Anda di halaman 1dari 93

KARAKTERISASI DAN PERKEMBANGAN TANAH

PADA LAHAN REKLAMASI BEKAS TAMBANG


BATUBARA PT KALTIM PRIMA COAL

DJATI MURJANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul : Karakterisasi dan
Perkembangan Tanah pada Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara PT Kaltim
Prima Coal adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

Djati Murjanto
NIM A152070041
ABSTRACT

DJATI MURJANTO. Characterization and Soil Development on Reclaimed Coal Mine


Land at PT Kaltim Prima Coal. Under supervision of ISKANDAR and DYAH
TJAHYANDARI S.

Mining activities are part of economic development activities that utilize natural
resources and are expected to guarantee the future life. Issues that will arise as a result
of mining activity which may result in less negative impact on the environment are in
the form of decreased soil productivity, soil compaction, erosion and sedimentation, soil
movement/ soil erosion, decrease in biodiversity of flora and fauna as well as changes
in microclimate. Reclamation is the end of mining activities are expected to return the
land to its original state. The ultimate objective of reclamation is to improve the Quarry
to the condition safe, stable and not easily eroded so that it can be recovered. To see
how far the influence of the reclamation of soil properties and its development, it is
necessary to observe and study in detail the characterization of soil development on
reclaimed land, whether it is possible that significant changes to the development of soil
formation on land reclamation to the aspect physical, chemical and biological soil
properties.
The results indicate that the reclamation and increased of age affects the development of
land reclamation seen from morphological, physical, chemical, and biological soil
properties. Increased age of reclaimed coal mine land causes changes in the
morphological soil property, especially on the top layer. The most affected changes of
morphological soil properties by increasing age is the color of the land reclamation and
the boundaries between layers, especially on the top soil layer due to the effect of
adding organic matter. Increased age in the reclaimed land causes changes of soil
physical properties, ie increased permeability and soil aggregate stability, but not affect
bulk density. Increased age affects the chemical properties of soil reclamation, it is seen
by an increase in C-organic, N-total, exchangables Ca and Mg content on topsoil.
Changes of the biological soil properties occur until reclaimed coal mine land was 5
years old which in 5th years has the highest of individuals density, diversity indices and
biomass.

Keyword : Reclaimed Land, Soil Development, Morphological Properties


RINGKASAN

DJATI MURJANTO. Karakterisasi dan Perkembangan Tanah Pada Lahan Reklamasi


Bekas Tambang Batubara PT Kaltim Prima Coal. Di bawah bimbingan ISKANDAR
dan DYAH TJAHYANDARI S.

Kegiatan pertambangan adalah bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang


mendayagunakan sumber daya alam dan diharapkan dapat menjamin kehidupan di masa
yang akan datang. Kegiatan pertambangan yang kurang tepat dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan berupa penurunan produkstivitas tanah, pemadatan
tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah/ longsoran, penurunan
biodiversitas flora dan fauna serta perubahan iklim mikro.
Kegiatan reklamasi merupakan akhir dari kegiatan pertambangan yang diharapkan
dapat mengembalikan fungsi lahan kepada fungsi semula. Untuk melihat sejauh mana
pengaruh dari proses reklamasi terhadap sifat-sifat tanah dan perkembangannya, maka
perlu dilakukan pengamatan dan penelitian secara detail mengenai karakterisasi
perkembangan tanah pada lahan reklamasi tambang tersebut, apakah dimungkinkan
terjadi perubahan yang signifikan terhadap perkembangan pembentukan tanah pada
lahan reklamasi terhadap aspek fisik, kimia dan biologi pada tanah tersebut. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mempelajari sifat fisik, kimia dan biologi tanah
di lahan reklamasi bekas tambang batubara pada umur 0 tahun, 5 tahun, 9 tahun dan 13
tahun, sehingga dapat diketahui karakteristik perkembangan tanah pada lahan bekas
tambang batubara.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan reklamasi dan peningkatan
umur reklamasi mempengaruhi perkembangan tanah dilihat dari sifat morfologi, fisika,
kimia, dan biologi tanah. Peningkatan umur lahan reklamasi menyebabkan
perubahan pada sifat morfologi tanah terutama pada lapisan atas. Perubahan sifat
morfologi yang paling dipengaruhi oleh peningkatan umur reklamasi adalah warna
tanah dan batas antar lapisan terutama pada tanah lapisan atas akibat pengaruh
penambahan bahan organik. Peningkatan umur reklamasi menyebabkan perubahan pada
sifat fisika tanah, yaitu peningkatan permeabilitas dan stabilitas agregat tanah, tetapi
belum mempengaruhi bobot isi tanah. Peningkatan umur reklamasi mempengaruhi sifat
kimia tanah, hal ini terlihat dengan adanya peningkatan kandungan C-organik, N-total,
Ca-dd, dan Mg-dd pada tanah lapisan atas. Perubahan sifat biologi terjadi sampai lahan
reklamasi berumur 5 tahun dimana pada tahun ke-5 mempunyai kepadatan individu,
indeks keragaman dan biomassa tertinggi.

Kata Kunci : Lahan Reklamasi, Perkembangan Tanah, Sifat Morfologi


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISASI DAN PERKEMBANGAN TANAH
PADA LAHAN REKLAMASI BEKAS TAMBANG
BATUBARA PT KALTIM PRIMA COAL

DJATI MURJANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agroteknologi Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Suwardi, M.Agr
Judul Penelitian : Karakterisasi dan Perkembangan Tanah Pada Lahan
Reklamasi Bekas Tambang Batubara PT Kaltim Prima
Coal
Nama : Djati Murjanto
Nomor Pokok : A152070041
Program Studi : Agroteknologi Tanah (ATT)

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Iskandar, M.Sc Dr. Ir. Dyah Tjahyandari S.


Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Agroteknologi Tanah

Dr. Ir. Suwardi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 24 Agustus 2011 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Februari 2009 adalah reklamasi lahan bekas tambang, dengan
judul Karakterisasi dan Perkembangan Tanah pada Lahan Reklamasi Bekas Tambang
Batubara PT Kaltim Prima Coal.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Iskandar, Ibu Dr. Dyah
Tjahyandari S., dan Ibunda Dr. Astiana Sastiono (Almh.) selaku pembimbing dan
seluruh staff pengajar di progam studi Agroteknologi Tanah. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
yang telah membantu membiayai kuliah dan penelitian ini. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada Pimpinan PT Kaltim Prima Coal beserta staf khususnya Unit
Nursery dan Reklamasi yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada istri tercinta Mei Martini
Handayani, anak-anak yang lucu Aura, Adinda, Arjuna (ADINAR) dan kedua orang
tuaku di Semarang serta ibu mertua tercinta atas segala doa dan dukungannya.
Sahabatku Surya Herjuna yang mengajak selalu belajar dan berkarya sehingga penulis
meraih semua ini. Penulis juga sampaikan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa
Program S2 Agroteknologi Tanah dan Tanah, mahasiswa S1 dan laboran-laboran
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang banyak membantu kelancaran
penelitian.
Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, September 2011


Djati Murjanto
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Semarang, Ibukota Provinsi Jawa Tengah pada


tanggal 8 Januari 1973 dan lahir sebagai putra kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak Soewarto dan Ibu Moertilah. Penulis menikah pada tanggal 27 Mei 1999 dengan
istri tercinta Mei Martini Handayani, S.Pd. dan dikaruniai 3 anak Aura Putri Hamidah,
Adinda Yasmin Ariyani dan Arjuna Haryo Mustiko (ADINAR),
Penulis lulus dari SMU Kesatrian 1 Semarang pada tahun 1991, kemudian
penulis melanjutkan ke UPN “Veteran” Yogyakarta di Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknologi Mineral dan lulus pada tahun 1997, langsung bekerja di Pelsart Group Gajah
Tunggal (eksplorasi tambang emas) sebagai Geologist. Pada tahun 1999 terdaftar
sebagai pegawai honorer di Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, dan
menjadi PNS Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral dimulai tahun 2002.
Selanjutnya penulis melanjutkan ke program magister pada Program Studi
Agroteknologi Tanah di Institut Pertanian Bogor serta program magister jurusan Teknik
Geologi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta pada tahun 2007.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4


2.1 Pembentukan dan Perkembangan Tanah ............................... 4
2.1.1 Sifat Fisik Tanah ........................................................ 8
2.1.2 Sifat Kimia Tanah ...................................................... 11
2.1.3 Sifat Biologi Tanah .................................................... 13
2.2 Perkembangan Tanah Pasca Kegiatan Penambangan ........... 18

III. METODOLOGI ............................................................................ 20


3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................... 20
3.2 Bahan dan Alat .................................................................... 20
3.3 Metode Penelitian ................................................................. 21
3.3.1 Pembuatan dan Pengamatan Profil Tanah ................. 21
3.3.2 Pengambilan Contoh Tanah ....................................... 21
3.3.3 Analisis Tanah ........................................................... 25

IV. KONDISI UMUM PT. KALTIM PRIMA COAL ....................... 26


4.1 Lokasi Penelitian .................................................................. 26
4.2 Geologi ................................................................................. 27
4.2.1 Kondisi Geologi .......................................................... 27
4.2.2 Stratigrafi .................................................................... 28
4.2.3 Stuktur Geologi .......................................................... 28
4.3 Geomorfologi ....................................................................... 29
4.4 Iklim .................................................................................... 30
4.5 Vegetasi ................................................................................ 31
4.6 Karakteristik Tanah Lokasi Penelitian Sebelum
Penambangan ....................................................................... 32

V. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 35


5.1 Perkembangan Morfologi Tanah ......................................... 35
5.2 Sifat Fisik Tanah .................................................................. 38
5.3 Sifat Kimia Tanah ................................................................ 40
5.4 Sifat Biologi Tanah .............................................................. 43

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 49

LAMPIRAN ............................................................................................ 53
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Parameter Pengamatan dan Metode Analisis ..................................... 25
2. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Tambang PT Kaltim Prima Coal ...... 33
3. Hasil Analisis Permeabilitas dan Stabilitas Agregat
Lahan Bekas Tambang Batubara di Lokasi Studi .............................. 39
4. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah di Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara
pada Berbagai Umur Reklamasi.................................... 41
5. Kepadatan dan Keragaman Populasi Fauna Tanah pada Lahan
Reklamasi pada Berbagai Umur Reklamasi Lahan ............................ 44
6. Total Mikrob dan Fungi, dan Respirasi Tanah pada Lahan
Reklamasi pada Berbagai Umur Reklamasi Lahan ............................ 46
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Lokasi Tambang Batubara PT. Kaltim Prima Coal di Kabupaten
Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur ........................................... 26
2. Peta Geologi PT. Kaltim Prima Coal ................................................. 27
3. Profil Tanah di Lokasi Studi .............................................................. 37
4. Beberapa Jenis Fauna Tanah pada Lahan Bekas Tambang................ 45
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah ............................ 54
2. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah Lahan Bekas Tambang Batubara
di Lokasi Studi ................................................................................... 76
3. Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Bekas Tambang Batubara
di Lokasi Studi ................................................................................... 77
4. Referensi Berat Kering Individu Fauna Tanah .................................. 78
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan pertambangan adalah bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang
mendayagunakan sumber daya alam dan diharapkan dapat menjamin kehidupan di masa
yang akan datang. Sumber daya alam yang tidak terbarukan harus dikelola agar
fungsinya dapat berkelanjutan. Secara teknis kegiatan pertambangan meliputi proses
pembersihan lahan; pengambilan dan penimbunan top soil serta overbuden;
penambangan bahan galian dan penimbunan kembali sehingga memberikan dampak
perubahan bentang alam. Pelaksanaan pertambangan diharapkan dapat memberikan
jaminan pengembangan dalam praktek rehabilitasi serta mengaplikasikan praktek
berkelanjutan. Persoalan yang akan timbul akibat dari kegiatan pertambangan yang
kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa penurunan
produksivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya
gerakan tanah/longsoran, penurunan biodiversitas flora dan fauna (Darwo, 2003) serta
perubahan iklim mikro.
Kegiatan reklamasi merupakan akhir dari kegiatan pertambangan yang diharapkan
dapat mengembalikan lahan kepada keadaan semula, bahkan jika memungkinkan dapat
lebih baik dari kondisi sebelum penambangan. Kegiatan reklamasi meliputi pemulihan
lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya dan
mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk
pemanfaatan selanjutnya. Sasaran akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan
bekas tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat
dimanfaatkan kembali.
Secara teknis usaha reklamasi lahan tambang terdiri dari
recontouring/regrading/resloping lubang bekas tambang dan pembuatan saluran-saluran
drainase untuk memperoleh bentuk wilayah dengan kemiringan stabil, top soil
spreading agar memenuhi syarat sebagai media pertumbuhan tanaman, ameliorasi untuk
memperbaiki tanah sebagai media tanam, revegetasi dengan tanaman cepat tumbuh,
tanaman asli lokal dan tanaman kehutanan introduksi. Perlu juga direncanakan
pengembangan tanaman pangan, tanaman perkebunan dan atau tanaman hutan industri,
jika perencanaan penggunaan lahan memungkinkan untuk itu.
Kegiatan pascapenambangan berupa kegiatan reklamasi yang terencana sejak
sebelum penambangan dapat memiliki banyak kendala yaitu (1) curah hujan tinggi yang
mengakibatkan hambatan daerah penyiapan untuk reklamasi, (2) potensi terjadinya erosi
permukaan yang mempengaruhi kestabilan daerah timbunan, (3) kondisi lapisan tanah
yang masam dan tingkat hara yang rendah (umumnya di Kalimantan) dan (4)
keterbatasan material overburden NAF (Non Acid Forming). Bussler et.al. (1984)
mengatakan bahwa penggunaan alat berat dalam kegiatan penambangan dapat
mengakibatkan pemadatan tanah, sehingga menurunkan porositas, permeabilitas dan
kapasitas penahan air tanah.
Menurut Bradshaw dan Chadwick (1980), masalah yang dijumpai dalam
mereklamasi lahan bekas tambang adalah masalah fisik, kimia (berupa nutrisi maupun
keracuanan hara) dan biologi. Kegiatan pertambangan mempengaruhi solum tanah dan
terjadinya pemadatan tanah, mempengaruhi stabilitas tanah dan bentuk lahan.
Kegiatan pertambangan dan kegiatan reklamasi harus terencana dengan baik agar
dalam pelaksanaanya tercapai sasaran yang diinginkan atau sesuai tata ruang yang telah
direncanakan. Pada proses akhir penambangan batasan tanah secara alamiah sudah tidak
jelas lagi karena dalam proses penimbunan kembali tidak dapat dibedakan hubungan
genetis antara bahan induk, overburden dan top soil. Lahan bekas penambangan
umumnya mengalami dampak penurunan kesuburan tanah, khususnya kandungan bahan
organik tanah.
Proses reklamasi dapat dilakukan dengan revegetasi menanam tanaman dan
perbaikan karakteristik lahan dengan melakukan pemupukan, pemberian bahan
amelioran, diharapkan terjadi perkembangan tanah dan kembali membentuk horison-
horison tanah pada lahan bekas tambang tersebut. Menurut Lugo (1997), penanaman
pohon-pohon akan memberi keuntungan bagi kegiatan rehabilitasi lahan, karena akan
memungkinkan terjadinya suksesi “Jump-start” (permulaan yang sangat cepat),
memberikan naungan, memodifikasi ekstrim dari kerusakan lahan.
PT Kaltim Prima Coal merupakan salah satu perusahaan tambang batubara yang
telah melakukan penambangan batubara dan sebagian telah melakukan reklamasi.
Kondisi tanah alami pada lokasi ini secara umum menunjukkan perkembangan sedang
hingga lanjut dengan topografi berombak dan berbukit. Bahan induk tanah umumnya
berasal dari batuan sedimen berupa endapan alluvium-colluvium, batupasir dan batuliat.
Jenis tanah utama di tambang Sangatta adalah Inceptisol, Ultisol dan Alfisol (Kaltim
Prima Coal, 2005).
Penelitian yang dilakukan Kaltim Prima Coal (2005) menunjukkan tekstur tanah
yang berkembang dalam Tambang Sangatta meliputi pasir berlempung, lempung
berdebu, lempung berpasir dan lempung berliat pada tanah horison A serta lempung
berpasir, lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung berliat dan liat pada horison
B. Rata-rata kandungan liat sebesar 33.27 % (berkisar 15.2 – 55.4 %). Fraksi tanah pada
lapisan bawah secara relatif lebih halus dibandingkan pada lapisan tanah atas. Hal ini
menunjukkan perkembangan tanah bersifat kontinu.

