Anda di halaman 1dari 26

Laporan Praktikum III Dasar Genetika Ternak

SIFAT KUANTITATIF DAN KUALITATIF AYAM KAMPUNG DAN


AYAM RAS PETELUR
(Gallus gallus domesticus dan Gallus domesticus)

Oleh

NAMA : SRI NELFINA NUR


NIM : L1A1 18 091
KELAS :C
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN PEMBIMBING : MUHAMMAD REZKY
ANGGOTA KELOMPOK : 1. ASMAUL RAHMAN
2. MELDA MAWARNI
3. LA ODE ANDI AZIZ
4. SAMRIANA KASENG

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN KONSULTASI

No. Hari/tanggal Materi konsultasi Paraf

Kendari, Desember 2019


Menyetujui
Asisten Praktikum

MUHAMMAD REZKY
L1A1 17 063
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Unggas merupakan jenis hewan chordata (bertulang belakang), berbulu,

berkaki dua, memiliki paruh dan berkembangbiak dengan cara bertelur. Unggas

tergolong hewan ternak yang berlambung tunggal (monogastrik) atau hewan non

ruminansia. Unggas terdiri dari berbagai jenis antar lain ayam, angsa, bebek,

burung puyuh, itik dan sebagainya.

Ayam adalah sejenis unggas yang sering dijadikan sebagai hewan ternak

atau hewan peliharaan. Sebagai hewan peliharaan, ayam memiliki kemampuan

beradatasi sangat baik. Dengan syarat tempat itu mempunyai sumber makanan

bagi ayam, ayam juga termasuk golongan hewan pemakan segala. Perkawinan

silang antara ayam telah menghasilkan berbagai jenis ayam seperti ayam kampong

dan aya petelur.

Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah

memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Ayam kampung adalah

sebutan di Indonesia bagi ayam peliharaan yang tidak ditangani dengan cara

budidaya massal komersial serta tidak berasal-usul dari galur atau ras yang

dihasilkan untuk kepentingan komersial tersebut.

Ayam ras petelur adalah salah satu jenis ternak unggas yang sangat

popular dikembangkan di kalangan masyarakat, baik dengan skala kecil maupun

skala besar dengan produksi utama yaitu telur.

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka perlu dilakukan praktikum sifat

kuantitatif dan kualitatif ayam kampong dan ayam petelur.


1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum sifat kuantitatif dan kualitatif ayam kampung dan

ayam petelur yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sifat kuantitatif dan kualitatif ayam kampung.

2. Untuk mengetahui sifat kuantitatif dan kualitatif ayam ras petelur.

1.3. Manfaat

Manfaat dari praktikum sifat kuantitatif dan kualitatif ayam kampung dan

ayam petelur yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sifat kuantitatif dan kualitatif ayam kampung.

2. Untuk mengetahui sifat kuantitatif dan kualitatif ayam ras petelur.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Kampung

Ayam Kampung merupakan ayam asli indonesia yang masih memiliki

gen asli sebanyak lebih 50 %. Adanya variasi genetik yang tinggi dari ayam

Kampung menunjukan adanya potensi untuk dilakukannya perbaikan mutu

genetik. Oleh karena itu diperlukan data dasar mengenai sifatsifat kualitatif

dan kuantitatif ayam Kampung untuk mempertahankan kemurnian serta

pelestarian sumber daya genetik ayam Kampung (Mansjoer dalam Subekti,

2011).

Taksonomi ayam kampung di dalam dunia hewan yaitu Kingdom:

Animalia, phylum: Vertebrata, Class: Aves, Subclass: Noernithes, Ordo:

Galliformes, Genus: Gallus dan Spesies: Gallus Domesticus (Asnawi, 2006).

Ayam lokal Indonesia selain dipelihara sebagai ayam pedaging dan petelur

juga merupakan hewan kesayangan yang bermanfaat sebagai penghias halaman,

aduan, keperluan ritual atau sebagai pemberi kepuasan melalui suara kokok yang

merdu. Informasi dasar yang meliputi ciri spesifik, asal usul, performa dan

produktivitas diperlukan sebagai sumber daya genetik ternak ayam lokal lebih

dikenal dan lebih dikembangkan secara berkelanjutan (Sulandari et al., 2007).

Ayam kampung mudah dikenali karena banyak berkeliaran di desa-

desa hampir di seluruh wilayah Indonesia. Penyebaran ayam kampung

merata di seluruh pelosok Indonesia dan kehidupannya benar--benar telah

menyatu dengan masyarakat. Keanekaragaman ayam kampung dalam satu


wilayah masih sangat besar dan bervariasi dalam warna bulu, bobot badan,

pertumbuhan dan produksi telur (Sartika, 2007).

