Anda di halaman 1dari 16

7

Nama:

Astri Nurwulan

Dena Surya

PERENCANAAN TINDAKAN
ASUHAN KEPERAWATAN
Oleh: Hj.Rahayu Wijayanti

A. PENDAHULUAN
Asuhan keperawatan pada lansia dimaksudkan untuk memberikan bantuan ,bimbingan,
pengawasan, perlindungan, dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun
kelompok, seperti dirumah/ lingkungan keluarga, panti wreda maupun puskesmas , dan dirumah
sakit yang diberian oleh perawat. Pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan yang
meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosis keperawatan (nursing diagnosis),
merencanakan tindakan keperawatan (nursing intervention),melaksanakan tindakan keperawatan
(implementation ) dan melakukan penilaian atau evaluasi ( evaluation )
B. PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana intervensi , strategi, atau tindakan keperawatan dipilih setelah tujuan dan hasil
yang diharapkan ditetapkan. Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat kesehatan yang di
inginkan sesuai hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dan potter & perry, 1997)
Rencana keperawatan disusun bergantung dan berdasarkan hasil pengkajian, setelah
melewati tahapa pengkajian, maka setiap asuhan keperawatan dilanjutkan dengan analisis dan
pengelompokan secara sistematik terhadap data objektif maupun subjektif untuk merumuskan
diagnosis keperawatan, yang akan terfokus pada dua hal, yaitu : (1) status kesehatan klien; dan
(2) kekuatan klien yang menggambarkan respons tubuh, apakah mengarah pada kondisi actual ,
resiko , potensial termasuk sejahtera (wellness), dan promosi kesehatan.
Rencana asuhan kerperawatan disusun mengarah pada penggunaan jenis fasilitas
perawatan yang digunakan oleh lansia selama akan di rawat. Berbagai jenis fasilitas perwatan ini
meliputi (1) fasilitas perawatan akut, termasuk unit gawat darurat (UGD), (2) fasilitas ruang
bedah; (3) unit perawatan kritis; dan (4) unit perawatan medical bedah. Bagi lansia yang
memasuki fasilitas perawatan akut , kualitas asuhan keperawatan diberikan guna mengembalikan
lansia pada kondisi kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sebagaimana sebelum
mengalami sakit
Asuhan keperawatan secara berkualitas dapt mencegah terjadinya kesalahan penanganan
maupun masalah nosokomial. Asuhan keperawatan di UGD, keperawatan kritis, dan keperawatan
di ruang bedah , tergolong asuhan keperawatan akut dan lansia akan menjalani rawat inap. Jenis
perawatan sub-akut ( tergolong perawatan transisional) saat ini sedang dikembangkan. Jenis
perawatan ini sering dilakukan pada lansia yang menglami kondisi kronis tertetu atau yang
mengalami penundaan pemulangan dari hasil perawatan akut
Dengan demikian dalam pemberian asuhan perawatan ini sangat diperlukan suatu
pendekatan keperawatan secara kolaboratif atau pendekatan multidisiplin serta keterlibatan klien
dan keluarga. Asuahn keperawatan yang diberikan disesuaikan pada kelompok lansia, apakah
lansia aktif atau pasif . intervensi untuk lansia yang masih aktif bentuk intervensi asuhan
keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene,seperti: (1) kebersihan gigi dan
mulut atau pembersihan gigi palsu; (2) kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku,
mata, serta telinga; (3)kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan; (4) makanan yang
sesuai , misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi, dan mudah di cerna ; (5) kesegaran jasmani.
Sedangkan hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
lansia yang tergolong pasif dan tergantung pada orang lain, pada dasarnya sama seperti pada
lansia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi lansia
yang lumpuh, perlu dicegah terjadinya dekubitus.
Lansia mampunyai resiko tinggi untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit
berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain: (1) berkurangnya jaringan lemak subkutan; (2)
berkurangnya jaringan kolagen dan elastistas ; (3) menurunnya efisiensi koloteral capital pada
kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh; (4) adanya kecenderungan lansia imobilisasi
sehingga berisiko terjadi dekubitus.
Berikut ini beberapa rencana intervensi pada diagnosis keperawatan yang biasa terjadi
pada klien lansia, baik dari aspek fisik/biologis, maaupun aspek psikososial dan spiritual
(herdman T.H., 2012 dan Wilkinson J.M., 2007):

Ketidakseimbagan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan memasukkan , mencerna, mengabsorbsi makanan karena factor biologi.

