Bab 7
Bab 7
Nama:
Astri Nurwulan
Dena Surya
PERENCANAAN TINDAKAN
ASUHAN KEPERAWATAN
Oleh: Hj.Rahayu Wijayanti
A. PENDAHULUAN
Asuhan keperawatan pada lansia dimaksudkan untuk memberikan bantuan ,bimbingan,
pengawasan, perlindungan, dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun
kelompok, seperti dirumah/ lingkungan keluarga, panti wreda maupun puskesmas , dan dirumah
sakit yang diberian oleh perawat. Pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan yang
meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosis keperawatan (nursing diagnosis),
merencanakan tindakan keperawatan (nursing intervention),melaksanakan tindakan keperawatan
(implementation ) dan melakukan penilaian atau evaluasi ( evaluation )
B. PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana intervensi , strategi, atau tindakan keperawatan dipilih setelah tujuan dan hasil
yang diharapkan ditetapkan. Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat kesehatan yang di
inginkan sesuai hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dan potter & perry, 1997)
Rencana keperawatan disusun bergantung dan berdasarkan hasil pengkajian, setelah
melewati tahapa pengkajian, maka setiap asuhan keperawatan dilanjutkan dengan analisis dan
pengelompokan secara sistematik terhadap data objektif maupun subjektif untuk merumuskan
diagnosis keperawatan, yang akan terfokus pada dua hal, yaitu : (1) status kesehatan klien; dan
(2) kekuatan klien yang menggambarkan respons tubuh, apakah mengarah pada kondisi actual ,
resiko , potensial termasuk sejahtera (wellness), dan promosi kesehatan.
Rencana asuhan kerperawatan disusun mengarah pada penggunaan jenis fasilitas
perawatan yang digunakan oleh lansia selama akan di rawat. Berbagai jenis fasilitas perwatan ini
meliputi (1) fasilitas perawatan akut, termasuk unit gawat darurat (UGD), (2) fasilitas ruang
bedah; (3) unit perawatan kritis; dan (4) unit perawatan medical bedah. Bagi lansia yang
memasuki fasilitas perawatan akut , kualitas asuhan keperawatan diberikan guna mengembalikan
lansia pada kondisi kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sebagaimana sebelum
mengalami sakit
Asuhan keperawatan secara berkualitas dapt mencegah terjadinya kesalahan penanganan
maupun masalah nosokomial. Asuhan keperawatan di UGD, keperawatan kritis, dan keperawatan
di ruang bedah , tergolong asuhan keperawatan akut dan lansia akan menjalani rawat inap. Jenis
perawatan sub-akut ( tergolong perawatan transisional) saat ini sedang dikembangkan. Jenis
perawatan ini sering dilakukan pada lansia yang menglami kondisi kronis tertetu atau yang
mengalami penundaan pemulangan dari hasil perawatan akut
Dengan demikian dalam pemberian asuhan perawatan ini sangat diperlukan suatu
pendekatan keperawatan secara kolaboratif atau pendekatan multidisiplin serta keterlibatan klien
dan keluarga. Asuahn keperawatan yang diberikan disesuaikan pada kelompok lansia, apakah
lansia aktif atau pasif . intervensi untuk lansia yang masih aktif bentuk intervensi asuhan
keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene,seperti: (1) kebersihan gigi dan
mulut atau pembersihan gigi palsu; (2) kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku,
mata, serta telinga; (3)kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan; (4) makanan yang
sesuai , misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi, dan mudah di cerna ; (5) kesegaran jasmani.
Sedangkan hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
lansia yang tergolong pasif dan tergantung pada orang lain, pada dasarnya sama seperti pada
lansia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi lansia
yang lumpuh, perlu dicegah terjadinya dekubitus.
Lansia mampunyai resiko tinggi untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit
berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain: (1) berkurangnya jaringan lemak subkutan; (2)
berkurangnya jaringan kolagen dan elastistas ; (3) menurunnya efisiensi koloteral capital pada
kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh; (4) adanya kecenderungan lansia imobilisasi
sehingga berisiko terjadi dekubitus.