1.2 Perumusan Masalah


Proses penambangan akan merubah bentang alam dan ketika dilakukan proses
reklamasi dengan penimbunan kembali overbuden dan topsoil, maka bentukan tanah
awalnya pada lokasi tambang akan berubah dengan sendirinya. Untuk melihat sejauh
mana pengaruh dari proses reklamasi terhadap sifat-sifat tanah dan perkembangannya,
maka perlu dilakukan pengamatan dan penelitian secara detail mengenai karakterisasi
perkembangan tanah pada lokasi lahan reklamasi tambang tersebut, apakah
dimungkinkan terjadi perubahan yang signifikan terhadap perkembangan pembentukan
tanah pada lahan reklamasi terhadap aspek fisik, kimia dan biologi pada tanah tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sifat morfologi, fisik, kimia dan
biologi tanah di lahan reklamasi bekas tambang batubara pada umur 0 tahun, 5 tahun, 9
tahun dan 13 tahun; sehingga dapat diketahui karakteristik perkembangan tanah pada
lahan bekas tambang batubara tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembentukan dan Perkembangan Tanah


Menurut Jenny (1941) pembentukan tanah ditentukan oleh faktor-faktor bahan
induk (p), iklim (c), topografi (r), vegetasi (v) dan waktu (t). Proses pembentukan tanah
pada garis besarnya dibedakan atas proses pelapukan dan perkembangan tanah. Proses
pelapukan merubah batuan induk menjadi bahan induk tanah sebagai suatu tubuh
isotrop, sedangkan proses-proses perkembangan tanah merubah bahan induk menjadi
suatu tubuh tanah yang anisotrop. Selanjutnya proses perkembangan tanah akan
menghasilkan horison-horison genetis tubuh tanah bersangkutan (Probohandono et. al.,
1985).
Faktor pembentukan tanah dibedakan menjadi dua golongan yaitu, faktor
pembentukan tanah secara pasif dan aktif. Faktor pembentukan tanah secara pasif adalah
bagian-bagian yang menjadi sumber massa dan keadaan yang mempengaruhinya,
meliputi bahan induk, topografi dan waktu (umur). Sedangkan faktor pembentukan
tanah secara aktif ialah faktor yang menghasilkan energi yang bekerja pada massa tanah
yaitu iklim, (hidrosfer dan atmosfer) dan makhkluk hidup (biosfer). Adapun
pembentukan tanah dipengaruhi oleh lima faktor yang bekerjasama dalam berbagai
proses, baik reaksi fisik (disintregrasi) maupun kimia (dekomposisi). Topografi (relief)
yang mempengaruhi tata air dalam tanah dan erosi tanah juga termasuk faktor
pembentuk tanah.
Faktor pembentukan tanah melalui iklim meliputi curah hujan dan suhu. Suhu
sangat berpengaruh bagi proses pembentukan tanah meliputi evapotranspirasi yang
meliputi gerak air di dalam tanah, juga meliputi reaksi kimia bilamana suhu makin besar
maka makin cepat pula reaksi kimia berlangsung.
Bahan induk yang menyusun pembentukan tanah bersumber dari batuan dan
bahan organik. Batuan dapat didefinisikan sebagai bahan padat yang terjadi di dalam
membentuk kerak bumi, batuan pada umumnya tersusun atas dua mineral atau lebih.
Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan menjadi 3 jenis batuan, yaitu
batuan beku, batuan endapan dan batuan malihan.
Bahan organik berperan terhadap kesuburan tanah dan berpengaruh juga terhadap
ketahanan agregat tanah. Bahan organik mempunyai pengaruh terhadap warna tanah
yang menjadikan warna tanah coklat kehitaman dan ketersediaan hara dalam tanah.
Tumbuhan menjadi sumber utama bagi bahan organik, pada keadaan alami tumbuhan
menyediakan bahan organik yang sangat besar, akibat pencernaan oleh mikroorganisme
bahan organik tercampur dalam tanah secara proses infiltrasi. Beberapa bentuk
kehidupan seperti cacing, rayap, dan semut berperan penting dalam pengangkutan tanah.
Faktor yang mempengaruhi bahan organik tanah yaitu, kedalaman tanah yang
menentukan kadar bahan-bahan organik yang terdapat pada kedalaman 20 cm dan
makin ke bawah makin berkurang.
Mikroorganisme dalam tanah mempunyai peranan dalam proses peruraian bahan
organik menjadi unsur hara dapat diserap oleh akar tanaman dan pembentukan humus.
Cacing tanah sangat aktif dalam peruraian (dekomposisi) serasah. Rayap-rayap makan
sisa-sisa bahan organik. Topografi alam dapat mempercepat atau memperlambat
kegiatan iklim. Pada tanah datar kecepatan pengaliran air lebih kecil daripada tanah
yang berombak. Topografi miring memperlihatkan berbagai proses erosi air, sehingga
membatasi kedalaman solum tanah. Sebaliknya genangan air di dataran, dalam waktu
lama atau sepanjang tahun, pengaruh iklim nisbi tidak begitu nampak dalam
perkembangan tanah.
Morfologi tanah dapat diartikan sebagai susunan dan sifat-sifat horison yang
ditunjukkan oleh warna, tekstur, struktur, konsistensi, dan porositas pada setiap horison
serta gejala-gejala lain dalam profil tanah Sifat-sifat morfologi tanah merupakan hasil
dari proses genesis yang terjadi dalam tanah, sebagian hasil proses geologik atau proses
lainnya.
Menurut Rachim dan Suwardi (1999) warna tanah dengan tanah memiliki
hubungan yang ditunjukkan dalam dua hal penting, yaitu: pertama warna secara tidak
langsung berhubungan dengan interpretasi sifat-sifat yang tidak dapat diobservasi secara
tepat dan mudah; dan kedua merupakan ciri yang sangat berguna untuk identifikasi
tanah. Sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan warna tanah antara lain: kandungan
bahan organik, keadaan drainase, aerasi, kelembaban tanah, bahan induk, mineralogi
tanah, dan lain-lain. Semakin gelap warna tanah maka semakin tinggi kandungan bahan
organiknya sedangkan semakin pucat warna tanah maka semakin rendah kandungan
bahan organiknya.
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, dan liat yang
terkandung dalam suatu massa tanah. Fraksi pasir mempunyai ukuran yang lebih besar
daripada debu dan liat. Pasir berukuran 2-0.05 mm, debu berukuran 0.05-0.002 mm, dan
liat berukuran <0.002 mm. Penetapan tekstur di lapang dengan membasahi massa tanah
kemudian dipijit dan dipirit antara ibu jari dan telunjuk. Sifat umum dari fraksi pasir
dalam penetapan di lapang adalah adanya rasa kasar, tidak plastis atau lekat dalam
keadaan lembab. Fraksi debu terasa seperti bedak atau semir, tidak plastis atau lekat
dalam keadaan lembab. Sedangkan fraksi liat akan terasa licin, lekat dan plastis dalam
keadaan lembab dan membentuk bongkah yang sangat keras dalam keadaan kering
(Rachim dan Suwardi, 1999).
Rachim dan Suwardi (1999) mengemukakan bahwa penyipatan struktur tanah
dapat dilihat dari bentuk, tingkat perkembangan dan ukurannya. Bentuk struktur
berfungsi untuk membedakan kelas struktur. Ada tujuh macam bentuk struktur yaitu
lempeng, prismatik, tiang, gumpal bersudut, gumpal membulat dan remah. Sedangkan
yang tidak berstruktur disebut lepas dan pejal (masif). Tingkat perkembangan struktur
ditentukan berdasarkan kemantapan dan ketahanan struktur tersebut terhadap tekanan,
yang dibedakan berdasarkan dari yang mudah hancur sampai yang sulit hancur.
Sedangkan ukuran struktur menunjukkan ukuran butir-butir struktur yang dibedakan
dari sangat halus sampai sangat kasar.
Tanah dalam keadaan basah ditetapkan menggunakan dua paramater, yaitu
kelekatan dan plastisitas. Jika keadaan tanah di lapang dalam keadaan kering, sebaiknya
konsistensi ditetapkan dalam keadaan kering, lembab dan basah. Jika tanah dalam
keadaan lembab, sebaiknya konsistensi ditetapkan dalam keadaan lembab dan basah
(Rachim dan Suwardi, 1999).
Pori tanah adalah bagian tanah yang berbentuk ruangan (tidak diisi oleh
padatan), dimana bagian ini terisi oleh udara dan air. Pori tanah sangat penting dalam
nenentukan pergerakan air dan udara yang sangat menentukan pertumbuhan tanaman.
Karakteristik pori ditentukan juga oleh tipe dan ukuran struktur. Menurut Hardjowigeno
(2003), pori dapat dibagi kedalam pori makro dan pori mikro. Pori makro atau kasar
adalah pori-pori yang terisi air dan udara gravitasi (air bebas), sedangkan pori mikro
(pori halus) adalah pori yang terisi oleh udara dan air kapiler (air yang tersedia untuk
tanaman). Tanah-tanah bertekstur kasar lebih banyak mengandung pori kasar daripada
bertekstur halus dan sebaliknya untuk pori mikro. Oleh karena itu, air tersedia bagi
tanaman pada tanah bertekstur kasar lebih sedikit daripada tanah bertekstur halus. Tanah
bertekstur kasar lebih sulit menahan air, sehingga tanaman mudah kekeringan.
Tingkat perkembangan tanah ditentukan berdasarkan sifat morfologis dan genesis
tanah. Secara morfologis, ditetapkan berdasarkan pada kelengkapan horison-horison
genesis dan kedalaman solumnya, sedangkan secara genesis ditetapkan berdasarkan
tingkat pelapukannya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari hasil analisis sifat-
sifat fisika, kimia, dan mineralogi tanahnya (Probohandono et.al., 1985).
Morfologi tanah dapat diartikan sebagai susunan dan sifat-sifat horison yang
ditunjukkan oleh tekstur, struktur, konsistensi, dan porositas pada setiap horison serta
gejala-gejala lain dalam profil tanah. Sifat-sifat morfologi tanah merupakan hasil dari
proses genesis yang terjadi dalam tanah, sebagian hasil proses geologi atau proses
lainnya. Simonson (1959) mengemukakan bahwa proses pedogenesis tanah terdiri dari 4
proses kejadian, yaitu :
1. Proses penambahan, dimana terjadi penambahan energi dan bahan dalam berbagai
bentuk, seperti : energi panas melalui sinar matahari, air melalui hujan, O2 dan CO2
melalui respirasi organisme, dekomposisi bahan organik dan bahan organik melalui
organisme mati.
2. Proses penghilangan, dimana bahan penyusun massa tanah hilang keluar sistem
tanah, seperti: air melalui evapotranspirasi, C (CO2) melalui dekomposisi bahan
organik, dan unsur hara melalui pencucian dan serapan tumbuhan.
3. Proses translokasi, menunjukkan adanya perpindahan tempat dari bahan di dalam
profil tanah, seperti : bahan liat dan organik, senyawa oksida dan unsur hara dari
lapisan atas ke lapisan bawah, siklus hara oleh vegetasi dan bahan tanah oleh
aktivitas biologik.
4. Proses transformasi, di dalam tubuh tanah terjadi perubahan-perubahan bentuk
termasuk sintesis senyawa atau bahan baru, seperti: ukuran butir, senyawa organik,
srukturisasi dan horisonisasi.
Melalui proses-proses ini, tubuh tanah akan berkembang dari tingkat muda hingga
tua, yang pada setiap tingkat memiliki sifat morfologi tertentu yang khas, sehingga pada
setiap tingkat perkembangan dicerminkan oleh sifat tersebut termasuk fisik, kimia dan
mineralogi (Rachim dan Suwardi, 1999).

2.1.1 Sifat Fisik Tanah


Penggunaan alat-alat berat dapat memberikan efek negatif terhadap tanah, secara
fisik terjadi peningkatan bobot isi akibat penggunaan alat berat tersebut. Pemadatan ini
mempengaruhi permeabilitas, porositas, aerasi tanah, kemampuan tanah dalam mengikat
air dan merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman (Soepardi, 1983).
Salah satu dampak penambangan terbuka adalah lapisan penutup lahan akan
digali dan dipindahkan. Hal ini disebabkan karena tanah harus dipindahkan sementara
ke tempat penyimpanan tanah sehingga top soil dan subsoil tercampur, sedangkan bahan
induk muncul di permukaan. Pemindahan sementara tersebut menyebabkan hilangnya
bahan organik tanah.
Berbagai aktivitas dalam kegiatan penambangan menyebabkan rusaknya
struktur, tekstur, porositas, dan bobot isi sebagai karakter fisik tanah yang penting bagi
pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan menyebabkan
buruknya tata air dan aerasi yang secara langsung dapat membawa dampak negatif
terhadap fungsi dan perkembangan akar. Akar tidak dapat berkembang dengan
sempurna dan fungsinya sebagai alat absorpsi hara sehingga unsur hara akan terganggu
(Setiadi, 1996).
Porositas adalah indeks dari volume pori dalam tanah. Pada umumnya nilainya
berkisar dari 0.3 - 0.6 (30 % - 60 %). Pori tanah ditempati oleh pori mikro untuk air dan
pori makro untuk udara. Ruang pori berubah dengan kedalaman tanah. Tanah lapisan
bawah kadang-kadang mempunyai ruang pori sebanyak 26 - 30 %. Hal ini
menyebabkan aerasi lapisan tersebut menjadi buruk (Soepardi, 1983).
Bobot isi adalah bobot kering suatu unit volume tanah dalam keadaan utuh,
dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Unit volume terdiri dari volume yang
terisi bahan padat dan volume ruang diantaranya. Bobot isi dan porositas tanah dapat
berubah dan beragam tergantung pada keadaan struktur tanah, khususnya dalam
hubungannya dengan proses pemadatan tanah dan penambahan bahan organik
(Wahjunie dan Murtilaksono, 1996).
Menurut Hillel (1980) faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah antara lain
adalah: tekstur, porositas, distribusi ukuran pori, stabilitas agregat, dan struktur tanah
serta bahan organik. Tanah yang bertekstur kasar umumnya mempunyai permeabilitas
yang tinggi dibandingkan tanah yang bertekstur halus, karena tanah yang bertekstur
kasar mempunyai pori makro yang lebih banyak. Tanah-tanah yang bertekstur halus
tetapi mempunyai struktur yang baik permeabilitas tanahnya akan lebih tinggi daripada
tanah yang bertekstur kasar tetapi mempunyai struktur yang telah rusak.
Mohr dan Van Baren (1959) mengatakan bahwa permeabilitas tanah meningkat
jika butir tanah menjadi lemah, adanya saluran bekas lubang akar yang terdekomposisi,
adanya bahan organik, dan porositas tanah yang tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi
permeabilitas tanah adalah interaksi antara pori dengan cairan, mikroorganisme tanah,
kualitas air dan pertukaran kation (Hillel, 1980). Umumnya pergerakan air dalam tanah
tidak konstan karena adanya variasi proses-proses kimia, fisika, dan biologi tanah.
Perubahan dapat terjadi dalam komposisi komplek pertukaran ion, jika konsentrasi air
yang memasuki tanah tersebut berbeda dengan konsentrasi larutan tanah. Hal ini
didukung oleh Hillel (1980) yang menyatakan bahwa permeabilitas tanah dipengaruhi
oleh ukuran dan bentuk ruang pori yang dilalui air dan viskositas cairan tanah.
Injakan hewan, orang atau kendaraan dapat menyebabkan pemadatan tanah,
sehingga permeabilitas tanah dan ruang pori tanah membentuk pipa halus menjadi
rusak. Rendahnya permeabilitas tanah merupakan salah satu faktor yang akan
menurunkan kapasitas infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda, 1980).
Permeabilitas merupakan sifat fisik tanah yang erat kaitannya dengan porositas
tanah. Permeabilitas mempunyai hubungan fungsional dengan sifat-sifat yang dapat di
ukur dari pori geometris, yaitu porositas, penyebaran ukuran pori, luas permukaan
dalam dan ruang pori total (Arsyad et. al., 1975). Selanjutnya Foth dan Turk (1972)
menyatakan permeabilitas berkaitan dengan kemudahan cairan dan gas serta akar
menembus tanah. Permeabilitas tanah yang dilalui air dapat dinyatakan dalam
konduktivitas hidrolik tanah.
Permeabilitas dinyatakan pula sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada
media berpori dalam keadaan jenuh. Tanah merupakan media berpori yang tidak sama
sifatnya di setiap tempat. Tanah yang memiliki jumlah ruang pori yang banyak tidak
selalu mempunyai permeabilitas yang tinggi dibandingkan tanah yang bertekstur halus.
Hal ini disebabkan tanah yang bertekstur kasar mempunyai pori makro yang lebih
banyak (Hillel, 1980). Pada tanah dengan kandungan liat tinggi permeabilitas menjadi
sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya dominasi pori mikro pada tanah tersebut
(Foth dan Turk, 1972).
Permeabilitas juga dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanahnya. Stuktur yang
mantap dapat mempertahankan ruang pori sedemikian rupa sehingga mempermudah air
untuk merembes ke dalam tanah (Hillel, 1980). Jenis tanah yang berbeda akan
mempunyai tingkat perbedaan destructive force (kekuatan memisahkan) yang berbeda,
sehingga mempunyai indeks stabilitas yang berbeda pula. Secara spesifik, stabilitas
agregat menyatakan kekuatan ikatan agregat hingga terlepasnya agregat. Pada reaksi
tanah terdapat aksi kekuatan yang tidak hanya tergantung dari tanah tersebut tetapi juga
dari kekuatan alam (pengaruh alam) dan kekuatan yang telah tersedia (Hillel, 1980).
Pada pembentukan agregat ada dua kekuatan primer yang mengikat partikel
bersama-sama menjadi agregat yaitu: tegangan permukaan pada interfase air dan udara
dalam fase cairan yang dominan pada tanah lembab dan penyusutan air pada kapiler
yang mengelilingi partikel, yang dominan terjadi pada tanah kering (Soepardi, 1983).
Berbagai faktor yang mempengaruhi flokulasi, pemadatan dan sementasi pada
akhirnya akan mempengaruhi stabilitas agregat yang terbentuk. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan agregat tersebut adalah kation-kation pada kompleks
jerapan, bahan organik, tekstur dan struktur, kelembaban, faktor biotik, dan pengolahan
tanah (Sitorus et. al., 1980).
Agregat tanah yang sering terendam air adalah lebih stabil daripada agregat yang
terbentuk secara normal (pada keadaan drainase selalu baik). Hal ini dapat diterangkan
sebagai berikut: pada saat jenuh air, terjadi proses reduksi, sehingga sejumlah ion
bivalen larut. Ketika tanah menjadi kering (permukaan air tanah turun) melalui oksidasi
Fe2+ menjadi Fe3+ dan mengendap berupa Fe(OH)3, dimana Fe3+ tersebut merupakan
semen dalam pembentukan agregat (Soepardi, 1983).
Butir-butir liat yang bermuatan negatif diikat melalui pertautan kation. Agregat
makro terbentuk oleh peristiwa stabilitas kimia atau sementasi, efek pengeringan yang
mempertinggi gaya kapiler, pengikatan butir-butir kasar atau agregat mikro oleh bahan
koloid (Arsyad et. al., 1975).

