Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

“Tokoh Pendidikan Dunia”

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Pengantar Pendidikan

Disusun Oleh :
Agustina Budi Astuti (191414038)
Calista Mega Deagestiara (191414040)
Albertus Febza Kusuma (191414049)
Dea V. Fortuna Gita Sari (191414053)
Florentina Mauritia Syukur (191414059)

Dosen Pengampu :
Dra. Haniek Sri Pratini M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA,
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang tokoh-tokoh pendidikan tingkat dunia tepat
pada waktunya.

Terima kasih kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-
idenya sehingga makalah ini dapat terselesaikan serta terima kasih juga kepada Drs. Haniek Sri
Pratini M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah pengantar pendidikan yang telah membantu dan
dan membimbing penulis.

Semoga makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi pembaca. Penulis menyadari
akan kekurangan dari makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tokoh Pendidikan Tingkat Dunia.............................................................................3
B. Konsep Pendidikan Tokoh Pendidikan Tingkat Dunia.……………………………..5
C. Kontribusi Tokoh Pendidikan Dunia......................................................................10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...................................................................................................................11
B. Saran.............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pendidikan merupakan elemen penting bagi manusia. Kita sebagai manusia pasti
akan mengalami pendidikan baik secara akademik maupun non akademik sampai akhir
hayat nanti sehingga dalam menjalankan kehidupan, manusia dapat menjadi lebih baik dari
pada sebelumnya. Pendidikan zaman sekarang dengan pendidikan zaman dahulu berbeda
baik secara sistem dan tatacaranya. Pendidikan zaman dahulu kurang terlalu diperhatikan
oleh masyarakat sehingga munculah tokoh tokoh yang memiliki inisiatif untuk
berkontribusi dalam dunia pendidikan. Hal ini dilakukan demi kemajuan pendidikan di
dunia ini.
Pendidikan diperoleh melalui proses yang panjang. Dimana, pendidikan itu sendiri
memiliki tujuan yang sangat penting dalam kehidupan kita. Jika dikaitkan dengan zaman
sekarang, banyak orang tua yang menginginkan anak-anak mereka mendapatkan
pendidikan yang layak bahkan mereka berusaha keras agar anak-anak mereka
mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya.
Oleh karena itu penulis membuat makalah ini dengan tujuan agar pembaca dapat
mengetahui peran penting dari tokoh - tokoh pendidikan tingkat dunia dalam bidang
pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Siapa saja tokoh pendidikan tingkat dunia?
2. Apa saja konsep pendidikan dari tokoh pendidikan tingkat dunia?
3. Apa saja kontribusi dari tokoh pendidikan dunia terhadap dunia pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan tingkat dunia
2. Memahami konsep pendidikan dari tokoh pendidikan tingkat dunia
3. Mengetahui kontribusi dari tokoh pendidikan dunia terhadap dunia pendidikan
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Bagi Pembahas Lain
Karya tulis ini dapat memberikan tambahan bagi penulis lain yang ingin meneliti
materi tujuan pendidikan ini lebih lanjut.
2. Bagi Pembaca
Karya tulis ini dapat memeberikan wawasan agar dapat mengetahui pentingnya
pendidikan di dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tokoh Pendidikan Tingkat Dunia


1. Benjamin S. Bloom
Benjamin Samuel Bloom, lahir di Lansford, Pennsylvania, pada tanggal 21
Februari 1913 dan meninggal pada tanggal 13 September 1999[3] pada umur 86 tahun,
ia merupakan seorang psikolog pendidikandari Amerika Serikat, dengan kontribusi
utamanya adalah dalam penyusunan taksonomi tujuan pendidikan dan pembuatan
teori belajar tuntas.
Ia menerima gelar sarjana dan magisternya dari perguruan tinggi terkenal
yaitu Pennsylvania State University pada tahun 1935 dan gelar doktor dalam
pendidikan dari University of Chicago pada bulan Maret 1942.[5] Ia menjadi anggota
staff Board of Examinations di University of Chicago dari tahun 1940 sampai 1943.
Sejak tahun 1943 ia menjadi pemeriksa di universitas sampai kemudian mengakhiri
jabatan tersebut tahun 1959. Pekerjaan sebagai pengajar di Jurusan Pendidikan
University of Chicago dimulai tahun 1944 untuk kemudian ditunjuk
sebagai Distinguished Service Professor pada tahun 1970.
Bloom pernah menjabat sebagai presiden American Educational Research
Association dari tahun 1965 sampai 1966 ia menjadi penasihat pendidikan bagi
pemerintahan Israel, India, dan beberapa bangsa lain.
2. John Locke
John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632 di Wrington, Somerset. John
Locke adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari
pendekatan Empirisme. Locke menekan kan pentingnya pendekatan empiris dan juga
pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara
liberal. Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-
Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan
yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu. Akhir hidup Locke, pada tahun
1700, Locke pensiun dari pekerjaannya. Ia menjalani sisa kehidupannya selama 4
tahun. Kesehatan Locke makin menurun dan ia menderita penyakit asma. Bulan-bulan
akhir tahun 1704 merupakan saat-saat terakhir kehidupannya, Ia meninggal tanggal 28
Oktober 1704, beliau dikuburkan di High Laver.
3. Thomas Amstrong
Thomas Armstrong (3 September 1899 - 1978) adalah seorang novelis kelahiran Leeds.
Ia terkenal karena serangkaian novel populer yang bertempat di Yorkshire, termasuk
The Crowthers of Bankdam yang laris. [1]
Orang tuanya berasal dari keluarga pemilik pabrik. Setelah menghadiri Sekolah Ratu
Elizabeth, Wakefield, ia belajar di Royal Naval College, Keyham, diikuti dengan
layanan di Angkatan Laut Kerajaan selama Perang Dunia Pertama. Dia menikah pada
tahun 1930 dan kemudian mulai menulis novel. Ia mencapai kesuksesan dengan The
Crowthers of Bankdam yang segera populer yang segera dijadikan film (Master of
Bankdam). Pasangan itu tinggal di Yorkshire, awalnya di West Riding dan kemudian
di Swaledale selama 30 tahun. Sepanjang hidupnya ia menghindari publisitas pribadi.

4. N. Jean Piaget
Jean Piaget dilahirkan di Neuchâtel, Swiss, pada tanggal 9 Agustus 1896.
Ayahnya, Arthur Piaget, adalah seorang profesor sastra Abad Pertengahan. Ibunya,
Rebecca Jackson, cerdas dan energik, tapi memiliki sedikit gangguan neurotik. Ia
menerbitkan tulisan pertamanya “tentang burung pipit albino pada usia 11 tahun. Ia
juga menerbitkann sejumlah artikel tentang kerang pada usia 15-18 tahun. Berkat
tulisannya ia ditawari menjadi curator di Museum Geneva saat ia masih duduk di
sekolah menengah.
Pada masa remaja, ia menghadapi sedikit krisis iman. Didorong oleh ibunya untuk
menghadiri pelajaran agama, ia menemukan argumen keagamaan kekanak-kanakan.
Belajar berbagai filsuf dan aplikasi logika, ia mendedikasikan dirinya untuk
menemukan penjelasan biologis “pengetahuan.” Pada akhirnya, filosofi gagal untuk
membantunya dalam pencariannya, jadi ia berpaling ke psikologi.
Setelah SMA, ia melanjutkan ke Universitas Neuchâtel. Terus menerus belajar dan
menulis, ia menjadi sakit-sakitan, dan harus pensiun ke pegunungan selama setahun
untuk memulihkan diri. Ketika ia kembali ke Neuchâtel, ia memutuskan akan
menuliskan filsafatnya.
Pada tahun 1918, Jean Piaget menerima gelar Doktor dalam Ilmu dari Universitas
Neuchâtel. Dia bekerja selama setahun di laboratorium di Zurich dan selama periode
ini, ia diperkenalkan pada karya-karya Freud, Jung, dan lain-lain. Pada 1919, ia
mengajar psikologi dan filsafat di Sorbonne di Paris. Di sini ia bertemu Simon dan
melakukan penelitian intelijen. Pada tahun 1921, artikel pertamanya tentang psikologi
kecerdasan diterbitkan. Pada tahun yang sama, ia mendapatkan posisi di Institut JJ
Rousseau di Geneva. Di sini ia mulai dengan murid-muridnya untuk penelitian
penalaran anak SD.
Pada tahun 1923, ia menikah dengan salah satu rekan kerja muridnya, Valentine
Châtenay. Anak-anak Piaget menjadi fokus pengamatan intens oleh Piaget dan istrinya.
Pada 1929, Jean Piaget mulai bekerja sebagai Direktur Biro Pendidikan Internasional.
Ia juga memulai riset skala besar dengan A. Szeminska, E. Meyer, dan barbel Inhelder,
yang akan menjadi kolaborator utamanya. Piaget sangat berpengaruh dalam membawa
perempuan ke dalam psikologi eksperimental.
Pada tahun 1940, Ia menjadi ketua Experimental Psikologi, Direktur laboratorium
psikologi, dan presiden Masyarakat Swiss Psikologi ini. Pada tahun 1942, ia
memberikan serangkaian kuliah di College de France, selama pendudukan Nazi di
Perancis. Pada akhir perang, ia diangkat sebagai Presiden Komisi Swiss UNESCO.
Juga selama periode ini, ia menerima sejumlah gelar kehormatan. Ia menerimanya dari
Sorbonne pada tahun 1946, University of Brussels dan Universitas Brasil pada tahun
1949. Pada tahun 1949 dan 1950, ia menerbitkan sintesis nya, Pengantar Epistemologi
Genetika.
Pada tahun 1952, ia menjadi profesor di Sorbonne.. Pada tahun 1955, dia
menciptakan International Center for Genetic Epistemologi, di mana ia menjabat
sebagai direktur. Dan, pada tahun 1956, dia menciptakan Sekolah Ilmu di Universitas
Jenewa.
Dia terus bekerja pada teori umum tentang struktur dan mengikat pekerjaan
psikologis untuk biologi selama bertahun-tahun. Ia juga melanjutkan pelayanan publik
melalui UNESCO sebagai delegasi Swiss. Menjelang akhir kariernya, ia telah menulis
lebih dari 60 buku dan banyak ratusan artikel. Dia meninggal di Jenewa, 16 September
1980, salah satu psikolog yang paling signifikan abad kedua puluh.