Berikut ini beberapa rencana intervensi pada diagnosis keperawatan yang biasa terjadi
pada klien lansia, baik dari aspek fisik/biologis, maaupun aspek psikososial dan spiritual
(herdman T.H., 2012 dan Wilkinson J.M., 2007):
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria
hasil : (1) asupan nutrisi tidak bermasalah; (2) asupan makanan dan cairan tidak bermasalah; (3)
energy tidak bermasalah ; (4) berat badan ideal.
1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika
sesuai
2. Diskusikan dengan tim dan klien untuk membuat target berat badan , jika berat badan
klien tidak sesuai dengan usia dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan/ atau mempertahankan berat badan sesuai target
4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada klien.
5. Kembangkan hubungan suportif dengan klien
6. Dorong klien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan.
7. Gunakan tehnik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
meminimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas tingkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung peningkatan
berat badan.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih
awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yang ditandai dengan
penuaan, perubahan pola tidur, dan cemas,
NOC : control kecemasan, tingkat kenyamanan , tingkat nyeri , istirahat dan pola tidur.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam klien diharapkan dapat memperbaiki
pola tidurnya dengan kriteria hasil : (1) mengatur jumlah jam tidurnya; (2) tidur secara rutin; (3)
meningkatkan pola tidur ; (4) meningkatkan kualitas tidur ; (5) tidak ada gangguan tidur
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam klien diharapkan mampu : (1)
kontinensia urin; (2) merespons dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK); (3) mencapai
toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu; (4) mengosongkan kandung kemih dengan
lengkap; memprediksi pengeluaran urin.
Defisit perawatan diri berhubungan penurunan atau kurang nya motivasi, hambatan
lingkungan, kerusakan musculoskeletal, kerusakan neuromuskular , nyeri kerusakan
persepsi/kognitif, kecemasan, kelemahan, dan kelelahan ditandai dengan ketidakmampuan
untuk mandi , ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan,
ketidakmampuan untuk toileting
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam deficit perawatan diri teratasi dengan
kriteria hasil : (1) klien terbatas dari bau badan; (2) menyatakan kenyamanan terhadap
kemampuan untuk ADLs; (3) dapat melakukan ADLs dengan bantuan.
Setelah dilakukan intervensi Selama 3x 24 jam klien diharapkan dapat beradaptasi dengan situasi
keterbatasan fungsi seksual dengan kriteria hasil : (1) mengekspresikan kenyamanan; (2)
mengekspresikan kepercarayaan diri
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam klien diharapkan mampu : (1)
memposisikan penampilan tubuh ; (2) ambulasi: berjalan; (3) mengerakan otot ; ( 4) menyambung
gerakan/ mengolaborasikan gerakan.
1. Monitorin vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
2. Konsultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai renacana gerakan yang sesuai dengan
keutuhan.
3. Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman.
4. Gunakan alat bantu bergerak jika tidak kuat berdiri (mudah goyah tidak kokoh).
5. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
6. Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai dengan kemampuan
7. Damping dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs klien.
Kelelahan berhubungan dengan : (2) kondisi psikologis : kecemasan gaya hidup yang
membosankan, depresi,stress ; (2) lingkungan : kelembapan , cahaya , kebisingan suhu; ( 3)
situasi : kejadian hidup yang negative; (4) psikologis : anemia, status penyakit , malnutrisi ,
kondisi fisik yang buruk , gangguan tidur , yang ditandai dengan : gangguan konsentrasi ,
tidak tertarik pada lingkungan, meningkatnya komplain fisik, kelelahan ,secara verbal
menyatakan kurang energy, penurunan kemampuan , ketidak mampuan, mempertahankan
runititas, ketidakmampuan mendapatkan energy sesudah tidur , kurang energy , ketidak
mampuan mempertahankan aktivitas fisik .