2.1.2 Sifat Kimia Tanah


Pada profil tanah yang normal, lapisan tanah atas merupakan sumber unsur-
unsur hara makro dan mikro esensial bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, juga
berfungsi sebagai sumber bahan organik untuk menyokong kehidupan mikroba.
Hilangnya lapisan tanah atas (top soil) yang proses pembentukannya memerlukan waktu
ratusan tahun dianggap sebagai penyebab utama buruknya tingkat kesuburan tanah pada
lahan-lahan bekas pertambangan (Setiadi, 1996).
Kegiatan penambangan bahan-bahan yang mengandung mineral sulfida seperti
batubara dapat memicu pembentukan asam. Penggalian menyebabkan terangkatnya
bahan-bahan sulfidik tersebut ke permukaan sehingga oksidasi terhadap mineral sulfida
seperti pirit akan melepaskan asam-asam sulfat yang berdampak pada penurunan pH
tanah secara drastis. Menurunnya pH akan meningkatkan kelarutan logam berat yang
berbahaya bagi kehidupan (Rochani dan Retno, 1997).
Bradshaw and Chadwick (1980) mengemukakan bahwa akibat penambangan
keseimbangan hara tanaman menjadi terganggu, sementara kelarutan unsur-unsur yang
meracuni meningkat dan ketersediaan hara N pada tanah galian tambang pada umumnya
sangat rendah, walaupun pada beberapa tempat memiliki jumlah N total yang tinggi.
Namun demikian, N tetap tidak cukup tersedia untuk usaha revegetasi.
Power et al. (1977) mengemukakan bahwa ketersediaan N berubah-ubah pada
daerah pertambangan yang baru saja di buka, tetapi rendah pada pertambangan yang
sudah tua. Beda halnya dengan unsur K, di daerah pertambangan jarang terjadi
kekurangan K, karena disebabkan oleh dominannya mineral liat montmorilonit dan ilit,
serta sedimentasi bahan induk yang mengandung mineral K-primer.
Kandungan kalium dalam tanah-tanah daerah tropis umumnya sangat rendah.
Hal ini disebabkan antara lain sumber kalium tanah rendah, curah hujan tinggi, dan suhu
yang terus menerus tinggi. Curah hujan dan temperatur yang terus menerus tinggi akan
mempercepat proses pembebasan dan pencucian kalium di dalam tanah (Tisdale et al.,
1985).
Fosfat merupakan unsur hara makro yang tidak kalah pentingnya dibandingkan
dengan nitrogen. Tanaman menyerap P dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan
ion ortofosfat sekunder (H2PO42-). Kadar kedua ion ini dalam tanah sangat kecil, rata-
rata 0.05 ppm. Menurut Tisdale et al. (1985) rendahnya ketersediaan P di dalam tanah
disebabkan oleh penjerapan P oleh komponen-komponen tanah membentuk senyawa P
tidak larut, sehingga P tidak tersedia bagi tanaman.
Fosfat di dalam tanah terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk organik dan anorganik.
Fraksi organik ditemukan dalam humus dan bahan-bahan organik lainnya. Fraksi
anorganik banyak dijumpai berkombinasi dengan besi, alumunium, flour, kalsium, dan
unsur-unsur lainnya. Senyawa ini sangat rendah kelarutannya dalam air. Fosfat juga
bereaksi dengan liat menjadi bentuk yang tidak terlarut, yaitu kompleks liat dan fosfat
(Tisdale et al., 1985).
Faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalsium yang dapat diserap oleh
tanaman adalah total ketersediaan kalsium dalam tanah, pH tanah, Kapasitas Tukar
Kation (KTK), tipe koloid tanah dan perbandingan jumlah kalsium dengan kation
terlarut. Defisiensi kalsium terjadi pada tanah-tanah mineral masam, tanah berpasir,
tanah gambut, tanah salin, dan tanah-tanah dengan batuan serpentin. Kalsium membatasi
jumlah serapan magnesium oleh akar tanaman. Sejauh ini diketahui perubahan kalsium
di dalam tanah dapat memicu daya fiksasi dan menghambat ketersediaan unsur kalium
(Tisdale et al., 1985). Ketersediaan magnesium dipengaruhi oleh pH, kejenuhan Mg,
perbandingan dengan kation lain terutama Ca dan K serta tipe liat (Jones, 1979).
Perilaku natrium sebagai agen pendispersi liat dan bahan organik akan
menghancurkan agregat tanah dan menurunkan permeabilitas tanah dan udara. Tanah-
tanah yang dipengaruhi natrium yang tinggi kurang melewatkan air dan udara akibat
hilangnya pori makro, penetrasi akar terhambat, bongkah-bongkah menjadi keras,
persiapan bedeng persemaian menjadi sulit dan daun-daun tanaman bit menjadi hijau tua
dan tipis, gejala nekrotik diantara tulang daun dan tanaman menjadi cepat layu. Natrium
ditemukan di dalam tanah dalam tiga bentuk, yaitu bentuk terfiksasi oleh Si yang tidak
larut, bentuk yang dapat dipertukarkan pada struktur mineral lain, dan bentuk yang larut
di dalam tanah. Pada kebanyakan tanah, sebagian besar natrium berada dalam bentuk
silikat. Di daerah semi arid dan arid, natrium berada dalam bentuk silikat sama
banyaknya dengan NaCl, NaSO4, dan kadang-kadang sebagai Na2CO3 dan garam
terlarut lainnya (Tisdale et al., 1985).
Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk
menukar kation yang dijerap. Jumlah yang dijerap sering tidak setara dengan yang
ditukarkan. Ion-ion divalen biasanya diikat lebih kuat daripada ion-ion monovalen,
sehingga akan lebih sulit dipertukarkan. Besar kecilnya Kapasitas Tukar Kation (KTK)
tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan
organik, pengapuran serta pemupukan (Tan, 1991).

2.1.3 Sifat Biologi Tanah


A. Mikrofauna Tanah
Hilangnya lapisan top soil dan serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong
kehidupan mikrofauna (mikrob potensial) merupakan penyebab utama buruknya kondisi
populasi mikroba tanah. Hal ini secara langsung akan sangat mempengaruhi kehidupan
tanaman yang tumbuh di permukaan tanah. Keberadaan mikrob tanah potensial dapat
memainkan peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kelangsungan hidup
tanaman. Aktivitasnya tidak saja terbatas pada penyediaan unsur hara, tetapi juga aktif
dalam dekomposisi serasah dan bahkan dapat memperbaiki struktur tanah (Setiadi,
1996).
Menurut Ma’shum et al. (2003) faktor lingkungan seperti pH tanah, pupuk
anorganik, kandungan bahan organik dan kelembaban tanah merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan fungi. Fungi kebanyakan terdapat pada tanah
masam dan beberapa mampu beradaptasi pada tanah netral atau tanah alkalis.
Penambahan bahan organik mempengaruhi jumlah populasi fungi. Hal ini dikarenakan
fungi bersifat heterotrof. Aktifitas fungi memerlukan kelembaban nisbi lebih kering
dibandingkan dengan bakteri. Peran utama fungi berkaitan dengan kesuburan tanah
adalah merombak dan membantu membentuk agregat tanah.
Kondisi tanah yang tidak tergenang dapat mempengaruhi peningkatan populasi
total mikrob dan total fungi, dimana mikroba tanah dan fungi tersebut sangat bermanfaat
bagi tanah dan tanaman. Berbagai jenis mikrob ini bermanfaat bagi kesuburan tanah dan
tanaman seperti mikrob penambat nitrogen, pelarut fosfat dan penghasil hormon
pertumbuhan. Berbagai atribut mikroba juga bermanfaat sebagai indikator kualitas tanah
dan kesehatan tanah. Di dalam tanah, keadaan mikroba sangat beragam baik jumlah,
jenis, kepadatan populasi, maupun aktifitas fungsionalnya. Keragaman ini berkaitan
dengan perbedaan kandungan dan jenis bahan organik, kadar air, jenis penggunaan
tanah, tingkat pengelolaan tanah dan kandungan senyawa pencemar (Anas, 1990).
Pengukuran respirasi mikroorganisme tanah merupakan salah satu cara yang
dapat digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Tingkat
respirasi yang diukur dari besarnya CO2 yang dikeluarkan merupakan indikator yang
baik bagi aktifitas mikroorganisme tanah. Menurut Ma’shum et al. (2003) peranan
mikrob dalam kesuburan tanah ditunjukkan oleh aktifitasnya dalam memperbaiki
struktur tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman. Berkaitan dengan pembentukan
struktur remah, mikrob berperan sebagai pembangun agregat tanah yang mantap. Dalam
kaitannya dengan peningkatan ketersediaan hara, mikrob berfungsi untuk mempercepat
dekomposisi bahan organik dan sebagai pemacu tingkat kelarutan senyawa anorganik
yang tidak tersedia menjadi bentuk tersedia.
Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan metabolisme mikrob dalam
tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya (Rao, 1994). Fauna tanah
adalah fauna yang memanfaatkan tanah sebagai habitat atau lingkungan yang
mendukung aktifitas biologinya. Fauna tanah merupakan salah satu organisme penghuni
tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah dengan
menghancurkan fisik, pemecahan bahan menjadi humus, menggabungkan bahan yang
membusuk pada lapisan tanah bagian atas, dan membentuk kemantapan agregat antara
bahan organik dan bahan mineral tanah (Barnes et al., 1997). Mereka juga merupakan
bagian penting dalam suatu ekosistem atau habitat tanah.

B. Mesofauna dan Makrofauna Tanah


Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila
tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Fauna tanah dapat dikelompokkan
menjadi makro fauna, yaitu hewan tanah yang dapat dilihat secara langsung dengan
mata tanpa bantuan mikroskop (> 11 mm), misalnya tikus, cacing tanah, Arthropoda,
Chilopoda (kelabang), Diplopoda (kaki seribu), Arachnida (lebah, kutu, dan
kalajengking), Insekta (belalang, jangkrik, semut, dan rayap), dan Moluska; serta
mesofauna yang berukuran 0.16 – 10.4 mm, misalnya Collembola (Rahmawaty, 2000);
dan mikrofauna yang berukuran < 0.16 mm, misalnya Protozoa dan Nematoda
mikroskopis (Wallwork, 1970).
Arthropoda tanah banyak terdapat pada lapisan top soil, yaitu tanah yang banyak
mengandung humus dan bahan organik. Pada umumnya lapisan ini ketebalannya
berkisar 0 – 25 cm yang terdapat sumber pakan dan oksigen yang cukup untuk
kehidupan arthropoda tanah/fauna tanah (Suhardjono & Adisoemarto, 1997). Menurut
Wallwork (1970) bahwa di daerah tropika Formicidae dan Collembola serta Acarina
menduduki 80 % dari populasi Arthropoda tanah. Rahmawaty (2000) mengatakan
bahwa keragaman jenis Arthropoda tanah tertinggi terdapat pada hutan yang memiliki
vegetasi rapat dengan lantai hutan yang berserasah tebal dan bergantung pada kerapatan
vegetasi permukaan tanah.
Perbedaan keterdapatan taksa, kepadatan populasi atau jumlah individu fauna
tanah salah satunya dapat disebabkan oleh perbedaan komposisi vegetasinya (Mercianto
et al., 1997). Collembola bersama dengan Acarina merupakan komponen utama
penyusun mesofauna tanah di hampir semua ekosistem terrestrial, dan Collembola
berperan penting pada proses dekomposisi serasah dan membentuk struktur mikro pada
tanah.
Klasifikasi fauna tanah dapat didasarkan pada beberapa hal, yaitu derajat
kehadiran di dalam tanah (Coleman et al., 2004), panjang tubuh (Van der Drift, 1951
dalam Widyastuti, 2004), pola makan (Wallwork, 1970) dan berdasarkan habitat
hidupnya dalam tanah (Suin, 2006). Coyne dan Thompson (2006) berpendapat bahwa
cara termudah dan sederhana untuk mengklasifikasikan fauna tanah adalah berdasarkan
panjang tubuh.
C. Klasifikasi Fauna Tanah
Fauna tanah dikelompokkan berdasarkan derajat kehadiran dalam tanah, yaitu
transient, temporary residents, periodic residents dan permanent residents. Transient
merupakan kelompok fauna tanah yang hidup di tanah hanya pada saat fase hibernasi,
ketika fase hibernasi selesai kelompok ini umumnya hidup pada lapisan tanaman hidup.
Contoh dari kelompok ini adalah “Ladybird beetle”. Temporary residents adalah fauna
tanah yang berada di dalam tanah mulai dari fase telur hingga berbentuk larva, dimana
larva ini mendapatkan makanan dengan cara mendekomposisikan sisa-sisa serasah
dalam tanah. Tipula spp. (Diptera) merupakan salah satu anggota kelompok ini
(Coleman et al., 2004).
Sistem klasifikasi fauna tanah menurut panjang tubuh terbagi menjadi
mikrofauna (< 0.2 mm), mesofauna (0.2 - 2.0 mm), makrofauna (2.0 - 20.0 mm) dan
megafauna (> 20 mm) (Van der Drift, 1951 dalam Widyastuti, 2004). Menurut
Wallwork (1970) fauna tanah dapat dibedakan menjadi mikrofauna (< 0.1 mm) dan
mesofauna (0.1 - 10.0 mm). Sistem klasifikasi menurut panjang tubuh merupakan sistem
yang paling umum digunakan dalam proses identifikasi fauna tanah (Coleman et al.,
2004) karena lebih sederhana dan mudah digunakan (Coyne dan Thompson, 2006).
Cacing tanah merupakan makrofauna yang paling dikenal dan dapat dikatakan
merupakan yang terpenting dari fauna tanah, terutama peranannya sebagai “ecosystem
engineer” (Coleman et al., 2004). Sedangkan Protozoa merupakan salah satu contoh
mikrofauna. Tanah sangat kaya akan Protozoa yang berperan sebagai predator mikrob
tanah. Protozoa cenderung ditemukan pada pori-pori tanah (Killham, 1994).
Makrofauna tanah mencakup Macroarthropoda, Oligochaeta (cacing tanah).
Makrofauna tanah lebih resisten terhadap kondisi fisik dan kimia tanah dibandingkan
fauna tanah lain yang lebih kecil. Fauna tanah yang dominan pada kelompok mesofauna
adalah Rotifera, Tartigrada, dan Mikroarthropoda terutama Acari dan Collembola.
Sebagian besar dari anggota mesofauna termasuk ke golongan permanent residents
(Coyne dan Thompson, 2006).
Sistem klasifikasi fauna tanah berdasarkan habitatnya terbagi menjadi epigeon,
hemiedafon, dan eudafon. Epigeon merupakan fauna tanah yang hidup pada lapisan
tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon hidup pada lapisan bahan organik tanah
sedangkan eudafon hidup pada lapisan tanah mineral (Suin, 2006). Berdasarkan pola
makannya, fauna terbagi menjadi lima kelompok yaitu carnivore, phytophagus,
saprophagus, microphytic-feeders, dan miscellanous-feeders. Carnivore merupakan
predator dan bersifat parasit, contohnya Centipede, Diptera parasit, dan beberapa jenis
Coleoptera dan Nematoda. Phytophagus adalah fauna tanah pemakan tumbuhan dan
akar tanaman. Saprophagus merupakan fauna tanah yang hanya memakan bahan
organik yang berasal dari tanaman yang telah mati. Microphytic-feeders adalah fauna
tanah pemakan jamur dan spora serta mikrob tanah lainnya. Miscellanous-feeders
adalah fauna tanah pemakan tumbuhan dan hewan segar maupun busuk (Wallwork,
1970).
D. Faktor yang Mempengaruhi Fauna Tanah
Kehidupan fauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan
abiotik. Faktor lingkungan biotik adalah adanya organisme lain yang berada di habitat
yang sama, seperti mikroflora, tumbuh-tumbuhan dan golongan fauna lainnya (Suin,
2006). Faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap keberadaan fauna tanah,
terutama adalah pH tanah, suhu tanah, aerasi, dan kadar air tersedia.
Tanah asam ataupun tanah alkalin umumnya kurang disukai fauna tanah,
terutama disebabkan karena tanaman yang dapat hidup pada tanah-tanah tersebut hanya
sedikit. Hal ini menyebabkan fauna tanah akan kekurangan sumber makanan.
Kebanyakan fauna tanah termasuk ke dalam kelompok fauna mesophiles, yaitu
organisme tanah yang hidup pada suhu tanah 10 oC sampai dengan 40 oC.
Mikroarthropoda pada suhu yang tinggi akan bergerak lebih dalam pada lapisan
tanah untuk menghindari sumber panas. Fauna tanah umumnya lebih menyukai tanah
yang lebih lembab. Bila kandungan air tanah terlalu tinggi dan tanah menjadi jenuh air,
fauna tanah seperti Collembola akan terdesak keluar dari pori tanah yang telah jenuh air.
Bila tanah menjadi terlalu kering, maka fauna tanah terutama yang hidup pada pori
tanah akan terisolasi. Aerasi yang cukup juga dibutuhkan terutama untuk proses
dekomposisi bahan organik (Coyne dan Thompson, 2006).
Menurut Sugiyarto et al. (2007) keanekaragaman fauna tanah dipengaruhi oleh
variasi makanan yang tersedia di lingkungan. Lingkungan dengan vegetasi penutup
lahan yang lambat melapuk umumnya memiliki kepadatan populasi makrofauna yang
besar, terutama cacing tanah, karena adanya ketersediaan makanan dalam waktu yang
lama. Lavelle (1996) menyatakan keanekaragaman dan kepadatan populasi fauna tanah
dipengaruhi oleh organisme tanah lainnya. Hal ini disebabkan semua organisme di
dalam tanah saling berinteraksi, baik interaksi mutualisme ataupun saling memangsa
sehingga membentuk food webs.

2.2 Perkembangan Tanah Pasca Kegiatan Penambangan


Kegiatan pembangunan seperti penambangan seringkali menyebabkan kerusakan
lingkungan yang berdampak pada penurunan mutu lingkungan yang dapat mengancam
dan membahayakan kelangsungan hidup manusia. Akibat yang ditimbulkan antara lain
kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk, seperti contohnya tidak adanya
horisonisasi tanah, terjadi pemadatan, kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah,
pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan
populasi mikroba tanah. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kegiatan upaya pelestarian
lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. Upaya tersebut dapat ditempuh
dengan cara merehabilitasi ekosistem yang rusak (Rahmawaty, 2000).
Pengaruh kegiatan pertambangan mempunyai dampak yang sangat signifikan
berupa perubahan bentang alam, erosi dan sedimentasi, terbentuknya air asam tambang,
penurunan kualitas udara, pencemaran air permukaan dan air tanah, terjadi perubahan
fungsi lahan serta perubahan pada aspek sosial budaya masyarakat sekitar wilayah
penambangan. Sudirman et al. (1986) menyatakan bahwa hilangnya lapisan atas tanah
dapat menyebabkan rendahnya kadar bahan organik, meningkatnya pemadatan tanah,
menurunnya stabilitas agregat tanah, meningkatnya kejenuhan alumunium serta
menurunnya KTK tanah.
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dimulai dari bulan Februari sampai dengan November 2009
bertempat di lapangan dan di laboratorium. Penelitian lapangan dilakukan pada lahan
bekas tambang batubara yang telah direklamasi di areal PT Kaltim Prima Coal,
Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki luas perizinan
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) seluas ± 90.960 hektar
dengan model penambangan tambang terbuka dengan sistem back and fill. Dalam
penelitian ini dilakukan pengambilan sampel pada lima lokasi yang berbeda umur
reklamasi, yaitu lahan yang tidak ditambang sama sekali (hutan asli), lahan yang baru
selesai direklamasi berumur 0 tahun dan lahan yang sudah direklamasi yang berumur 5,
9 dan 13 tahun.
Sampel tanah yang didapat dari lapangan kemudian dianalisis di Laboratorium
Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,
Laboratorium Bioteknologi Tanah, dan Laboratorium Fisika Tanah Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan sebagian
diteliti langsung di Laboratorium PT Kaltim Prima Coal.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah sebelum
ditambang, tanah hasil reklamasi (Overburden dan Topsoil yang sudah bercampur),
polybag/kantong plastik, label, kertas payung, karet gelang, aquades, bahan-bahan kimia
sebagai ekstraksi di laboratorium.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan lapangan seperti
bor tanah/alat gali untuk pembuatan profil, ring sampel, Threephasemeter, 1 set alat
ekstraksi fauna, pH meter, 1 set alat safety standar perusahaan tambang, 1 set komputer
dan printer, GPS, alat ukur, dan alat tulis serta peralatan analisis fisik, kimia, dan biologi
tanah seperti alat permeabilitas, alat ukur agregat, oven, alat gelas, pH meter,
Spectrophotometer, Atomic Absorption Spectrophotometer, ring sampel dan Berlese
funnel extractor.
3.3 Metode Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan, yaitu :
3.3.1 Pembuatan dan Pengamatan Profil Tanah
Penentuan lokasi profil tanah dilakukan berdasarkan perbedaan umur
reklamasi (0, 5, 9, 13 tahun), toposekuen atau kemiringan lahan (lereng atas,
tengah, dan bawah) dan kedalaman lapisan tanah. Profil tanah dibuat dengan
ukuran 1m x 1m dengan kedalaman 50 cm. Kemudian dilakukan pengamatan
profil yang hasilnya dicatat pada kartu deskripsi. Pengamatan profil tanah merujuk
pada hasil penelitian Anissa (2010).
Pada masing-masing profil tanah dilakukan pengamatan tentang penentuan
batas antar lapisan, warna tanah, struktur, tekstur, dan konsistensi.
3.3.2 Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah dibagi menjadi 3, yaitu contoh tanah untuk sifat
fisik, kimia dan contoh tanah untuk analisis biologi. Pengambilan sampel tanah
diambil berdasarkan umur reklamasi (0, 5, 9, 13 tahun), toposekuen atau
kemiringan lahan (lereng atas, tengah, dan bawah), dan kedalaman tanah
(berdasarkan hasil deskripsi profil untuk analisis kimia dan kedalaman 0 - 20 cm,
20 - 40 cm untuk analisis biologi), termasuk contoh tanah dari hutan asli sebagai
site lahan yang belum ditambang sama sekali.