2.2. Ayam Ras Petelur

Ayam petelur adalah salah satu ternak unggas yang cukup potensial di

Indonesia. Ayam petelur dibudidayakan khusus untuk menghasilkan telur secara

komersial. Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe ayam medium

dan tipe ringan. Tipe medium umumnya bertelur dengan kerabang coklat

sedangkan tipe ringan bertelur dengan kerabang putih. Populasi ayam ras petelur

semakin meningkat dari tahun ketahun dikarenakan semakin meningkatnya

kebutuhan masyarakat terhadap telur konsumsi (Setiawati dkk, 2016).

Ayam (Gallus domesticus) merupakan sepsies keturunan ordo Galliformes

dengan genus Gallus (Tri, 2004). Taksonomi ayam yaitu filum Chordata, subfilum

Vertebrata, kelas Aves, ordo Galliformes, keluarga Phasianidae, genus Gallus dan

spesies Gallus domsticus (Khalid, 2011).

Ayam petelur yang sekarang kita kenal adalah strain ayam yang mampu

bertelur sebanyak 300 butir lebih per tahunnya. Ayam-ayam itu pada dasarnya

ayam ras yang merupakan ayam hasil perkawinan silang (silang dalam maupun

silang luar) antara bangsa berbagai bangsa ayam hutan. Ayam hutan merah

(Galus-galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti), ayam hutan abuabu

(Galus soneratti), dan ayam hutan hijau (Galus varius) (Abidin, 2003).

2.3. Sifat Kuantitatif

Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur, sifat kuantitatif

dipengaruhi oleh banyak pasangan gen dan sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Sifat kuantitatif umumnya dipengaruhi oleh faktor genetik dan factor

lingkungan, serta umumnya mempunyai kaitan erat dengan sifat ekonomis

seekor ternak seperti produktivitas dan reproduktivitasnya (Noor, 2008).

2.3.1. Bobot Badan

Bobot badan merupakan aspek penting pada ternak karena dapat

digunakan untuk menentukan kebutuhan pakan ternak dan kebutuhan jual beli

ternak. Bobot badan ternak akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur

ternak itu sendiri (Soeparno, 2009).

Bobot badan pada ayam jantan lebih berat bila dibandingkan ayam betina,

demikian pula dengan perubahan lain yang diamati, ukuran tubuh ayam jantan

lebih berat dibandingkan dengan betina. Pada ayam lokal Papua, yaitu bobot

badan ayam jantan lebih berat dibandingkan ayam betina. Hal ini disebabkan

karena dimorfisme seksual pada ayam dan perbedaan pertumbuhan antara ayam

jantan dan betina (Daikwo dkk, 2011).

2.3.2. Panjang Paruh

Panjang paruh (PP) di mulai dari pangkal sampai ujung paruh bagian atas

di ukur menggunakan pita ukur. Panjang paruh (PP) ayam kampong rataan pada

jantan 2,47 ± 0,573 cm dan pada betina 2,24 ± 0,479 cm (Rangkuti, 2011).

2.3.3. Panjang Sayap

Tulang sayap ayam terdiri atas dua tulang yaitu radius dan ulna merupakan

bagian dari proximal dari hewan. Radius adalah tulang yang terkecil dari sayap

yang berbentuk silinder dan melengkung dengan permukaan konkaf terhadap

ulna; sedangkan tulang ulna memiliki ukuran yang lebih besar daripada radius,
bentuknya melengkung dan menghadap ke radius serta kedua jaraknya cukup luas

sayap juga berperan dalam pengeraman telur. Sayap yang panjang akan

mengindikasikan bahwa ayam mampu bertelur banyak dan mampu mengerami

telur dalam jumlah yang banyak pula (Putri, 2011).

Rata-rata panjang rentang sayap ayam ketawa betina sebesar 17,53±0,54

cm. Ayam Wareng memiliki panjang rentang sayap sebesar 17,1cm pada ayam

Wareng jantan dan 14,1 pada betina (Sartika dkk., 2006).

Panjang sayap (PS) diukur mulai dari pangkal sayap hingga ujung bagian

sampai tulang metacarpus dan ujung tulang jari terpanjang pada sayap panjang

sayap. Pada ayam Kampung jantan dan betina yaitu 218.41 ± 14.47 mm dan

188.65 ± 4.84. Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan oleh factor genetic

dan lingkungan. Variasi yang terdapat pada suatu individu disebabkan oleh variasi

genetic dan lingkungan (Subekti, 2011).

2.3.4. Panjang Badan

Panjang badan (PB) dimulai dari bagian pangkal leher hingga bagian

belakang ayam (tulang pubis) yang dapat di ukur menggunakan pita ukur, dari

rataan setiap ukuran tubuh ayam kampung di beberapa Kecamatan berbeda di

Kabupaten Labuhan batu Selatan panjangbadan (PB) rataan pada jantan sebesar

23,66 ± 4,628 cm dan pada betina sebesar 21,44 ± 2,890 cm (Rangkuti, 2011).

2.3.5. Lingkar Dada

Rata-rata lingkar dada ayam kampung di Kecamatan Lasalimu pada ternak

jantan adalah 41,51±1,88 dan padat ernak betina 37,47±1,04. Variasi ukuran
tubuh ayam dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan asal bibit yang berbeda,

lingkungan pemeliharaan yang berbeda (Amlia, 2016).

