita, diperkirakan muncul sekitar 2 juta
pasangan infertilitas baru setiap tahun dan jumlah ini terus meningkat (Williem,
2018).
Menurut Riset Kesehatan Dasar pasangan infertil di Indonesia tahun 2018
adalah 50 juta pasangan atau 15-20% dari seluruh pasangan yang ada (Riskesdas,
2018). Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 menyebutkan dari total 23 juta penduduk
Indonesia, terdapat kurang lebih 39,8 juta wanita usia subur, namun 10–15 persen
diantaranya infertil. Menurut Ariyadi, (2016).
Menurut Robert (2014), Secara global dapat disimpulkan bahwa penyebab
terjadinya infertilitas diakibatkan dari faktor laki-laki sekitar 30% meliputi kelainan
pengeluaran sperma, penyempitan saluran mani karena infeksi bawaan, faktor
immunologik/antibodi, antisperma, serta faktor gizi. Sedangkan gangguan dari
perempuan 30% yang mempunyai masalah pada vagina, serviks, uterus, kelainan
pada tuba, ovarium dan pada peritoneum. Gangguan dari keduanya 30% dan yang
tidak diketahui sekitar 10%.
Dengan angka infertilitas yang tinggi, maka harus diketahui apa saja yang
dapat mempengaruhi keadaan infertilitas. Berbagai faktor dapat menyebabkan
4
seorang wanita dan pria menjadi infertil. Penyebab seorang wanita infertil disebabkan
oleh beberapa faktor contohnya gangguan ovulasi yang terjadi karena Polycystic
Ovarium Syndrome (PCOS). Primary Ovarian Insufficiency (POI) yang sering
muncul ketika wanita berumur lebih dari 40 tahun, tersumbatnya tuba fallopi yang
sering disebabkan oleh Pelvic Inflammatory Deases (PID), endometriosis, pasca
operasi kehamilan ektopik, kelainan di uterus dan uterine fibroid (Djuwanto, 2015)
Anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa infertil disebabkan oleh
wanita, padahal pada pria juga dapat terjadi infertilitas sebesar 20-40%, pada wanta
30-55%, faktor gabungan 35% dan penyebab yang tidak dapat diketahui penyebabnya
5-15% (Masoumil et al, 2015).
Penyebab infertilitas pada perempuan dan laki-laki atara lain yang dialami
oleh perempuan mandul adalah gangguan ovulasi. Bila ovulasi tidak terjadi maka
tidak ada sel telur yang bisa dibuahi. Penyebab kemandulan pada laki-laki antara lain
gangguan pada pabrik sperma sehingga sel sperma yang dihasilkan sedikit atau tidak
sama sekali (Rukiyah, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2015) tentang
determinan kejadian infertilitas pria di Kabupaten Tulang Bawang menunjukan
bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya infertilitas pada pria diantaranya yaitu
pekerjaan yang harus terpapar dengan zat berbahaya 46,3%, perilaku merokok 68,3%,
riwayat konsumsi alkohol 21,5%, pria dengan kebiasaan olahraga berat 56,1%.
Sedangkan pada wanita berdasarkan penelitian yang dilakukan Oktariana (2014)
faktor yang mempengaruhi infertilitas pada wanita diantaranya usia dengan kelompok
tertinggi 25-35 tahun sebanyak 71%, wanita karir sebanyak 66,1%, endometrosis
25,6%, masalah uterus 33%.
Menurut Robert (2014), Secara global dapat disimpulkan bahwa penyebab
terjadinya infertilitas diakibatkan dari faktor laki-laki sekitar 30% meliputi kelainan
pengeluaran sperma, penyempitan saluran mani karena infeksi bawaan, faktor
immunologik/antibodi, antisperma, serta faktor gizi. Sedangkan gangguan dari
perempuan 30% yang mempunyai masalah pada vagina, serviks, uterus, kelainan
5
pada tuba, ovarium dan pada peritoneum. Gangguan dari keduanya 30% dan yang
tidak diketahui sekitar 10%.