5. Aristoteles

Aristoteles atau juga dikenal sebagai bapak ilmu pengetahuan, merupakan salah
satu filusuf yang terkenal pada masa Yunani kuno. Aristoteles lahir di Stagira,
Macedonia, 384 SM. Aristoteles lahir dari keluarga berpendidikan, ayahnya merupakan
ahli fisika dan tabib kerajaan. Pada usia 17 tahun, ia menimba ilmu pada Plato, filusuf
yang terkenal pada masa itu. Plato memiliki sebuah akademi yang dinamakan akademi
Plato, di tempat itu Aristoteles menetap selama dua puluh tahun. Selain menimba ilmu
dari sang senior, Aristoteles juga diangkat menjadi guru di akademi Plato. Ilmu yang
dipelajari oleh Aristoteles berkembang dalam hal spekulasi filosofis. Aristoteles
berhasil mengadopsi ilmu Plato dan beberapa dari ilmu tersebut bertentangan dengan
pendapat Aristoteles sendiri.

Aristoteles meninggalkan akademi Plato tak lama setelah sang guru meninggal dunia.
Ia kembali ke kampung halamannya di Macedonia pada tahun 324 SM. Aristoteles
mengabdi pada keluarga kerajaan untuk menjadi pendidik bagi putra raja yang pada
waktu itu berumur 13 tahun. Putra raja tersebut dikenal dengan nama Alexander yang
Agung, seorang yang di kemudian hari merupakan salah satu penganut ajaran
Aristoteles dan mendapat pengaruh besar dari filusuf tersebut. Tugas Aristoteles
sebagai pendidik berakhir setelah Alexander yang Agung naik tahta sebagai raja
menggantikan ayahnya.
Kemudian, Aristoteles kembali ke Athena dan mendirikan sekolah yang dinamakan
Lyceum. Di sekolah inilah kiprahnya dalam dunia filsafat semakin menonjol dan
dikenal orang banyak. Pada saat memimpin Lyceum, Aristoteles memberikan banyak
sumbangan dalam beberapa disiplin ilmu seperti pada bidang metafisika, fisika, etika,
politik, kedokteran dan ilmu alam. Meskipun tugasnya mendidik Alexander telah usai,
namun keuntungannya tidak berhenti begitu saja. Alexander membantu mantan
gurunya tersebut dengan membiayai eksperimen-eksperimen yang dilakukan
Aristoteles. Hal tersebut sangat membantu Aristoteles dalam mengembangkan
ilmunya. Sayangnya setelah Alexander meninggal, Aristoteles tidak hanya terhambat
dalam hal suntikan dana, tetapi juga mendapat tentangan dari anti-Macedonia
mengenai teori-teorinya. Aristoteles kemudian diasingkan hingga akhir hayatnya. Ia
meninggal di tempat pengasingan pada tahun 322 SM saat berumur 62 tahun.

6. Maria Montessori
Maria Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di Chiaravalle, sebuah
propinsi kecil di Ancona. Maria mempunyai minat dan bakat yang besar terhadap
matematika, sehingga orangtuanya mengirimnya ke Roma agar mendapat pendidikan
yang lebih baik. Ia mulai menekuni bidang mesin, kemudian biologi dan akhirnya
bidang kedokteran. Pada tahun 1896, ia menjadi wanita pertama di Italia yang
mendapatkan gelar Doctor of Medicine.
Setelah lulus, Maria bekerja di klinik psikiater Universitas Roma, dan
pekerjaannya yang berhubungan dengan masalah cacat mental ini sangat
membantunya dalam menuangkan gagasan-gagasan pendidikan di masa yang akan
datang. Maria yakin bahwa kecacatan mental lebih merupakan masalah pendidikan
daripada gangguan medis dan merasa bahwa dengan latihan pendidikan khusus orang-
orang cacat ini akan dapat dibantu. Pendidikan dan pemahamannya terbukti
memberikan kontribusi sangat besar dalam pengembangan kemampuan anak yang
menderita cacat mental. Casa dei Bambini atau “children’s house” didirikan didaerah
kumuh di Roma pada tahun 1907. Lingkungan yang dipersiapkan bagi anak-anak cacat
mental yang berumur di bawah lima tahun. Dr. Montessori menggunakan materi-
materi yang sebelumnya digunakan untuk mendidik anak cacat mental yang lebih tua,
yang sebelumnya merupakan sarana ilmiah utama untuk mengukur akurasi
diskriminasi-diskriminasisensoris.
Pada tahun 1909, Maria Montessori menerbitkan “Scientific Pedagogy as
Applied to Child Edication in the Children Houses”. Karyanya mendapat perhatian
masyarakat terlebih masyarakat Amerika. Awalnya Teori Montessori mendapat kritik
karena banyak yang beranggapan bahwa latihan-latihan ekstensif untuk perkembangan
anak lebih lanjut tidak perlu untuk anak usia pra sekolah. Diantara pengkritik ini adalah
pengikut Darwinisme konservatif yang sangat percaya pada faktor keturunan sebagai
satu-satunya penentu perkembangan anak. Teori Freud (psico-analitis) yang mendapat
perhatian diawal tahun 1900-an juga cenderung merendahkan arti pentingnya revelasi
Montessori di mana materi-materi pendidikannya membangkitkan minat spontanitas
anak dalam belajar. Secara perlahan gerakan Montessori berkembang di Eropa dan
belahan dunia lainnya.
Pada tahun 1915, Maria secara antusias disambut di Amerika. Dia, memberi
kuliah dan membuka kursus bagi para guru di California. Sebuah kelas Montessori di
dirikan di San Fransisco World Exhibition pada tahun 1915. setelah kembali ke Eropa,
dia memberikan kuliah dibeberapa negara dan terus mengadakan penelitian, banyak
penghargaan diterimanya. Selama masa Perang Dunia I, ia mendirikan gerakan
Montessori di India, hingga saat ini.
Semasa hidupnya Maria Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak
bayi lahir, bahkan tahun-tahun awal kehidupannya meupakan masa-masa formatif
yang paling penting baik fisik maupun mental anak. Seorang bayi mempunyai pikiran
yang aktif, tidak hanya secara pasif menunggu instruksi dari orang dewasa, dan bisa
menjadi apatis bila selalu ditinggal sendiri. Melalui proses belajar yang normal dan
secara bertahap, pola-pola perilaku ditetapkan dan kekuatan-kekuatan pikiran orang
dewasa mulai ditumbuhkan. Metode pembelajaran yang sesuai dalam tahun-tahun
kelahiran sampai usia 6 tahun biasanya akan menentukan kepribadian anak setelah
dewasa. Karena perkembangan mental dalam usia-usia awal berjalan dengan cepat,
periode ini tidak boleh disepelekan. Montessori yakin bahwa pada tahun-tahun awal,
anak mempunyai “Periode-periode Sensitif (Sensitive Periods)”, selama masa-masa
inilah dia secara khusus mudah menerima stimulasi-stimulasi itu.
Dr. Montessori meninggal di Belanda tahun 1952 pada umur 81 tahun. Setelah
kematiannya, anak laki-lakinya menggantikan kedudukannya sebagai direksi
Association Montessori Internationale yang berkantor pusat di Amsterdam.
7. Plato
Plato lahir sekitar 427 SM - dari keluarga terkemuka di Athena, ayahnya
bernama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Ketika bapaknya meninggal ibunya
nikah lagi dengan adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes yang tidak lain adalah
seorang politikus, dan Plato banyak terpengaruh dengan kehadiran pamannya ini.
Karena sejak kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul dengan para politikus Athena.
Plato adalah filsuf Yunani yang sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari
Aristoteles. Karya Plato yang paling terkenal ialah Republik, di mana ia menguraikan
garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Plato terkenal dengan ajarannya
tantang cita-cita yang disebut “dunia cita-cita”, yang antara lain menyatakan :
a. Dalam alam yang ada di luar pancaindera kita dan yang hanya dapat dicapai dengan
pikiran, terdapat cita-cita yang mempunyai bentuk-bentuk sendiri, tidak berubah
dan tidak terdiri dari zat;
b. Dalam keadaan aslinya, sebelum manusia diturunkan ke dunia, ia melihat bentuk-
bentuk itu dalam alam aslinya. Jika manusia kemudian memperoleh badan
jasmaniahnya, maka ia melalui panca inderanya akan ingat kembali cita-cita itu.
Dengan demikian , penginderaan tidak memberi pengetahuan baru, tetapi hanya
ingatan saja kepada cita-cita yang telah ada di dalam asalnya.
8. Jean Jacques Rousseau
Biografi JJ. Rousseau. Nama lengkapnya adalah Jean-Jacques Rousseau yang
dilahirkan di Jenewa, Swiss pada tanggal 28 Juni 1712. Namun malang menimpa,
bundanya hembuskan napas terakhir tak lama sesudah melahirkannya.