NOC : status nutrisi

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria
hasil : (1) asupan nutrisi tidak bermasalah; (2) asupan makanan dan cairan tidak bermasalah; (3)
energy tidak bermasalah ; (4) berat badan ideal.

NIC I : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management)

1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika
sesuai
2. Diskusikan dengan tim dan klien untuk membuat target berat badan , jika berat badan
klien tidak sesuai dengan usia dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan/ atau mempertahankan berat badan sesuai target
4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada klien.
5. Kembangkan hubungan suportif dengan klien
6. Dorong klien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan.
7. Gunakan tehnik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
meminimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas tingkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung peningkatan
berat badan.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun lebih
awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yang ditandai dengan
penuaan, perubahan pola tidur, dan cemas,

NOC : control kecemasan, tingkat kenyamanan , tingkat nyeri , istirahat dan pola tidur.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam klien diharapkan dapat memperbaiki
pola tidurnya dengan kriteria hasil : (1) mengatur jumlah jam tidurnya; (2) tidur secara rutin; (3)
meningkatkan pola tidur ; (4) meningkatkan kualitas tidur ; (5) tidak ada gangguan tidur

NIC : peningkatan tidur

1. Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien


2. Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
3. Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik
4. Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stres sebelum jam tidurnya
5. Pertahankan kondisi yang kondusif untuk tidur , yang mencakup pertahankan pada factor-
faktor lingkungan dan kegiatan ritual menjelang tidur
6. Bantu klien untuk rileks pada saat menjelang tidur dengan memberikan usapan punggung,
massage kaki, atau cemilan kudapan tidur bila di inginkan
7. Berikan posisi yang tepat, hilangkan nyeri , dan berikan kehangatan dengan selimut
konvensional atau selimut listrik
8. Jangan biarkan klien meminum kafein ( kopi, the , coklat ) disore hari dan malam hari
9. Lakukan tindaka-tindakan yang masuk akal seperti memutar music lembut dan menawarkan
susu hangat dan minuman yang hangat lainnya atau kudapan lebih berat untuk meningkatkan
tidur pada lansia tanpa menggunakan hipnotik

Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuscular yang


ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan
pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.

NOC : Eliminasi urinary

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam klien diharapkan mampu : (1)
kontinensia urin; (2) merespons dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK); (3) mencapai
toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu; (4) mengosongkan kandung kemih dengan
lengkap; memprediksi pengeluaran urin.

NIC : Perawatan inkotinensia urin

1. Monitor eliminasi urin.


2. Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.
3. Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.
4. Instruksi pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari

Defisit perawatan diri berhubungan penurunan atau kurang nya motivasi, hambatan
lingkungan, kerusakan musculoskeletal, kerusakan neuromuskular , nyeri kerusakan
persepsi/kognitif, kecemasan, kelemahan, dan kelelahan ditandai dengan ketidakmampuan
untuk mandi , ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk makan,
ketidakmampuan untuk toileting

NOC : self care : activity of daily livings (ADLs)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam deficit perawatan diri teratasi dengan
kriteria hasil : (1) klien terbatas dari bau badan; (2) menyatakan kenyamanan terhadap
kemampuan untuk ADLs; (3) dapat melakukan ADLs dengan bantuan.