Koes (2015), mengatakan bahwa faktor-faktor infertil yang sering ditemukan
adalah faktor koitus pada pria, faktor ovulasi, faktor serviks, faktor tuba - rahim dan
faktor peritoneum. Faktor - faktor tesebut tergantung pada keadaan lokal, populasi
dan prosedur rujukan.
Infertilitas memberikan efek pada kualitas pernikahan, beresiko penceraian,
penurunan seksual, putus asa, depresi, atau gangguan psikologis lainnya (Jahromi,
2014). Beberapa perempuan merasa tersingkir terutama oleh keluarga pasangan
mereka, mereka mengalami diskriminasi, menerima ancaman dan tekanan bercerai,
mengalami pelecehan dari keluarga pasangan mereka yang menyebabkan tingginya
tingkat stres dan masalah psikologis (Karanca, 2015).
Menurut Odek, 2014 ditemukan sebanyak 64 % kasus perceraian karena
infertilitas. Individu yang tidak mempunyai keturunan akan memiliki kecenderungan
lebih tinggi untuk bercerai dibandingkan dengan individu yang memiliki anak.
Temuan ini menggambarkan bahwa infertilitas adalah ancaman serius terhadap
institusi perkawinan dan kerukunan keluarga. Sebagian perempuan dengan masalah
infertilitas khawatir tentang pernikahan mereka dan merasa suami mereka
kemungkinan besar akan meninggalkan mereka.
Penanggulangan infertilitas di Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah
adalah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor.61 tahun 2014 telah diatur
mengenai kesehatan reproduksi pada pasangan usia subur sebelum hamil, sesudah
hamil dan masa sesudah melahirkan. Pemerintah memberikan tugas dan tanggung
jawab kepada tenaga kesehatan untuk diberikan konseling sebelum hamil, sesudah
hamil dan masa sesudah hamil (Trisnawati, 2015). Namun hingga saat ini program
tersebut belum terlaksana secara tepat.
Angka kemandulan di Sumatera Utara mencapai 15% hingga 17% per tahun
dari semua pasangan suami istri (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2017), menurut
dr. Ichwanul Adenin, SpOG (K) kejadian infertil dapat terjadi pada pria dan wanita.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infertilitas
8
Menurut koes, 2015 secara medis infertil dibagi menjadi ada 2 (dua) jenis
yaitu:
a. Infertilitas Primer
Infertilitas primer yaitu pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu
tanpa mengunakan alat kontrasepsidalam bentuk apapun.
b. Infertilitas Sekunder
Infertilitas sekunder berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya tetapi saan ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun
berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau
metode kontrasepsi jenis apapun.
Menurut Maria (2013) infertilitas di bagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Infertilitas primer
Dikatatakan infertil primer adalah apabila istri belum pernah hamil walaupun
bersenggama dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.
b. Infertilitas sekunder
Dikatakan infertilitas sekunder adalah apabila istri pernah hamil akan tetapi
kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan
kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bula.
Klasifikasi infertilitas menurut kesehatan atau medis dibagi menjadi 2 jenis
sebagai berikut:
a) Infertilitas primer, adalah kondisi dimana pasangan suami istri belum
mampu dan belum pernah memiliki anak setelah 1tahun berhubungan seksual
sebanyak 2-3 kali seminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
Infertilitas sekunder, adalah kondisi dimana pasangan suami istri yang telah
atau pernah memiliki anak sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak
lagi setelah 1tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi (Fauziyah, 2012).