Masa Kecil
Nasib buruk masih terus membuntuti kehidupan Rousseau. Di umur sepuluh tahun
ayahnya diusir dan meninggalkan Jenewa dan hiduplah Rousseau seorang diri.
Kemudian Rousseau sendiri meninggalkan Jenewa tahun 1728 ketika umurnya
menginjak enam belas tahun.

Bertahun Rousseau berkelana dari satu tempat ke tempat lain, dan bekerja di satu
tempat dan pindah kerja di tempat lain. Di sela-sela itu dia terlibat percintaan dengan
banyak wanita, antara lain dengan Therese Levasseur yang ujung ujungnya punya
lima anak di luar perkawinan.

Terkenal Sebagai Filsuf


Pada tahun 1750 di umur 38 tahun, mendadak Rousseau jadi tenar. Akademi Dijon
menawarkan hadiah esai terbaik tentang pokok soal: Apakah seni dan ilmu
pengetahuan memang punya manfaat buat kemanusiaan? Esai dari Rousseau berhasil
mendapat hadiah pertama.

Karya Karya JJ. Rousseau


Sesudah itu namanya melangit. Beruntun muncullah karya-karya lainnya, termasuk
Discourse on the Origin of Inequality (1755); La nouvelle Heloise (1761); Emile
(1762); The Social Contract (1762); Confessions (1770) yang kesemuanya itu
melambungkan kemasyhurannya. Tambahan lagi, karena Rousseau suka musik, dia
menggubah dua opera masing-masing Les muses galantes dan Le devin du village.
Tulisan-tulisan Rousseau orang bilang merupakan faktor penting bagi pertumbuhan
sosialisme, romantisme, totaliterisme, anti-rasionalisme, serta perintis jalan ke arah
pecahnya Revolusi Perancis dan merupakan penyumbang buat ide-ide modern
menuju demokrasi dan persamaan.

B. Konsep Pendidikan Tokoh Pendidikan Tingkat Dunia


1. Taksonomi Bloom
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S.
Bloom., seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan kawan-kawannya.
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani ‘taxis’ yang berarti pengaturan dan nomos
yang berarti ilmupengetahuan. Taksonomi adalah sistem klasifikasi.
Taksonomi berarti klasifikasi berhierarki dari sesuatu atau prinsip yang
mendasari klasifikasi atau juga dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang
klasifikasi. Taksonomi merupakan suatu tipe sistem klasifikasai yang
berdasarkan data penelitian ilmiah mengenai hal-hal yang digolongkan-
golongkan dalam sistematika itu. Taksonomi ini mengklasifikasikan tujuan
pendidikan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

a. Klasifikasi Konsep Taksonomi Bloom


Taksonomi ini mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi
tiga domain(ranah kawasan): kognitif, afektif, dan psikomotor3dan
setiapranah tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih
rinci berdasarkan hierarkinya.Beberapa istilah lain yang juga
meggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut yang secara
konvensional telah lama dikenal taksonomi tujuan pendidikan yang
terdiri atas aspek cipta, rasa, dan karsa.4Selain itu, juga dikenal istilah
penalaran, penghayatan dan pengamalan.
a) Ranah Kognitif
Ranah kognitif ini merupakan kemampuan yang berkaitan
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir. Proses berpikir mengekspresikan tahap-tahap
kemampuan yang harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan
kemampuan mengolah pikirannya sehingga mampu
mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Mengubah teori ke
dalam keterampilan sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru
sebagai produk inovasi pikirannya. Memahami sebuah konsep
berarti dapat mengingat informasi atau ilmu mengenai konsep itu.
Seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu dan konsep jika
tanpa terlebih dahulu memahami isinya. Bloom membagi ranah
kognitif kedalam 6 tingkatan, yaitu:
1) Pengetahuan (knowledge)
Pada jenjang ini menekankan pada kemampuan dalam
mengingat kembali materi yang telah diajarkan, seperti
pengetahuan tentang istilah, urutan, klasifikasi, kategori dan
lain-lain. Tingkatan ini merupakan tingkatan terendah namun
menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya
2) Pemahaman (comprehension)
Pada jenjang ini pemahaman diartikan sebagai kemampuan
dalam memahami materi tertentu yang dipelajari. Dalam
jenjang ini peserta didik menjawab pertanyaan dengan
kata-katanya sendiri dan dengan memberikan contoh baik
prinsip maupun konsep
3) Penerapan (application)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan
informasi pada situasi nyata. Pada jenjang ini peserta didik
dituntut untuk dapat menerapkan konsep dan prinsip yang ia
miliki pada situasi baru yang belum pernah diberikan
sebelumnya.
4) Analisis (analysis)
Analisis diartikan sebagai kemampuan menguraikan suatu
materi menjadi komponen-komponen yang lebih jelas. Di
jenjang ini peserta didik diminta untuk menguraikan
informasi ke dalam beberapa bagian menemukan asumsi, dan
membedakan pendapat dan fakta serta menemukan
hubungan sebab akibat.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dan
mengombinasikan elemen-elemen untuk membentuk
sebuah struktur yang unik.Di jenjang ini peserta didik
dituntut untuk menghasilkan hipotesis atau teorinya sendiri
dengan memadukan berbagai ilmu dan pengetahuan.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai manfaat suatu
hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas.
Kegiatan ini berkenaan dengan nilai suatu ide, kreasi,
cara atau metode. Dalam jenjang ini peserta didik mengevaluasi
informasi termasuk di dalamnya melakukan pembuatan
keputusan dan kebijakan.
b) Ranah afektif
Ranah afketif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan,
emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran. Ranah ini
berkaitan dengan aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap dan
sebagainya. Ranah afektif ini terdiri dari lima ranah yang berkaitan
dengan respons emosional terhadap tugas. Pembagian ranah afektif
ini disusun oleh Bloom bersama dengan David Krathwol, sebagai
berikut:
1) Penerimaan (receiving)
Seseorang yang sadar terhadap rangsangan dan kesediaan untuk
memperhatikan rangsangan itu, misalnya penjelasan yang
diberikan oleh guru.Kesediaan untuk menyadari adanya
fenomena di lingkungannya yang dalam pengajaran bentuknya
berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan
mengarahkannya. termasuk juga kemampuan mengakui tentang
adanya perbedaan.
2) Partisipasi (responding)
Tingkatan yang mencakup kerelaan dan kesediaan untuk
memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu
kegiatan. Misalnya patuh terhadap suatu aturan dan ikut serta
dalam kegiatan, hal ini termasuk sudah memberikan suatu reaksi
terhadap rangsangan yang disajikan, meliputi persetujuan,
kesediaan, dan kepuasan dengan memberikan tanggapan.
3) Penilaian atau Penentuan Sikap (valuing)
Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan
membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Kemampuan ini
dibentuk dengan suatu sikap menerima, mengabaikan, atau
menolak. Misalnya mampu menerima pendapat orang lain.
4) Organisasi (organization)
Kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai
pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Misalnya dengan
menempatkan sesuatu pada skala nilai dan dijadikan pedoman
dalam bertindak secara bertanggung jawab.
5) Pembentukan Pola Hidup (characterization by a value)
Kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan, sehingga
menjadi milik pribadi (internalisasi) menjadi pegangan nyata
dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. kemampuan ini
dinyatakan dalam pengaturan hidup diberbagai bidang, seperti
mencurahkan waktu secukupnya pada pekerjaan. Artinya
memiliki sistem nilai yang mampu mengendalikan tingkah
lakunya sehingga menjadi ciri khas gaya hidupnya.