NIC: self care assistance : ADLs

1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri


2. Monitoring kebutuhan klien alat-alat bantu yang dibutuhkan kebersihan diri, berpakaian ,
berhias , toileting, dan makan
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh melakukan self-care
4. Dorong klien melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tetapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/keluarga untuk mendorong kemandirian, dan mmberikan bantuan hanya saja
klien tidak mampu melakukannya
7. Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan
8. Pertimbangan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari

Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai


dengan perbahan dalam menacapai kepuasan seksual.

NOC : fungsional seksual

Setelah dilakukan intervensi Selama 3x 24 jam klien diharapkan dapat beradaptasi dengan situasi
keterbatasan fungsi seksual dengan kriteria hasil : (1) mengekspresikan kenyamanan; (2)
mengekspresikan kepercarayaan diri

NIC : Konseling seksual


1. Bantu pasien mengekpresikan perubahan fungsi tubuh, termasuk organ seksual seiring
dengan bertambahnya usia.
2. Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan

Kelelahan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan


neuromuscular yang ditandai dengan : ( 1) perubahan gaya berjalan; (2) gerak lambat; (3)
gerak menyebabkan tremor; (4) usaha yang kuat untuk perubahan gerak.

NOC : Level mobilitas (mobility level )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam klien diharapkan mampu : (1)
memposisikan penampilan tubuh ; (2) ambulasi: berjalan; (3) mengerakan otot ; ( 4) menyambung
gerakan/ mengolaborasikan gerakan.

NIC : Latihan dengan terapi gerakan ( exercise therapy ambulation)

1. Monitorin vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
2. Konsultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai renacana gerakan yang sesuai dengan
keutuhan.
3. Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman.
4. Gunakan alat bantu bergerak jika tidak kuat berdiri (mudah goyah tidak kokoh).
5. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
6. Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai dengan kemampuan
7. Damping dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs klien.

Kelelahan berhubungan dengan : (2) kondisi psikologis : kecemasan gaya hidup yang
membosankan, depresi,stress ; (2) lingkungan : kelembapan , cahaya , kebisingan suhu; ( 3)
situasi : kejadian hidup yang negative; (4) psikologis : anemia, status penyakit , malnutrisi ,
kondisi fisik yang buruk , gangguan tidur , yang ditandai dengan : gangguan konsentrasi ,
tidak tertarik pada lingkungan, meningkatnya komplain fisik, kelelahan ,secara verbal
menyatakan kurang energy, penurunan kemampuan , ketidak mampuan, mempertahankan
runititas, ketidakmampuan mendapatkan energy sesudah tidur , kurang energy , ketidak
mampuan mempertahankan aktivitas fisik .

NOC : Toleransi aktivitas (activity tolerace ) ; konservasi energy status nutrisi energi; status
nutrisi energy

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x 24 jam kelelahan teratasi dengan kriteria
hasil : (1) kemampuan aktivitas adekuat; (2) mempertahankan nutrisi adekuat; (3) keseimbangan
aktivitas dan istirahat; (4) menggunakan tehnik energy konsevasi ; (5) mempertahankan interaksi
social ;(6) mengidentifikasi factor-faktor fisik dan psikologis yang menyebababkan kelelahan ;
(7) mempertahankan kemampuan untuk konsentrasi ; (8) memonitor usaha bernapas dalam respon
aktivitas.

NIC : managemen energi ( energy management)


1. Monitor respons kardiorespirasi terhadap aktivitas ( takikardi, distritmia, dispneu,diaphoresis
, pucat , tekanan hemodinamik, dan jumlah respirasi )
2. Monitor dan catat pola dan jumlah tidur pasien.
3. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama bergerak dan aktivitas.
4. Monitor intake nutrisi.
5. Monitor pemberian efek samping obat depresi.
6. Intruksikan pada pasien untuk mencatat tanda-tanda dan gejala kelelahan.
7. Ajarkan teknik dan manajemen aktivitas untuk mencegah kelelahan.
8. Jelaskan pada pasien hubungan kelelahan dengan proses penyakit.
9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan intake makanan tinggi energi.
10. Dorongan pasien dan keluarga mengekspresikan perasaanya.
11. Anjurkan pasien melakukan yang meningkatkan relaksasi (membaca, mendengarkan musik).
12. Tingkatkan pembatasan bedrest dan aktivitas.
13. Batasi stimulasi lingkungan untuk memfasilitasi relaksasi.

