Limbah B3
Limbah B3
PENDAHULUAN
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau
membahayakan kesehatan manusia
Definisi lain dari limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.18/1999 ialah “Limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain”.
Dampak pengelolaan B3 yang tidak ditangani dengan baik dapat berupa keracunan, penyakit
akibat kerja, kerusakan/pencemaran lingkungan, kerugian materi, dan bahkan bisa menimbulkan
korban jiwa. Bagi Anda, pekerja industri yang menggunakan atau menghasilkan B3 tentu tidak
lepas dari bahaya bahan tersebut.
Oleh karena itu, manajemen atau pengelolaan B3 dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan aspek yang sangat penting dalam sebuah industri. Pengelolaan B3 adalah kegiatan
yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan, dan/atau membuang
B3.
https://www.kompasiana.com/arif.rachman/551b496c813311687f9de5fc/pengolahan-limbah-b3-
bahan-berbahaya-dan-beracun
BAB II
PEMBAHASAAN
Pengertian Limbah B3
Bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan/atau konsentrasinya
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
PP No 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Banyak terjadi kecelakaan dalam industri diakibatkan karena ketidaktahuan pekerja dalam
mengelola B3 dengan benar. Kecelakaan yang berhubungan dengan B3 sering kali melibatkan
tiga komponen, yakni manusia, prosedur/metode kerja, dan peralatan/bahan.
Sikap dan tingkah laku pekerja menjadi faktor penyebab kecelakaan kerja tertinggi, hal ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan/keterampilan pekerja, lalai dalam bekerja, tidak
melaksanakan prosedur kerja sesuai petunjuk yang diberikan atau tidak disiplin menaati
peraturan K3 termasuk pemakaian alat pelindung diri.
Mengingat faktor terbesar penyebab kecelakaan kerja adalah faktor manusia, maka upaya
meningkatkan K3 dalam pengelolaan B3 perlu dilakukan, dari hampir 100.000 bahan kimia yang
digunakan dalam industri, hanya kira-kira 15 persen bahan kimia yang telah diketahui secara
pasti bahayanya bagi manusia. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki.
Bagi mereka yang bekerja dalam industri yang menggunakan atau menghasilkan B3, mereka
tidak lepas dari bahaya bahan-bahan kimia tersebut. Segala upaya harus dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan sama sekali bahaya tersebut.
Hal ini dikarenakan pada kondisi kerja yang sehat dan aman bebas dari bahaya kecelakaan,
seorang pekerja dapat bekerja dengan aman, sehat, dan selamat
Tata Cara Pengelolaan B3 yang Benar Sesuai Regulasi Nasional
Bagaimana melakukan pengelolaan B3 agar efisien, aman, dan selamat? Sesuai PP No.74 Tahun
2001, ada beberapa poin penting yang sebaiknya pengusaha dan/atau pekerja perhatikan saat
mengelola B3 di tempat kerja.
Registrasi merupakan langkah awal dalam pengelolaan B3. Menurut regulasi, setiap penghasil
dan/atau pengimpor B3 wajib melakukan registrasi B3 yang dihasilkan dan/atau diimpor
untuk pertama kalinya.
Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap B3 yang ada di Indonesia.
Registrasi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah B3 yang beredar di Indonesia agar dapat
dilakukan pengawasan dari awal sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan makhluk hidup lainnya.
Proses registrasi B3 ini harus melalui beberapa tahapan, mulai dari persiapan, verifikasi
permohonan, pembayaran, validasi permohonan, hingga akhirnya diterbitkan surat registrasi
B3.
Sementara notifikasi B3, terbagi menjadi dua, yakni notifikasi ekspor dan notifikasi impor.
Setiap orang yang memasukkan B3 ke dalam (impor) atau mengeluarkan B3 (ekspor) dari
Indonesia wajib mengajukan permohonan notifikasi B3 kepada pihak yang berwenang.
Seluruh tahapan registrasi dan notifikasi B3 ini sudah diatur dalam Permen LHK No.P.36 Tahun
2017 tentang Tata Cara Registrasi dan Notifikasi B3.
Notifikasi Ekspor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara pengekspor
ke otoritas negara penerima dan negara transit apabila akan dilaksanakan perpindahan
lintas batas B3 yang terbatas dipergunakan.
Notifikasi Impor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara pengekspor
apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas untuk B3 yang terbatas dipergunakan
dan/atau yang pertama kali diimpor.