2.1.3 Etiologi
a. Hormonal
10
dihasilkan oleh testis yang sehat setelah mendapatkan rangsangan dari organ-organ
pretestikuler melalui sumbu hipotalomo-hipofisis-gonad. Kemampuan sperma untuk
melakukan fertilisasi ditentukan oleh patensi organ-organ pasca testikuler dalam
menyalurkan sperma untuk bertemu ovum. Proses produksi sperma berlangsung di
dalam testis dimulai dari diferensiasi sel stem primitif spermatogonium yang terdapat
pada membrana basalis tubulus seminiferus testis. Spermatogonium kemudian
mengalami mitosis, dan mengalami transformasi menjadi spermatozoa sesuai dengan
urutan dari : Sperma togonium, Spermatosid I, spermatosid II, spermatid,
spermatozoa (Sophia, 2001).
Selain penyebab diatas ada juga penyebab lain menurut (Siswadi, 2006)
1. Kelainan pada alat kelamin
a. Hipospadia yaitu muara saluran kencing letaknya abnormal, antara lain pada
permukaan testis.
b. Ejakulasi retrograd yaitu ejakulasi dimana air mani masuk kedalam kandung
kemih.
c. Varikokel yaitu suatu keadaan dimana pembuluh darah menuju buah zakar
terlalu besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak spermatozoa berkurang
yang berarti mengurangi kemampuannya untuk menimbulkan kehamilan
d. Testis tidak turun dapat terjadi karena testis atrofi sehingga tidak turun
2. Kegagalan fungsional
a. Kemampuan ereksi kurang.
b. Kelainan pembentukan spermatozoa
c. Gangguan pada sperma
d. Gangguan di daerah sebelum testis (pretesticular)
Gangguan biasanya terjadi pada bagian otak, yaitu hipofisis yang
bertugas mengeluarkan hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH
(Luteinizing hormone). Kedua hormon tersebut mempengaruhi testis dalam
menghasilkan hormon testosteron, akibatnya produksi sperma dapat terganggu
serta mempengaruhi spermatogenesis dan keabnormalan semen. Terapi yang
bisa dilakukan untuk peningkatan testosterone adalah dengan terapi hormone.
13
b. Faktor Wanita
1. Gangguan Ovulasi
Gangguan ovulasi jumlahnya sekitar 30-40% dari seluruh kasus infertilitas
wanita. Gangguan-gangguan ini umumnya sangat mudah di diagnosis menjadi
penyebab terjadinya infertilitas, karena ovulasi sangat berperan dalam konsepsi,
ovulasi harus di catat sebagai bagian dari penilaian dasar pasangan infertil.
14
3. Organ Reproduksi
a. Organ Reproduksi Luar (Genitalia Eksterna)
1) Tundun (mons veneris), merupakan lapisan lemak pada bagian depan simfisis
pubis yang ditumbuhi rambut saat pubertas.
2) Labia mayor, merupakan lanjutan mons veneris, bagian luar ditutupi rambut
dan bagian dalam mengandung kelenjar lemak.
15
3) Labia minor, merupakan jaringan tipis di balik labia mayor yang tidak
memiliki folikel rambut. Pada labia minor banyak terdapat otot polos,
ujung serabut saraf, dan pembuluh darah.
4) Klitoris, merupakan bagian sensitif yang banyak mengandung pembuluh
darah dan saraf sensoris.
5) Vestibulum, merupakan bagian yang terdiri dari enam buah lubang
(orifisium) meliputi orifisium uretra eksternum, introitus vagina, kelenjar
bartolini kanan-kiri yang berfungsi sebagai pelindung terhadap kuman
patogen, dan kelenjar skene kanan-kiri.
6) Himen (selaput dara), merupakan lapisan tipis yang terdiri dari jaringan ikat
kolagen dan elastis. Pada bagian tengah himen terdapat lubang yang
berfungsi sebagai saluran pengeluaran darah menstruasi.
7) Perineum, merupakan bagian yang terletak diantara genitalia eksterna dan
anus. Perineum dibatasi oleh otot-otot diafragma panggul dan otot-otot
diafragma urogenitalis (Purwoastuti, 2015).
b. Organ Reproduksi Dalam (Genitalia Interna)
1) Vagina, merupakan rongga muskulo membranosa yang menghubungkan
genitalia eksterna dan uterus. Fungsi vagina adalah sebagai alat untuk
melakukan hubungan seksual, sebagai jalan lahir pada saat persalinan, dan
sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi
(Purwoastuti, 2015).