A. Pengambilan Contoh Tanah Untuk Analisis Sifat Fisik


Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat fisik tanah dilakukan dalam
bentuk contoh tanah utuh menggunakan ring sampel untuk menentukan kadar
air, permeabilitas tanah dan contoh tanah agregat dalam bentuk bongkah utuh
untuk menentukan stabilitas agregat dan tekstur tanah diambil dari profil yang
diamati.

B. Pengambilan Contoh Tanah Untuk Analisis Sifat Kimia


Pengambilan contoh tanah untuk analisis kimia dilakukan dengan
pengambilan contoh tanah terganggu pada setiap lapisan tanah pada profil
yang diamati yang dibuat berdasarkan umur, kemiringan lereng dan
kedalaman tanah.
C. Pengambilan Contoh Tanah Untuk Analisis Sifat Biologi
Pengambilan contoh tanah untuk analisis biologi dilakukan dengan dua cara.
Contoh tanah untuk ekstraksi dan identifikasi fauna tanah diambil dengan
menggunakan paralon berdiameter 10 cm dengan panjang 17 cm. Paralon
tersebut dimasukkan kedalam tanah dengan cara memukul dengan kayu.
Kemudian diambil dan ditutup dengan kain agar fauna tanah tidak dapat
keluar. Contoh tanah untuk analisis biologi yang kedua diambil pada profil
yang dibuat dengan mengambil contoh tanah terganggu pada kedalaman 0 -
20 cm dan 20 - 40 cm untuk analisis total mikrob, total fungi, dan respirasi
tanah.

C1. Analisis Keragaman dan Kepadatan Populasi Fauna Tanah


Ekstraksi fauna tanah dilakukan di laboratorium menggunakan Berlese
funnel extractor dengan masa selama 4 - 7 hari. Sampel tanah yang
berada dalam pipa paralon dilepaskan dari penutupnya kemudian diberi
saringan 2.0 mm pada bagian bawah pipa yang berguna untuk menyaring
fauna tanah dengan ukuran < 2.0 mm dan menahan tanah. Pipa tersebut
kemudian diletakkan di atas corong plastik besar.
Pada bagian atas, ± 10 cm dari pipa, diletakkan sumber panas, yaitu
lampu 40 watt yang terus dinyalakan selama masa inkubasi. Pada bagian
bawah corong diletakkan botol penampung yang berisi larutan
etilenglikol sebanyak 25 - 30 ml. Larutan ini berfungsi sebagai pengawet
fauna tanah yang terjatuh dari sampel tanah. Fauna tanah yang terkumpul
kemudian dipindahkan ke dalam botol berisi 25 ml larutan alkohol 70 %
untuk diidentifikasi.
Sampel fauna tanah kemudian diamati menggunakan stereomikroskop.
Fauna tanah yang ditemukan kemudian diidentifikasi serta dihitung
jumlah dan panjang tubuhnya. Identifikasi yang dilakukan mengacu pada
Borror et al. (1989) dan Chu (1949). Fauna tanah kemudian
dikelompokkan berdasarkan panjang tubuhnya (Van der Drift, 1951
dalam Widyastuti, 2004).
Kepadatan populasi fauna tanah dapat dihitung menggunakan rumus
berikut (Meyer, 1996 dalam Widyastuti, 2004) :

IS
= I cm-2
A

dimana IS : Rata-rata jumlah individu per sampel


A : Luas area bor tanah (cm2) *)
I : Jumlah individu
*)Luas area bor tanah = r2.π = (10 cm)2 x 3.14 = 314 cm2

Keanekaragaman fauna tanah dihitung menggunakan Shannon Diversity


Index. Shannon’s diversity index ini digunakan untuk menghitung
kepadatan populasi fauna tanah dan juga biomassa fauna tanah (Ludwig
dan Reynolds, 1988 dalam Widyastuti 2004).

s
H’ = - ∑ [(ni / n)ln(ni / n )]
i =1

dimana : H’ : Shannon’s diversity index


ni : Jumlah individu fauna pada sampel ke-i per m2
n : Jumlah total individu fauna tanah dalam sampel

Nilai H’ berkisar antara 1.5 - 3.5


1.5 : Keanekaragaman rendah
1.5 - 3.5 : Keanekaragaman sedang
3.5 : Keanekaragaman tinggi
(Rahmawaty, 2000)

Biomassa fauna tanah ditetapkan berdasarkan referensi berat kering


individu/m2 yang dapat dilihat pada Lampiran 4.
C2. Analisis Total Mikrob dan Total Fungi
Analisis Mikrob tanah dilakukan untuk mengetahui populasi total mikrob
dan total fungi. Penentuan populasi total mikrob dan total fungi, ditetapkan
dengan metode cawan hitung (plate count method). Sebanyak 10 g tanah
dimasukkan kedalam 90 ml larutan fisiologis (8.5 g NaCl/1 liter aquades)
dan dibuat seri pengenceran sampai 10-6. Pengenceran yang digunakan
untuk menetapkan populasi masing-masing parameter berbeda-beda.
Untuk total mikrob digunakan seri pengenceran 10-5 dan 10-6 dengan
media nutrient agar, masa inkubasi 3 - 4 hari. Sedangkan total fungi
menggunakan seri pengenceran 10-3 dan 10-4 dengan media martine agar,
masa inkubasi 5 - 7 hari.

C3. Respirasi Tanah


Respirasi tanah ini dilakukan untuk mengetahui jumlah CO2 yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tanah. Sebanyak 10 g tanah dan botol film
yang telah diisi 5 ml 0.2 N KOH dan 10 ml aquades dimasukkan dalam
toples. Kemudian toples ditutup sampai kedap udara dan diinkubasi selama
7 hari di tempat yang gelap. Setelah 7 hari dititrasi dengan HCl yang
sebelumnya diberi 2 tetes phenolpteline sebagai indikator. Jumlah CO2
yang dihasilkan per kilogram tanah lembab per hari (r) dapat dihitung
dengan rumus :

r = (a-b) x t x 120
n

keterangan : r = jumlah CO2 yang dihasilkan per kilogram tanah


lembab per hari
a = ml HCl untuk contoh tanah
b = ml HCl untuk contoh
t = normalitas HCl
n = jumlah hari inkubasi
3.3.3 Analisis Tanah
Analisis laboratorium sifat fisik, kimia, dan biologi tanah berikut metodenya
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter Pengamatan dan Metode Analisis

Parameter Metode Analisis


Sifat Fisik
Kadar Air lapang Threephasemeter
Bulk Density Threephasemeter
Tekstur Pipet
Stabilitas Agregat Pengayakan Basah dan Kering
Permeabilitas Hukum Darcy
Sifat Kimia
pH H2O (1:1) pH meter
C organik Walkley and Black
N total Kjeldahl
P tersedia Ekstraksi Bray I diukur dengan Spectrophotometer
P total HCl 25%
1 N NH4OAc pH 7.0 diukur dengan
K, Na
Flamephotometer
1 N NH4OAc pH 7.0 diukur dengan AAS (Atomic
Ca, Mg,
Absorption Spectrophotometer)
S-total Gravimetri
Al-dd KCl 1 N
KTK (me/100g) NH4OAc pH 7
KB (%) (Jumlah Basa-Basa/KTK)* 100%
Sifat Biologi
Fauna Tanah Hand Sorting dan Berlese Funnel Extraction
Total Mikrob Cawan Hitung
Total Fungi Cawan Hitung
Respirasi Tanah Verstraete
IV. KONDISI UMUM

PT KALTIM PRIMA COAL

4.1 Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan di areal reklamasi PT Kaltim Prima Coal (PT. KPC). PT
Kaltim Prima Coal beroperasi dalam wilayah Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) J2/JiDu/16/82 dengan batas geografis 117º 27” 7.40”
- 117º 40’ 43.40” BT dan 0º 31’ 20.52” - 0º 52’ 4.60” LU, termasuk ke dalam wilayah
administrasi Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Kawasan
pertambangan ini terletak sekitar 120 km di arah Timur Laut Samarinda atau berjarak
200 km dari Balikpapan. Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan eksplorasi,
penambangan dan pemasaran batubara dengan luas daerah kerja 90.960 Ha, yang
meliputi wilayah tambang Sangatta dan Bengalon (Gambar 1) (PT Kaltim Prima Coal,
2005).

Gambar 1. Lokasi Tambang Batubara PT Kaltim Prima Coal di


Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur
4.2 Geologi
4.2.1 Kondisi Geologi
Formasi Balikpapan yang berumur miosen merupakan formasi pembawa lapisan
batubara di daerah Sangatta dan Bengalon. Formasi ini terbentuk di dalam Cekungan
Kutai yang melampar dari sebelah selatan Samarinda sampai di utara daerah
Sangkulirang (Gambar 2).
Di daerah Sangatta terdapat dua kelompok potensi batubara utama, yaitu potensi
batubara Pinang dan Melawan. Operasi penambangan batubara yang dilakukan saat ini
berada pada struktur Sinklin Lembak di bagian selatan dari daerah konsesi
pertambangan, di sebelah utara sungai Sangatta, dan di sebelah barat Kubang Pinang.
Endapan batubara di daerah Bengalon terletak di utara sungai Bengalon, 30 km
di sebelah utara daerah Sangatta, dan secara geologis masih termasuk dalam Sinklin
Lembak yang tersesarkan dan juga di dalam sinklin penebaran yang merupakan
perpanjangan dari Sinklin Lembak ke arah utara. Terdapat bukti kuat yang
menunjukkan bahwa pelamparan batubara menerus dari daerah Pinang dan Melawan
sampai ke daerah Bengalon.

Gambar 2. Peta Geologi PT. Kaltim Prima Coal


4.2.2 Stratigrafi
Secara regional, kondisi geologi dan stratigrafi wilayah kerja PT. KPC
dijabarkan berdasarkan peta geologi yang dikeluarkan oleh Departemen Geologi PT.
KPC. Formasi Balikpapan merupakan formasi yang sangat dominan melampar di daerah
konsesi dan menopang secara selaras di atas formasi Pulau Balang. Formasi Balikpapan
tersusun atas perselingan antara batulumpur, batulanau, batupasir, dan batubara dengan
sisipan tipis batugamping. Batas stratigrafi antara formasi Balikpapan dengan formasi
Pulau Balang pada umumnya ditandai dengan kehadiran sisipan lensa batugamping.
Stratigrafi secara regional untuk wilayah Sangatta dan Bengalon dapat diuraikan
sebagai berikut (diurutkan dari formasi yang paling muda menuju formasi yang lebih
tua) :
a. Endapan Alluvium (QA). Terdiri dari endapan sungai dan pantai. Endapan ini
terdiri dari lempung dan lanau, serta pasir, dan kerikil.
b. Formasi Kampung Baru (Tpkb). Formasi ini terdiri dari lempung pasiran,
batu pasir dengan sisipan batubara dan tuff. Berumur miosen akhir – plio
plistosen, dengan lingkungan pengendapan delta sampai laut dangkal. Ketebalan
formasi ini berkisar antara 500 - 800 m.
c. Formasi Balikpapan (Tmba). Formasi ini terdiri dari pasir lepas, lempung,
lanau, tuf dan batubara, berumur miosen tengah – miosen akhir. Ketebalan
formasi ini kurang lebih 2.000 m, dengan lingkungan pengendapan muka daratan
delta. Formasi ini tertindih selaras dengan kampung baru.
d. Fomasi Pulau Balang (Tmpb). Formasi ini terdiri atas perselingan batupasir
dengan batulempung dan batulanau, setempat bersisipan tipis lignit, batupasir
atau batu pasirgampingan, berumur miosen awal bagian atas dan miosen tengah
bagian bawah. Sedimentasi diperkirakan terjadi di daerah prodelta dengan
tebaran terumbu di beberapa tempat.

4.2.3 Struktur Geologi


Secara umum jenis struktur utama yang dijumpai pada wilayah kerja PT. KPC
yaitu Kubah Pinang (pinang dome), struktur pelipatan kuat dengan penunjaman ke arah
utara dengan sumbu utara-selatan, struktur pelipatan menengah dengan orientasi sumbu
timur-barat, serta beberapa struktur sesar pasca sedimentasi.
Struktur pelipatan dengan orientasi sumbu timur-barat terbentuk lebih dulu
dibandingkan dengan struktur pelipatan dengan orientasi sumbu sejajar Sinklin Lembak,
walaupun struktur pelipatan yang kedua ini dipengaruhi oleh struktur pelipatan regional
yang dijumpai di Cekungan Kutai dan merupakan ciri yang dapat dipakai untuk
menentukan batas ekonomis endapan batubara di Cekungan Kutai. Kubah Pinang
diinterpretasikan sebagai tubuh intrusi, sehingga kubah ini terlihat sangat menonjol
keberadaannya di antara pelipatan regional pada bagian selatan Blok Lembak dan
mengakibatkan adanya kenaikan kualitas batubara di daerah sekitarnya. Walaupun
demikian, kenaikan kualitas juga dialami oleh semua lapisan batubara pada daerah
sayap antiklin di seluruh Cekungan Kutai.
Struktur geologi yang dijumpai di daerah Bengalon pada umumnya berupa
perlipatan sedang dan struktur sesar normal. Daerah Bengalon barat terletak pada
daerah utara perpanjangan Sinklin Runtu, sedangkan Bengalon timur terletak pada
struktur sinklin penebaran. Struktur turun dengan offset sejauh 100 m – 200 m dengan
arah timur – barat memotong potensi daerah batubara. Di Bengalon Barat, Sesar Rantau
mengakibatkan adanya perulangan lapisan batubara, sehingga terjadi penggandaan
cadangan. Sedangkan di Bengalon Timur sebuah sesar turun secara normal dengan
offset sebesar 230 m membentuk batas utara penambangan di tambang Aa. Dari data
pemboran di sekitar daerah sesar tidak terlihat adanya perubahan yang terjadi akibat
pergerakan sesar-sesar tersebut.

4.3 Geomorfologi
Daerah Sangatta membentang di antara sungai Bengalon dan Sungai Sangatta.
Kedua sungai ini bermuara ke arah timur menuju Selat Makasar. Daerah Sangatta
didominasi oleh perbukitan bergelombang dengan elevasi tertinggi mencapai 330 meter
di atas permukaan laut yang merupakan puncak dari Pinang Dome. Daerah yang berada
di sekitar Pinang Dome ini setempat memiliki relief yang cukup tajam dengan
kemiringan lereng yang relatif curam. Daerah-daerah yang tersebar di sekitar sayap
Pinang Dome relatif memiliki morfologi bergelombang, setempat terdapat perbukitan
kecil dengan ketinggian puncak yang bervariasi dari beberapa puluh meter hingga lebih
dari 200 meter. Satuan morfologi yang relatif datar mendominasi bagian selatan daerah
Pinang Dome di sepanjang bagian hilir Sungai Sangatta di Kota Sangatta.
Daerah aktivitas penambangan dan pit potensial di daerah Bengalon membentang
di utara Sungai Bengalon. Ketinggian daerah bervariasi mulai dari beberapa meter di
atas permukaan laut pada Sungai Bengalon sampai dengan 160 m di atas permukaan laut
pada daerah yang tidak rata di sebelah barat Bengalon. Daerah banjir dari sungai
Bengalon lebarnya sampai dengan 4 meter. Cakupan dari Sungai Bengalon adalah
Sungai Lembak, yang kemudian membagi daerah Bengalon menjadi 2 bagian, yaitu East
Bengalon (Pit A) dan West Bengalon (Pit B dan Pit C). Daerah penambangan
merupakan daerah tertinggi pada masing-masing sisi wilayah Bengalon tersebut.