Rata-rata lingkar dada ayam Merawang betina F2 sebesar 26,37±2,21

sedangkan ayam Merawang jantan sebesar 30,60±4,15 cm. Rata-rata lingkar dada

ayam Wareng jantan dan betina masing-masing sebesar 25,1±2,2 dan 23,5±1,9

cm, rata-rata lingkar dada pada ayam ketawa sebesar 24,89±0,94 cm (Andrianto

dkk., 2015).

2.4. Sifat Kualitatif

Sifat kualitatif merupakan sifat yang dikontrol oleh beberapa gen yang

memiliki perbedaan yang jelas antar fenotipnya, biasanya bersifat tidak aditif dan

variasinya tidak . Sifat kualitatif adalah suatu sifat yang dapat mengklasifikasikan

individu-individu ke dalam satu dari dua kelompok atau lebih dan pengelompokan

itu berbeda jelas satu sama lain. Sifat kualitatif sering dipertimbangkan dalam

program pemuliaan karena secara tidak langsung sifat ini berpengaruh terhadap

sifat produksi. Sifat kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit

atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga variasi genetik juga

menunjukkan variasi sifat kualitatif (Noor, 2008).

2.4.1. Warna Bulu

Warna dasar bulu ayam kampung jantan adalah hitam, sedangkan pada

bulu bagian leher dan punggung berwarna keemasan. Bulu sayap dan ekor

berwarna hitam diselingi satu atau dua lembar bulu berwarna putih. Dimana warna

bulu ayam jantan yang banyak ditemukan adalah hitam dan sangat jarang yang
berwarna polos. Sedangkan ayam Kampung betina umumnya berwarna hitam

berbintik putih atau bintik coklat (Subekti dan Firda, 2011).

Warna bulu ayam kampung super mempunyai frekuensi fenotipe warna

bulu putih (I-) yang menurun dari frekuensi fenotipe 28,57% menjadi 21,33%,

warna bulu hitam (E) naik dari frekuensi fenotipe 35,71% menjadi 41,33%,

sedangkan frekuensi fenotipe berwarna yaitu warna coklat kemerahan dan warna

putih kecoklatan (ii) naik dari 23,80% menjadi 25,33% dan pola warna bulu lurik

(B-) naik dari 11,90% menjadi 12%. Secara umum warna bulu putih polos (I-)

adalah warna bulu yang dominan pada minggu kedua dengan frekuensi fenotipe

49%, minggu kelima warna bulu yang dominan yaitu hitam (E-) dengan frekuensi

fenotipe 35,71% sedangkan pada minggu kesepuluh warna bulu yang dominan

yaitu warna bulu hitam (E-) dengan frekuensi fenotipenya 41,33% (Ashar dkk.,

2016).

Warna bulu tipe ayam liar adalah warna bulu yang dominan untuk ayam

kampung jantan yaitu 38% dan warna bulu hitam adalah warna bulu yang

dominan pada ayam kampung betina yaitu 50%. Tingginya presentase warna bulu

tipe bulu liar pada jantan dan bulu hitam pada betina hal ini disebabkan karena

ayam kampung masih mempunyai jarak genetik yang dekat dengan ayam hutan

merah sumatera, dimana ciri-ciri warna bulunya yang khas untuk jantan adalah

tipe liar dan utuk betina coklat bergaris hitam (Pratama, 2006).

2.4.2. Warna Shank

Warna shank ayam kampung super jantan maupun betina adalah

putih/kuning (idid) dan hitam/abu-abu (Id-). Pada ayam jantan, frekuensi warna

shank putih/kuning dan hitam/abu-abu masing-masing sebesar 82,5% dan 17,5%,


sementara pada betina masing-masing sebesar 77,14% dan 22,58%. Warna shank

hitam/abu-abu ini kemungkinan diwarisi dari ayam hutan merah sebagai

moyangnya, sedangkan shank putih kemungkinan diwarisi dari ayam kampung

atau ayam jenis lain akibat perkawinan silang (Ashar dkk, 2016).

Ayam kampung umumnya memiliki warna kulit kaki/shank

kuning/putih pada jantan 74% dan pada betina 66% sedangkan hitam pada

jantan 26% dan betina 34% (Subekti dan Arlina, 2011).