Risiko gangguan integrasi kulit

Faktor-faktor risiko:

a. Eksternal: (1) hiperternia atau hipotermia; (2) substansi kimia; (3) kelembapan
udara; (4) faktor mekanik (misalnya: alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan,
restraint); (5) immobilitas fisik; (6) radiasi; (7) usia yang ekstrem; (8) kelembapan
kulit; (9) obat-obatan; (10) ekskreasi dan sekresi.
b. Internal: (1) perubahan status metabolik; (2) tulang menonjol; (3) defisit imunologi;
(4) befhubungan dengan perkembangan; (5) perubahan sensasi; (6) perubahan status
nutrisi (obesitas, kekurusan); (7) perubahan pigmentasi; (8) perubahan sirkulasi; (9)
perubahan tugor (elastisitas kulit); (10) psikogenik.

NOC: Tissue integrity; skin and mucous membranes; status nutrisi; tissue perfusion: perifer,
dialiysis access integrity.

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan integritas kulit
tidak terjadi dengan kriteria hasil: (1) integritas kulit yang baik bisa dipertahankan; (2)
melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan; (3)
menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang;
(4) mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami; (5)
status nutrisi adekuat; (6) sensasi dan warna kulit normal.

NIC: Pressure management.

1. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang logar.


2. Hindari kerutan pada tempat tidur.
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan.
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
8. Monitor status nutrisi pasien.
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
10. Gunakan pengkajian risiko untuk monitor faktor risiko pasien (Braden Scale/Skala Norton).
11. Inpeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol dan titik-titik tekanan ketika
mengubah posisi pasien.
12. Jaga kebersihan alat tenun.
13. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian tinggi protein, mineral, dan vitamin.
14. Monitor serum albumin dan transferin.

Risiko Trauma

Faktor-faktor risiko:

Internal : kelemahan, penglihatan menurun, penurunan sensasi taktil, penurunan


koordinasi otot, tangan-mata, kurangnya edukasi keamanan, keterbelakangan mental

Eksternal :Lingkungan

NOC: Knowledge: personal safety; safety behavior: fall prevention; safety behavior: fall
accurance; safety behavior: physical injury; issue integrity: skin and mucous membran, dengan
kriteria hasil: pasien terbebas dari trauma fisik.

NIC: Environmental management safety.

1. Sediakan lingkungan yang aman untuk klien.


2. Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif dan
riwayat penyakit terdahulu klien.
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya: memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail temapat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih.
6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau klien.
7. Membatasi pengunjung.
8. Memberikan penerangan yang cukup.
9. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan.
11. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.

Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusan memori


sekunder.

NOC: Kognisi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, klien diharapkan dapat meningkatkan
daya ingat dengan kriteria hasil: (1) mengingat dengan segera informasi yang tepat; (2) mengingat
informasi yang baru saja disampaikan; (3) mengingat informasi yang sudah lalu.

NIC: Latihan daya ingat

1. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan perawat-klien yang terapeutik.


2. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.
3. Tatap wajah ketika berbicara dengan klien.
4. Panggil klien dengan namanya.
5. Gunakan suara yang agak rendah dan bicara dengan perlahan dengan klien.
6. Diskusi dengan pasien dan keluarga mengenai beberapa masalah ingatan.
7. Rangsang ingatan dengan mengualang pemikiran pasien kemarin dengan cepat.
8. Mengenangkan tentang pengalaman di masa lalu dengan pasien.

Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis yang ditandai dengan: (1)
tidak mampu mengingat informasi faktual; (2) tidak mampu mengingat kejadian yang baru
terjadi atau masa lampau; (3) lupa dalam melaporkan atau menunjukan pengalaman; (4)
tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru.