2) Uterus, merupakan jaringan otot yang terdiri dari 3 bagian yaitu bagian atas
(fundus), bagian tengah (korpus), dan bagian bawah (serviks). Bagian fundus
terhubung dengan tuba fallopi, sementara bagian serviks terhubung dengan
vagina. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar
(peritoneum), lapisan tengah (miometrium), dan lapisan dalam
(endometrium). Pada saat konsepsi, lapisan dalam (endometrium) melakukan
proliferasi dan seksresi sehingga memungkinkan terjadinya implantasi
(Purwoastuti, 2015).
16
3) Tuba fallopi, merupakan saluran yang menjadi penghubung antara uterus dan
ovarium. Fungsi tuba fallopi adalah sebagai alat transportasi bagi ovum untuk
menuju ke uterus, sebagai tempat terjadinya konsepsi, dan sebagai tempat
bagi pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi. Konsepsi terjadi
dibagian tuba yang paling dalam atau ampula tuba (Fauziyah, 2012).
4) Ovarium, merupakan kelenjar yang terletak pada kedua sisi uterus. Terdiri
dari dua bagian yaitu inner medulla dan korteks. Fungsi ovarium adalah
sebagai tempat untuk memproduksi ovum, hormon estrogen, dan progesteron.
Pada ovarium bayi perempuan yang baru lahir terdapat sekitar 1 juta oosit (sel
yang mengalami pembelahan untuk membentuk ovum). Cadangan ovarium
(oosit) ini akan terus berkurang jumlahnya seiring bertambahnya umur,
dikarenakan oosit berubah secara bertahap menjadi folikel atresia dan tidak
ada ovum yang beregenerasi selama siklus kehidupan seorang wanita (Kubo,
2009).
5) Ovulasi
Masa reproduksi seorang wanita diawali dengan perkembangan ovum di
dalam ovarium. Ovum membelah sel secara mitosis sehingga terbentuk oosit
primer. Pada usia kehamilan 30 minggu, terdapat 6 juta oosit primer di dalam
ovarium. Sebagian oosit primer berdegenerasi (atresia) sehingga pada saat
lahir jumlah oosit primer sekitar 2 juta, pada saat pubertas jumlah oosit primer
sekitar 300-500 ribu, pada saat mencapai umur 37 tahun jumlah oosit primer
berkurang menjadi 25 ribu, dan pada umur 51 tahun jumlah oosit primer
hanya tinggal 1.000 buah (American Society for Reproductive Medicine,
2017).
Oosit primer dilapisi oleh sel-sel granulosa yang disebut folikel primordial.
Folikel merupakan lapisan pembungkus yang berisi cairan nutrisi yang
dibutuhkan untuk proses pertumbuhan ovum hingga ovum mencapai
kematangan dan siap dilepaskan. Di dalam folikel primer yang berkembang
menjadi folikel sekunder, oosit primer juga berkembang menjadi oosit
sekunder. Saat oosit sekunder terbentuk, folikel sekunder telah berkembang
17
a. Fase Menstruasi
Fase menstruasi berlangsung sekitar 5 hari. Fase ini terjadi apabila
ovum tidak dibuahi oleh sperma, sehingga korpus luteum tidak memproduksi
hormon estrogen dan progesteron. Penurunan kadar kedua hormon tersebut
menyebabkan ovum terlepas dari endometrium. Lepasnya ovum
18
Sekitar 1 dan 5 pasangan usia subur akan hamil dalam 1 tahun pertama
pernikahan dengan senggema yang normal dan teratur (Widyastuti, 2010).
a. Riwayat penyakit dan pemeriksaan
Pemeriksaan asal dari pasangan infertil mencakup riwayat penyakit, riwayat
perkawinan terdahulu dan sekarang pemeriksaan terhadap masing-masing pasangan.