Warna shank dipengaruhi dari kombinasi pigmen lapis atas dan bawah

kulit dengan adanya pigmen karatenoid pada epidermis. Kemudian warna shank

hitam adanya pigmen melanin pada epidermis dan kemudian kedua pigmen

tersebut tidak ada maka shank akan berwarna putih beberapa warna shank

berbeda ditemukan pada ayam dari kombinasi pigmen yang berbeda dilapisan

atas dan bawah kulit. Warna shank kuning dipengaruhi oleh adanya pigmen

karotenoid pada epidermis dan tidak adanya pigmen melanin. Warna shank

hitam dipengaruhi oleh adanya pigmen melanin pada epidermis. Bila kedua

pigmen tersebut tidak ada maka shank berwarna putih (Scanes dkk., 2003),

2.4.3. Bentuk Jengger

Bentuk jengger ayam kampung terdiri atas bentuk pea 29%, single

21%, walnut 12% dan rose 38% (Afriani dkk., 2003) . Demikian pula yang

dinyatakan Mansjoer (2003) bahwa ayam kampung memiliki tingkat

keragaman yang lebih tinggi dibandingkan ayam lokal lainnya. Ayam lokal

Indonesia yang sudah memiliki keseragaman sifat bentuk jengger diantaranya

adalah ayam Pelung, Kedu Hitam dan Kedu putih. Bentuk jengger ayam

kampung super yang cukup beragam yakni terdiri dari jengger, mawar (rose)
(R_pp), kapri (pea) (rrP), dan tunggal (singel) (rrPP). Dari ketiga macam bentuk

jengger ini, jengger tunggal (rrPP) yang lebih banyak ditemukan, yaitu dengan

frekuensi fenotipe 87,5% pada betina dan 80 % pada jantan. Sementara jengger

kapri (rrP) hanya di temukan pada ayam kampung super betina frekuensi fenotipe

6,25% dan sisianya adalah jengger mawar (rose) (R_pp) frekuensi fenotipe 20 %

pada jantan dan 6,25% (Ashar dkk., 2016).

Bentuk jengger ayam Kampung betina dengan ciri khas ayam hutan

merah (Gallus gallus) yang merupakan moyang sebagian ayam piara yang ada

sekarang dimana mempunyai bentuk jengger tunggal. Perbedaan bentuk jengger

pada ayam Kampung betina dengan ayam hutan merah yang menjadi moyang

ayam kampung diduga disebabkan karena pengaruh gen pea kuat terhadap gen

tunggal, dimana ayam Kampung telah menerima aliran gen yang berasal dari

bangsa ayam unggul yaitu ayam Brahma yang memiliki bentuk jengger pea

(Nishida, 2010).

2.4.4. Warna Paruh

Warna paruh putih/kuning merupakan warna paruh yang dominan baik

pada jantan maupun pada ternak betina. Perbedaan warna paruh pada ayam

disebabkan gen yang dimilikinya. Penampilan dari suatu sifat tergantung pada

gen-gen yang dimiliki ternak, tetapi keadaan lingkungan yang menunjang

diperlukan untuk memberikan kesempatan penampilan suatu sifat secara penuh

(Amlia, 2016).
2.4.5. Corak Bulu

Distribusi melanin pada bulu sekunder akan menimbulkan pola bulu yang

disebut pola bulu sekunder atau istilah lainnya adalah corak bulu. Corak bulu pada

ayam ada dua jenis corak, yaitu lurik/burik (barred) dilambangkan oleh gen B dan

tidak lurik (non barred) dilambangkan oleh gen b. Gen pembawa sifat corak bulu

ini terpaut kelamin. Kerja gen B ini adalah menghambat deposisi melanin dan

akan menimbulkan garis-garis pada warna dasar hitam sehingga bulu terlihat

hitam bergaris-garis putih. Corak bulu dengan frekuensi tertinggi baik jantan

maupun betina adalah corak lurik pada ternak jantan 0,58 dan betina 0,54. Kerlip

bulu dengan frekuensi tertinggi baik jantan maupun betina adalah kerlip bulu

emas yaitu 0,66 untuk ternak jantan dan 0,62 untuk ternak betina (Ashar, 2016).
III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Sifat Kuantitatif dan Kualitatif Ayam Kampung dan Ayam Ras

Petelur dilaksanakan pada Minggu, 17 November 2019 pukul 16.00 WITA

sampai selesai di Kandang Ayam Petelur, Fakultas Peternakan, Universitas Halu

Oleo, Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum sifat kuantitatif dan kualitatif ayam

kampung dan ayam ras petelur dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Kegunaan


No. Nama Alat Kegunaan
1 Timbangan analitik Untuk menimbang bobot telur.
2 Pita ukur Untuk mengukur ayam
3 Alat tulis Untuk mencatat penjelasan yang
disampaikan.
4 Handphone Dokumentasi.

Bahan yang digunakan dalam praktikum sifat kuantitatif dan kualitatif

ayam kampung dan ayam ras petelur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan Kegunaan


No. Nama Bahan Kegunaan
1 Ayam kampung Sebagai objek pengamatan
2 Ayam ras petelur Sebagai objek pengamatan
3.2 Prosedur Praktikum

Prosedur atau cara kerja pada praktikum sifat kuantitatif dan kualitatif

ayam dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum sifat

kualitatif dan kuantitatif pada ayam kampung dan ayam petelur.

2. Mengukur panjang badan, panjang sayap, panjang paruh dan lingkar dada.

3. Menimbang bobot badan ayam kampung dan ayam petelur.

4. Memperhatikan bentuk shank, warna corak bulu, pada ayam kampung dan

ayam petelur.