2. Kewajiban Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) atau Material Safety Data Sheet
(MSDS)
LDKB atau MSDS adalah lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia meliputi sifat
fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakan khusus dalam
keadaan darurat, dan informasi lain yang diperlukan.
Sesuai regulasi B3, setiap orang yang memproduksi B3 wajib membuat MSDS. Dalam
Hazard Communication Standard 29 CFR 1910.1200, Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) juga menyatakan bahwa yang bertanggung jawab membuat MSDS
adalah pihak manufaktur yang memproduksi bahan kimia berbahaya.
Semua pihak-pihak yang berkaitan dengan aliran distribusi bahan kimia tersebut juga
bertanggung jawab menyampaikan MSDS sampai pada pengguna, di antaranya penanggung
jawab pengangkutan, penyimpanan, dan pengedaran B3 wajib menyertakan MSDS yang telah
dibuat produsen.
Merek dagang
Rumus kimia B3
Jenis B3
Klasifikasi B3
Teknik penyimpanan
Tata cara penanganan bila terjadi kecelakaan.
3. Pengangkutan B3
Pengangkutan perlu dilaksanakan dengan tertib dan terkontrol agar tidak membahayakan
manusia maupun lingkungan. Ruang lingkup pengaturan pengangkutan B3 meliputi:
Tidak melalui daerah padat penduduk, terowongan dan jalan yang sempit (kecuali
disertai pengawalan petugas yang berwenang)
Tidak melalui tanjakan dan belokan yang membahayakan atau tidak memungkinkan
dilalui kendaraan pengangkut bahan berbahaya
Titik rawan sepanjang lintasan, seperti daerah kemacetan lalu lintas, tempat
penyimpanan bahan berbahaya, depot bahan bakar, jalur listrik tegangan tinggi dll.
1. Curah
Pengangkutan B3 dilakukan dengan:
2. Non-Curah
Pengangkutan B3 dilakukan dengan:
Kemasan dalam (inside container) yang digabung dengan kemasan luar (outside
container
Kemasan dengan berbagai bentuk, seperti botol, drum, jeriken, tong, kantong,
kotak/peti dan kemasan gabungan.
Sedangkan untuk B3 yang dikemas dalam jenis botol atau kemasan kecil lainnya, dapat
diangkut dengan menggunakan kendaraan pengangkut biasa sepanjang keamanan B3
dapat terjamin selama dalam perjalanan.
3. Pengemasan B3
Setiap B3 yang dihasilkan, diangkut, diedarkan, disimpan wajib dikemas sesuai dengan
klasifikasinya. Setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan label serta dilengkapi dengan
MSDS.
Pemberian simbol dan label sangat penting untuk mengetahui klasifikasi B3 sehingga
pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik guna mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan
dari B3. Tata cara pemberian simbol dan label sudah diatur dalam Permen LH No. 3 tahun
2008.
Bagaimana jika kemasan B3 mengalami kerusakan? Dalam hal kemasan B3 yang mengalami
kerusakan untuk:
B3 yang masih dapat dikemas ulang, pengemasannya wajib dilakukan oleh pengedar
B3 yang tidak dapat dikemas ulang dan dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan dan/atau keselamatan manusia, maka pengedar wajib melakukan
penanggulangannya.
Dalam hal simbol dan label yang mengalami kerusakan juga wajib diberikan simbol dan
label yang baru.
4. Penyimpanan B3
Sama halnya dengan kemasan, setiap tempat penyimpanan B3 juga wajib diberikan simbol
dan label. Tempat penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan adalah sesuatu tempat
tersendiri yang dirancang sesuai dengan karakteristik B3 yang disimpan. Misalnya, B3 yang
reaktif (reduktor kuat) tidak dapat dicampur dengan asam mineral pengoksidasi karena dapat
menimbulkan panas, gas beracun, dan api.
Tempat penyimpanan B3 juga harus dapat menampung jumlah B3 yang akan disimpan.
Misalnya suatu kegiatan industri yang menghasilkan B3 harus menyimpan B3 di tempat
penyimpanan B3 yang memiliki kapasitas yang sesuai dengan B3 yang akan disimpan dan
memenuhi persyaratan teknis kesehatan dan perlindungan lingkungan.
Lokasi
Konstruksi bangunan.
Hingga saat ini, peraturan yang mengatur tentang penyimpanan B3 memang belum ada.
Sementara kriteria persyaratan penyimpanan B3 mengacu pada MSDS. Pengelolaan tempat
penyimpanan B3 wajib dilengkapi dengan sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan
B3.
Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib menjaga keselamatan dan
kesehatan kerja. Kewajiban tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan K3 yang berlaku.
Dalam hal terjadi kecelakaan dan/atau keadaan darurat yang diakibatkan B3, maka setiap
orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib melaksanakan langkah-langkah:
Mengacu pada Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, sarana keselamatan B3 yang harus disiapkan yaitu:
1. Terpisah dengan bahan bukan B3 artinya harus disimpan pada lemari tersendiri khusus
B3
2. Memiliki daftar atau inventarisasi B3 yang disimpan
3. Tersedia Material Safety Data Sheet (MSDS) atau Lembar Data Pengaman (LDP) yang
merupakan lembar petunjuk yang berisi informasi B3 mengenai sifat fisika B3, sifat
kimia, cara penyimpanan, jenis bahaya, cara penanganan, tindakan khusus dalam keadaan
darurat, cara pengelolaan limbah B3 dan sebagainya.
4. Terdapat safety shower, eye washer/alternatif eyewasher
5. APD sesuai resiko bahaya
6. Spill Kit untuk menangani tumpahan B3
7. Terdapat rambu dan simbol B3 untuk menunjukkan klasifikasi B3.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar
atau dibuang ke lingkungan , karena mengandung bahan yang dapat membahayakan
manusia dan makhluk hidup lain. Limbah ini memerlukan cara penanganan yang lebih
khusus dibanding limbah yang bukan B3. Limbah B3 perlu diolah, baik secara fisik,
biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak berbahaya atau berkurang daya racunnya.
Setelah diolah limbah B3 masih memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk
mencegah resiko terjadi pencemaran. Beberapa metode penanganan limbah B3 yang
umumnya diterapkan adalah sebagai berikut.
Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi. Proses
pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umumnya dilakukan adalah stabilisasi/
solidifikasi . stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan bentuk fisik dan sifat kimia dengan
menambahkan bahan peningkat atau senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil atau
membatasi pelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang. Contoh
bahan yang dapat digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2),
dan bahan termoplastik.
Metode insinerasi (pembakaran) dapat diterapkan untuk memperkecil volume B3 namun saat
melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas beracun hasil pembakaran
tidak mencemari udara.
Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat ini dikenal
dengan istilah bioremediasi dan viktoremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan
mikroorganisme lain untuk mendegradasi/ mengurai limbah B3, sedangkan Vitoremediasi adalah
penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah.
Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya
yang diperlukan lebih muran dibandingkan dengan metode Kimia atau Fisik. Namun, proses ini
juga masih memiliki kelemahan. Proses Bioremediasi dan Vitoremediasi merupakan proses
alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama
dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan
dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di ekosistem.
Elemen Hg berwarna kelabu-perak, sebagai cairan pada suhu kamar dan mudah menguap bila
dipanaskan. Hg2+ (Senyawa Anorganik) dapat mengikat carbon, membentuk senyawa
organomercury. Methyl Mercury (MeHg) merupakan bentuk penting yang memberikan
pemajanan pada manusia.
Mercury termasuk bahan teratogenik. MeHg didistribusikan keseluruh jaringan terutama di darah
dan otak. MeHg terutama terkonsentrasi dalam darah dan otak. 90% ditemukan dalam darah
merah.
Efek Fisiologis :
Efek toksisitas mercury terutama pada susunan saraf pusat (SSP) dan ginjal, dimana mercury
terakumulasi yang dapat menyebabkan kerusakan SSP dan ginjal antara lain tremor, kehilangan
daya ingat.
MeHg mempunyai efek pada kerusakan janin dan terhadap pertumbuhan bayi. Kadar MeHg
dalam darah bayi baru lahir dibandingkan dengan darah ibu mempunyai kaitan signifikan.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terpajan MeHg bisa menderita kerusakan otak dengan
manifestasi :
Retardasi mental
Tuli
Penciutan lapangan pandang
Buta
Microchephaly
Cerebral Pals
Gangguan menelan
2. Chromium
Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi meski dalam suhu
tinggi. Chromium digunakan oleh industri : Metalurgi, Kimia, Refractory (heat resistent
application). Dalam industri metalurgi, chromium merupakan komponen penting dari stainless
steels dan berbagai campuran logam.