NOC: Orientasi Kognitif.

Setelah dilakukuakn intervensi keperawatan selama 2x24 jam klien diharapkan mampu: (1)
mengenal diri sendiri; (2) mengenal orang atau hal penting; (3) mengenal temapatnya sekarang;
(4) mengenal hari, bulan, tahun dengan benar.

NIC: Pelatihan memori (memori training).

1. Stimulasi memori dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan dengan
klien.
2. Mengenang pengalaman masa lalu dengan klien.
3. Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali.
4. Monitor perilaku klien selama terapi.

Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan
koping, dukungan sosial tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.

NOC: Koping (coping).

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, secara konsisten diharapkan mampu:
(1) mengidentifikasi pola koping efektif; (2) mengidentifikasi pola koping yang tidak efektif; (3)
melaporkan penurunan stress; (4) memverbalkan kontrol perasaan; (5) memodifikasi gaya hidup
yang dibutuhkan; (6) beradaptasi dengan perubahan perkembangan; (7) menggunakan dukungan
sosial yang tersedia; (8)melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis.

NIC: Coping enhancement.

1. Dorong klien melakukan aktivitas sosial dan komunitas.


2. Dorong klien untuk mengembangkan hubungan.
3. Dorong klien untuk berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan
yang sama.
4. Dukung klien menggunakan mekanisme pertahanan yang sesuai.
5. Kenalkan klien pada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang sama.

Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan penampilan fisik, perubahan keadaan


sejahtera, perubahan status mental.

NOC: Lingkungan keluarga: internal (family environment: internal)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, klien secara konsisten diharapkan
mampu: (1) berpartisipasi dalam aktivitas bersama; (2) berpartisipasi dalam tradisi keluarga; (3)
menerima kunjungan dari teman dan anggota keluarga besar; (4) memberikan dukungan satu
sama lain; (5) mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain; (6) mendorong
anggotakeluarga untuk tidak ketergantungan; (7) berpartisipasi dalam rekreasi dalam aktivitas
komunitas; (8) memecahkan masalah.

NIC: Keterlibatan Keluarga (family involvement).

1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan klien.


2. Menentukan sumber fisik, psikososial, dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang
utama
3. Mengidentifikasi defisit perawatan diri
4. Menentukan tingkat ketergantungan klien terhadap keluarganya yang sesuai dengan umur
atau penyakitnya.

Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan


citra tubuh, dan fungsi seksual.

NIC: Peningkatan Harga Diri

1. Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan klien mengendalikan situasi.


2. Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya.
3. Bantu klien untuk memeriksa kembali presepsi negatifvtentang dirinya

Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi yang di tandai dengan: (1) ekspresi
yang mendalam dalam perubahan hidup; (2) mudah tersinggung; (3) gangguan tidur.

NOC: Kontrol Kecemasan (anxiety control); Kopiing.

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam klien di harapkan mampu: (1)
memonitor intensitas cemas; (2) melaporkan tidur yang adekuat; (3) mengontrol respon cemas;
(4) merencanakan strategi koping dalam situasi stres; (5) vital sign dalam batas normal ; (6)
poster tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya
kecemasan.
NIC: Anxiety Reduction.

1. Gunakan pendekatan yang menennangkan.


2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku klien.
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
4. Temani klien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut.
5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis.
6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien.
7. Instruksikan pada klien untuk menggunakan teknik relaksasi.
8. Dengarkan dengan penuh perhatian.
9. Identifikasi tingkat kecemasan.
10. Bantu klien mengenalan situasi yang menimbulkan kecemasan.
11. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan presepsi.
12. Kelola pemberian obat anti cemas.

Risiko Kesendirian

NOC: Koping Keluarga (family coping)

Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam, klien di harapkan mampu: (1) mendemontrasikan
fleksibelitas peran; (2) mengatur masalah; (3) menggunakan strategi pengurangan stres; (4)
menghadapi masalah.