5. Mencatat semua hasil pengamatan.

6. Membuat laporan sementara.

3.1. Diagram Alir

Mempersiapkan alat dan bahan

Mengukur panjang badan, panjang sayap, panjang paruh dan lingkar


dada

Menimbang bobot badan

Memperhatikan bentuk shank, warna corak


bulu

Mencatat semua hasil

pengamatan
Membuat laporan sementara
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat Kualitatif Ayam Kampung Dan Ayam Ras Petelur

Sifat kualitatif ayam kampung dan ayam ras petelur dapat dilihat pada
tabel 3.

Tabel 4. Sifat kualitatif pada ayam petelur dan ayam kampung.


Parameter
Ayam Warna Warna Bentuk Warna
Corak Bulu
Bulu Shank Jengger Paruh
Petelur Coklat Putih Tunggal Coklat Polos
Kemerahan Putih
Kampung Hitam Hitam Pea Hitam Polos
putih

4.1.1. Sifat Kualitatif Ayam Kampung

Berdasarkan hasil pengamatan sifat kualitatif pada ayam kampung dan

ayam petelur dengan parameter warna bulu ayam diperoleh data yaitu warna bulu

pada ayam kampung adalah hitam. Warna bulu pada ayam kampung dipengaruhi

oleh faktor genetic seperti warna bulu yang diturunkan oleh induk ke anaknya

serta dipengaruhi oleh jenis spsies ayamnya atau bangsanya. Hal ini di tunjang

dengan pernyataan Subekti dan Firda (2011) Warna dasar bulu ayam kampung

jantan adalah hitam, sedangkan pada bulu bagian leher dan punggung berwarna

keemasan. Bulu sayap dan ekor berwarna hitam diselingi satu atau dua lembar

bulu berwarna putih. Dimana warna bulu ayam jantan yang banyak ditemukan

adalah hitam dan sangat jarang yang berwarna polos. Sedangkan ayam Kampung

betina umumnya berwarna hitam berbintik putih atau bintik coklat.

Warna shank pada ayam kampung berwarna hitam, warna shank pada

ayam dipengaruhi oleh kandungan melanin pada kulit ayam sehingga terjadi

perbedaan warna pada setiap ayam . Hal ini di tunjang dengan pernyataan Tarigan
(2010) yang menyatakan bahwa warna shank dibedakan menjadi warna shank

kuning atau putih dan hitam atau abu-abu. Menurut Amlia (2016) umumnya

warna shank ayam kampong jantan dan betina di Kecamatan Lasalimu berwarna

putih/kuning dan hitam/abu-abu. Warna shank putih/kuning merupakan warna

shank yang dominan baik pada ternak jantan maupun pada ternak betina. Warna

shank hitam/abu-abu pada ayam kampong disebabkan oleh tingginya kandungan

melanin pada lapisan dermis sedangkan warna shank putih/kuning disebabkan

oleh kurangnya kandungan melanin pada lapisan dermis.

Bentuk jengger ayam kampung yaitu berbentukm pea, bentuk jengger

dipengaruhi oleh faktor genetik pada ayam sehingga bentuk jengger setiap ayam

berbeda-beda dan spesies dan bangsa dari ayam juga sangat mempengaruhi

bentuk jengger. Hal ini di tunjang dengan pernyataan Afriani dkk (2003) bahwa

bentuk jengger ayam kampung terdiri atas bentuk pea 29%, single 21%,

walnut 12% dan rose 38%.

Warna paruh ayam kampung adalah hitam putih, warna paruh dipengaruhi

oleh faktor gen dari unggas tersebut. Hal ini di tunjang dengan pernyataan Amlia

(2016) yang menyatakan bahwa warna paruh putih/kuning merupakan warna

paruh yang dominan baik pada jantan maupun pada ternak betina. Perbedaan

warna paruh pada ayam disebabkan gen yang dimilikinya. Penampilan dari suatu

sifat tergantung pada gen-gen yang dimiliki ternak, tetapi keadaan lingkungan

yang menunjang diperlukan untuk memberikan kesempatan penampilan suatu

sifat secara penuh.

Corak bulu pada ayam kampung dari hasil pengamatan yang di peroleh

yaitu polos. Corak bulu dipengaruhi oleh gen yang diturunkan oleh induk ke
anaknya serta spesies dari unggas tersebut. Hal ini di tunjang oleh pernyaan Ashar

(2016) yang menyatakan bahwa distribusi melanin pada bulu sekunder akan

menimbulkan pola bulu yang disebut pola bulu sekunder atau istilah lainnya

adalah corak bulu. Corak bulu pada ayam ada dua jenis corak, yaitu lurik/burik

(barred) dilambangkan oleh gen B dan tidak lurik (non barred) dilambangkan oleh

gen b. Gen pembawa sifat corak bulu ini terpaut kelamin.