4.4 Iklim
Secara umum berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah
penambangan PT. KPC termasuk kategori iklim B, yaitu iklim basah dengan
kelembaban relatif berkisar antara 63 % - 100 % (Kaltim Prima Coal, 2005).
Pemantauan curah hujan manual dilakukan setiap hari di 12 stasiun curah hujan di
areal tambang Sangatta, 1 stasiun curah hujan di areal Tanjung Bara dan 1 stasiun curah
hujan di Bengalon. Empat stasiun curah hujan otomatis terpasang di areal tambang
Sangatta untuk mengetahui intensitas hujan yang terjadi. Tiga stasiun pemantau cuaca
otomatis terpasang di Tanjung Bara, Swarga Bara dan Lubuk Tutung Bengalon untuk
memantau kelembaban, suhu udara, kecepatan angin dan arah angin.
Curah hujan tahunan di areal penambangan PT. KPC berkisar antara 2000 - 2500
mm/bulan. Curah hujan tahunan tertinggi yang tercatat pada tahun 2007 terjadi di
daerah Melawan, sedangkan curah hujan harian tertinggi terjadi di pit AB pada bulan
maret tahun 2007.
Musim hujan terjadi pada bulan November – Mei dan musim kemarau terjadi
bulan Juni – Oktober.
4.5 Vegetasi
Ekosistem teresterial di wilayah studi (Sangatta dan Bengalon) merupakan wujud
ekosistem hutan hujan khatulistiwa yang berubah karena aktivitas manusia, termasuk
adanya kejadian kebakaran hutan. Vegetasi darat didominasi oleh hutan primer dan
sekunder. Hutan primer terdiri dari hutan campuran yang lebat dengan ketinggian
pohon hingga lebih dari 50 meter yang didominasi oleh famili Dipterocarpaceae yang
kaya akan spesies dan hutan rawa-rawa air tawar. Ciri morfologis Dipterocarpaceae
campuran adalah dijumpainya batang pohon tinggi berbentuk silinder, batang penopang,
Kuliflora dan Ramiflora, daun Pinnate, jenis liana pemanjat pohon, tumbuhan epifit, dan
Briofita relatif jarang. Dalam hutan ini ditemukan genus Hopea, Shorea, Dyrobalanops,
Eusideroxylon, dan Koompassia. Hutan rawa-rawa air tawar yang ditemukan pada
umumnya berasal dari genus Alstonia, Campnosperma, Terminalia, Shorea, Nauclea,
Eugenia, Palaquium, Diospyros, Barringtonia, Garcinia, Gonystylus dan Melaleuca.
Hutan di sekitar lokasi penambangan PT. KPC merupakan hutan sekunder bekas
penebangan pepohonan Dipterocarpaceae dan Eusideroxylon zwageri. Petani ladang
umumnya menghuni lahan di sepanjang jalan logging.
Hutan sekunder hasil rehabilitasi lahan ditanami jenis Paraserianthes falcataria
dan spesies lainnya. Tumbuhan di lokasi penambangan didominasi oleh spesies pionir
dari jenis Macaranga gigantean, Macaranga hypoleuca, Macaranga paersonii, Geunsia
pentandra, Melicope sp., Cananga odorata, Pterospermum javanicum, Vitex pinnata,
Anthocephalus chinensis, Octomeles sumatranus, Duabanga moluccana dan
Artocarpus. Ketinggian pohon tersebut sekitar 15 - 20 meter dengan diameter 20 - 25
meter. Vegetasi asli umumnya mewakili kurang dari 10 % tumbuhan kanopi atas.
Tumbuhan dengan ketinggian sekitar 10 meter didominasi oleh Ficus obscura dan
beberapa spesies Ficus. Tumbuhan rendah didominasi oleh Zingiberceae, serta jenis
Marantaceae.
Lahan pertanian di sepanjang sungai Sangatta dan Bengalon serta jalan raya
ditanami oleh padi dan pisang. Pekarangan di daerah pemukiman ditanami buah-buahan
dan sayuran.
4.6 Karakteristik Tanah Lokasi Penelitian Sebelum Penambangan
Kondisi tanah di lokasi tambang PT. KPC secara umum menunjukkan
perkembangan sedang hingga lanjut, terdapat pada tipe lahan dataran berombak dan
perbukitan. Bahan induk tanah umumnya berasal dari endapan Alluvium-Colluvium,
batupasir dan batuliat. Jenis tanah utama di tambang Sangatta adalah Inceptisol, Ultisol
dan Alfisol (Kaltim Prima Coal, 2005).
Jenis tanah Inceptisol menunjukkan perkembangan tanah sedang, dimana
diferensiasi horison belum tegas, umumnya berasosiasi dengan jenis tanah Ultisol.
Tanah ini sebagian besar terdapat di daerah dataran berbukit. Terdapat 2 great grup
tanah untuk Inceptisol, yaitu Dystropepts dan Eutropepts. Kondisi lahan dimana tanah
Inceptisol dijumpai, beberapa diantaranya menunjukkan adanya bahaya erosi (lokal)
dengan bentuk erosi berupa erosi parit.
Jenis tanah Ultisol merupakan tanah dominan yang berkembang pada wilayah
studi. Jenis ini menunjukkan reaksi tanah yang sangat masam hingga masam, dengan
kejenuhan alumunium yang rendah hingga sangat tinggi. Solum tanah cukup dalam
sampai dalam, drainase tanah sedikit lancar hingga lancar. Jenis Ultisol dapat
diklasifikasikan dalam 2 great grup yaitu; Hapludults dan Kandiudults. Kondisi lahan
dimana tanah Ultisol dijumpai, diantaranya menunjukkan erosi lokal dengan tingkat
bahaya erosi sedang hingga berat dengan kenampakan erosi parit.
Jenis Alfisol yang ada di tambang Sangatta luasnya sangat terbatas. Secara khusus
jenis tanah ini terdapat di Pit Harapan/C-North/eks-Surya, Pit AB, dan dumping AB.
Jenis Alfisols yang terdapat di lokasi tersebut diklasifikasikan ke dalam great grup
Kandiudalfs.
Dalam wilayah studi diketahui kelas tekstur tanah lapisan atas (0-20 cm) adalah
lempung berpasir, lempung liat berpasir, lempung berliat, dan liat, sedang pada lapisan
bawah (20-60 cm) menunjukkan ukuran fraksi tanah yang lebih halus, seperti lempung
liat berpasir, lempung berliat dan liat. Struktur tanah pada lapisan atas (0-20 cm)
umumnya bervariasi dari tipe remah hingga gumpal setengah bersudut dengan ukuran
kecil sampai besar. Bobot isi pada wilayah studi berkisar 1,21-1,51 g/cm3. Permeabilitas
tanah pada lokasi studi bervariasi antara 0,2-1,28 cm/jam.
Tabel 2. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Tambang PT Kaltim Prima Coal

No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan


1 pH (H2O) 4.59 Masam
2 Bahan Organik
C-Organik (%) 1.22 Rendah
3 N Total (%) 0.10 Rendah
4 C/N ratio 12.31 Rendah
5 P tersedia (ppm) 9.17 Sangat Rendah
6 K tersedia (ppm) 39.37
7 Nilai Tukar Kation
Ca (me/100g) 3.44 Rendah
Mg (me/100g) 0.68 Rendah
K (me/100g) 0.27 Rendah
Na (me/100g) 0.15 Rendah
Al (me/100g) 2.35 Sedang
H (me/100g) 2.81
8 KTK (me/100g) 9.81 Rendah
9 KB (%) 43.62 Sedang
10 SO4 (mg/100g) 0.27
Sumber : Kaltim Prima Coal 2005
Reaksi Tanah (pH) di tambang Sangatta berkisar sangat masam (pH H2O = < 4,5)
sampai agak masam (pH H2O = 6.0-6.5). Kejenuhan alumunium bervariasi sangat
rendah hingga sangat tinggi dengan kandungan alumunium lapisan atas bervariasi antara
1-5 me/100 gram tanah (Kaltim Prima Coal, 2005). Rata-rata kandungan kation H+ dan
3+
Al pada lapisan tanah atas 0-20 cm masing-masing sebesar 2.01 dan 1.23 me/100g
tanah dan pada tanah lapisan bawah 20-60 cm masing-masing sebesar 2.81 dan 2.35
me/100g tanah. Kejenuhan alumunium pada tanah lapisan 20-60 cm mempunyai nilai
yang cukup tinggi 31-60%. Kandungan C-organik lapisan atas (0-20 cm) tergolong
rendah sampai sangat tinggi (1.29-6.93%) dan pada tanah lapisan bawah (20-60 cm)
tergolong sangat rendah sampai rendah (0.58-1.98 %). Kandungan N-total pada tanah
lapisan 0-20 cm bervariasi dari sangat rendah sampai sedang (0.08-0.36%), sedangkan
pada tanah lapisan 20-60 cm umumnya sangat rendah sampai rendah (0.06-0.15 %).
Kandungan P tersedia (P-Bray I) tanah lapisan atas 0-20 cm bervariasi dari sangat
rendah sampai sangat tinggi (12.6-36.18 ppm P2O5) dan sangat rendah sampai sangat
tinggi untuk tanah lapisan bawah (20-60 cm) yaitu 5.95-32.75 ppm P2O5. Kandungan K
tersedia rata-rata pada tanah lapisan atas (0-20 cm) dan lapisan tanah bawah (20-60 cm)
masing-masing sebesar 42.33 ppm K dan 39.37 ppm K yang keduanya tergolong tinggi.
Di tambang Sangatta tercatat KTK tanah sangat rendah (4.21 me/100g tanah)
sampai sangat tinggi (25 me/100g tanah) (Kaltim Prima Coal, 2005). Kejenuhan Basa
(KB) pada lokasi studi rata-rata sangat rendah (9%) sampai sangat tinggi (100%),
dengan KB rata-rata sebesar 5 %.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13


tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masing-
masing hanya dibuat satu profil pengamatan karena dianggap homogen. Pada lahan
reklamasi berumur 5, 9, dan 13 tahun, masing-masing dibuat 3 profil pengamatan yang
terbagi di lereng bagian atas, tengah, dan bawah. Gambar dari seluruh profil tanah yang
diamati disajikan dalam Gambar 3, sedangkan gambar
masing-masing profil disajikan pada lampiran 1.

5.1 Perkembangan Morfologi Tanah


Setiap profil pada gambar 3 memiliki sifat morfologi yang berbeda-beda sekalipun
terdapat pada lahan reklamasi dengan umur reklamasi yang sama. Hal ini menunjukkan
bahwa campuran tanah pucuk yang digunakan untuk reklamasi berbeda-beda antara
lahan reklamasi yang satu dengan lainnya. Selain itu, dijumpai heterogenitas penyebaran
campuran tanah pucuk yang digunakan untuk proses reklamasi pada lahan reklamasi
dengan umur yang sama.
Morfologi tanah dapat diartikan sebagai susunan dan sifat-sifat lapisan yang
ditunjukkan oleh warna, tekstur, struktur, konsistensi, dan porositas pada setiap lapisan
dalam profil tanah. Sifat-sifat morfologi tanah merupakan hasil dari proses genesis yang
terjadi dalam tanah, sebagian hasil proses geologik atau proses lainnya.
Peningkatan umur reklamasi menyebabkan adanya perubahan warna tanah
terutama pada lapisan atas yang tampak lebih gelap karena penambahan bahan organik
pada lapisan tersebut oleh vegetasi yang tumbuh di atasnya (Lampiran 1). Profil tanah
pada lahan reklamasi berumur 0 tahun terdiri dari campuran overburden dan topsoil
yang masih sulit dibedakan warna maupun batas antar lapisan tanahnya. Vegetasi yang
tumbuh pada umur reklamasi 0 tahun adalah Humalantus, Macaranga tricocarpa dan
Scloria corporescan yang baru ditanam. Hal ini menyebabkan perkembangan warna
tanah belum terlihat karena penambahan bahan organik dari vegetasi di atasnya belum
berpengaruh terhadap profil tersebut, sehingga bahan tanah asal yang digunakan masih
mempengaruhi sifat morfologi tanah. Seiring dengan meningkatnya umur reklamasi
terjadi perkembangan warna tanah terutama pada lapisan atas yang terlihat lebih gelap
dari lapisan di bawahnya. Perkembangan warna tanah ini sangat jelas terlihat pada
profil tanah berumur 0 tahun ke profil tanah berumur 5 tahun. Perkembangan warna
tanah selain lapisan atas tanah juga terjadi tetapi tidak sejelas lapisan atas karena
pengaruh bahan organik hanya pada lapisan tanah bagian atas.
Batas antar lapisan tanah yang mengalami perkembangan dengan meningkatnya
umur reklamasi terutama batas lapisan atas dengan lapisan yang berada tepat di
bawahnya. Hal ini disebabkan salah satunya oleh perkembangan warna tanah. Adanya
perkembangan warna tanah menyebabkan batas lapisan tanah yang ada semakin mudah
terlihat. Semakin lama umur reklamasinya maka semakin terlihat jelas batas antar
lapisan pada setiap profilnya terutama pada lapisan atas. Peningkatan umur reklamasi
belum menunjukkan adanya perkembangan struktur tanah, sedangkan pada hutan asli
didominasi oleh struktur remah. Hal ini sejalan dengan data sekunder PT. KPC bahwa
struktur tanah pada lapisan atas (0-20 cm) umumnya bervariasi dari tipe remah hingga
gumpal setengah bersudut/sab dengan ukuran kecil sampai besar.
Pengamatan tekstur di lapang menunjukkan bahwa tekstur tanah pada umur
reklamasi 0 tahun lebih banyak mengandung liat dibandingkan reklamasi 5, 9, dan 13
tahun. Secara keseluruhan tekstur tanah lahan reklamasi didominasi oleh debu dan liat
sedangkan tekstur tanah lahan hutan didominasi pasir. Adanya pencampuran tanah
dengan overburden yang digunakan sebagai bahan tanah untuk reklamasi menyebabkan
tekstur tanah lahan reklamasi berbeda dengan tekstur lahan aslinya.
Secara keseluruhan lahan reklamasi bekas tambang batubara yang berumur 0, 5, 9,
13 tahun dan hutan asli memiliki tingkat konsistensi lekat dan agak plastis Hal ini
dikarenakan tekstur tanah yang hampir keseluruhan didominasi oleh bahan debu dan
liat, kecuali di hutan asli.
5.2 Sifat Fisik Tanah
Hasil analisis terhadap sifat-sifat fisik tanah disajikan pada Lampiran 2 Setiap
parameter diamati pada kedalaman yang berbeda-beda. Bobot isi tanah diamati pada
lapisan tanah bagian atas (0-20 cm) dan dibagi menjadi 4 kedalaman sesuai dengan
ukuran ring sampel yaitu pada kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm, dan 15-20 cm.
Permeabilitas tanah diamati pada tanah bagian atas (0-20 cm) tetapi hanya pada
kedalaman 5-10 cm dan 15-20 cm. Stabilitas agregat dilakukan dengan mengambil
contoh tanah agregat utuh pada kedalaman 0-20 cm. Tekstur tanah diamati sesuai
dengan kedalaman lapisan-lapisan tanah yang ditemui pada penampang tanah.
Sifat fisik lahan reklamasi dan lahan hutan sangat berbeda (Lampiran 2). Bobot
isi tanah pada lapisan atas (0-5 cm) pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
lapisan bawahnya, kecuali pada lahan reklamasi 0 tahun yang lapisan atasnya memiliki
nilai lebih tinggi dibandingkan lapisan bawahnya. Hal ini dikarenakan adanya proses
pemadatan tanah pada lapisan atas sebagai akibat dari penggunaan alat berat untuk
reklamasi lahan. Bobot isi tanah lapisan atas pada lahan reklamasi berumur 5, 9, 13
tahun, dan lahan hutan lebih rendah dibandingkan lapisan bawahnya dikarenakan
adanya vegetasi penutup di permukaan tanah yang menyumbang bahan organik pada
lapisan tanah paling atas melalui serasah yang dihasilkan dan akar-akar tanaman yang
mati.
Adanya bahan organik ini mendukung kegiatan organisme tanah yang akan
meningkatkan pori-pori tanah, sehingga bobot isi lapisan atas lebih rendah. Tanah hutan
memiliki bobot isi yang tinggi pada seluruh lapisan yang diamati karena tekstur
tanahnya didominasi pasir. Secara umum tanah-tanah bertekstur halus mempunyai bobot
isi lebih rendah daripada tanah bertekstur kasar (Soepardi, 1983). Jika dilihat dari
peningkatan umur reklamasi, bobot isi tanah pada lahan-lahan reklamasi
menunjukkan nilai yang bervariasi. Tidak ada penurunan bobot isi tanah karena
peningkatan umur reklamasi. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan umur reklamasi
sampai tahun ke-13 belum mempengaruhi perkembangan bobot isi tanah secara
signifikan.
Permeabilitas tanah pada lahan reklamasi mengalami peningkatan dengan
meningkatnya umur reklamasi terutama pada lapisan 5-10 cm (Tabel 3). Selain itu,
permeabilitas tanah pada lapisan 5-10 cm pada umumnya lebih tinggi dibandingkan
pada lapisan 15-20 cm. Pada lapisan 5-10 cm, permeabilitas tanah meningkat dari sangat
lambat pada lahan reklamasi berumur 0 tahun menuju agak cepat-sedang pada lahan
reklamasi berumur 13 tahun. Peningkatan umur reklamasi menyebabkan peningkatan
pertumbuhan dan jenis vegetasi yang ada, sehingga pasokan bahan organik untuk
aktivitas organisme tanah meningkat dan aktivitas akar juga meningkat. Peningkatan
aktivitas organisme tanah dan akar tanaman menyebabkan peningkatan pori-pori tanah,
sehingga permeabilitas tanah mengalami peningkatan. Adanya aktivitas yang lebih
intensif di lapisan atas menyebabkan permeabilitas tanah pada lapisan atas (5-10 cm)
lebih tinggi dari lapisan bawahnya (15-20 cm), sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Permeabilitas dan Stabilitas Agregat Lahan Bekas Tambang
Batubara di Lokasi Studi

Sifat Fisik yang Mengalami Perubahan


Stabilitas Agregat
Tahun Lokasi Permeabilitas
(0-20 cm)
Reklamasi (Lereng)
Kedalaman Nilai Indeks Stabilitas
Kriteria Kriteria
(cm) (cm/jam) Agregat
5-10 0.00 Sangat Lambat
0 Surya Panel 7 22.5 Tidak Stabil
15-20 0.11 Sangat Lambat
5-10 0.02 Sangat Lambat
Surya Panel 7
42.2 Kurang Stabil
(Atas) 15-20 0.61 Agak Lambat
5-10 11.68 Agak Cepat
5 Surya Panel 7
44.4 Kurang Stabil
(Tengah) 15-20 0.00 Sangat Lambat
5-10 0.00 Sangat Lambat
Surya Panel 7
25.9 Tidak Stabil
(Bawah) 15-20 14.25 Cepat
5-10 1.76 Agak Lambat
H East
78.9 Stabil
(Atas) 15-20 0.03 Sangat Lambat
5-10 1.21 Agak Lambat
9 H East
48.5 Kurang Stabil
(Tengah) 15-20 0.05 Sangat Lambat
5-10 4.68 Sedang
H East
52.1 Agak Stabil
(Bawah) 15-20 1.79 Agak Lambat
5-10 2.12 Sedang
Gajah Hitam
79.3 Stabil
(Atas) 15-20 2.93 Sedang
5-10 6.79 Agak Cepat
13 Gajah Hitam
53.7 Agak Stabil
(Tengah) 15-20 0.01 Agak Lambat
5-10 3.04 Sedang
Gajah Hitam
52.0 Agak Stabil
(Bawah) 15-20 0.12 Sangat Lambat
5-10 0.35 Lambat
Hutan Hutan 48.8 Kurang Stabil
15-20 0.12 Sangat Lambat
Indeks stabilitas agregat tanah pada lahan reklamasi mengalami peningkatan
dengan meningkatnya umur reklamasi (Tabel 3). Indeks stabilitas agregat tanah
meningkat dari tidak stabil pada lahan reklamasi berumur 0 tahun ke agak stabil-stabil
pada lahan reklamasi berumur 13 tahun. Peningkatan indeks stabilitas agregat ini
disebabkan peningkatan pertumbuhan dan jenis vegetasi seiring peningkatan umur
reklamasi, sehingga pasokan bahan organik untuk aktivitas organisme tanah meningkat.
Peningkatan aktivitas organisme tanah, terutama mikroorganisme tanah akan
menyebabkan peningkatan agen penyemen partikel tanah. Mikroorganisme tanah seperti
fungi akan mengeluarkan zat tertentu yang akan menjadi bahan perekat partikel tanah.
Peningkatan umur reklamasi juga meningkatkan luas tajuk tanaman sehingga
mengurangi luas permukaan tanah dari pukulan air hujan. Kurnia et. al. (2005)
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas agregat adalah
pengolahan, aktivitas mikrob tanah, dan lebarnya tajuk tanaman menaungi permukaan
tanah dari hujan, sehingga indeks stabilitas tanah meningkat .
Tekstur tanah pada seluruh lahan reklamasi didominasi liat dan debu. Hal ini
sangat berbeda dengan lahan hutan yang didominasi pasir yang menunjukkan adanya
perbedaan bahan yang digunakan untuk proses reklamasi. Adanya pencampuran tanah
dengan overburden yang digunakan sebagai bahan tanah untuk reklamasi menyebabkan
tekstur tanah lahan reklamasi berbeda dengan tekstur lahan aslinya.