Chromium terdapat stabil dalam 3 valensi. Berdasarkan urutan toksisitasnya adalah Cr-O, Cr-III,
Cr-VI. Electroplating, penyamakan kulit dan pabrik textil merupakan sumber utama pemajanan
chromium ke air permukaan. Limbah padat dari tempat prosesing chromium yang dibuang ke
landfill dapat merupakan sumber kontaminan terhadap air tanah.
Pemajanan melaui :
Dampak Kesehatan
Efek Fisiologi :
Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential) yang mempunyai fungsi
menjaga agar metabolisme glucosa, lemak dan cholesterol berjalan normal.
Organ utama yang terserang karena Cr terhisap adalah paru-paru, sedangkan organ lain yang
bisa terserang adalah ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas.
Pemajanan akut Cr dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 % tubuh tersiram asam Cr
akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut.
3. Cadmium (Cd)
Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Cadmium murni berupa
logam berwarna putih perak dan lunak, namun bentuk ini tak lazim ditemukan di lingkungan.
Umumnya cadmium terdapat dalam kombinasi dengan elemen lain seperti Oxigen (Cadmium
Oxide), Clorine (Cadmium Chloride) atau belerang (Cadmium Sulfide).
Kebanyakan Cadmium (Cd) merupakan produk samping dari pengecoran seng, timah atau
tembaga cadmium yang banyak digunakan berbagai industri, terutama plating logam, pigmen,
baterai dan plastik.
Pemajanan
Sumber utama pemajanan Cd berasal dari makanan karena makanan menyerap dan mengikat Cd.
misalnya : tanaman dan ikan. Tidak jarang Cd dijumpai dalam air karena adanya resapan dari
tempat buangan limbah bahan kimia.
Beberapa efek yang ditimbulkan akibat pemajanan Cd adalah adanya kerusakan ginjal, liver,
testes, sistem imunitas, sistem susunan saraf dan darah.
Tembaga merupakan logam berwarna kemerah-merahan dipakai sebagai logam murni atau
logam campuran (suasa) dalam pabrik kawat, pelapis logam, pipa dan lain-lain.
Pemajanan
Pada manusia melalui pernafasan, oral dan kulit yang berasal dari berbagai bahan yang
mengandung tembaga. Tembaga juga terdapat pada tempat pembuangan limbah bahan
berbahaya. Senyawa tembaga yang larut dalam air akan lebih mengancam kesehatan. Cu yang
masuk ke dalam tubuh, dengan cepat masuk ke peredaran darah dan didistribusi ke seluruh
tubuh.
Dampak terhadap Kesehatan
Cu dalam jumlah kecil (1 mg/hr) penting dalam diet agar manusia tetap sehat. Namun suatu
intake tunggal atau intake perhari yang sangat tinggi dapat membahayakan. Bila minum air
dengan kadar Cu lebih tinggi dari normal akan mengakibatkan muntah, diare, kram perut dan
mual. Bila intake sangat tinggi dapat mengakibatkan kerusakan liver dan ginjal, bahkan sampai
kematian.
Sumber emisi antara lain dari : Pabrik plastik, percetakan, peleburan timah, pabrik karet, pabrik
baterai, kendaraan bermotor, pabrik cat, tambang timah dan sebagainya.
Sekali masuk ke dalam tubuh timah didistribusikan terutama ke 3 (tiga) komponen yaitu:
Darah
Jaringan lunak (ginjal, sumsum tulang, liver, otak),
Jaringan dengan mineral (tulang + gigi).
Tubuh menimbun timah selama seumur hidup dan secara normal mengeluarkan dengan cara
yang lambat. Efek yang ditimbulkan adalah gangguan pada saraf perifer dan sentral, sel darah,
gangguan metabolisme Vitamin D dan Kalsium sebagai unsur pembentuk tulang, gangguan
ginjal secara kronis, dapat menembus placenta sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin.
6. Nickel (Ni)
Nikel berupa logam berwarna perak dalam bentuk berbagai mineral. Ni diproduksi dari biji
Nickel, peleburan/ daur ulang besi, terutama digunakan dalam berbagai macam baja dan suasa
serta elektroplating. Salah satu sumber terbesar Ni terbesar di atmosphere berasal dari hasil
pembakaran BBM, pertambangan, penyulingan minyak, incenerator. Sumber Ni di air berasal
dari lumpur limbah, limbah cair dari “Sewage Treatment Plant”, air tanah dekat lokasi landfill.
Ni dan senyawanya merupakan bahan karsinogenik. Inhalasi debu yang mengandung Ni-Sulfide
mengakibatkan kematian karena kanker pada paru-paru dan rongga hidung, dan mungkin juga
dapat terjadi kanker pita suara.