Sungguh baik jika pertama kali pasangan di periksa bersama-sama, karena dokter
yang memeriksa akan dapat menilai interaksi mereka, untuk pemeriksaan berikutnya
lebih baik dinilai sendiri-sendiri.
b. Analisis Sperma
Analisis sperma harus dilakukan pada tahap awal, contoh sperma dikumpulkan dalam
plastik atau dalam wadah gelas, tidak boleh pakai karet kondom, kemudian harus di
kirim ke laboratorium dalam masa dua jam ejakulasi. Tidak adanya semen dalam dua
atau lebih contoh merupakan indikasi untuk pemeriksaan ulang.
Tidak adanya fruktosa didalam, contoh semen menjadi petunjuk tidak adanya
vesikula dan vasa seminalis yang bersifat kongenital, ini menjadi patokan bahwa
pemeriksaan fungsi testis berikutnya tidak ada gunanya. Apabila fruktosa dalam
contoh semen ada, maka perlu dilakukan biopsi testis.
c. Uji Pasca Senggama (UPS)
Apabila telah diyakini bahwa analisis spermanya normal, maka UPS bisa
dijadwalkan. Ini akan memperlihatkan apakah semen sudah terpancar dengan baik ke
puncak vagina selama senggama.
UPS dilakukan sekitar 2-3 hari sebelum perkiraan ovulasi. Pasien diminta datang 2-8
jam setelah senggama normal. Getah serviks dihisap dari kanal endoserviks yang
pada tahap ini harus banyak dan bening.
Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop, jika dijumpai 1- 20 sperma yang aktif
sehingga harapan untuk kehamilan cukup besar. Uji ini harus dilakukan sekurang-
kurangnya pada dua keadaan yang terpisah, hasil negatif bisa disebabkan oleh teknik
senggama.
d. Pembasahan dan Pemantauan Ovulasi
20
UPS dapat menyimpulkan sebab infertilitas suami, dan yang sangat penting adalah
ovarium secara teratur menghasilkan ova. Riwayat haid dapat memberikan pegangan
terhadap hal ini. Ovulasi lebih mungkin terjadi jika siklus haid berlangsung teratur
dan dengan jumlah darah haid yang sedang untuk jangka waktu 3-5 hari.
Sebagian wanita merasakan nyeri pada sisi fosca iliaca untuk 12-24 jam pada saat
ovulasi, dan hal ini mungkin bersamaan atau tanpa disertai pendarahan ringan atau
dengan suatu peningkatan limbah vagina. Matalgia prahaid menandakan adanya suatu
korpus luteum yang aktif, artinya ovulasi sebelumnya telah terjadi dalam siklus itu.
2.1.6 Pencegahan Infertilitas
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infertil
menurut Siswadi, 2006 :
1. Mengobati infeksi pada organ reproduksi pria ada berbagai jenis infeksiyang
diketahui menyebabkan infertilitas seperti : infeksi prostat, testis / buah zakar,
maupun saluran sperma.
2. Menghindari rokok, karena rokok mengandung zat-zat yang dapat meracuni
pertumbuhan, jumlah dan kualitas sperma.
3. Menghindari alkohol dan zat adiktif.
Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan dengan rendahnya kadar
hormon testosterone yang tentu akan mengganggu pertumbuhan sperma.
Ganja /mariyuana juga dikenal sebagai salah satu penyebab gangguan
pertumbuhan sperma.
4. Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan
nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat.
wanita berusia ≥ 35 tahun (77,4%) dengan risiko 8,03 kali lebih besar
dibandingkan wanita yang berusia < 35 tahun, usia reproduksi sehat yaitu usia
20-35 tahun dan usia reproduksi akhir yaitu usia dibawah dari 20 tahun dan
diatas 35 tahun (Karsiyah, 2015).
b. Status Gizi/ Obesitas.