5.3 Sifat Kimia Tanah


Hasil analisis kimia tanah disajikan pada Lampiran 3. Karakteristik kimia tanah
yang diamati adalah pH, C-organik, N-total, S-total, P-Total, P-tersedia, kapasitas tukar
kation (KTK), kation-kation dapat dipertukarkan (Ca, Mg, Na dan K), kejenuhan basa
(% KB), dan exchangeable acidity (Al dan H).
Pada Lampiran 3 dapat dilihat bahwa pengukuran pH tanah lahan bekas tambang
di laboratorium 3.4 - 5.8. Nilai pH pada lahan reklamasi bervariasi dan tidak
menunjukkan adanya pola perubahan akibat adanya peningkatan umur reklamasi.
Namun, terlihat bahwa pada seluruh lahan reklamasi maupun lahan hutan nilai pH
tertinggi dijumpai pada lapisan tanah teratas, kemudian bervariasi menurut kedalaman
tanah kecuali pada lahan reklamasi berumur 0 tahun yang masih dipengaruhi bahan
tanah yang digunakan untuk reklamasi. Nilai pH yang tinggi di permukaan tanah
disebabkan pelapukan yang lebih intensif pada lapisan ini, sehingga pelepasan basa-basa
lebih besar dari lapisan bawahnya. Berdasarkan nilai pH, sebagian besar lahan reklamasi
bekas tambang batubara dikategorikan tanah sangat masam karena memiliki pH < 4.5
(hanya beberapa dengan pH 4.8, 5.1, dan 5.8).

Tabel 4. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah di Lahan Reklamasi Bekas Tambang
Batubara pada Berbagai Umur Reklamasi Lahan

Sifat Kimia yang Mengalami Perubahan


Umur Kedalaman
Lokasi C- N N NH4OAc pH 7.0
Reklamasi (cm) KB
(Lereng) org total
(tahun) Ca Mg K Na KTK (%)
…….%........ ……me/100g…….
Surya Panel 7 (Mulai 0 – 15 3.03 0.08 1.09 3.20 0.41 1.08 9.90 58
0
Reklamasi) 16 – 45 3.51 0.08 2.47 7.50 2.17 4.41 8.13 >100
0 – 12 4.23 0.14 2.3 5.96 0.73 0.9 13.79 72
13– 26 1.44 0.07 1.5 5.12 1.66 1.03 10.61 88
5 Surya Panel 7 (Atas)
27 – 42 1.36 0.06 1.5 5.15 0.39 0.63 12.02 64
43- 50 1.52 0.06 1.48 4.9 1.97 1.19 12.02 79
0–7 6.54 0.16 2.83 6.66 1.34 0.89 11.67 100
8– 20 2.15 0.07 1.79 6.83 0.48 0.61 8.84 >100
5 Surya Panel 7 (Tengah)
21 – 30 5.03 0.08 2.34 9.16 2.42 1.19 9.19 >100
31 – 50 1.76 0.06 2.24 7.33 1.78 0.68 11.67 >100
0–5 8.54 0.16 2.32 6.10 0.59 0.44 8.84 >100
5 Surya Panel 7 (Bawah) 6– 25 2.39 0.08 1.70 8.00 2.04 1.07 13.44 95
26 – 45 2 0.06 1.50 6.28 1.01 0.8 11.32 85
0–5 4.87 0.13 2.04 3.35 0.81 0.41 10.61 62
H East 6– 32 1.52 0.05 0.25 1.45 0.67 0.82 10.61 31
9
(Atas) 33– 40 1.60 0.05 0.30 1.83 1.53 0.81 11.67 38
41 – 50 2.15 0.06 0.31 2.00 0.31 0.21 12.38 23
0–8 6.54 0.16 2.57 5.07 0.5 0.3 10.25 82
H East
9 9 – 27 1.36 0.07 1.81 2.95 0.38 0.25 11.32 48
(Tengah)
28 – 50 1.28 0.08 0.99 2.5 0.35 0.21 11.67 31
0–5 2.23 0.11 1.50 3.27 0.46 0.28 9.55 57
9 H East 6 – 15 0.72 0.04 0.49 1.50 0.32 0.22 7.07 36
(Bawah) 16 – 25 1.20 0.04 1.50 2.73 0.29 0.2 9.9 48
26 – 50 3.51 0.14 0.95 2.45 0.27 0.19 7.78 50
Gajah Hitam 0–4 1.44 0.5 0.48 1.45 0.27 0.21 10.61 23
13
(Atas) 5– 26 1.36 0.06 0.33 1.20 0.25 0.21 10.25 20
27 – 50 1.52 0.5 0.29 1.80 0.23 0.21 10.96 23
0-9 3.83 0.19 1.60 2.10 0.38 0.30 14.50 30
Gajah Hitam
13 10-29 2.23 0.08 0.68 1.15 0.24 0.20 10.61 21
(Tengah)
30- 50 2.55 0.07 0.56 1.13 0.32 0.27 13.08 17
0-6 2.87 0.15 1.10 1.78 0.27 0.26 11.32 30
Gajah Hitam
13 7-23 1.44 0.5 0.52 1.02 0.28 0.28 12.02 17
(Bawah)
24- 50 0.88 0.03 0.4 0.63 0.14 0.18 8.13 17
0 - 15 2.31 0.10 1.91 2.40 0.28 0.23 10.25 47
Hutan Hutan
16 - 50 0.96 0.03 0.40 0.57 0.14 0.16 7.78 16

Kandungan C-organik pada seluruh lahan reklamasi dan lahan hutan tergolong
bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi (0.72 – 8.54 %), tetapi pada
umumnya kandungan C-organik lapisan atas tinggi dibandingkan lapisan di bawahnya,
kecuali pada lahan reklamasi berumur 0 tahun (Tabel 4). Pada lahan reklamasi berumur
5 sampai 13 tahun dan lahan hutan kandungan C-organik lapisan atas dipengaruhi oleh
vegetasi yang tumbuh di atasnya, sehingga kandungan lapisan ini lebih tinggi
dibandingkan lapisan di bawahnya. Vegetasi yang ada akan menghasilkan bahan
organik yang akan bercampur dengan tanah pada lapisan atas. Kandungan C-organik
pada tanah lapisan bawah lapisan atas bervariasi dan masih dipengaruhi bahan tanah
yang digunakan untuk proses reklamasi. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun
kandungan C-organik masih dipengaruhi oleh bahan tanah yang digunakan untuk proses
reklamasi. Peningkatan umur reklamasi hanya berpengaruh terhadap kandungan C-
organik tanah lapisan atas.
Kandungan N-total pada tanah lapisan atas lebih tinggi dibandingkan dengan
lapisan di bawahnya sebagaimana terlihat pada lahan reklamasi berumur 9-13 tahun dan
lahan hutan. Selain itu, kandungan N-total pada seluruh lahan reklamasi hampir sama,
kecuali pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lebih tinggi dari lahan hutan. Hal ini
disebabkan karena kandungan N-total dipengaruhi kandungan C-organik dimana
kandungan C-organik yang lebih tinggi di lapisan atas dan kandungan C-organik lahan
reklamasi lebih tinggi dari lahan hutan.
Kandungan S total pada seluruh lahan reklamasi menunjukkan nilai yang sama
berkisar 0.001-0.002 % walaupun ada beberapa lapisan tanah yang melebihi dari nilai
tersebut. Kandungan S total lahan reklamasi ini tidak jauh berbeda dengan lahan hutan.
Hal ini menunjukkan bahwa tanah pucuk yang digunakan tidak mengandung bahan-
bahan sulfidik. Selain itu, penyusunan batuan PAF (Potencial Acid Forming) yang
digunakan pada saat reklamasi tertata dengan baik sehingga tidak mencemari tanah
yang ada diatasnya.
Kandungan P total pada lahan reklamasi bervariasi antara 40.5-418 ppm, tetapi
lebih besar dari lahan hutan. Kandungan P tersedia cenderung menurun dengan
meningkatnya umur reklamasi dan kandungan P tersedia pada lapisan atas cenderung
lebih rendah dibandingkan lapisan di bawahnya. Adanya bahan organik yang lebih
tinggi pada lapisan atas yang berfungsi sebagai agen pengkhelat fosfat membuat
kandungan P-tersedia lebih rendah pada tanah lapisan teratas.
Secara umum nilai KTK tanah pada seluruh lahan reklamasi dan lahan hutan
tergolong rendah (5-16 me/100g) dengan nilai bervariasi antara 7.07-14.50 me/100g.
Hal ini disebabkan karena bahan tanah yang digunakan untuk proses reklamasi
bercampur dengan batuan (overburden).
Kation basa dapat dipertukarkan didominasi oleh kation Mg2+. Kandungan kation
Ca2+ dan Mg2+ tertinggi terdapat pada lapisan teratas, kemudian bervariasi menurut
kedalaman tanah kecuali pada lahan reklamasi berumur 0 tahun (Tabel 4). Mineral-
mineral yang merupakan sumber kation Ca2+ dan Mg2+ sangat mudah terlapuk dan pada
lapisan teratas ini pelapukan sangat intensif, sehingga pelepasan kation Ca2+ dan Mg2+
lebih intensif di bandingkan lapisan di bawahnya. Intensifnya pelepasan kation-kation
ini menyebabkan kandungan kedua kation tersebut lebih tinggi pada lapisan atas. Pada
lahan reklamasi berumur 0 tahun kandungan kation Ca2+ dan Mg2+ masih dipengaruhi
bahan tanah yang digunakan pada proses reklamasi. Kandungan kation K+ dan Na+
bervariasi pada setiap kedalaman yang diamati, baik pada seluruh lahan reklamasi dan
lahan hutan. Kandungan kedua kation ini masih dipengaruhi bahan tanah yang
digunakan untuk proses reklamasi.
Nilai pH yang rendah, baik pada lahan reklamasi maupun lahan hutan, sejalan
dengan Al-dd yang tinggi. Kejenuhan basa bervariasi dari sangat rendah (< 20 %)
sampai sangat tinggi (> 70 %) dengan nilai berkisar 16 - >100 %.

5.4 Sifat Biologi Tanah


Sifat biologi tanah yang diamati pada penelitian ini adalah kepadatan dan
keragaman populasi fauna tanah, total fungi dan mikrob, dan respirasi tanah. Hasil
analisis kepadatan dan keragaman populasi fauna tanah disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan bahwa fauna tanah yang umum ditemukan adalah
Hymenoptera, Symphyla, Acari, Collembola (Entymobrydae dan Isotomidae), Isoptera,
Aranae, Coleoptera, Diplopoda, dan Pseudoscorpion. Penampakan beberapa jenis fauna
tanah yang dijumpai di lokasi studi disajikan pada Gambar 4. Populasi fauna tanah pada
lahan reklamasi bekas tambang batubara menunjukkan kepadatan tertinggi terdapat pada
lahan reklamasi berumur 5 tahun di lereng atas sebesar 1.791 individu/m2, sedangkan
kepadatan terendah terdapat pada lahan reklamasi berumur 9 tahun dan lahan hutan
sebesar 50 individu/m2 dikarenakan hanya terdapat satu jenis fauna tanah. Faktor
lingkungan biotik dan abiotik sangat mempengaruhi kehidupan fauna di dalam tanah.
Faktor biotik adalah adanya organisme lain yang berada dalam habitat yang sama, yaitu
mikroflora, tumbuhan dan fauna lainnya (Suin, 2006). Faktor abiotik adalah pH tanah,
suhu tanah, aerasi, dan kadar air tersedia.

Tabel 5. Kepadatan dan Keragaman Populasi Fauna Tanah pada Lahan Reklamasi
pada Berbagai Umur Reklamasi Lahan

Shannon’s
Kepadatan Kepadatan Biomassa
Umur Lokasi Biomassa diversity index
Taksa Fauna (ind/m2)* Total Total
Reklamasi (Lereng) (mg) Biomassa
(ind/m2)* (mg) H’
(mg)
Surya Coleoptera 49.76 0.8689
Panel 7
0 100 1.37 0.69 0.66
(Baru Hymenoptera 49.76 0.8689
Reklamasi)
Isoptera 1343.52 16.2
Surya Aranae 49.76 0.5724
5 Panael 7 Coleoptera 298.56 26.067 1791 20.36 1.32
(Atas) Symphyla 49.76 0.48 2.5
Hymenoptera 49.76 0.5
Isoptera 49.76 0.6
Surya
Hymenoptera 199.04 2
5 Panael 7 448 4.93 1.21 1.01
Aranae 149.28 17.172
(Tengah)
Symphyla 49.76 0.08
Isoptera 447.84 5.4
Surya Aranae 49.76 0.5724
5 Panael 7 Isotomidae 149.28 0.0132 746 6.86
(Bawah) Coleoptera 49.76 0.8689
Acari 49.76 0.0045
H East
9 Entomobrydae 49.76 0.0088 50 0.01 0 0
(Atas)
Isoptera 99.52 1.2
H East Hymenoptera 248.8 2.5
9 498 3.71
(Tengah) Acari 99.52 0.009
Isotomidae 49.76 0.0044
H East
9 Hymenoptera 49.76 2.5 50 2.50 0 0
(Bawah)
Hymenoptera 696.64 7
Gajah Entomobrydae 348.32 5.88
13 Hitam Acari 49.76 0.0045 1194 14.35
(Atas) Isoptera 49.76 0.6
Coleoptera 49.76 0.8689
Gajah
13 Hitam Isotomidae 447.84 7.56 864 4.45 1.34
(Tengah)
Coleoptera 99.52 17.378
Acari 49.76 0.0045
Gajah
Hymenoptera 149.28 1.5
13 Hitam 796 5.31 1.99
Symphyla 199.04 0.32
(Bawah)
Isotomidae 99.52 0.0088
Isoptera 99.52 1.2
Entomobrydae 99.52 1.68
Hutan asli Hutan asli Pseudoscorpion 49.76 0.1587 199 2.45 1.04
Isoptera 49.76 0.6
Hutan asli Hutan asli Entomobrydae 49.76 0.0084 50 0.01 0 0
*Ind: individu
Hymenoptera
Aranae

Symphyla Collembola

Pseudoscorpion

Gambar 4. Beberapa Jenis Fauna Tanah pada Lahan Bekas Tambang

Lahan reklamasi bekas tambang batubara PT. KPC memiliki kisaran nilai pH
relatif masam, sehingga jumlah fauna yang ditemukan juga sedikit. Kebanyakan fauna
tanah termasuk kedalam kelompok mesophiles yang hidup pada suhu 100 – 400 oC.
Jenis mikroarthopoda seperti Acari dan Collembola pada suhu tinggi akan bergerak
lebih dalam pada lapisan tanah karena lebih menyukai tempat yang lembab. Lahan
reklamasi berumur 5 tahun di lereng atas memiliki kadar air lebih tinggi (Tabel 6)
memiliki keanekaragaman fauna lebih banyak jika dibandingkan dengan profil lainnya
dengan kepadatan 1.791 individu/m2. Keragaman fauna tanah juga dipengaruhi oleh
jenis makanan yang terdapat di habitatnya. Hasil analisis fauna tanah menunjukkan
tidak ditemukannya cacing tanah walaupun tingkat dekomposisi bahan organik rendah
(C/N rasio rendah). Hal ini menunjukkan tanah reklamasi bekas tambang kurang subur.
Keragaman fauna tanah dihitung berdasarkan rumus Shannon’s diversity index
(H’). Keragaman fauna tanah dapat dihitung berdasarkan kepadatan populasi maupun
biomassa fauna tanah (Widyastuti, 2004). Tabel 6 menunjukkan profil lahan reklamasi
berumur 5 tahun di lereng atas memiliki keragaman populasi dan biomassa tertinggi
dibandingkan profil lainnya, yaitu kepadatan sebesar 1.32 individu/m2 dan biomassa
sebesar 2.5 mg.

Tabel 6. Total Mikrob dan Fungi, dan Respirasi Tanah pada Lahan Reklamasi pada
Berbagai Umur Reklamasi Lahan

Kadar Air
Total Mikrob Total Fungi Respirasi Tanah
(%)
Lokasi (106 spk/ g BKM (104 spkl/g BKM Jumlah CO2
0-20 20-40
tanah) tanah) (mg CO2/l)
cm cm
0-20 cm 20-40 cm 0-20 cm 20-40 cm 0-20 cm 20-40 cm
0 tahun :
Surya Panel 7 19.30 25.14 0.58 3.51 0.18 0.40 3 3.51
5 tahun :
Surya Panel 7
30.65 29.35 2.91 1.05 0.14 0.03 6.64 4.33
(lereng atas)
Surya Panel 7
25.29 22.65 2.15 0.95 1.25 0.20 4.59 4.67
(lereng tengah)
Surya Panel 7
29.41 27.43 0.73 1.13 0.58 1.29 4.93 3.34
(lereng bawah)
9 tahun :
H East (lereng atas) 26.21 25.83 1.10 0.68 1.69 1.61 4.76 4.42
H East (lereng tengah) 27.83 30.98 0.59 0.49 1.11 0.65 5.87 6.47
H East (lereng bawah) 19.72 23.32 0.80 0.23 3.60 1.04 5.06 5.23
13 tahun :
Gajah Hitan
27.94 24.70 1.27 0.47 1.53 0.81 6.9 6.47
(lereng atas)
Gajah Hitan
27.88 28.56 1.29 0.30 0.76 0.23 6.46 6.47
(lereng tengah)
Gajah Hitan
28.97 30.07 0.94 1.11 2.34 1.68 5.87 4.71
(lereng bawah)
Hutan Asli 25.14 19.47 0.92 1.23 11.45 4.59 5.23 6.64

Populasi total mikrob dan fungi, dan respirasi tanah pada lahan reklamasi bekas
tambang batubara disajikan pada Tabel 6. Lapisan atas (0-20 cm) memiliki populasi
mikrob dan fungi lebih tinggi dibandingkan lapisan bawahnya (20-40 cm). Hal ini
dikarenakan lapisan tanah bagian atas lebih lembab dibandingkan lapisan bawahnya jika
dilihat dari kadar air tanahnya. Lapisan bawah (umur reklamasi 0 tahun) memiliki
populasi lebih tinggi dibandingkan lapisan atasnya, karena kadar air tanah lapisan atas
lebih rendah dibandingkan kadar air lapisan bawah yaitu akibat dari minimnya vegetasi
penutup lahan sehingga menyebabkan suhu tanah menjadi lebih panas dibandingkan
lapisan bawahnya.
Populasi mikrob tertinggi terdapat pada umur reklamasi 0 tahun kedalaman
lapisan tanah 20-40 cm. Hal ini dikarenakan pada umur reklamasi 0 tahun mikrob tanah
yang ikut terbawa saat tanah (top soil) dijadikan bahan urugan masih memiliki cadangan
makanan. Bila dibandingkan dengan umur reklamasi 0 tahun, umur reklamasi 5, 9, dan
13 tahun memiliki populasi mikrob yang rendah karena adanya adaptasi lingkungan
baru. Jumlah populasi yang terhitung merupakan jumlah total mikrob yang mampu
bertahan pada lahan reklamasi setelah beradaptasi dengan indigeneous microbe yang
terdapat pada lahan tambang. Populasi total fungi tertinggi terdapat pada profil hutan
asli sebesar 1.145x 105 SPK/g BKM. Hal ini terjadi karena fungi memerlukan fase
adaptasi lebih lama dibandingkan mikrob terhadap lingkungan barunya
Respirasi tanah pada lahan reklamasi bekas tambang batubara (Tabel 6) pada
umumnya lapisan atas (0-20 cm) memiliki jumlah CO2 yang lebih tinggi dibandingkan
lapisan bawahnya (20-40 cm). Hal ini dikarenakan lapisan tanah bagian atas lebih
banyak mengandung bahan organik yang dapat meningkatkan jumlah mikrob dalam
tanah. Tetapi pada tanah umur reklamasi 0 tahun lapisan bawah (20-40 cm) jumlah CO2
yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan lapisan atas (0-20 cm). Hal ini disebabkan
karena terjadi pencampuran antara top soil dengan overbuden yang diduga lapisan
overbuden bagian bawah menjadi berada di bagian atas, sehingga kandungan bahan
organik di lapisan bawah lebih tinggi daripada lapisan atas, dimana jumlah mikrob tanah
lebih banyak pada lapisan bawah.
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Kegiatan reklamasi dan peningkatan umur reklamasi mempengaruhi
perkembangan tanah dilihat dari sifat morfologi, fisik, kimia, dan biologi
tanah.
2. Peningkatan umur reklamasi menyebabkan perubahan pada sifat morfologi
tanah terutama pada lapisan atas. Perubahan sifat morfologi yang paling
dipengaruhi oleh peningkatan umur reklamasi adalah warna tanah dan batas
antar lapisan terutama pada tanah lapisan teratas akibat pengaruh penambahan
bahan organik.
3. Peningkatan umur reklamasi menyebabkan perubahan pada sifat fisik tanah,
yaitu peningkatan permeabilitas dan stabilitas agregat tanah, tetapi belum
mempengaruhi bobot isi tanah.
4. Peningkatan umur reklamasi mempengaruhi sifat kimia tanah, hal ini terlihat
dengan adanya peningkatan kandungan C-organik, N-total, Ca-dd, dan Mg-dd
pada tanah lapisan atas.
5. Perubahan sifat biologi terjadi sampai lahan reklamasi berumur 5 tahun
dimana pada tahun ke-5 mempunyai kepadatan individu, indeks keragaman
dan biomassa tertinggi.