7. Pestisida
Pestisida mengandung konotasi zat kimia dan atau bahan lain termasuk jasad renik yang
mengandung racun dan berpengaruh menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap
kesehatan manusia, kelestarian lingkungan dan keselamatan tenaga kerja. Pestisida banyak
digunakan pada sektor pertanian dan perdagangan/ komoditi.
Pestisida golongan Organophosphat dan Carbamat dapat mengakibatkan keracunan Sistemik dan
menghambat enzym Cholinesterase (Enzim yang mengontrol transmisi impulse saraf) sehingga
mempengaruhi kerja susunan saraf pusat yang berakibat terganggunya fungsi organ penting
lainnya dalam tubuh. Keracunan pestisida golongan Organochlorine dapat merusak saluran
pencernaan, jaringan, dan organ penting lainnya.
8. Arsene
Arsene berwarna abu-abu, namun bentuk ini jarang ada di lingkungan. Arsen di air di temukan
dalam bentuk senyawa dengan satu atau lebih elemen lain. Senyawa Arsen dengan oksigen,
clorin atau belerang sebagai Arsen inorganik, sedangkan senyawa dengan Carbon dan Hydrogen
sebagai Arsen Organik. Arsen inorganik lebih beracun dari pada arsen organik.
Suatu tempat pembuangan limbah kimia mengandung banyak arsen, meskipun bentuk bahan tak
diketahui (Organik/ Inorganik). Industri peleburan tembaga atau metal lain biasanya melepas
arsen inorganik ke udara. Arsen dalam kadar rendah biasa ditemukan pada kebanyakan fosil
minyak, maka pembakaran zat tersebut menghasilkan kadar arsen inorganik ke udara
Penggunaan arsen terbesar adalah untuk pestisida.
Pemajanan Arsen ke dalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari makanan / minuman.
Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus kemudian masuk ke
peredaran darah.
Arsen inorganik telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang dapat mengakibatkan
kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Bila melalui mulut, pada
umumnya efek yang timbul adalah iritasi saluran makanan, nyeri, mual, muntah dan diare.
Selain itu mengakibatkan penurunan pembentukan sel darah merah dan putih, gangguan fungsi
jantung, kerusakan pembuluh darah, luka di hati dan ginjal.
NOx merupakan bahan polutan penting dilingkungan yang berasal dari hasil pembakaran dari
berbagai bahan yang mengandung Nitrogen. Pemajanan manusia pada umumnya melalui inhalasi
atau pernafasan.
Dampak terhadap kesehatan berupa keracunan akut sehingga tubuh menjadi lemah, sesak nafas,
batuk yang dapat menyebabkan edema pada paru-paru.
Sumber SO2 bersal dari pembakaran BBM dan batu bara, penyulingan minyak, industri kimia
dan metalurgi.
Pemajanan lewat ingesti efeknya berat, rasa terbakar di mulut, pharynx, abdomen yang
disusul dengan muntah, diare, tinja merah gelap (melena). Tekanan darah turun drastis.
Pemajanan lewat inhalasi, menyebabkan iritasi saluran pernafasan, batuk, rasa tercekik,
kemudian dapat terjadi edema paru, rasa sempit didada, tekanan darah rendah dan nadi cepat.
Pemajanan lewat kulit terasa sangat nyeri dan kulit terbakar.
Karbonmonoksida adalah gas yang tidak berbau dan tidak berwarna, berasal dari hasil proses
pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung rantai karbon (C).
Keracunan akut
Terjadi setelah terpajan karbonmonoksida berkadar tinggi. CO yang masuk kedalam tubuh
dengan cepat mengikat haemoglobine dalam darah membentuk karboksihaemoglobine (COHb),
sehingga haemoglobine tidak mempunyai kemampuan untuk mengikat oksigen yang sangat
diperlukan untuk proses kehidupan dari pada jaringan dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena
CO mempunyai daya ikat terhadap haemoglobine 200 sampai 300 kali lebih besar dari pada
oksigen, yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak atau hypoxia, susunan saraf, dan
jantung, karena organ tersebut kekurangan oksigen dan selanjutnya dapat mengakibatkan
kematian.
Keracunan kronis
Terjadi karena terpajan berulang-ulang oleh CO yang berkadar rendah atau sedang. Keracunan
kronis menimbulkan kelainan pada pembuluh darah, gangguan fungsi ginjal, jantung, dan darah.