NIC: Dukungan Keluarga (family suport)

1. Bantu perkembangan harapan yang realitis.


2. Identifikasi alami dukungan spritual bagi keluarga.
3. Berikan kepercayaan dalam hubungan dengan keluarga.
4. Dengarkan untuk untuk berhubungan dengan keluarga, perasaan, dan pertanyaan.

Gannguan gambaran diri (body image) berhubungan denan biofisika (penyakit kronis),
kognitif/presersi (nyeri kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional,
trauma/injury, pengobatan (pembedahan, kemotrapi, radiasi)

NOC: Body Image; self esteem

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam, gangguan body image klien teratasi
dengan kriteria hasil: (1) body image positif; (2) mampu; (3) mengidentifikasi kekuatan personal;
(4) mendeskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh; (5) mempertahankan interaksi sosial.

NIC: Peningkatan Gambaran Diri (body image enchancement).

1. Kaji secara verbal dan non verbal respons klien terhadap tubuhnya.
2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya.
3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan, dan pronosis penyakit.
4. Dorong klien mengungkapkan perasaanya.
5. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakain alat bantu.
6. Fasilitas kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil.
Distres spiritual berhubungan dengan perubahan hidup, kematian, atau sekarat diri atau
orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasing sosial, kurang
sosiokultural.

NOC: Pengharapan (hope)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam klien secara luas diharapkan mampu:
(1) mengekpresikan orientasi masa depan yang positif; (2) mengekpresikan arti kehidupan; (3)
mengekpresikan rasa optimis; (4) mengekpresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri; (5)
mengekpresikan kepercayaan; (6) mengekpresikan rasa percaya diri pada diri sendiri dan orang
lain.

NIC: Penanaman harapan (hope instillation).

1. Mengkaji klien atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup
2. Melibatkan klien secara aktif dalam perawatan diri
3. Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan
4. Memberikan kesempatan klien atau keluarga terlibat dalam support group
5. Mengembangkan mekanisme peran koping klien

C. PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan/implementasi keperawatan adalah serangkain kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (gordon, 1994, dalam poter &
perry, 2009). Untuk intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga,
atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul di kemudian hari.
Kesuksesan pelaksana implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keprawatan, menuntut untuk perawat mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan
dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang memengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier
et.al., 1995).
Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa pertimbangan, antara lain: (1)
individualitas klien, dengan mengomunikasikan makna dasar dari suatu implementasi
keperawatan yang akan dilakukan; (2) melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang
dimiliki, penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psikososio-kultural, pengertian terhadap penyakit
dan intervensi; (3) pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi; (4) mempertahankan
kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih parah serta upaya peningkatan kesehatan; (5)
upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi kebutuhannya; (6) penampilan
perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang dilakukan kepada klien.
Menurut craven dan hirnle (2000), secara garis terdapat tiga kategori dari implementasi
keperawatan, antara lain; (1) cognitive implementations, meliputi pengajaran/pendidikan,
menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi
untu klien disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan,
mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan
lain-lain; (2) interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatan
pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal, pengungkapan
perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain-
lain; (3) technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan
aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir respons
klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, rujukan, dan lain-
lain.
Secara operasional, hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam melaksanakan
implementasi keperawatan adalah:
1. Pada Tahap Persiapan
a. Menggali perasaan, analisis kekuatan, dan keterbatasan profesional sendiri.
b. Memahami rencana keperawatan secara baik.
c. Menguasai keterampilan teknis keperawatan
d. Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
e. Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
f. Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
g. Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan
h. Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul
i. Penampilan perawat harus menyakinkan.

2. Pada Tahap Pelaksanaan


a. Mengomunikasikan/menginformasikan kepada klien tentang keputusan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaanya terhadap penjelasan
yang telah diberikan perawat.
c. Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia, dan
kemampuan teknis keperwatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
d. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saaat pelaksanaan tindakan adalah energi klien,
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privacy, kondisi klien, dan respon
klien terhadap tindakan yang telah diberikan.