c) Ranah Psikomotorik
berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
1) Persepsi (perception)
Kegiatan untuk menggunakan isyarat-isyarat sensoris dalam
memandu aktivitas motorik. Misalnya dalam pemilihan warna
yang menggunakan alat indera (mata) sebagai rangsangan
untuk menyeleksi isyarat terjemahan.
2) Kesiapan (set)
Kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai suatu
gerakan. Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk
melakukan suatu gerakan. Misalnya posisi start lomba renang.
3) Gerakan Terbimbing (guided response)
Kemampuan untuk melakukan suatu gerakan dengan contoh
yang diberikan. Tahap awal mempelajari suatu keterampilan
termasuk didalamnya imitasi dan gerakan coba-coba. Misalnya,
membuat segitiga di atas pola.
4) Gerakan yang Terbiasa (mechanical response)
Kemampuan melakukan gerakan tanpa memperhatikan lagi
contoh yang diberikan karena sudah dilatih secukupnya.
Misalnya, melakukan climbing dengan cepat dan tepat karena
terbiasa dengan gerakan-gerakan yang sudah diajarkan
sehingga mampu tampil dengan meyakinkan.
5) Gerakan yang Kompleks (complex response)
Kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri
dari banyak tahap dengan lancar, tepat dan efisien. Misalnya,
bongkar pasang peralatan dengan tepat.
6) Penyesuaian Pola Gerakan (adjustment)
Kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan
pola gerakan dengan persyaratan khusus yang berlaku.
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga bisa
disesuaikan dengan berbagai situasi dan kondisi. Contohnya,
keterampilan bergulat dengan baik.
7) Kreativitas (creativity)
Kemampuan untuk melahirkan pola gerakan baru atas dasar
prakarsa atau inisiatif sendiri. Misalnya kemampuan membuat
kreasi tari yang baru. Untuk lebih jelasnya, berikut contoh
kaitan Taksonomi Bloom dalam hal ini dengan /keterampilan
membaca.
b. Teori Belajar yang Melandasi Taksonomi Bloom
a) Teori Belajar Behavioristik (tingkah laku)
Belajar menurut aliran behavioristik adalah perubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respons. Proses belajar sebagai perubahan prilaku (dari tidak tahu
menjadi tahu) yang dapat diamati dan timbul sebagai hasil
pengalaman. Para ahli banyak berkarya dalam aliran behavioristik,
salah satunya yang terkenal yaitu teori Classical Conditioning dari
Ivan Pavlov (1849-1936) melalui percobaannya yaitu anjing yang
diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pula pada
anjing. Hal itu untuk mengetahui bagaimana refleks bersyarat
terbentuk.
b) Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif ini tidak hanya melibatkan hubungan antara
stimulus dan respons. Teori belajar ini lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Teori kognitif menekankan
pentingnya proses mental serta berpikir dan memfokuskan pada apa
yang terjadi pada pembelajaran sehingga dapat menginterpretasi dan
mengorganisir informasi secara aktif.
c) Teori Belajar Humanistik
Teori ini memandang bahwa proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Pendidik membantu peserta
didik untuk mengembangkan dirinya dengan mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam
mewujudkan potensi yang ada pada diri mereka.

c. Prinsip Belajar Yang Melandasi Taksonomi Bloom


Prinsip belajar sebagai dasar dalam upaya pembelajran ini meliputi:
a) Kematangan Jasmani dan Rohani
Kematangan jasmani maksudnya telah sampai pada batas minimal
umur dan kondisi fisiknya cukup kuat untuk melakukan kegiatan
belajar. Sedangkan kematangan rohani telah memiliki kemampuan
secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar, seperti
berpikir, mengingat dan sebagainya.
b) Kesiapan
Kesiapan iniharus dimiliki oleh seorang yang hendak melakukan
kegiatan belajar yaitu kemampuan yang cukup baik fisik, mental
maupun perlegkapan belajar. Kesiapan fisik berarti memiliki
tenaga cukup dan memiliki minat dan motivasi yang cukup.
c) Memahami Tujuan
setiap orang yang belajarharus memahami apa dan ke mana arah
tujuannya serta manfaat apa bagi dirinya. Dengan
mengetahuitujuan belajar akan dapatmengadakan persiapan yang
diperlukan, baik fisik maupun mental, sehingga proses belajar
yang dilakukan dapat berjalanlancar dan berhasil dengan
memuaskan.
d) Memiliki Kesungguhan
Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan dalam belajar agar
hasil yang diperoleh pun memuaskan, sehingga waktu dan tenaga
tidak terbuang sia-sia.
e) Ulangan dan Latihan
f) Sesuatu yang sudah dipelajari perlu diulang agar meresap dalam
otak, sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan.

2. John Locke
1. Tentang Pendidikan
John Locke meneruskan pembelajarannya dalam bidang filsafat. Salah satu
konsep pemikiran John Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat
yaitu proses manusia mendapatkan pengetahuan. Menurut John Locke, seluruh
pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia, sebelum seorang manusia
mengalami sesuatu, pikiran manusia belum berfungsi atau masih kosong ibarat
sebuah kertas putih, yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang
dijalani oleh manusia itu. Ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman
lahiriah dan batiniah. Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap
aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca
indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki
kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara mengingat, menghendaki,
meyakini, dan sebagainya. Bentuk pengalaman manusia inilah yang akan
membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.
2. Tentang Negara
Pandangan John Locke tentang negara, analisis dari tahap-tahap perkembangan
masyarakat dibagi menjadi tiga,
1. Keadaan alamiah, keadaan alamiah sebuah masyarakat manusia yaitu
situasi harmonis, di mana semua manusia memiliki kebebasan dan kesamaan
hak. Dalam keadaan ini, setiap manusia bebas menentukan dirinya dan
menggunakan apa yang dimilikinya tanpa bergantung kepada kehendak orang
lain. Meskipun masing-masing orang bebas terhadap sesamanya, namun tidak
terjadi kekacauan karena masing-masing orang hidup berdasarkan ketentuan
hokum kodrat. Ada hak-hak dasariah yang terikat di dalam kodrat setiap manusia
dan merupakan pemberian Tuhan, sepertihalnya Hak Asasi Manusia pada
masyarakat modern.
2. Keadaan perang, ketika keadaan alamiah telah mengenal hubungan-
hubungan social maka situasi harmoni mulai berubah. Penyebab utamanya
adalah terciptanya uang. Dengan uang, manusia dapat mengumpulkan kekayaan
secara berlebihan, ketidaksamaan harta kekayaan membuat manusia mengenal
status tuan-budak, majikan-pembantu, dan status-status yang hierarkislainnya.
Untuk mempertahankan harta miliknya, manusia menjadi iri, saling bermusuhan,
dan bersaing. Keadaan alamiah yang harmonis dan penuh damai tersebut
kemudian berubah menjadi keadaan perang yang ditandai dengan permusuhan,
kedengkian, kekerasan, dan saling menghancurkan.Terbentuknya negara, untuk
menciptakan jalan keluar dari keadaan perang tersebut masyarakat mengadakan
Perjanjian. Disinilah lahirnya negara persemakmuran. Dengan demikian, tujuan
berdirinya negara bukanlah untuk menciptakan kesamarataan setiap orang,
melainkan untuk menjamin dan melindungi milik pribadi setiap warga negara
yang mengadakan perjanjian tersebut. Kedua kuasa dalam perjanjian ini adalah
hak untuk menentukan bagaimana setiap manusia mempertahankan diri, dan hak
untuk menghukum setiap pelanggar hokum kodrat yang berasal dari Tuhan.
3. Pandangan John Locke mengenai agama, Ia menganggap agama Kristen
adalah agama yang paling masuk akal dibandingkan agama-agama lain, karena
ajaran-ajaran Kristen dapat dibuktikan oleh akal manusia. John Locke memulai
dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berakal budi, sehingga pastilah
disebabkan karena adanya Tokoh Pencipta yang mutlak dan Maha Kuasa, yaitu
Tuhan.

3. Thomas Amstrong
Ia berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin
tidak benar di masa mendatang dan Pendidikan harus terpusat pada anak dan bukan
memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Ia juga percaya bahwa anak – anak
memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengubah masyarakat dan sifat
manusia ke dalam zaman baru kebebasan, kesetaraan dan perdamaian yang lebih
teroganisir.
Karya – Karya beliau merupakan hasil penelitian – penelitian proses
Pendidikan dengan tahap-tahap perkembangan anak, alam, alat indera yang
dilakukan disekolah-sekolah maupun Lembaga-lembaga Pendidikan yang dibantu
dan diteliti baik oleh guru-guru maupun orangtua dari anak-anak didik.
Teori yang dikembangkan yaitu teori Kecerdasan Ganda yang
dikembangkan pada tahun 1983 oleh Dr. Howard Gardner, seorang professor
Pendidikan di Havard University. Bahwa gagasan tradisional kecerdasan,
berdasarkan pengujian IIQ, jauh terlalu terbatas. Dr.Gardner mengusulkan delapan
kecerdasan yang berbeda untuk menjelaskan yang lebih luas potensi manusia pada
anak dan orang dewasa.
Kecerdasan ini terdiri dari Linguistik Intelligence ( Word Smart ),
Kecerdasan Logis Matematis ( angka/penalaran pintar ), Spatial Intelligence (
picture smart ), Kecerdasan Kinestik-Jasmani (body smart), Musical Intelligence (
music smart), Interpersonal Intelligence ( orang pintar ), Intrapersonal Inteligence
( self smart ), dan Kecerdasan Naturalis ( nature smart ).
4. N. Jean Piaget

1. Inteligensi

Claparede dan Sream mengatakan bahwa intelegensi sebagai unsur adaptasi


mental pada lingkungan yang baru. Sementara Garner mengatakan bahwa
intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan-persoalan atau
memecahkan masalah. Intelegensi merupakan alat yang memungkinkan individu
mecapai kesetimbangan atau adapatasi dengan lingkungannya.