4.1.2. Sifat Kualitatif Ayam Ras Petelur

Warna bulu ayam diperoleh data yaitu warna bulu pada ayam ras petelur

adalah coklat kemerahan. Warna bulu pada ayam ras dipengaruhi oleh faktor

genetic serta jenis spsies ayamnya atau bangsanya. Hal ini di tunjang dengan

pernyataan Rasyad (2001) yang menyatakan bahwa tipe ayam ras petelur pada

umumnya dibagi menjadi dua macam yaitu tipe ringan dan tipe medium yang

memiliki ukuran yang berbeda, tipe medium memiliki warna bulu berwarna putih

sedangkan tipe medium memiliki warna bulu coklat.

Warna shank pada ayam ras petelur berwarna putih, warna shank pada

ayam dipengaruhi oleh kandungan melanin pada kulit ayam sehingga terjadi

perbedaan warna shank pada setiap ayam . Hal ini di tunjang dengan pernyataan

Tarigan (2010) yang menyatakan bahwa warna shank dibedakan menjadi warna

shank kuning atau putih dan hitam atau abu-abu. Perbedaan warna shank

disebabkan karena kandungan melanin pada lapisan dermis sedangkan warna

shank putih/kuning disebabkan oleh kurangnya kandungan melanin pada lapisan

dermis.

Bentuk jengger ayam ras petelur yaitu berbentuk tunggal, bentuk jengger

dipengaruhi oleh faktor genetik pada ayam sehingga bentuk jengger setiap ayam
berbeda-beda dan spesies dan bangsa dari ayam juga sangat mempengaruhi

bentuk jengger. Hal ini di tunjang dengan pernyataan Ashar (2016) bahwa bentuk

jengger cukup beragam yakni terdiri dari jengger, mawar (rose) (R_pp), kapri

(pea) (rrP), dan tunggal (singel) (rrPP). Dari ketiga macam bentuk jengger ini,

jengger tunggal (rrPP) yang lebih banyak ditemukan, yaitu dengan frekuensi

fenotipe 87,5% pada betina dan 80 % pada jantan. Sementara jengger kapri (rrP)

hanya di temukan pada ayam kampung super betina frekuensi fenotipe 6,25% dan

sisianya adalah jengger mawar (rose) (R_pp) frekuensi fenotipe 20 % pada jantan

dan 6,25%.

Warna paruh ayam ras petelur adalah coklat putih, warna paruh

dipengaruhi oleh faktor gen dari unggas tersebut. Hal ini di tunjang dengan

pernyataan Amlia (2016) yang menyatakan bahwa warna paruh putih/kuning

merupakan warna paruh yang dominan baik pada jantan maupun pada ternak

betina. Perbedaan warna paruh pada ayam disebabkan gen yang dimilikinya.

Penampilan dari suatu sifat tergantung pada gen-gen yang dimiliki ternak, tetapi

keadaan lingkungan yang menunjang diperlukan untuk memberikan kesempatan

penampilan suatu sifat secara penuh.

Corak bulu pada ayam ras petelur dari hasil pengamatan yang di peroleh

yaitu polos. Corak bulu dipengaruhi oleh gen yang dimiliki yang diturukan oleh

induknya. Hal ini di tunjang oleh pernyaan Ashar (2016) yang menyatakan bahwa

distribusi melanin pada bulu sekunder akan menimbulkan pola bulu yang disebut

pola bulu sekunder atau istilah lainnya adalah corak bulu. Corak bulu pada ayam

ada dua jenis corak, yaitu lurik/burik (barred) dilambangkan oleh gen B dan tidak
lurik (polos) dilambangkan oleh gen b. Gen pembawa sifat corak bulu ini terpaut

kelamin.

4.2. Sifat Kuantitatif Pada Ayam Kampung dan AyamPetelur

Sifat Kuantitatif Pada Ayam Petelur dan Ayam Kampung dapat dilihat pada
tabel 3.

Tabel 3. Sifat Kuantitatif Pada Ayam Petelur dan Ayam Kampung.


Parameter
Ayam
BB(gr) PP(cm) PS (cm) PB (cm) LD (cm)
Petelur 1545 3 29 22 30
Kampung 1319 2 26,5 17 28,5
Keterangan :
BB : Bobot Badan (g)
PP : Panjang Paruh (cm)
PS : Panjang Sayap (cm)
PB : Panjang Badan (cm)
LD : Lebar Dada (cm)

4.2.1. Sifat Kuantitatif Ayam Kampung

Berdasarkan hasil pengamatan sifat kuantitatif ayam kampung pada

parameter bobot badan yaitu bobot badan kampung sebesar 1.319. Ini disebabkan

oleh faktor gen, nutrisi dan lingkungan yang ada. Hal ini di tunjang oleh

pernyataan Putri (2012) yang menyatakan bahwa bobot badan merupakan salah

satu sifat kegenetikan ternak yang memiliki nilai ekonomis tinggi, dan merupakan

indikator untuk menduga poduksi daging ternak. Ayam Kampung memiliki rataan

bobot badan sebesar 1.171,0-1.555,6 g. Rataan bobot ayam Kampung ditemukan

sebesar 1.148,49 g pada jantan dan 1.132,22 g pada betina.