3. Pada Tahap Terminasi


a. Terus memperhatikan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
b. Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
c. Rapikan peralatan dari lingkungan klien dan lakukan terminasi
d. Lakukan pendokumentasian.

Selanjutnya, perlu diketahui juga bahwa menunurut kozier et.al. (1995) terdapat beberapa
pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, yaitu: (1) berdasarkan
respon klien; (2) berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan
propesional, hukum dan kod etik keperawatan; (3) berdasarkan pengunaan sumber-sumber yang
tersedia; (4) sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan; (5) mengerti
dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi keperawatan; (6) harus dapat
menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan peran serta untuk
merawat diri sendiri ( safe care); (7) menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan
status kesehatan; (8) dapat menjaga rasa aman, harga diri, dan melindungi klien; (9) memberiakan
pendidikan, dukungan, dan bantuan; (10) bersifat holistik (11) kerja sama dengan profesi lain;
(12) melakukan dokumentasi.

Metode implementasi diantaranya adalah: (1) membantu dalam aktivitas kehidupan


sehari-hari; aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) adalah aktivitas yang biasanya dilakukan
sepanjang hari/normal aktivitas tersebut mencakup: ambulasi, makan, berpakaian, mandi,
menyikat gigi, dan berhias. Kondisi yang mengakibatkan kebutuhan AKS dapat bersifat akut,
kronis, temporer, maupun permanen. Sebagai contoh, klien pasca operatif yang tidak mampu
secara mandiri menyelesaikan semua AKS, sementara terus beralih melewati periode
pascaoperatif, klien secara bertahap kurang bergantung pada perawat untuk menyelasaikan AKS.
(2) Konseling; konseling merupakan metode implementasi yang menbantu klien menggunakan
proses penyelesaian masalah untuk mengenali dan menangani stres dan yang memudahkan
hubungan interpersonal diantara klien, keluarganya, dan tim perawatan kesehatan. Klien dengan
diagnosa psikiatris membutuhakan terpa oleh perawat yang mempunyai keahlian dalam
keperawatan psikiatris oleh pekerja sosial, psikiater, dan psikolog. (3) Penyuluhan; digunakan
dengan menyajikan prinsip, prosedur, dan teknik yang tepat tentang keperawatan kesehatan untuk
klien dan untuk menginfirmasikan klien tentang status kesehatannya. (4) Memberikan asuhan
keperawatan langsung; untuk mencapai tujuan terapeutik klien, perawat melakukan intervensi
untuk mengurangi reaksi yang merugikan dengan menggunakan tindakan pencegahan dan
preventif dalam memberikan asuhan.

D. PENDEKATAN IMPLEMENTASI PERAWATAN LANSIA


Dalam melaksanakan implementasi keperawatan pada klien lansia, perawat perlu
mrnggunakan pendekatan perawatan lansia, yaitu :
1. Pendekatan Fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan secara objektif, kebutuhan, kejadian-kejadian
yang dialami klien lama semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan
yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau diekan
progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lansia dapat dibagi atas duas bagian,
yaitu: (1) klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain sehingga masih mampu melakukan kebutuhannya sehari-hari sendiri, dan (2)
klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama
tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya.
Keberhasilan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan,
mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian. Di samping
itu, kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat memengaruhi ketahanan tubuh
terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lansia yang masih aktif dapat
diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan
rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur dan posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat,
dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu
keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak
jarang pada klien lansia dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan
darurat dan intensif, misalnya gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksitasi, dan
kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan secermat mungkin.
Komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memerhatikan atau membantu para klien
lansia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap
tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, mengubah posisi
tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, memepertahankan suhu
badan melindungi kulit dan kecelakaan. Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada
klien lansia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar pada
beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotivasi pada klien lansia agar mau menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Cara mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, mrnu bervariasi dab bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Keberhasilan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan,
mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian. Oleh karena
itu, kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku, dan mulut atau gigi perlu mendapat
perhatian perawatan karena semua itu akan memenagruhi kesehatan klien lansia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan. Hal ini arus dilakukan kepada klien
lansia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperhatikan kelainan,
misalnya: batuk, pilek, dan sebagainya. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan
kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian
mengomunikasikannya dengan mereka tentang cara penyelesaiannya. Perawat harus
mendekatkan diri dengan klien lansia, membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa
keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah diminum, apakah
mereka bisa melaksanakan ibadah, dan sebagainya. Sentuhan (misalnya genggaman tangan)
terkadan sangat berarti buat mereka.