2. Skemata

Skema merupakan suatu struktur mental seseorang di mana ia secara


intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema itu akan beradaptasi
dengan lingkungan sekitarnya. Skema itu akan beradapatasi dan berubah selama
perkembangan kognitif seseorang. Skema juga dapat dipikirkan sebagai suatu
konsep atau kategori dalam pikiran seseorang. Skema akan terus menerus
berkembang. Gambaran pada anak semakin lama semakin berkembang dan
lengkap. Misalnya gambaran anak tentang ayam. Pada awalnya, gambaran anak itu
sangat sederhana karena didasarkan pada cerita orangtuanya atau pengalaman
pertama kali melihat ayam. Semakin ia mempunyai banyak pengalaman dan
bermacam-macam ayam, gambaran atau pengalaman dengan bermacam-macam
ayam, gambaran atau skema macam ayam-ayam itu semakin lengkap.

3. Asimilasi

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan


persepsi konsep atau pengalaman ke dalam skema atau pola yang sudah ada
didalam pikirannya. Menurut Wadsworth asimilasi tidak menyebabkan perubahan
skema. Misalnya seorang anak memilki konsep menganai lembu. Dalam pikiran
anak itu , ada skema lembu. Mungkin dalam skema anak itu bahwa lembu binatang
yang berkaki empat, berwarna putih dan makan rumput. Skema itu terjadi pada saat
anak itu pertama kali melihat lembu tetangganya yang memang berkaki empat dan
berwarna putih dan sedang makan rumput. Dalam perjalanan hidupnya anak itu
bertemu dengan macam-macam lembu yang lain, berwarna lain dan tidak sedang
makan rumput tapi sedang menarik gerobak. Berhadapan dengan pengalaman yang
lain itu, anak memperkembangkan skema awalnya menjadi : lembu itu binatang
berkaki empat, berwarna putih atau kelabu, makannya rumput dan menarik
gerobak.

4. Akomodasi
Dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau alama yang baru,
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalam yang baru itu dengan skema
yang dimiliki. Hal ini terjadi karena pengalaman yang baru itu tidak cocok dengan
skema tyang telah ada. Dalam keadaan ini seseorang tersebut dapat mengadakan
akomodasi. Ia dapat melakukan dua hal : (1) Membentuk skema baru yang dapat
cocok dengan rangsangan yang baru atau (2) Memodifikasi skema yang ada
sehingga cocok dengan rangsagan itu. Misalnya seorang anak mempunyai suatu
skema bahwa semua benda padat dapat tenggelam di air. Skema ini didapat dari
abstraksinya terhadap pengalamannya terhadap benda-benda yang dimasukkan ke
dalam air. Suatu hari ia melihat beberapa benda padat yang terapung di atas sungai
. Ia merasakan bahwa skema lamanya tidak cocok lagi. Ia mengalami konflik dalam
pikirannya. Ia harus mengahadpi perubahan skema lama dengan dengan
membentuk skema baru yang berisi : tidak semua benda padat dapat tenggelam di
air.

5. Ekuilibrasi

Dalam perkembangan kognitif diperlukan kesetimbangan antara asimilasi dan


akomodasi. Proses itu disebut equilibrium yaitu pengaturan mekanis yang perlu
untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Disekuilibrium
adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi adalah
proses bergerak dari keadaan disekuilibrasi ke ekuilibrium. Proses tersebut berjalan
terus dalam diri seseorang melalui asimilasi dan akomodasi. Ekulibrium dapat
membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya atau
skema.

6. Interiorisasi

Interiorisasi adalah penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik dan


meningkatnya penggunaan struktur kognitif pada seseorang. Proses yang
dengannya tindakan adaptif menjadi makin tersamar. Misalnya, perilaku adaptif
yang mula-mula menggunakan skema sensorimotor dan perilaku yang kelihatan,
berkembang sampai ke titik dimana operasi formal dipakai dalam proses adaptif.

7. Adaptasi

Semua organisme dilahirkan untuk suatu kecenderungan untuk beradaptasi


dengan lingkungannya. Cara beradaptasi berbeda dari setiap mahkluk, baik setiap
individu dalam jenis yang sama, maupun bagi satu tahap ke tahap lain dalam satu
individu. Adaptasi terjadi dalam asimilasi dan akomodasi. Disatu pihak, seseorang
menyatukan atau mengasimilasikan gambaran atau realitas dalam struktur
psikologisnya (skema) yang sudah dimiliki untuk dicocokkan dengan lingkungan.
Tetapi dilain pihak, keadaan seseorang harus mengubah skema itu dalam
berhubungan dengan lingkungannya. Proses terahir ini disebut akomodasi.

8. Pengetahuan Figuratif dan Operatif

Pengetahuan Figuratuif didapat dari gambaran langsung seseorang terhadap


objek yang dipelajari. Misalnya pengetahuan akan nama-nama barang atau kota.
Pengetahuan operatif didapat karena seseorang mengadakan operasi pada objek
yang dipelajari. Misalnya pengetahuan anak akan kaitan nama kota dengan situasi
manusianya dan dengan kota-kota lain. Pengetahuan seseorang akan bilangan juga
merupakan pengetahuan operatif.

5. Aristoteles

Menurut Aristoteles, agar orang dapat hidup baik, maka ia harus


mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, akan tetapi
soal memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi, supaya
mengarah dirt kepada akal, sehingga dapat dipakai akal guna mengatur nafsu-nafsu.
Akal sendiri tidak berdaya, ia memer¬lukan dukungan-dukungan perasaan yang
lebih tinggi yang diberikan arch yang benar. Aristoteles mengemukakan bahwa
pendidikan yang baik adalah yang mempunyai tujuan untuk kebahagiaan.
Kebahagiaan tertinggi adalah hidup spekulatif (Barnadib, 1994: 72).
Aristoteles juga menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat
pendidikan rendah, sebagaimans pada tingkat pendidikan usia muda itu perlu
ditanamkan kesadaran aturan-aturan moral. Menurut Aristoteles untuk memperoleh
pengetahuan manusia harus lebih dari binatang-binatang lain berdasarkan
kekuatannya untuk berpikir, harus mengamati dan secara hati-hati menganalisa
struktur-struktur, fungsi-¬fungsi organisms itu, dan segala yang ada dalam alam.
Oleh karena itu prinsip pokok pendidikan menurut Aristoteles adalah pengumpulan
serta penelitian fakta-fakta suatu belajar induktif, 'suatu pencarian yang obyektif
akan kebenaran sebagai dasar dari semua ilmu pengetahuan. Ariestoteles berkata
bahwa sebaiknya memberikan pendidikan yang baik bagi semua anak-anak. Sparta
mempunyai suatu sistem sekolah negeri yang wajib bagi putera-puterinya, bagi
semua warga negara, tetapi sistem tersebut terdiri dari pendidikan fisik dan latihan
militer.
6. Maria Montessori
Teori Montessori sering dikenal sebagai Pendekatan Montessori salah satu
teorinya tentang anak adalah : “Jika pendidikan mengenali nilai intrinsik dari
kepribadian seorang anak, dan memberikan nuansa yang tepat bagi pertumbuhan
spiritualnya, kita menyingkapkan anak yang sama sekali baru, dimana karakternya
yang memukau pada akhirnya dapat menyumbang kepada dunia yang lebih baik.” -
Maria Montessori. Teori ini menjelaskan mengenai eksistensi anak sebagai suatu masa
yang sangat esensial bagi keseluruhan hidupnya. Dan Maria Montessori
menggagaskan tentang konsep sebagai berikut.
1. Child’s Self-Construction yang menyatakan bahwa anak membangun sendiri
perkembangan jiwanya,
2. Sensitive Periods menyatakan usia anak dini adalah masa peka,
3. Absorbent Mind pada masa anak usia dini memiliki jiwa penyerap berbagai
pengetahuan dan pengalaman dalam hidupnya.
Ciri dari teori atau metode Montessori ini adalah sebagai berikut.
1. Penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari
guru (sering disebut "direktur" atau "pembimbing"). Metode ini menekankan
pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat
perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis
dan keterampilan praktek. Tugas utama guru adalah mengamati saat anak memilih
materi yang dibuat untuk memahami konsep atau keterampilan tertentu.
2. Penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai
konsep. Montessori menyebut ruang kelas pertamanya, casa dei bambini, atau
rumah anak-anak. Di rumah untuk anak-anak ini, perabotnya dibuat berukuran
anak, dan semua bahan ajar serta latihan secara khusus dirancang untuk memenuhi
kebutuhan anak-anak: fisik, emosi, sosial, intelektual dan spiritual. Anak-anak
tetap berada di satu ruang kelas selama tiga tahun dan selama itu mereka
mengembangkan perasaan memiliki yang kuat, rasa keakraban dan keamanan
dengan lingkungan sekitar mereka, membantu membuat ruang kelas kelihatan
seperti rumah sendiri. Kelas Montessori terdiri dari kelompok-kelompok umur
yang berbeda: 3-6 tahun, atau 6-9 tahun, atau 9-12 tahun. Di tempat ini anak-anak
yang lebih kecil belajar dengan meniru, dengan mengamati anak-anak yang lebih
besar. Anak-anak yang lebih besar bukan hanya menjadi teladan; mereka
mendapatkan manfaat dari kesempatan yang mereka miliki untuk melatih
pengetahuan mereka sendiri dengan menolong teman-teman sekelas yang lebih
kecil. Hal ini menggalakkan rasa komunitas yang mendorong kerjasama.