Status gizi yang mempengaruhi terjadinya infertilitas adalah obesitas.
Obesitas merupakan kondisi dimana kadar lemak dalam tubuh berlebihan
yaitu 10-15% dari kadar lemak normal (Ambarwati, 2012) Fungsi lemak
selain sebagai cadangan energi, juga berperan dalam produksi hormon
estrogen sebesar 30%. Peningkatan kadar hormon estrogen dapat menghambat
FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan memacu pelepasan LH (luteinizing
hormone) dari hipofisis. Luteinizing hormone memacu produksi hormon
androgen di dalam ovarium. Kelebihan androgen menyebabkan proses ovulasi
terganggu (Sibagariang, 2010). Studi di Desa Wonosari Tanjung Morawa
tahun 2014 menunjukkan bahwa obesitas memiliki risiko 3,102 kali terhadap
kejadian infertilitas (Silvia, 2014).
c. Usia Menarche.
Menarche biasanya terjadi pada usia 10-14 tahun karena pada usia ini organ
reproduksi tumbuh dengan pesat hingga mencapai kematangan untuk dapat
bereproduksi (Prawirohardjo, 2009). Usia menarche yang terlalu dini (< 10
tahun) atau terlalu lambat (> 14 tahun) mengindikasikan adanya gangguan
hormonal di dalam tubuh (Wiknjosastro, 2009). Studi yang menunjukkan
bahwa usia menarche berpengaruh terhadap kejadian infertilitas belum pernah
dilakukan, akan tetapi studi di Kota Surakarta tahun 2014 menunjukkan
bahwa usia menarche berhubungan dengan kejadian endometriosis, yang
mana endometriosis dapat menyebabkan saluran tuba tersumbat sehingga
mengakibatkan terjadinya infertilitas (Mukti, 2010).
Berdasarkan studi di Kota Semarang tahun 2016, kista endometriosis
memiliki resiko 8,08 kali untuk terjadi infertilitas (Octavianny, 2016).
24
1. Usia
2. Status gizi Faktor - fator yang berhubungan
3. Usia Menarche dengan kejadian infertilitas
4. Siklus menstruasi
tingka
5. Pengetahuan
Dari kerangka konep diatas dapat dilihat bahwa variable besas (independen)
dalam penelitian ini adalah factor usia, status gizi, Usia menarche dan Sedangkan
terkait (dependen) adalah fator-faktor yang berhubungan dengan kejadian infertilitas
pada Pasangan Usia Subur (PUS).
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Variabel Dependent
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
infertilitas Pasangan suami istri yang Kuisioner a. Infertil
telah menikah 1 tahun b. Tidak
dan sudah melakukan infertile
hubungan seksual tampa
menggunakan alat
kontrasepsi, tetapi belum
memiliki anak.
Table 3.5.2 Variabel Dependen
3.6 Pengelolahan Data Dan Analisis Data
3.6.1 Pengelolahan Data
Pengelolahan data dilakukan setelah pengumpulan data dilaksanakan dengan
maksud agar data yang dikumpulkan memiliki sifat yang jelas (Natoadmojo, 2017).
Pengelolahan data yang dilakukan antara lain:
a. Editing (Penyuntingan Data )
Editing adalah pemeriksaan data yang telah dikumpulkan untuk menyesuaikan
terhadap apa yang seharusnya, baik pengisian kuesioner maupun tahap ukuran
– ukuran dan kejelasan yang harus dilakukan sedini mun gkin.
b. Coding Sheet ( Pemberian Kode)
Coding adalah member kode pada jawaban – jawaban responden atau ukuran
– ukuran yang diperoleh dari unit analisis sesuai dengan trancangan awal.
c. Scoring (penghitungan)
Scoring adalah menghitung skor yang diperoleh oleh setiap responden
berdasarkan jawaban atas pernyataan yang diajukan.
d. Tabulating (tabulasi)
31
7 Sidang Akhir