6.2 Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut pengamatan sifat morfologi, fisik, kimia, dan
biologi tanah pada setiap umur reklamasi yang digunakan pada penelitian ini secara
teratur dengan interval waktu tertentu untuk memantau perkembangan sifat-sifat tanah
pada masing-masing umur reklamasi. Perlu dilakukan pengamatan setiap tahun secara
intensif sehingga mengetahui perkembangan secara detail.
DAFTAR PUSTAKA

Anas. I. 1990. Penuntun Praktikum Metode Penelitian Cacing Tanah dan Nematoda.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi dan Pusat
Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Annisa, R.A. 2010. Hubungan Morfologi Tanah Bekas Tambang Batubara dengan
Beberapa Sifat Kimia, Fisik dan Biologi Tanah di PT. Kaltim Prima Coal.
Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian.
IPB. Bogor

Arsyad, S., N. Sinukaban, dan S. Sukmana. 1975. Fisika Tanah. IPB. Bogor.
th
Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirley R. D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4
Edition. John Wiley and Sons Inc. New York. 349-588 p.

Bohn, H.L., B.L. McNeal, and G.A. Connor. 1979. Soil Chemistry. John Wiley & sons,
Toronto Canada

Borror, D. J., Triplehom C.A., and Jonson N. F. 1989. An Introduction to the Study of
Insect (6th ed.). Saunders College Pub. Philadelphia:

Bradshaw, A.D. and M. J. Chadwick. 1980. The Restoration of Land. Black Well
Scientific Publication. Oxford.

Buol, S.W., F.D.Hale, and R.J.McCraken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed.
The Lowa State. University Press. America

Bussler, B. H., W. R. Byrnes, P.E. Pope, and W. R. Chaney. 1984. Properties of


minesoil reclaimed for forest use. SoilScience Society of America Journal 48,
178-184.

Chu, H. P. 1949. The lecithinase of Bacillus cereus and its comparison with Clostridium
welchii a-toxin. J. Gen. Microbiol, 3, 255- 273.

Coleman, D.C., D.A. Crossley, Jr, and Hendrix, P.F. 2004. Fundamentals of Soil
Ecology 2rd ed. Elsevier Academic Press. USA.

Coyne, MS, dan JA Thompson. 2006. Math for Soil Scientist. Thomson Delmar
Learning.Clifton Park, NY.

Darwo. 2003. Respon Pertumbuhan Khaya anthoteca Dx. dan Acacia crassicarpa A.
Cunn. Ex. Benth. Terhadap Penggunaan Endomikoriza, Pupuk Kompos dan
Asam Humat pada Lahan Pasca penambangan Semen. Tesis, IPB. Bogor.
Ernawati, R. 2008. Studi Sifat-Sifat Kimia Tanah pada Tanah Timbunan Lahan Bekas
Penambangan Batubara. Jurnal Teknologi Technoscientia. Vol.1 No.1 Agustus
2008. ISSN: 1979-8415

Foth, H.D., and L.M. Turk. 1972. Fundamentals of Soil Science. 5th ed. John wiley &
Son, Inc. New York.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, Go Ban Hong, N. H.


Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. 488 p.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.

Hilllel, D. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academy Press. Inc.New York.

Jenny, H. 1941. Factors of Soil Formation. A System of Quantitative Pedology.


McGraw Hill Book Company. New York. 281 pp.

Jones, U. S. 1979. Fertilizer and Soil Fertility. Resturn publ. Co. Inc. Virginia.

Kaltim Prima Coal, PT. 2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan PT Kaltim Prima
Coal untuk Kegiatan Peningkatan Kapasitas Produksi Batubara. PT Kaltim
Prima Coal. Jakarta.

Killham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press. Cambridge.

Kohnke. 1986. Soil Physics. MC Graw Hill, Inc., New York. 395 p.

Kunu, F.M. 2009. Keragaman dan Kepadatan Populasi Fauna Tanah pada Areal
Pertanaman Tebu Transgenik PS IPB di Kebun Penelitian PG.Jatiroto, Jawa
Timur. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.

Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi rehabilitasi dan reklamasi
lahan. dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian
Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbangtanak. Bogor. pp. 147-182

Lavelle, P. 1996. Diversity of Soil Fauna and Ecosystem Function. Biology


International, 23 : 3-16

Lugo, A.E. 1997. The Apparent Paradox of Reestablishing Species Richnees on


Degradedland with Tree Monocultures. Forest Ecology Management; p: 9-19

Ma’shum, J. Soedarsono dan L. Endang. 2003. Biologi Tanah. Bagpro Peningkatan


Kualitas SDM, Direktorat Jenderak Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Mercianto, Y., Yayuk R. S. dan Dedy D. 1997. Perbandingan Populasi Serangga Tanah
pada Tiga Keanekaragaman Tegakan Dipterocarpaceae. Prosiding Seminar
Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI. Perhimpunan Biologi Indonesia
Cabang Jakarta. Depok. Hal : 86-89.

Mohr, E. C. J., and F. A. Van Baren, 1959. Tropical Soils. N.V. Uitgeverij W. van
Hoeve The Hague. Holland.

Munawar, A. 1997. Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara di Bengkulu dengan


Revegetasi dan Pengaruhnya Terhadap Kesuburan Tanah. Laporan penelitian,
Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu, Bengkulu

Pierre, W. H. 1948 The phosphorus cycle and soil fertility. J. Am. Soc. Agron., 40; p: 1-
14.

Power, J.F., F. M. Sandoval, and R. E. Ries. 1977. Strip Mining Getting The Energy
While Keeping The Environtment. Crop and Soil Magazine.

Probohandono, D.L., Dja’far Shiddiq dan S. Soeprapto. 1985. Perwatakan dan PEnilaian
Tingkat perkembangan Tanah pada dua pedon latosol di Lereng Barat Gunung
Lawu. Prosiding Kongres Nasional IV HITI, Bogor. Hal: 865-883

Rachim, D. A. dan Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas


Rhizophora spp. Dan Komunitas Ceriops tagal di Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis Program Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Terjemahan


Herawati, S. UI Press. Jakarta.

Rochani, S., and D. Retno. 1997. Acid Mine Drainage : General Overview and Strategis
to Control Impacts. Indonesia Mining J. 3(2): 36-42.

Sarief, S. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung

Setiadi, Y. 1996. The Practical Application of Arbuscular Mycorhiza Fungi for


Enhancing Tree Estabilishment in Degraded Nikel Mine Site at PT. INCO,
Soroako. Makalah Presentasi di IUFRO International Symposium Accelerating
Natural Succession of Degraded Tropical Land. Washington D.C. 11-13 June,
1996. library.usu.ac.id./download/fp/hutan-delvian.pdf

Simonson, R. W.1959. Outline of a Generalized Theory of Soil Genesis. Soil Science


America Proc., 23: 152-156
Sitorus, S. R., Haridjaya, P . O., Brata, K. R., 1980. Penuntun Praktikum Fisika Tanah.
Fakultas Pertanian. IPB, Bogor

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor

Sosrodarsona, S. dan Kenaku Takeda. 1980. Hidrologi Untuk Pengairan. PT. Pradnya
Paramita. Jakarta

Subba-Rao, N.S., 1977. Soil Microorganisms and Plant Growth. Oxford and IBH
Publishing Co. Pvt. Ltd., New Delhi, India, pp: 250.

Sudirman, N. Sinukaban, H. Suwardjo, dan S. Arsyad. 1986. Pengaruh tingkat


erosi dan pengapuran terhadap produktivitas tanah. hlm 9-14 dalam
Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No. 6, 1986. Pusat PenelitianTanah.
Bogor.

Sugiyarto, M. Effendi, E. Mahajoeno, Y. Sugito, E. Handayanto, dan L. Agustina. 2007.


Preferensi Berbagai Jenis Makrofauna Tanah Terhadap Sisa Bahan Organik
Tanaman pada Intensitas Cahaya Berbeda. Biodiversitas 8 (2): 96-100.

Suhardjono, Y. R. dan Adisoemarto. 1997. Arthopoda Tanah: Artinya Bagi Tanah


Makalah pada Kongres dan Simposium Entomologi V, Bandung 24 –26 Juni
1997. Hal : 10.

Suin, N. M. 2006. Ekologi Hewan Tanah.Cetakan keempat. Penerbit Bumi Aksara.


Jakarta.

Tan, K. H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Tisdale, S. L., W. L. Nelson dan J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th ed.
Mac Millan. New Yorks

Van der Drift, J. 1951. Analysis of The Animal Community in A Beech Forest Floor,
Tijdschr. Ent. 94; p:1-68

Wahjunie, E. D. Dan K. Murtilaksono. 2004. Penuntun Praktikum Fisika Tanah.


Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Wallwork, J. B. 1970. Ecology of Soil Animals. McGraw-Hill. London

Widyastuti, R. 2004. Abundance, Biomass and Diversity of Soil Fauna at Different


Ecosystems in Jakenan, Pati Central Java. Jurnal Tanah & Lingkungan. Vol.6
No.1, April 2004; p:1-6
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sifat-sifat Morfologi Masing-masing Profil Tanah

PROFIL 1
LOKASI : Surya Panel 7 Umur 0 Tahun (lereng atas)
KOORDINAT : 00º 33’ 26.2” LU
117º 29’28.2” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : S7P1-1
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : Batuan pasir dan batu lempung
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : Kemiringan lereng 8-15 %
Kelas drainase : Run off buruk, Permeabilitas lambat
Vegetasi : Tanaman perdu (Humalantus, Makaranga), rumput (Seloria
korporescan)
Kedalaman efektif : 50 cm

Sifat-sifat morfologi tanah


Simbol Kedalaman Uraian
L1 0-15 cm Coklat kuat (7,5YR 5/6); lempung berliat, struktur
gumpal membulat, sedang, lemah; tidak lekat (basah),
teguh (lembab); baur terputus; pH4
L2 15-45 cm Coklat kuat (7,5YR 5/6); lempung berliat, struktur
gumpal membulat, sedang, lemah; tidak lekat (basah),
teguh (lembab); baur terputus; pH4
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 0 tahun pada Lereng Atas


(Lokasi di Surya Panel 7)
PROFIL 2
LOKASI : Surya Panel 7 Umur 5 Tahun (lereng atas)
KOORDINAT : 00º 33’ 23.3” LU
117º 29’ 14.1” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : S7P1-2
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : Batuan sedimen
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 16 %
Kelas drainase : Run off baik, permeabilitas sedang
Vegetasi : Tanaman perdu (Casia ciamea) dan tanaman penutup (Signal
Grezz)
Kedalaman efektif : 50 cm
Sifat-sifat morfologi tanah
Simbol Kedalaman Uraian
(10YR 4/6); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L1 0-12 cm halus, lemah; lekat (basah), gembur (lembab); sangat jelas
lurus; pH4; perakaran halus banyak
(10YR 5/8); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L2 12-26 cm sedang, lemah; agak lekat (basah), teguh (lembab); jelas
bergelombang; pH4
(10YR 5/8); lempung liat berpasir, struktur gumpal
membulat, halus, sedang; lekat (basah), sangat gembur
L3 26-42 cm
(lembab); jelas bergelombang; Ph4; perakaran kasar dan
halus sedang
(7.5YR 5/8); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L4 42-50 cm sedang, lemah; sangat lekat (basah), gembur (lembab);
jelas tidak teratur; Ph4; perakaran kasar sedang
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 5 tahun pada Lereng Atas


(Lokasi di Surya Panel 7)
PROFIL 3
LOKASI : Surya Panel 7 Umur 5 Tahun (lereng tengah)
KOORDINAT : 00º 33’ 23.3” LU
117º 29’ 14.2” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : S7P2-3
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : Batuan sedimen
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 17 %
Kelas drainase : Run off baik, permeabilitas sedang
Vegetasi : Tanaman perdu (pakis) dan tanaman penutup (Signal grezz)
Kedalaman efektif : 50 cm
Sifat-sifat morfologi tanah
Simbol Kedalaman Uraian
(7,5YR 4/3); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L1 0-7 cm sedang, sedang; agak lekat (basah), gembur (lembab);
sangat jelas bergelombang; pH5; perakaran halus sedang
(7,5YR 5/6); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L2 7-20 cm sedang, sedang; agak lekat (basah), teguh (lembab);
berangsur bergelombang; pH5
(10YR 3/1); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
sedang, sedang; agak lekat (basah), gembur (lembab);
L3 20-30 cm
jelas bergelombang; Ph6; perakaran kasar dan halus
sedang
(10YR 5/8); lempung liat berdebu, struktur gumpal
membulat, sedang, sedang; sangat lekat (basah), teguh
L4 30-50 cm
(lembab); berangsur bergelombang; Ph5; perakaran kasar
sedang
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 5 tahun pada Lereng Tengah


(Lokasi di Surya Panel 7)
PROFIL 4
LOKASI : Surya Panel 7 Umur 5 Tahun (lereng bawah)
KOORDINAT : 00º 33’ 23.2” LU
117º 29’ 13.9” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : S7P3-4
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : Batu Sedimen
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 12 %
Kelas drainase : Run off baik sekali, permeabilitas sedang
Vegetasi : Tanaman perdu (pakis) dan tanaman penutup (Signal Grezz)
Kedalaman efektif : 50 cm
Sifat-sifat morfologi tanah
Simbol Kedalaman Uraian
(10YR 3/3); lempung liat berpasir, struktur gumpal
membulat, sedang, sedang; tidak lekat (basah), teguh
L1 0-5 cm
(lembab); jelas bergelombang; pH5; perakaran halus
banyak
(10YR 6/6); lempung liat berpasir, struktur gumpal
membulat, sedang, sedang; lekat (basah), sangat gembur
L2 5-25 cm
(lembab); jelas bergelombang; pH5; perakaran besar
banyak
(10YR 5/8); lempung liat berpasir, struktur gumpal
L3 25-45 cm membulat, sedang, lemah; sangat lekat (basah), gembur
(lembab); jelas tidak teratur; Ph4
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 5 tahun pada Lereng Bawah


(Lokasi di Surya Panel 7)
PROFIL 5
LOKASI : H East Umur 9 Tahun (lereng atas)
KOORDINAT : 00º 33’ 47.2” LU
117º 30’ 18.7” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : HEP1-5
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : Batu Sedimen
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 32 %
Kelas drainase : Run off sedang, permeabilitas sedang
Vegetasi : pepohonan, tanaman perdu (Melastoma sp.) dan tanaman
rumput
Kedalaman efektif : 50 cm
Sifat-sifat morfologi tanah
Simbol Kedalaman Uraian
(10YR 3/6); lempung, struktur gumpal membulat, halus,
L1 0-5 cm sedang; agak lekat (basah), teguh (lembab); sangat jelas
lurus; pH4; perakaran halus sedang dan kasar sedikit
(10YR 5/6); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L2 5-32 cm halus, sedang; agak lekat (basah), teguh (lembab); jelas
lurus; pH4; parakaran halus sedang
(10YR 5/8); lempung liat berpasir, struktur gumpal
L3 32-40 cm membulat, sedang, sedang; agak lekat (basah), teguh
(lembab); jelas terputus; Ph5
(10YR 4/6); lempung liat berpasir, struktur gumpal
L4 40-50 cm membulat, sedang, sedang; agak lekat (basah), teguh
(lembab); baur terputus; Ph5
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 9 tahun pada Lereng Atas


(Lokasi di Hatari East)
PROFIL 6
LOKASI : H East Umur 9 Tahun (lereng tengah)
KOORDINAT : 00º 33’ 47.1” LU
117º 30’ 18.0” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : HEP2-6
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : Batu Sedimen
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 20 %
Kelas drainase : Run off baik, permeabilitas sedang
Vegetasi : pepohonan, tanaman perdu,dan tanaman rumput
Kedalaman efektif : 50 cm
Sifat-sifat morfologi tanah
Simbol Kedalaman Uraian
(10YR 4/3); lempung, struktur gumpal membulat, sedang,
lemah; lekat (basah), teguh (lembab); sangat jelas
L1 0-8 cm
bergelombang; pH5; perakaran halus banyak sedang dan
kasar banyak
(7,5YR 5/8); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L2 8-27 cm sedang, lemah; agak lekat (basah), teguh (lembab); jelas
lurus; pH4; parakaran halus banyak dan kasar banyak
(7,5YR 5/6); lempung liat berpasir, struktur gumpal
L3 27-50 cm membulat, halus, sedang; agak lekat (basah), teguh
(lembab); jelas lurus; pH4; perakaran kasar sedang
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 9 tahun pada Lereng Tengah