7. Plato
Menurut Plato, pendidikan didasarkan pada pengertian logis psikologi
manusia. Ia memberikan ilustrasi logis psikologi manusia. Ia memberikan ilustrasi
berupa, pengalaman bayi atas segala sesuatu bermula dengan sensasi kenikmatan dan
rasa sakit. Anak harus belajar merasakan kenikmatan dan rasa sakit, mencintai dan
membenci secara tepat. Ketika tumbuh mereka akan memahami alasan yang
mendasari latihan yang telah diterima. Sistem pendidikan yang logis memerlukan
integrasi intelek dan emosi. Cita-cita pendidikan plato adalah sebagai berikut.
a. Tugas individu mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi.
Pendidikan harus diselenggarakan untuk dan oleh Negara. Jenis pedagogiknya
adalah pedagogik Negara yang diarahkan kepada Negara yang susila;
b. Plato membedakan tiga fungsi pada manusia: pikiran, keinginan, dan kemauan.
Di mana ketiga fungsi itu disejajarkan dengan tiga golongan dalammasyarakat,
yaitu :
1) Golongan yang mengutamakan pikiran yaitu golongan pengajar,
2) Golongan yang mengutamakan keinginan yaitu golongan pegusaha,
3) Golongan yang mengutamakan kemaunan yang membawa mereka pada
keberanian yaitu golongan militer.
c. Melalui pendidikan, Plato bermaksud mendapatkan:
1) orang-orang yang baik,
2) orang-orang yang baik itu untuk menduduki tempatnya (the right men in the
right place) dalam golongannya masing-masing.
Menurut Plato, dalam pendidikan bisa membuka pengertian kebijakan.
Pengertian yang baik membawa akibat perbuatan yang baik pula. Perbuatan yang tidak
baik adalah akibat dari pengertian yang salah. Plato menempatkan kebijakan
intelektual di tempat tertinggi. Dalam rencana-rencana pendidikannya kemukakan,
ditekankan pula kebijakan moral dan latihan kemauan. Juga pendidikan-pendidikan
fisik dan jasmani seperti gimnastik, menari dan permainan-permainan sebab mereka
berpendapat bahwa kekuatan jasmani membantu kekuatan moral dan intelektual.
Karena, semuanya berhubungan dengan kebaikan, disiplin dan keselarasan dalam
fikiran dan tabiat dengan keutamaan yang sama dalam tubuh manusia. Di antara
kebijakan-kebijakan intelektualnya, Plato masukkan juga kepandaian (kesanggupan
untuk membuat barang) dan kebijakan praktis (kesanggupan menimbang secara tepat
terutama dalam mencapai tujuan-tujuan yang baik dalam kehidupan seharihari).
Kebijakan praktis atau prudensia merupakan hal yang esensial dalam kehidupan moral
dan dalam diri seorang warga negara yang bertanggung jawab.
8. Jean Jacques Rosseau
1. PENDIDIKAN BERDASARKAN GOLONGAN UMUR
Tujuan pendidikan menjadi poros penting dalam teori pendidikan Rousseau dan
pandangan-pandangannya tentang pendidikan dijabarkan dalam sejumlah tugas
belajar untuk setiap golongan umur mulai dari lahir sampai pada dewasa. Dalam
pemikirannya Rousseau membagi masa hidup suatu individu menjadi 5 periode atau
tahap pertumbuhan dan perkembangan.
a. Masa Kanak-Kanak
Masa kanak-kanak dalam pemikiran Rousseau meliputi usia 0 sampai 2
tahun.. Pada masa ini anak-anak akan dipengaruhi oleh kekuatan yang akan
memberi anak-anak kebebasan yang lebih riil. Rousseau juga mengatakan bahwa
anak-anak harus dijauhkan dari mainan dan bahasa-bahasa yang tidak pantas;
simpanlah alat-alat permainan mereka dan biarkan mereka bermain secara
alamiah, serta percakapan-percakapan yang dilakukan dengan mereka harus
sederhana, langsung dan jujur.” penerapan bagi pendidik untuk anak usia ini
adalah hanya boleh mengawasi gerak-gerik, reaksi terhadap lingkungan dan
cara-cara anak tersebut mengekspresikan diri.
Rousseau sangat menolak pembatasan pada anak-anak. Jika diperhatikan,
seorang bayi banyak bergerak baik tangan, kaki maupun seluruh tubuhnya akan
digerakkan, bayi mulai belajar memutar, berguling, bangun, merangkak, tertatih-
tatih berjalan. Pada sisi lain bayi seringkali dibatasi geraknya. Selama bayi ada
di dalam rahim ibu, ia lebih merdeka ketimbang keadaan tatkala ia ada di luar
rahim; jadi, dengan kelahirannya ia tidak memperoleh satu keuntungannya pun
yang pertama ia rasakan adalah kesakitan dan penderitaan.
b. Umur Alami
Usia untuk masa umur alami dalam pemikiran Rousseau meliputi usia 2
sampai 12 tahun. Selama usia ini, anak dapat memahami tentang moralitas hanya
melalui contoh dan pengalaman. Hal ini disebabkan karena anak usia ini tidak
akan memahami jalan pikiran orang dewasa. Sehingga orang yang berada di
sekitar anak seharusnya menjadi model atau contoh bagi anak itu. Masa ini
menjadi masa pembentukan karakter anak.
Dalam pemikiran Rousseau, ia mendorong agar manusia back to nature
karena dalam pandangannya, manusia menjadi rusak karena kebudayaan
memberi pengaruh atau menjadi model yang buruk. Dalam Emile, Rousseau
menuliskan bahwa semua anak pada dasarnya baik karena berasal dari tangan
Pencipta dunia tetapi mengalami kemerosotan setelah sampai ke tangan
manusia. Pandangannya inilah yang menjadi dasar pandangannya bahwa
kebudayaan merusak manusia, kebudayaan merusak alam.
c. Pre-Adolescence
Pada tahapan ini seseorang sedang beranjak dari masa umur alamiah ke usia
remaja yang meliputi usia 12 sampai 15 tahun. Sekitar usia 12 atau 13 tahun
kekuatan anak meningkat jauh dengan cepat dibanding kebutuhannya. Pada usia
ini anak seharusnya telah mulai belajar mengenai keterampilan, karena hal ini
dapat membuat anak hidup dengan mata pencahariannya sendiri dan ia
menyenangi pekerjaannya. Samuel Smith menjelaskan bahwa, dengan
pertumbuhan mentalnya pula ia akan bertambah matang dan praktis dalam
mempertimbangkan cara terbaik untuk kepentingan hidupnya atau dalam
menghindari kekecewaan, sehingga anak tidak akan merasa tergantung atau
bahkan diperbudak pada kekuasaan guru atau orang tuanya.
d. Pubertas
Usia pubertas dalam pembagian Rousseau meliputi usia 15 sampai 20
tahun. Pada usia ini ia akan menjadi mampu berhadapan dengan melihat masa
remaja sebagai emosi yang berbahaya. Pada usia ini, anak harus dapat mengatur
emosi dan tindakannya terhadap kepentingan teman-temannya.
e. Dewasa
Masa ini dimulai dari usia 20-25 tahun. Pada usia ini murid seharusnya
sudah mulai belajar tentang kasih, persiapan untuk pernikahan yang baik dan
hubungan sosial dengan masyakarat. Pada usia dewasa, Emile mulai belajar
tentang kasih dan siap kembali ke masyarakat serta mampu melawan pengaruh
yang merusaknya. Pada bagian ini guru bertugas untuk mengajar dan
mempersiapkan anak-anak muda untuk masuk ke dalam pernikahan yang benar
dan memberi pemahaman tentang tugas-tugas dalam pernikahan.

2. PENDIDIKAN KEMBALI KEPADA ALAM


Menurut Rousseau, pendidikan berasal dari tiga sumber, salah satu nya pendidikan
bersumber dari alam. Oleh sebab itu alam menjadi pokok pikiran pendidikan dari
Rousseau. Rousseau menekankan pentingnya membiarkan alam untuk mengambil
mata kuliah sesuai dengan individu anak. Idenya itu diterapkan oleh Rousseau dalam
mendidik anaknya, Emile, sebagai makhluk yang bebas, rasional dan sebagai
individu yang nanti hidup di masyarakat sebagai seorang kontributor sosial yang
sepenuhnya berkembang dan berpendidikan.
Menurut Rousseau, kurikulum merupakan kegiatan dan kepentingan yang
diwujudkan dalam proses tumbuh dewasa anak-anak dan kurikulum pendidikan
harus kembali kepada alam. Bagi Rousseau, kurikulum merupakan kegiatan dan
kepentingan diwujudkan oleh anak dalam proses pertumbuhannya sehingga
pendidikan menjadi alami dan terungkapnya potensi anak untuk memenuhi
kebutuhan alami. Sesuai dengan konsepnya ‘back to nature’, Rousseau sangat
menekankan kurikulum pendidikan yang kembali ke pada alam. Tugas pendidikan
menurut Rousseau adalah membebaskan anak dari pengaruh kebudayaan dan untuk
memberi kesempatan kepada anak-anak untuk megembangkan kebaikannya sendiri
yang alamiah.