NOC : Toleransi aktivitas (activity tolerace ) ; konservasi energy status nutrisi energi; status
nutrisi energy
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x 24 jam kelelahan teratasi dengan kriteria
hasil : (1) kemampuan aktivitas adekuat; (2) mempertahankan nutrisi adekuat; (3) keseimbangan
aktivitas dan istirahat; (4) menggunakan tehnik energy konsevasi ; (5) mempertahankan interaksi
social ;(6) mengidentifikasi factor-faktor fisik dan psikologis yang menyebababkan kelelahan ;
(7) mempertahankan kemampuan untuk konsentrasi ; (8) memonitor usaha bernapas dalam respon
aktivitas.
Faktor-faktor risiko:
a. Eksternal: (1) hiperternia atau hipotermia; (2) substansi kimia; (3) kelembapan
udara; (4) faktor mekanik (misalnya: alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan,
restraint); (5) immobilitas fisik; (6) radiasi; (7) usia yang ekstrem; (8) kelembapan
kulit; (9) obat-obatan; (10) ekskreasi dan sekresi.
b. Internal: (1) perubahan status metabolik; (2) tulang menonjol; (3) defisit imunologi;
(4) befhubungan dengan perkembangan; (5) perubahan sensasi; (6) perubahan status
nutrisi (obesitas, kekurusan); (7) perubahan pigmentasi; (8) perubahan sirkulasi; (9)
perubahan tugor (elastisitas kulit); (10) psikogenik.
NOC: Tissue integrity; skin and mucous membranes; status nutrisi; tissue perfusion: perifer,
dialiysis access integrity.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan integritas kulit
tidak terjadi dengan kriteria hasil: (1) integritas kulit yang baik bisa dipertahankan; (2)
melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan; (3)
menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang;
(4) mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami; (5)
status nutrisi adekuat; (6) sensasi dan warna kulit normal.
Risiko Trauma
Faktor-faktor risiko:
Eksternal :Lingkungan
NOC: Knowledge: personal safety; safety behavior: fall prevention; safety behavior: fall
accurance; safety behavior: physical injury; issue integrity: skin and mucous membran, dengan
kriteria hasil: pasien terbebas dari trauma fisik.
NOC: Kognisi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, klien diharapkan dapat meningkatkan
daya ingat dengan kriteria hasil: (1) mengingat dengan segera informasi yang tepat; (2) mengingat
informasi yang baru saja disampaikan; (3) mengingat informasi yang sudah lalu.
Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis yang ditandai dengan: (1)
tidak mampu mengingat informasi faktual; (2) tidak mampu mengingat kejadian yang baru
terjadi atau masa lampau; (3) lupa dalam melaporkan atau menunjukan pengalaman; (4)
tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru.
Setelah dilakukuakn intervensi keperawatan selama 2x24 jam klien diharapkan mampu: (1)
mengenal diri sendiri; (2) mengenal orang atau hal penting; (3) mengenal temapatnya sekarang;
(4) mengenal hari, bulan, tahun dengan benar.
1. Stimulasi memori dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan dengan
klien.
2. Mengenang pengalaman masa lalu dengan klien.
3. Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali.
4. Monitor perilaku klien selama terapi.
Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan
koping, dukungan sosial tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, secara konsisten diharapkan mampu:
(1) mengidentifikasi pola koping efektif; (2) mengidentifikasi pola koping yang tidak efektif; (3)
melaporkan penurunan stress; (4) memverbalkan kontrol perasaan; (5) memodifikasi gaya hidup
yang dibutuhkan; (6) beradaptasi dengan perubahan perkembangan; (7) menggunakan dukungan
sosial yang tersedia; (8)melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, klien secara konsisten diharapkan
mampu: (1) berpartisipasi dalam aktivitas bersama; (2) berpartisipasi dalam tradisi keluarga; (3)
menerima kunjungan dari teman dan anggota keluarga besar; (4) memberikan dukungan satu
sama lain; (5) mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain; (6) mendorong
anggotakeluarga untuk tidak ketergantungan; (7) berpartisipasi dalam rekreasi dalam aktivitas
komunitas; (8) memecahkan masalah.
Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi yang di tandai dengan: (1) ekspresi
yang mendalam dalam perubahan hidup; (2) mudah tersinggung; (3) gangguan tidur.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam klien di harapkan mampu: (1)
memonitor intensitas cemas; (2) melaporkan tidur yang adekuat; (3) mengontrol respon cemas;
(4) merencanakan strategi koping dalam situasi stres; (5) vital sign dalam batas normal ; (6)
poster tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya
kecemasan.
NIC: Anxiety Reduction.
Risiko Kesendirian
Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam, klien di harapkan mampu: (1) mendemontrasikan
fleksibelitas peran; (2) mengatur masalah; (3) menggunakan strategi pengurangan stres; (4)
menghadapi masalah.
Gannguan gambaran diri (body image) berhubungan denan biofisika (penyakit kronis),
kognitif/presersi (nyeri kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional,
trauma/injury, pengobatan (pembedahan, kemotrapi, radiasi)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, gangguan body image klien teratasi
dengan kriteria hasil: (1) body image positif; (2) mampu; (3) mengidentifikasi kekuatan personal;
(4) mendeskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh; (5) mempertahankan interaksi sosial.
1. Kaji secara verbal dan non verbal respons klien terhadap tubuhnya.
2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya.
3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan, dan pronosis penyakit.
4. Dorong klien mengungkapkan perasaanya.
5. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakain alat bantu.
6. Fasilitas kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil.
Distres spiritual berhubungan dengan perubahan hidup, kematian, atau sekarat diri atau
orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasing sosial, kurang
sosiokultural.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam klien secara luas diharapkan mampu:
(1) mengekpresikan orientasi masa depan yang positif; (2) mengekpresikan arti kehidupan; (3)
mengekpresikan rasa optimis; (4) mengekpresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri; (5)
mengekpresikan kepercayaan; (6) mengekpresikan rasa percaya diri pada diri sendiri dan orang
lain.
1. Mengkaji klien atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup
2. Melibatkan klien secara aktif dalam perawatan diri
3. Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan
4. Memberikan kesempatan klien atau keluarga terlibat dalam support group
5. Mengembangkan mekanisme peran koping klien
C. PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan/implementasi keperawatan adalah serangkain kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (gordon, 1994, dalam poter &
perry, 2009). Untuk intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga,
atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul di kemudian hari.
Kesuksesan pelaksana implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keprawatan, menuntut untuk perawat mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan
dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang memengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier
et.al., 1995).
Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain: (1)
individualitas klien, dengan mengomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi
keperawatan yang akan dilakukan; (2) melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang
dimiliki, penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psikososio-kultural, pengertian terhadap penyakit
dan intervensi; (3) pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi; (4) mempertahankan
kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya peningkatan kesehatan; (5)
upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannya; (6) penampilan
perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.
Menurut craven dan hirnle (2000), secara garis terdapat tiga kategori dari implementasi
keperawatan, antara lain; (1) cognitive implementations, meliputi pengajaran/pendidikan,
menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi
untu klien disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan,
mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan
lain-lain; (2) interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatan
pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal, pengungkapan
perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain-
lain; (3) technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan
aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir respons
klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, rujukan, dan lain-
lain.
Secara operasional, hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam melaksanakan
implementasi keperawatan adalah:
1. Pada Tahap Persiapan
a. Menggali perasaan, analisis kekuatan, dan keterbatasan profesional sendiri.
b. Memahami rencana keperawatan secara baik.
c. Menguasai keterampilan teknis keperawatan
d. Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
e. Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
f. Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
g. Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan
h. Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul
i. Penampilan perawat harus menyakinkan.