Panjang paruh ayam kampung yaitu 2 cm, ini dikarenakan oleh faktor

lingkungan dari ternak tersebut dan jenis yang berbeda dari ayam tersebut. Hal ini

di tunjang dengan pernyataan Rangkuti (2011) bahwa panjang paruh (PP) di mulai
dari pangkal sampai ujung paruh bagian atas di ukur menggunakan pita ukur.

Panjang paruh (PP) ayam kampong rataan pada jantan 2,47 ± 0,573 cm dan pada

betina 2,24 ± 0,479 cm.

Panjang sayap ayam kampung adalah 26,5 cm, hal ini disebabkan oleh

faktor genetic dari ternak tersebut. Hal ini di tunjang dengan pernyataan Subekti

(2011) bahwa panjang sayap (PS) diukur mulai dari pangkal sayap hingga ujung

bagian sampai tulang metacarpus dan ujung tulang jari terpanjang pada sayap

panjang sayap. Pada ayam Kampung jantan dan betina yaitu 218.41 ± 14.47 mm

dan 188.65 ± 4.84. Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan oleh factor

genetic dan lingkungan. Variasi yang terdapat pada suatu individu disebabkan

oleh variasi genetic dan lingkungan.

Panjang badan ayam kampung berdasarkan hasil pengamatan sifat

kuantitatif ayam kampung adalah 17 cm. Menurut Rangkuti (2011) panjang

badan (PB) dimulai dari bagian pangkal leher hingga bagian belakang ayam

(tulang pubis) yang dapat di ukur menggunakan pita ukur, dari rataan setiap

ukuran tubuh ayam kampung di beberapa Kecamatan berbeda di Kabupaten

Labuhan batu Selatan panjangbadan (PB) rataan pada jantan sebesar 23,66 ±

4,628 cm dan pada betina sebesar 21,44 ± 2,890 cm.

Lingkar dada ayam kampung adalah 28,5 cm., ini disebabkan oleh kondisi

lingkungan serta faktor genetic dan bangsa dari ternak tersebut. Hal ini di tunjang

dengan pernyataan Amalia (2016) bahwa rata-rata lingkar dada ayam kampung di

Kecamatan Lasalimu pada ternak jantan adalah 41,51±1,88 dan padat ernak betina

37,47±1,04. Variasi ukuran tubuh ayam kampong dapat disebabkan oleh kondisi

lingkungan asal bibit yang berbeda, lingkungan pemeliharaan yang berbeda.


4.2.2. Sifat Kuantitatif Ayam Ras Petelur

Berdasarkan hasil pengamatan sifat kuantitatif ayam ras petelur dengan

parameter bobot badan yaitu bobot badan ayam ras petelur sebesar 1.545 gram,

bobit badan dipengaruhi oleh faktor genetic dan nutrisi dalam pakan yang

diberikan. Hal ini di tunjang oleh pernyataan Putri (2012) yang menyatakan

bahwa bobot badan merupakan salah satu sifat kegenetikan ternak yang memiliki

nilai ekonomis tinggi, dan merupakan indikator untuk menduga poduksi daging

ternak.

Panjang paruh ayam ras petelur yaitu 3 cm, panjang paruh dipengaruhi

oleh faktor lingkungan dari ternak serta jenis yang berbeda dari ayam tersebut.

Hal ini di tunjang dengan pernyataan Rangkuti (2011) bahwa panjang paruh (PP)

di mulai dari pangkal sampai ujung paruh bagian atas di ukur menggunakan pita

ukur. Panjang paruh pada ayam petelur berkisar antara 2,5 sampai dengan 3,4 cm.

Panjang sayap ayam ras petelur adalah 29 cm, ini disebabkan oleh faktor

genetic dari ternak tersebut. Hal ini di tunjang dengan pernyataan Subekti (2011)

bahwa panjang sayap (PS) diukur mulai dari pangkal sayap hingga ujung bagian

sampai tulang metacarpus dan ujung tulang jari terpanjang pada sayap panjang

sayap. Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan oleh factor genetic dan

lingkungan. Variasi yang terdapat pada suatu individu disebabkan oleh variasi

genetic dan lingkungan.

Panjang badan ayam ras petelur berdasarkan hasil pengamatan sifat

kuantitatif ayam ras petelur adalah 22 cm. Menurut Rangkuti (2011) panjang

badan (PB) dimulai dari bagian pangkal leher hingga bagian belakang ayam
(tulang pubis) yang dapat di ukur menggunakan pita ukur, dari rataan setiap

ukuran tubuh.

Lingkar dada ayam ras petelur adalah 28,5 cm., lingkar dada ayam ras

petelur dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta faktor genetic dan bangsa dari

ternak tersebut. Hal ini di tunjang dengan pernyataan Amalia (2016 Variasi

ukuran tubuh ayam dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan asal bibit yang

berbeda, lingkungan pemeliharaan yang berbeda.