C. Kontribusi Tokoh Pendidikan Tingkat Dunia


1. S. Benjamin Bloom
1. Pemikiran Pendidikan Benjamin S. Bloom
Dua pemikiran pendidikan Benjamin S. Bloom yang sangat fenomenal dan terkenal
dalam dunia pendidikan di Indonesia yaitu mastery learning dan Taksonomi
Bloom.[9] Mastery Learning merupakan pembelajaran tuntas dalam pembelajaran
yang berdasarkan anggapan bahwa semua siswa dapat belajar dengan baik jika diberi
waktu yang cukup, sedangkan Taksonomi Bloom merupakan tujuan pendidikan yang
terdiri dalam tiga domain.

a. Mastery Learning

Mastery Learning atau belajar tuntas adalah filosofi pembelajaran yang berdasar
pada anggapan bahwa semua siswa dapat belajar bila diberi waktu yang cukup
dan kesempatan belajar yang memadai. Selain itu, dipercayai bahwa siswa dapat
mencapai penguasaan akan suatu materi bila standar kurikulum dirumuskan dan
dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur dengan tepat kemajuan siswa
dalam suatu materi, dan pembelajaran berlangsung sesuai dengan kurikulum.
Dalam metode belajar tuntas, siswa tidak berpindah ke tujuan belajar selanjutnya
bila ia belum menunjukkan kecakapan dalam materi sebelumnya.

Belajar tuntas berdasar pada beberapa hal diantaranya:


1) Semua individu dapat belajar
2) Orang belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda
3) Dalam kondisi belajar yang memadai, dampak dari perbedaan individu
hampir tidak ada
4) Kesalahan belajar yang tidak dikoreksi menjadi sumber utama kesulitan
belajar.

Kurikulum belajar tuntas biasanya terdiri dari beberapa topik berbeda yang
mulai dipelajari oleh para siswa secara bersamaan. Siswa yang tidak
menyelesaikan suatu topik dengan memuaskan diberi pembelajaran tambahan
sampai mereka berhasil. Siswa yang menguasai topik tersebut lebih cepat akan
dilibatkan dalam kegiatan pengayaan sampai semua siswa dalam kelas tersebut
bisa melanjutkan ke topik lainnya secara bersama-sama. Dalam lingkungan
belajar tuntas, guru melakukan berbagai teknik pembelajaran, dengan
pemberian umpan balik yang banyak dan spesifik menggunakan tes diagnostik,
tes formatif, dan pengoreksian kesalahan selama belajar. Tes yang digunakan
di dalam metode ini adalah tes berdasarkan acuan kriteria dan bukan atas acuan
norma.

Belajar tuntas tidak berhubungan dengan isi topik, melainkan hanya dengan
proses penguasaannya. Metode ini berdasar pada model yang dibuat oleh
Benjamin S. Bloom, dengan penyempurnaan oleh James H. Block. Belajar
tuntas dapat dilakukan melalui pembelajaran kelas oleh guru, tutorial satu per
satu, atau belajar mandiri dengan menggunakan materi terprogram. Dapat
dilakukan menggunakan pembelajaran guru secara langsung, kerjasama
dengan teman sekelas, atau belajar sendiri. Di dalamnya diperlukan tujuan
pembelajaran yang terumuskan dengan baik dan disusun menjadi unit-unit
kecil secara berurutan.

Dua permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan belajar tuntas:


1) Pertama, pengelompokkan dan pengaturan jadwal bisa memunculkan
kesukaran. Guru sering merasa lebih mudah meminta siswa untuk belajar
dalam kecepatan tetap dan menyelesaikan tugas dalam waktu tertentu
dibandingkan bila ada variasi yang besar dalam kegiatan di suatu kelas.
2) Kedua, karena siswa yang lambat memerlukan waktu yang lebih banyak
dalam standar minimum, siswa yang cepat akan terpaksa menunggu untuk
maju ke tingkat yang lebih tinggi.

b. Taksonomi Bloom
Taksonomi Bloom dimaksud merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk
tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali dikenalkan oleh Benjamin
S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi
menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut
dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan
hierarkinya.

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:


1) Cognitive Domai (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku
yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian,
dan keterampilan berpikir.
2) Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi,
dan cara penyesuaian diri.
3) Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku
yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,
mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

2. John Locke
1. Filsafat Pengetahuan, Pemikiran Locke tentang pengetahuan memiliki
pengaruh besar terhadap para filsuf setelahnya, khususnya David Hume di Inggris
dan Kant di Jerman. Pandangan Locke tentang proses manusia mendapat pengetahuan
memiliki dua implikasi penting. Pertama, munculnya anggapan bahwa seluruh
pengetahuan manusia berasal dari pengalaman. Kedua, semua hal yang manusia ketahui
melalui pengalaman, bukanlah obyek atau benda pada dirinya sendiri, melainkan hanya
kesan-kesan indrawi dari hal itu yang diterima oleh panca indra manusia.
Sedangkan Kant menolak, manusia tidak dapat mengetahui sesuatu apapun di luar
panca-indranya. Pengetahuan atau pemikiran tentang Allah tidak mungkin lagi, sebab
Tuhan berada di luar jangkauan indrawi manusia. Pandangan ini telah banyak dikritik.

2. Bidang politik, Pengaruh pemikiran John Locke dalam bidang politik sangat
besar di negara-negara Eropa, seperti Inggris, Perancis, Jerman, hingga Amerika
Serikat. Pemikiran-pemikiran politik Locke juga memengaruhi munculnya Revolusi
Perancis.

3. Munculnya negara-negara sekularistik, Pandangan John Locke yang


memisahkan urusan negara dan urusan agama dengan sangat ketat merupakan awal dari
munculnya negara-negara sekularistik di kemudian hari. Negara-negara yang menganut
paham sekular memisahkan dengan ketat urusan negara dan urusan agama.

4. Terhadap psikologi dan epistemologi, Pemikiran-pemikiran Locke terhadap


pikiran manusia telah membawa pengaruh dalam bidang psikologi dan epistemologi.
Beberapa filsuf dan pemikir setelahnya juga dipengaruhi Locke, Mereka mendapat
pengaruh John Locke dalam hal menganalisis pengalaman manusia berdasarkan unsur-
unsur pengalaman, kombinasi unsur-unsur tersebut, dan asosiasi-asosiasi yang terjadi.
3. Thomas Amstrong
1. Dasar antropologis

Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara guru sebagai
subjek dan siswa sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak
yang belakangan dalam upayanya belajar mencapai kemandirian dalam batas-batas
yang diberikan oleh dunia di sekitarnya. Atas dasar pandangan filsafat yang bersifat
dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan
(2) individualitas, melainkan juga (3) moralitas. Teori yang dikembangkan oleh
Thomas Armstrong, Ph.D ini yaitu Teori Kecerdasa Ganda yang dikembangkan pada
tahun 1983 oleh Dr. Howard Gardner bahwa setiap individu memiliki delapan
kecerdasan dalam dirinya yang diistilahkan dengan Multiple Intelegences (MI), yaitu
kecerdasan : Linguistik, Matematis-Logis, Spasial, Kinestetik-Jasmani, Musikal,
Interpersonal, Intra personal dan Naturalis. Dengan ke delapan kecerdasan yang ada
pada diri anak tersebut, maka guru harus mampu mengoptimalkan kecerdasan
majemuk yang dimiliki setiap anak untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut
oleh sebuah kurikulum dengan cara penerapkannya pada situasi pendidikan yang
berkaitan erat dengan kondisi sosialnya sehingga individu-individu tersebut menjadi
individu-individu yang baik secara pengetahuan dan secara moral.
2. Dasar ontologis
Ontology dalam ilmu membahas secara jelas batas-batas daerah penjelajahan ilmu.
Agar pendidikan dalam praktik terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu
pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi
pendidikan.Di dalam situasi sosial, manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya
menjadi makhluk berperilaku individual atau makhluk sosial yang berperilaku
kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup
pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang
terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapi, pada latar mikro sistem nilai harus
terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio
sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan
yang berskala mikro.Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadian
sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribadi
pula, terlepas dari faktor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik
tidak bersikap afektif utuh demikian maka menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi
mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan serta didik-pendidik
atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secara kuantitatif
sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil THB summatif, NEM atau pemerataan
pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan
kualitas manusianya belum tentu utuh.MI akan sangat efektif bila dikembangkan
menjadi strategi pembelajaran, khususnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
yang selama ini hanya mengacu pada domain belajar yang dikemukakan oleh Bloom,
yaitu kognitif, psikomotor dan afektif, karena dengan pendekatan MI, membuat siswa
lebih bergairah, lebih menyenangkan, lebih dinamis dan lebih variatif.MI
dikembangkan dari adanya fenomena-fenomena dan situasi pendidikan yang
menganggap bahwa konsep kecerdasan seseorang hanya pada Intellegences Question
(IQ) saja yang dikembangkan oleh Alfred Binet (1904) yang menitikberatkan
kecerdasan seseorang pada kemampuan berbahasa dan logika semata.