Selanjutnya, perlu diketahui juga bahwa menunurut kozier et.al. (1995) terdapat beberapa
pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, yaitu: (1) berdasarkan
respon klien; (2) berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan
propesional, hukum dan kod etik keperawatan; (3) berdasarkan pengunaan sumber-sumber yang
tersedia; (4) sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan; (5) mengerti
dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi keperawatan; (6) harus dapat
menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan peran serta untuk
merawat diri sendiri ( safe care); (7) menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan
status kesehatan; (8) dapat menjaga rasa aman, harga diri, dan melindungi klien; (9) memberiakan
pendidikan, dukungan, dan bantuan; (10) bersifat holistik (11) kerja sama dengan profesi lain;
(12) melakukan dokumentasi.
2. Pendekatan Psikis
Perawat mempunyai peran penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lansia. Perawat dapat berperan sebagai pemberi dukungan, interpreter terhadap sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia pribadi, dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya
memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lansia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsif “Tripel S” yaitu sabar, simpatik, dan services.
Pada dasarnya, klien lansia membutuhkan rasa aman dan kasih sayang dari lingkungan, termasuk
perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang
aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi
yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lansia dalam menyelesaikan
dan mengurangi rasa putus asa, rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidak
mampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologis terjadi bersama dengan semakin lanjutnya
usia. Perubahan-perubahn ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunya daya ingat untuk
peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan pergeseran
libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan dan memarahi klien lansia bila lupa atau melakukan kesalahan. Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan dengan tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa
melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.
3. Pendekatan Sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien
lansia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan sesuatu
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain.
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lansia untuk
mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misalnya jalan pagi, nonton film, atau hiburan
lain. Tidak sedikit klien tidak tidur, stres memikirkan penyakitnya, memikirkan biaya hidup dan
keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan, atau kekhawatiran, serta
rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lansia. Hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara, yaitu menjelaskan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian, perawat
tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang
secara langsungberkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia panti wreda.
4. Pendekatan Spritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian.
Sehubung dengan pendekatan spiritual bagi klien lansia yang menghadapi kematian,
maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacan ini didasari oleh berbagai macam faktor,
seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit, dan kegelisahan
berkumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian, setiap
klien lansia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung pada kepribadian dan cara dalam
menghadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga,
sehingga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi
meninggalkan mereka, masih ada orang lain yang mengurus mereka.
Pada umumnya, agama atau kepercayaan seseorang merupakan faktor penting pada
waktu kematian akan datang. Pada waktu inilah kehadiran seseorang ahli agama sangat
diperlukan untuk melapangkan dada klien lansia. Dengan demikian, pendekatan perawat pada
klien lansia bukan hanya terdapat fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi
klien lanjut usia melalui agama mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Craven & Hirnle. 2000. Fundamentals of Nursing, Human and Function. 3rd ed. Philadelphia:
Lippincott.
Herdman,T.H 2012. NANDA International-Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2012-
2014. 1st ed. Wiley-Blackwell.
Hogstel, M.O.1995. Nursing Care of the Older Adult in the Hospital, Nursing Home, and
Community. New York: A Wiley Medikal Publication.
Kozier, Et.al. 1995. Fundamental of Nursing. Concepts, Process and Practice. 4th ed, California:
Addison-Wesley.
Poter & Perry. 2009. Fundamentals of Nursing. 7th ed. Singapore: Mosby Elsevier.
Stanley. M & Beare P.G Juniarti N & Kurnianingsih S (terj.) 2007. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik (Gerontological Nursing, A Healt Promotion/Protection Approach). Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran. EGC
Touhy & Jett. 2010. Ebersole and Hess’ Gerontological Nursing Healthy Againg. 3rd edition.
United States of America: Mosby, Inc
Wilkinson. J.M. Widyawati dkk (terj.), 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.