V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum sifat kuantitatif dan kualitatif ayam kampung

dan ayam petelur yaitu sebagai berikut :

1. Sifat kuantitatif ayam kamung yaitu bobot badan 1.319 gram, panjang paruh 2

cm, panjang sayap 26,5 cm, panjang badan 17 cm dan lingkar dada 28,5 cm.

Sifat kualitatif ayam kampung yaitu warna bulu hitam, warna shank hitam,

warna paruh hitam keputihan, bentuk jengger pea dan corak bulu lurik.

2. Sifat kuantitatif ayam petelur yaitu bobot badan 1.545 gram, panjang paruh 3

cm, panjang sayap 29 cm, panjang badan 22 cm dan lingkar dada 30 cm. Sifat

kualitatif ayam kampung yaitu warna bulu coklat kemerahan, warna shank

putih, warna paruh coklat putih, bentuk jengger tunggal dan corak bulu polos.

5.2. Saran

1. Saran saya untuk laboratorium adalah sebaiknya sebaiknya unggas yang ada di

laboratorium lebih diperhatikan kebersihan kandangnya dan menambahkan

jumlah jenis unggas di laboratorium.

2. Saran saya untuk asisten untuk memperhatikan praktikan pada saat pratikum

sedang berlangsung karna banyak dari praktikan yang bercerita dan tidak

memperhatikan penjelasan

3. Saran saya untuk pratikan sebaiknya datang tepat waktu dan menggunakan

baju werpek saat praktikum lapangan berlangsung, serta menaati peraturan

yang ada di laboratorium.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur : Cetakan ke-1.


Agromedia Pustaka. Jakarta.
Afriani, T., D. Ahmat dan Afrianto. 2003. Karakteristik Genetik Eksternal Ayam
Bangkok. Penelitian Fakultas Peternakan. Universitas Andalas.. Padang.
Amalia. F., Muryani., Isroli. 2016. Pengaruh Penggunaan Tepung Azolla
microphylla Fermentasi pada Pakan terhadap Bobot dan Panjang Saluran
Pencernaan Ayam Kampung Persilangan. Fakultas Peternakan dan
Pertanian. Universitas Diponegoro.
Andrianto. L. La Ode Baa. M. Rusdin. 2015. Sifat-Sifat Kualitatif dan Kuantitatif
Ayam Ketawa di Kota Kendari. JITRO. Vol 1(4).
Ashar., Muhamma. P. dan Takdir. S. 2016. Karakteristik Fenotip Kualitatif Ayam
Kampung Super (Characteristics Of Qualitative Phenotype Of Ayam
Kampung Super). Jurnal Ilmiah Peternakan Halu Oleo. Vol 1(1).
Daikwo, I.S., Okpe., Ocheja. J. O. 2011. Phenotypic Charecterization of Local
Chikens in Dekina. Int J of Poult Sci. Vol 1(10).
Khalid, H. 2011. Principles of Poultry Industy. Diyala University Collage of
Agriculture Dept. of Animal Resources.
Mansjoer, S. S. 2003. Potensi Ayam Buras di Indonesia. Prosiding Semiloka
Pengkajian Pengembangan Produksi Bibit Ayam Buras dan Itik. Cisarua.
Bogor.
Nishida, T., K. Nozowa dan Mortojo. 2010. Mhorpologial and Genetical Studies
of the Indonesian Native Fowl : The Original and Phylogensi Indonesian
Native.
Noor, R. 2008. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pratama. Y. 2006. Sifat-Sifat Kualtatif Ayam Kampung di Kelurahan Koto
Panjang Ukur Koto Kecamatan Koto Tengah Kota Padang. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Andalas Padang.
Putri. S. I. 2011. Pengaruh Penambahan Ekstrak Jahe (Zingiber officinale rosseos)
terhadap Aktivitas Antioksidan, Total Fenol dan Karakteristik Sensoris pada
Telur Asin. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Rangkuti, Freddy. 2011. SWOT Balanced Scorecard. Jakarta. PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Sartika, T., S. Sulandari, MSA Zein dan P. Paryanti. 2006. Ayam Nunukan
Karakter Genetik, Fenotipe dan Pemanfaatannya. Wartazoa. Vol 16(1) :
216-222.
Sartika. T. 2007. Pembibitan dan Peningkatan Mutu Genetik Ayam Lokal. In:
Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia. Puslit
Biologi LIPI. LIPI Press. Bogor.
Scanes, C. G., G. Brant., DM. Ensminger. 2003. Poultry Science. 4th Editions.
Prentice Hall Publiaher, Inc. Danville.
Setiawati. 2016. Performa Produksi dan Kualitas Telur Ayam Petelur pada Sistem
Litter dan Cage dengan Suhu Kandang Berbeda. Jurnal Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan. Vol 4(1).
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Madah Universiti Perss.
Yogyakarta.
Subekti, K dan Arlina. 2011. Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Kampung di
Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan. Vol 14(2) : 74-86

Anda mungkin juga menyukai