3. Dasar epistemologis
Epistemologis dalam ilmu membahas proses pendauran cara berpikir yang bersifat
rasional dan empiris. Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidik atau pakar ilmu
pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.
Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagian dapat dilakukan oleh tenaga
pemula, telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan
fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif-
fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan
pribadi dan diri peneliti sebagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme.
Karena itu penelaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan
sebagai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Dengan demikian uji
kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan
sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942).Sangat jelas
bahwa konsep MI ini lahir sebagai koreksi terhadap konsep kecerdasan yang
dikembangkan oleh Alfred Binet (1904) yang meletakkan dasar kecerdasan seseorang
pada IQ saja. Berdasarkan tes IQ yang dikembangkannya, Binet menempatkan
kecerdasan seseorang dalam rentang skala tertentu yang menitikberatkan pada
kemampuan berbahasa dan logika semata. Dengan kata lain apabila seseorang pandai
dalam logika dan bahasa, maka ia pasti memiliki IQ yang tinggi. Tes yang
dikembangkan Binet ini, menurut Gardner (1983) belum mengukur kecerdasan
seseorang sepenuhnya, sebab seseorang yang cerdas tidak dapat diwakili oleh dua
jenis kecerdasan (linguistic dan matematis-logis) saja, melainkan harus meliputi
delapan jenis kecerdasan yang ada. Dengan demikian maka lahirlah teori MI yang
akhirnya digunakan sebagai pendekatan pembelajaran dalam menentukan strategi apa
yang akan guru ambil pada saat pembelajaran berlangsung.

4. Metode pendidikan

Strategi pembelajaran MI pada hakikatnya adalah upaya mengoptimalkan kecerdasan


majemuk yang dimiliki setiap siswa untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut
oleh sebuah kurikulum. Armstrong (2002) mengatakan bahwa dengan teori kecerdasan
majemuk, memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran inovatif yang
relatif baru dalam dunia pendidikan. Meskipun demikian, Armstrong menambahkan
bahwa tidak ada rangkaian pembelajaran yang bekerja secara efektif untuk semua
siswa. Setiap siswa memiliki kecenderungan tertentu pada kedelapan kecerdasan yang
ada.Oleh karena itu, suatu strategi mungkin akan efektif pada sekelompok siswa, tetapi
akan gagal bila diterapkan pada kelompok lain. Dengan dasar ini, sudah seharusnya
guru memperhatikan jenis kecerdasan yang menonjol pada masing-masing siswa agar
dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat dan dapat mengoptimalkan potensi
yang ada dalam diri siswa.Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa
setiap strategi yang ada pada masing-masing kecerdasan dapat diimplementasikan
untuk semua mata pelajaran yang ada dalam kurikulum. Misalnya, strategi
pembelajaran matematis-logis dapat diimplementasikan bukan saja dalam mata
pelajaran matematika saja, tetapi dapat diimplementasikan dalam mata pelajaran lain
seperti bahasa, fisika atau mata pelajaran lain yang menuntut unsur logika
didalamnya.Satu hal yang harus diingat adalah bahwa teori MI bukan saja merupakan
konsep kecerdasan yang ada pada diri masing-masing individu, tetapi juga merupakan
strategi pembelajaran yang ampuh untuk menjadikan siswa keluar sebagai juara pada
jenis kecerdasan tertentu.Gardner (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya setiap
individu memiliki satu atau lebih kecerdasan yang menonjol dari delapan kecerdasan
yang ada. Contoh : Einstein, yang sangat cerdas pada dua jenis kecerdasan yaitu
matematis-logis dan spasial, sementara untuk kecerdasan yang lain, ia tidak terlalu
menonjol. Strategi pembelajaran MI pada praktiknya adalah memacu kecerdasan yang
menonjol pada diri siswa seoptimal mungkin dan berupaya mempertahankan
kecerdasan lainnya pada standar minimal yang ditentukan oleh lembaga atau sekolah.
Dengan demikian, penggunaan strategi pembelajaran MI tetap berada pada posisi yang
selalu menguntungkan bagi siswa yang menggunakannya. Satu hal yang pasti, siswa
akan keluar sebagai individu yang memiliki jati diri, yang potensial pada salah satu
atau lebih dari delapan jenis kecerdasan yang dimilikinya.

4. N. Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif dan teori perkembangan Piaget mempunyai sejumlah


sumbangan besar dalam bidang pendidikan antara lain :

a. Pemikiran anak didik berkembang secara perlahan dengan tahapan-tahapannya, mulai


dari yang konkret ke yang abstrak. Maka dalam penyajian bahan kepada anak didik perlu
diperhatikan tingkat pemikirannya, dimulai dari yang konkret ke yang abstrak , dari
bahan yang mudah ke yang sulit, dari bahan yang dekat dengannya sampai ke yang jauh.

b. Pendidikan perlu mengamati tahap perkembangan anak didik sehingga dapat


membantu anak didik secara lebih tepat.

c. Karena pengetahuan adalah konstruksi anak didik sendiri, anak didik harus dibantu
aktif dalam mengolah, mengalami dan membangun pengetahuannya. Seluruh metode
pendidikan perlu menekankan pada keaktifan anak.

d. Pendidik perlu menciptakan suasana yang menantang anak didik untuk berfikir,
merumuskan pikirannya serta mengekspresikan apa yang anak didik ketahui.

5. Aristoteles

1. Dalam ilmu alam Aristoteles dikenal sebagai orang pertama yang mengumpulkan
dan mengelompokkan spesies-spesies dalam ilmu biologi secara sistematis.
2. Aristoteles menulis tentang astronomi, zoologi, embryologi, geografi, geologi, fisika,
anatomi, physiologi, dan hampir tiap karyanya dikenal di masa Yunani purba.
3. teori silogisme (logika) Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk
mendapatkan kesimpulan, yaitu metode rasional-deduktif dan metode empiris-
induktif.
4. Dalam bidang bahasa Aristoteles menemukan Sepuluh jenis kata yang dikenal orang
saat ini seperti. Kata kerja, kata benda, kata sifat dan sebagainya merupakan
pembagian kata hasil pemikirannya.
5. Selain itu, terdapat istilah-istilah ciptaan Aristoteles yang masih digunakan hingga
saat ini, diantaranya “Informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi,
materi, esensi, dll”

6. Maria Montessori
Maria Montessori menciptakan suatu revolusi baru dalam hal pendidikan anak usia
dini yaitu melalui kontribusinya sebagai berikut.
1. Pembangunan “children’s houses”, case dei bambini disuatu komplek perumahan
kumuh di San Lorenzo, Roma pada tahun 1907.
2. Menciptakan sebuah buku terkenal dengan judul “The Montessori Method” pada
bulan April 1912. Buku tersebut menyarankan cara-cara “auto-education” bisa
diterapkan bagi anak-anak usia dini
3. Metode Montessori terbukti berhasil, sehingga beliau meninggalkan praktek
kedokterannya dan dua kedudukan yang beliau miliki di universitas agar dapat
meluaskan gagasannya. Teori-teorinya menyebar ke seluruh Italia dan ke bagian-bagian
dunia yang lain: Spanyol, Belanda, Amerika Serikat, Inggris dan India.
4. Saat ini ada lebih dari 8000 sekolah Montessori di seluruh dunia. Upaya beliau yang
tak kenal lelah merupakan warisan yang beliau tinggalkan untuk semua anak-anak di
dunia.

7. Plato
Plato berkontribusi dalam dunia pendidikan dalam menyumbangkan
pengetahuannya yang berupa filsafat. Perenialisme merupakan filsafat pendidikan yang
lahir pada abad kedua puluh, sebagai suatu kritik terhadap pendidikan progresif.
Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan
sesuatu yang baru. Teori dan konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh
filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Realisme Klasik. Plato berpandangan bahwa
realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu telah
ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki.
Menurut Plato, “dunia idea”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan.
Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang semuanya
bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam arti
menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia
menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal atau rasio, semuanya itu dapat
ditemukan kembali oleh manusia.
Kebenaran itu ada yaitu kebenaran yang bulat dan utuh. Manusia dapat memperoleh
kebenaran tersebut dengan jalan berpikir, bukan dengan pengamatan indera, karena
dengan berpkir itulah manusia dapat mengetahui hakikat kebenaran dan pengetahuan
Dalam pendidikan, perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak
menentu, penuh kekacauan, serta membahayakan, seperti yang kita hadapi dewasa ini,
tidak ada satupun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta
kestabilan dalam perilaku pendidikan.

8. Jean Jacques Rosseau

Anda mungkin juga menyukai