(Lokasi di Hatari East)
PROFIL 7
LOKASI : H East Umur 9 Tahun (lereng bawah)
KOORDINAT : 00º 33’ 47.1” LU
117º 30’ 14.6” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : HEP3-7
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : batuan pasir dan batu lempung
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 13 %
Kelas drainase : Run off baik, permeabilitas sedang
Vegetasi : pepohonan, tanaman perdu,dan tanaman rumput
Kedalaman efektif : 50 cm
Sifat-sifat morfologi tanah
Simbol Kedalaman Uraian
(5YR 2,5/2); lempung berpasir, struktur gumpal
membulat, halus, lemah; agak lekat (basah), gembur
L1 0-4 cm
(lembab); sangat jelas lurus; pH5; perakaran halus sedikit
sedang dan kasar banyak
(7,5YR 5/6); lempung liat berpasir, struktur gumpal
membulat, sedang, sedang; agak lekat (basah), teguh
L2 4-26 cm
(lembab); baur bergelombang; pH5; parakaran halus
sidikit dan kasar banyak
(7,5YR 5/8); lempung liat berpasir, struktur gumpal
membulat, sedang, sedang; tidak lekat (basah), teguh
L3 26-50 cm
(lembab); baur bergelombang; pH4; perakaran kasar
sedang
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 9 tahun pada Lereng Bawah


(Lokasi di Hatari East)
PROFIL 8
LOKASI : Gajah Hitam Umur 13 Tahun (lereng atas)
KOORDINAT : 00º 33’ 26.3” LU
117º 30’ 31.0” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : GHP1-8
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : Batuan Sedimen
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 10 %
Kelas drainase : Run off baik, permeabilitas sedang
Vegetasi : pepohonan, tanaman perdu (Pakis) dan tanaman rumput
Kedalaman efektif : 50 cm
Sifat-sifat morfologi tanah
Simbol Kedalaman Uraian
(10YR 3/3); lempung liat berpasir, struktur gumpal
membulat, sedang, sedang; tidak lekat (basah), teguh
L1 0-5 cm
(lembab); berangsur bergelombang; pH5; perakaran halus
banyak dan kasar sedang
(10YR 3/3); lempung liat berpasir, struktur gumpal
L2 5-15 cm membulat, sedang, sedang; lekat (basah), sangat gembur
(lembab); jelas bergelombang; pH5
(10YR 5/8); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L3 15-25 cm sedang, sedang; lekat (basah), sangat gembur (lembab);
jelas bergelombang; pH4
(10YR 5/8); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L4 25-50 cm sedang, lemah; sangat lekat (basah), gembur (lembab);
jelas tidak teratur; pH4
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 13 tahun pada Lereng Atas


(Lokasi di Gajah Hitam)
PROFIL 9
LOKASI : Gajah Hitam Umur 13 Tahun (lereng tengah)
KOORDINAT : 00º 33’ 24.9” LU
117º 30’ 31.0” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : GHP2-9
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : Batuan Sedimen
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 10 %
Kelas drainase : Run off baik, permeabilitas sedang
Vegetasi : pepohonan, tanaman perdu (Pakis) dan tanaman rumput
Kedalaman efektif : 50 cm
Sifat-sifat morfologi tanah
Simbol Kedalaman Uraian
(10YR 4/4); lempung liat berpasir, struktur gumpal
membulat, sedang, sedang; agak lekat (basah), gembur
L1 0-9 cm
(lembab); sangat jelas bergelombang; pH4; perakaran
halus banyak dan kasar banyak
(10YR 4/6); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
sedang, sedang; agak lekat (basah), teguh (lembab); jelas
L2 9-29 cm
bergelombang; pH4; perakaran halus banyak dan kasar
banyak
(10YR 5/6); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L3 29-50 cm sedang, lemah; agak lekat (basah), teguh (lembab); jelas
bergelombang; pH5; perakaran kasar
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 13 tahun pada Lereng Tengah


(Lokasi di Gajah Hitam)
PROFIL 10
LOKASI : Gajah Hitam Umur 13 Tahun (lereng bawah)
KOORDINAT : 00º 33’ 24.6” LU
117º 30’ 30.4” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : GHP3-10
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : Batuan Sedimen
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 10 %
Kelas drainase : Run off baik, permeabilitas sedang
Vegetasi : pepohonan dan tanaman rumput
Kedalaman efektif : 50 cm

Sifat-sifat morfologi tanah


Simbol Kedalaman Uraian
(10YR 4/3); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
halus, lemah; lekat (basah), gembur (lembab); sangat
L1 0-6 cm
jelas bergelombang; pH4; perakaran halus banyak dan
kasar banyak
(10YR 4/6); lempung berliat, struktur gumpal membulat,
L2 6-23 cm sedang, sedang; agak lekat (basah), teguh (lembab); jelas
lurus; pH4; perakaran halus banyak dan kasar banyak
(10YR 5/6); lempung liat berpasir, struktur gumpal
membulat, sedang, lemah; agak lekat (basah), teguh
L3 23-50 cm
(lembab); baur bergelombang; pH4; perakaran halus
sedang dan kasar banyak
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Lahan Reklamasi Umur 13 tahun pada Lereng Bawah


(Lokasi di Gajah Hitam)
PROFIL 11
LOKASI : Hutan Asli (lereng atas)
KOORDINAT : 00º 34’ 20.2” LU
117º 27’ 29” BT
Uraian deskripsi profil
No. Lapang : DS2P1-11
Lokasi : Sangatta, Kutai Timur
Bahan induk : batuan sedimen
Fisiografi : Perbukitan
Topografi : kemiringan lereng 30 %
Kelas drainase : Run off baik, permeabilitas cepat
Vegetasi : tanaman tahunan(kopi, meranti), tanaman perdu (Pakis) dan
tanaman rumput
Kedalaman efektif : 50 cm
Sifat-sifat morfologi tanah
Simbol Kedalaman Uraian
(10YR 4/6); pasir, struktur remah, halus, lemah; agak
L1 0-15 cm lekat (basah), sangat gembur (lembab); sangat jelas lurus;
pH5; perakaran halus banyak dan kasar banyak
(10YR 5/8); lempung berpasir, struktur remah, halus,
lemah; agak lekat (basah), sangat gembur (lembab); baur
L2 15-50 cm
bergelombang; pH5; perakaran halus banyak dan kasar
banyak
Bagian Atas Profil

Penampang Profil Sketsa Profil

Gambar Hutan Asli pada Lereng Bawah


(Lokasi di Hutan Asli)
Lampiran 2. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah Lahan Bekas Tambang Batubara di
Lokasi Studi

Stabilitas Agregat
Permeabilitas Tekstur
(0-20 cm)
Tahun Lokasi Kedal-aman
Bobot Isi Kedal-
Reklamasi (Lereng) (cm) Kedal-aman Nilai % % %
(g/cm3) Kriteria ISA* Kriteria aman
(cm) (cm/jam) Pasir Debu Liat
(cm)
0-5 1.52 Sangat
5 - 10 0.00 0 – 15 15.12 37.26 47.62
Surya 5-10 1.33 Lambat Tidak
0 22.5
Panel 7 10-15 1.34 Sangat Stabil
15 - 20 0.11 16 – 45 14.70 42.43 42.86
15-20 1.39 Lambat
0-5 1.20 Sangat 0 – 12 15.45 45.09 39.45
Surya 5 - 10 0.02
5-10 1.25 Lambat Kurang 13– 26 17.53 45.66 36.81
5 Panel 7 42.2
10-15 1.39 Agak Stabil 27 – 42 17.93 47.35 34.70
(Atas) 15 - 20 0.61
15-20 1.37 Lambat 43- 50 18.68 42.45 38.87
0-5 1.34 Agak 0–7 17.85 39.01 43.13
Surya 5 - 10 11.68
5-10 1.35 Cepat Kurang 8– 20 17.74 45.30 36.96
5 Panel 7 44.4
10-15 1.41 Sangat Stabil 21 – 30 15.84 42.53 51.63
(Tengah) 15 - 20 0.00
15-20 1.44 Lambat 31 – 50 16.5 49.43 34.51
0-5 1.41 Sangat 0–5 21.17 43.25 35.57
Surya 5-10 0.00
5-10 1.48 Lambat Tidak 6– 25 10.68 32.50 56.81
5 Panel 7 25.9
10-15 1.44 Stabil 26 – 45 7.92 29.85 62.22
(Bawah) 15 - 20 14.25 Cepat
15-20 1.38
0-5 1.25 Agak 0–5 30.87 34.48 34.65
5-10 1.76
H East 5-10 1.44 Lambat 6– 32 23.06 30.81 46.13
9 78.9 Stabil
(Atas) 10-15 1.40 Sangat 33– 40 17.66 39.57 42.75
15 - 20 0.03
15-20 1.44 Lambat 41 – 50 17.42 49.91 37.66
0-5 1.66 Agak 0–8 21.60 49.00 29.40
5-10 1.21
H East 5-10 1.72 Lambat Kurang 9 – 27 15.48 47.27 37.25
9 48.5
(Tengah) 10-15 1.64 Sangat Stabil 28 – 50 14.65 44.69 40.66
15 - 20 0.05
15-20 1.64 Lambat
0-5 1.34 0–4 47.31 24.67 28.02
5-10 4.68 Sedang
H East 5-10 1.41 Agak 5– 26 43.41 21.82 34.76
9 52.1
(Bawah) 10-15 1.56 Agak Stabil 27 – 50 39.41 25.35 35.23
15 - 20 1.79
15-20 1.55 Lambat
0-5 1.57 0–5 36.38 35.07 28.54
Gajah 5-10 2.12 Sedang
5-10 1.62 6 – 15 26.52 32.44 41.03
13 Hitam 79.3 Stabil
10-15 1.62 16 – 25 22.16 38.5 39.79
(Atas) 15 - 20 2.93 Sedang
15-20 1.59 26 – 50 22.31 37.75 39.94
0-5 1.35 Agak 0–9 18.52 36.21 45.26
Gajah 5-10 6.79
5-10 1.44 Cepat Agak 10 – 29 10.61 30.08 59.30
13 Hitam 53.7
10-15 1.45 Agak Stabil 30 – 50 10.93 49.53 39.53
(Tengah) 15 - 20 0.01
15-20 1.43 Lambat
0-5 1.50 0–6 24.18 33.11 42.70
Gajah 5-10 3.04 Sedang
5-10 1.54 Agak 7 – 23 24.18 33.52 42.29
13 Hitam 52.0
10-15 1.57 Sangat Stabil 24 – 50 29.46 33.20 37.33
(Bawah) 15 - 20 0.12
15-20 1.65 Lambat
0-5 1,561 0.35 Lambat
5-10 0 - 15 65.12 14.84 20.03
5-10 1,605 Kurang
Hutan Hutan 48.80
10-15 1,705 Sangat Stabil
15 - 20 0.12 16 - 50 51.02 20.72 28.25
15-20 1,609 Lambat
78

Lampiran 3. Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Bekas Tambang Batubara di Lokasi Studi

Kedalaman KA pH C- N S P P N NH4OAc pH 7.0


Umur Reklamasi Lokasi KB Al H
(cm) (%) 1:1 org total total total tersedia Ca Mg K Na KTK
(tahun) (Lereng) (%)
H2 O …….%........ …...ppm… ……me/100g……. me/100g
0 – 15 2.65 3.6 3.03 0.08 0.02 298.9 1.19 1.09 3.20 0.41 1.08 9.90 58 4.7 0.18
0 Surya Panel 7 (Mulai Reklamasi)
16 – 45 2.78 5.1 3.51 0.08 0.15 328.1 3.57 2.47 7.50 2.17 4.41 8.13 >100 0.1 0.07
0 – 12 2.9 4.0 4.23 0.14 0.01 312.4 1.67 2.3 5.96 0.73 0.9 13.79 72 1.2 0.18
13– 26 2.96 3.9 1.44 0.07 0.01 418.0 1.43 1.5 5.12 1.66 1.03 10.61 88 6.2 0.02
5 Surya Panel 7 (Atas)
27 – 42 2.96 3.9 1.36 0.06 0.01 393.3 1.51 1.5 5.15 0.39 0.63 12.02 64 6.1 0.1
43- 50 2.53 3.9 1.52 0.06 0 373.0 1.27 1.48 4.9 1.97 1.19 12.02 79 5.2 0.04
0–7 2.78 4.3 6.54 0.16 0 301.1 1.9 2.83 6.66 1.34 0.89 11.67 100 0.9 0
8– 20 2.33 4.2 2.15 0.07 0.01 368.5 2.7 1.79 6.83 0.48 0.61 8.84 >100 1.6 0.03
5 Surya Panel 7 (Tengah)
21 – 30 2.79 5.8 5.03 0.08 0.02 175.3 1.03 2.34 9.16 2.42 1.19 9.19 >100 0.2 0.01
31 – 50 2.52 4.4 1.76 0.06 0.01 355.1 1.03 2.24 7.33 1.78 0.68 11.67 >100 0.9 Tr
0–5 2.72 4.5 8.54 0.16 0.01 289.9 0.79 2.32 6.10 0.59 0.44 8.84 >100 0.3 0.02
5 Surya Panel 7 (Bawah) 6– 25 2.59 4.1 2.39 0.08 0.01 321.4 0.63 1.70 8.00 2.04 1.07 13.44 95 1.8 Tr
26 – 45 2.39 3.9 2 0.06 0.01 249.4 0.48 1.50 6.28 1.01 0.8 11.32 85 2.5 0.06
0–5 2.52 4.0 4.87 0.13 0.00 334.8 0.95 2.04 3.35 0.81 0.41 10.61 62 3.4 Tr
H East 6– 32 2.52 3.5 1.52 0.05 0.01 312.4 1.19 0.25 1.45 0.67 0.82 10.61 31 5 0.40
9
(Atas) 33– 40 2.44 3.6 1.60 0.05 0.01 325.8 1.27 0.30 1.83 1.53 0.81 11.67 38 5.8 0.29
41 – 50 2.2 3.6 2.15 0.06 0.01 310.1 1.27 0.31 2.00 0.31 0.21 12.38 23 6.3 0.03
0–8 2.73 4.2 6.54 0.16 0.01 382.0 0.63 2.57 5.07 0.5 0.3 10.25 82 0.8 0.02
H East
9 9 – 27 2.27 3.9 1.36 0.07 0.01 400.0 2.30 1.81 2.95 0.38 0.25 11.32 48 4.6 0.02
(Tengah)
28 – 50 2.35 3.9 1.28 0.08 0.01 361.8 2.22 0.99 2.5 0.35 0.21 11.67 31 5.8 0.08
0–5 1.55 4.8 2.23 0.11 0.01 244.9 0.56 1.50 3.27 0.46 0.28 9.55 57 1.2 Tr
9 H East 6 – 15 1.6 4.2 0.72 0.04 0.01 233.7 0.56 0.49 1.50 0.32 0.22 7.07 36 4.1 0.09
(Bawah) 16 – 25 1.55 3.8 1.20 0.04 0.01 220.2 0.40 1.50 2.73 0.29 0.2 9.9 48 4.3 0.07
26 – 50 1.93 4.2 3.51 0.14 0.01 40.5 0.79 0.95 2.45 0.27 0.19 7.78 50 1.2 0.03
Gajah Hitam 0–4 2.5 3.7 1.44 0.5 0.01 251.7 0.95 0.48 1.45 0.27 0.21 10.61 23 5.3 0.02
13
(Atas) 5– 26 2.23 3.7 1.36 0.06 0.01 262.9 0.87 0.33 1.20 0.25 0.21 10.25 20 5.4 0.09
27 – 50 2.12 3.5 1.52 0.5 0.01 269.7 0.95 0.29 1.80 0.23 0.21 10.96 23 5.4 0.5
0-9 3.04 3.6 3.83 0.19 0.02 283.2 0.95 1.60 2.10 0.38 0.30 14.50 30 4.9 0.08
Gajah Hitam
13 10-29 3.03 3.4 2.23 0.08 0.04 276.4 0.79 0.68 1.15 0.24 0.20 10.61 21 8.3 0.21
(Tengah)
30- 50 2.87 3.4 2.55 0.07 0.03 287.6 0.4 0.56 1.13 0.32 0.27 13.08 17 8.2 0.16
0-6 2.69 3.7 2.87 0.15 0.01 303.4 0.48 1.10 1.78 0.27 0.26 11.32 30 4.6 0.02
Gajah Hitam
13 7-23 1.98 3.5 1.44 0.5 0.01 242.7 1.03 0.52 1.02 0.28 0.28 12.02 17 6.1 0.10
(Bawah)
24- 50 1.63 3.5 0.88 0.03 0.01 238.2 2.62 0.4 0.63 0.14 0.18 8.13 17 6.8 Tr
0 - 15 1.2 4.1 2.31 0.10 0.01 173.0 1.27 1.91 2.40 0.28 0.23 10.25 47 0.4 0.01
Hutan
16 - 50 1.42 3.5 0.96 0.03 0.01 159.6 0.50 0.40 0.57 0.14 0.16 7.78 16 4.2 Tr
Lampiran 4. Referensi Berat Kering Individu Fauna Tanah
No Taksa Berat kering (mg) Referensi
1 Acari : Oribatida 0.0011 Edwards (1967)
Lainnya 0.0045 Edwards (1967)
2 Collembola :
Hypogastruridae 0.0056 Edwards (1967)
Onchiuridae 0.0114 Edwards (1967)
Isotomidae 0.0044 Edwards (1967)
Entomobrydae 0.0084 Edwards (1967)
Sminthuridae 0.0023 Edwards (1967)
Poduridae 0.0023 Edwards (1967)
Neelidae 0.0023 Edwards (1967)
3 Protura 0.0004 Hanagarth et al. (1999)
4 Symphyla 0.0800 Hanagarth et al. (1999)
5 Aranae (laba-laba) 0.5724 Hanagarth et al. (1999)
6 Coleoptera :
Carabidae 0.9128 Hanagarth et al. (1999)
Staphylinidae 0.3160 Hanagarth et al. (1999)
Lainnya 0.8689 Hanagarth et al. (1999)
Coleoptera (larva) 0.9894 Hanagarth et al. (1999)
7 Diptera 0.4490 Edwards (1967)
Diptera (larva) 0.8000 Hanagarth et al. (1999)
8 Chilopoda 0.0521 Hanagarth et al. (1999)
9 Diplopoda 0.9405 Hanagarth et al. (1999)
10 Diplura 0.0200 Hanagarth et al. (1999)
11 Hemiptera 0.3360 Hanagarth et al. (1999)
12 Homoptera 0.9010 Hanagarth et al. (1999)
13 Hymenoptera :
Formicidae 0.5000 Petersen dan Luxton (1982)
Lainnya 0.5000 Petersen dan Luxton (1982)
14 Isopoda 0.1130 Hanagarth et al. (1999)
15 Isoptera 0.6000 Petersen dan Luxton (1982)
16 Lepidoptera (larva) 1.9800 Hanagarth et al. (1999)
17 Oligochaeta :
Earthworms 21.0000 Petersen dan Luxton (1982)
Enchytraeids 0.0320 Petersen dan Luxton (1982)
Orthoptera 0.0100 Hanagarth et al. (1999)
18 Pseudoscorpiones 0.1587 Hanagarth et al. (1999)
19 Psocoptera 0.2777 Edwards (1967)
20 Thysanoptera 0.0200 Hanagarth et al. (1999)
21 Trichoptera 0.2200 Hanagarth et al. (1999)
Sumber : Widyastuti, 2004

Anda mungkin juga menyukai