2. Pendekatan Psikis
Perawat mempunyai peran penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lansia. Perawat dapat berperan sebagai pemberi dukungan, interpreter terhadap sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia pribadi, dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya
memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lansia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsif “Tripel S” yaitu sabar, simpatik, dan services.
Pada dasarnya, klien lansia membutuhkan rasa aman dan kasih sayang dari lingkungan, termasuk
perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang
aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi
yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lansia dalam menyelesaikan
dan mengurangi rasa putus asa, rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidak
mampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologis terjadi bersama dengan semakin lanjutnya
usia. Perubahan-perubahn ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunya daya ingat untuk
peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan pergeseran
libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan dan memarahi klien lansia bila lupa atau melakukan kesalahan. Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan dengan tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa
melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

3. Pendekatan Sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien
lansia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan sesuatu
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain.
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lansia untuk
mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misalnya jalan pagi, nonton film, atau hiburan
lain. Tidak sedikit klien tidak tidur, stres memikirkan penyakitnya, memikirkan biaya hidup dan
keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan, atau kekhawatiran, serta
rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lansia. Hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara, yaitu menjelaskan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian, perawat
tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang
secara langsungberkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia panti wreda.

4. Pendekatan Spritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit atau mendeteksi kematian.
Sehubung dengan pendekatan spiritual bagi klien lansia yang menghadapi kematian,
maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacan ini didasari oleh berbagai macam faktor,
seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit, dan kegelisahan
berkumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian, setiap
klien lansia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung pada kepribadian dan cara dalam
menghadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga,
sehingga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi
meninggalkan mereka, masih ada orang lain yang mengurus mereka.
Pada umumnya, agama atau kepercayaan seseorang merupakan faktor penting pada
waktu kematian akan datang. Pada waktu inilah kehadiran seseorang ahli agama sangat
diperlukan untuk melapangkan dada klien lansia. Dengan demikian, pendekatan perawat pada
klien lansia bukan hanya terdapat fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi
klien lanjut usia melalui agama mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Craven & Hirnle. 2000. Fundamentals of Nursing, Human and Function. 3rd ed. Philadelphia:
Lippincott.
Herdman,T.H 2012. NANDA International-Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2012-
2014. 1st ed. Wiley-Blackwell.
Hogstel, M.O.1995. Nursing Care of the Older Adult in the Hospital, Nursing Home, and
Community. New York: A Wiley Medikal Publication.
Kozier, Et.al. 1995. Fundamental of Nursing. Concepts, Process and Practice. 4th ed, California:
Addison-Wesley.
Poter & Perry. 2009. Fundamentals of Nursing. 7th ed. Singapore: Mosby Elsevier.
Stanley. M & Beare P.G Juniarti N & Kurnianingsih S (terj.) 2007. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik (Gerontological Nursing, A Healt Promotion/Protection Approach). Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran. EGC
Touhy & Jett. 2010. Ebersole and Hess’ Gerontological Nursing Healthy Againg. 3rd edition.
United States of America: Mosby, Inc
Wilkinson. J.M. Widyawati dkk (terj.), 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Anda mungkin juga menyukai