Lambe Final
Lambe Final
Lambe Final
BAB I PENDAHULUAN .
BAB II PERKEMBANGAN DELIK TINDAK PIDANA UJARAN
KEBENCIAN (HATE SPEECH)
BAB III REGULASI DAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK
PIDANA UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH)
BAB IV ANALISA KASUS
BAB V PENUTUP
LATAR BELAKANG MASALAH
1. 2.
Bahwa dalam kasus ini, Terdakwa telah terbukti unsur kesengajaanya ketika Terdakwa
“secara berkali-kali” menuliskan pesan atau informasi pada wall/ dinding Terdakwa dan wall
saksi YOGA MULYANA maupun hanya menulis status di akunnya sendiri di mana informasi
yang dituliskan tersebut baik berupa gambar-gambar maupun kalimat yang berisikan
penghinaan terhadap Nabi Muhamad SAW dan merendahkan agama.
dengan menyandingkan teori willens en weten dan klasifikasi menurut Leden Marpaung, jika
dihubungkan dengan fakta, kesengajaan Terdakwa dapat dikategorikan sebagai
Kesengajaan sebagai maksud. Karena Terdakwa dalam melakukan tindakannya didasari
dengan adanya suatu perusahaan dendam.
Regulasi dan Implementasi Hukum Terhadap Delik Ujaran Kebencian
di Indonesia? (Studi Putusan Nomor 381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI)
Bahwa dalam kasus ini, Terdakwa telah terbukti unsur kesengajaanya ketika Terdakwa
“secara berkali-kali” menuliskan pesan atau informasi pada wall/ dinding Terdakwa dan wall
saksi YOGA MULYANA maupun hanya menulis status di akunnya sendiri di mana informasi
yang dituliskan tersebut baik berupa gambar-gambar maupun kalimat yang berisikan
penghinaan terhadap Nabi Muhamad SAW dan merendahkan agama.
Dengan menyandingkan teori willens en weten dan klasifikasi menurut Leden Marpaung,
jika dihubungkan dengan fakta, kesengajaan Terdakwa dapat dikategorikan sebagai
Kesengajaan sebagai maksud. Karena Terdakwa dalam melakukan tindakannya didasari
dengan adanya suatu perusahaan dendam.
Regulasi dan Implementasi Hukum Terhadap Delik Ujaran Kebencian
di Indonesia? (Studi Putusan Nomor 381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI)
Pasal 28 ayat (2) Undang Undang No. 11 Tahun 2008 Undang-Undang Informasi dan
Transaksi elektronik mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur dengan sengaja dan tanpa hak;
Bahwa dengan menggunakan pendekatan teori willens en wettens, dapat diketahui bahwa
Terdakwa dalam kasus ini Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana dengan
sengaja dan tanpa hak. Hal tersebut dapat dilihat dari cara terdakwa yang dalam
menjalankan tindakanya dilakukan beberapa hal persiapan yaitu membuat akun-akun di
media sosial. Selain itu Terdakwa juga mengetahui resiko dari tindakan yang dilakukannya
tersebut.
Regulasi dan Implementasi Hukum Terhadap Delik Ujaran Kebencian
di Indonesia? (Studi Putusan Nomor 381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI)
2. Unsur menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA);
Perbuatan Terdakwa yang menggunakan kata-kata provokasi yang dapat memicu adanya
kebencian antar individu maupun kelompok tertentu. Selain itu Terdakwa juga sering
menggunakan korelasi-korelasi kata yang berkaitan dengan suku, ras,etnis dan agama
terentu. Sehingga Majelis Hakim Tingkat Pertama menyatakan Terdakwa JONRU GINTING,
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan beberapa
perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA.
Pada pelaksanaan penggunaan pasal tersebut di lingkungan
(1) bahwa suatu perbuatan telah melanggar pasal tersebut. Selain itu
baik Polisi dan Jaksa Penuntu Umum, harus tetap memperhatikan
tujuan hukum itu sendiri yaitu harus memperhatikan keadilan,
kemanfaatan, dan menjamin kepastian hukum. Ketiga hal tersebut
harus dijalankan secara proporsional dan tidak boleh hanya
memperhatikan dari satu aspek atau dua aspek saja, melainkan
ketiga aspek tersebut harus seimbang agar tidak menimbulkan
ketimpangan hukum.
KESIMPULAN PPemahaman terkait rasa kebencian dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE
(2) tidak ada penjelasan lebih lanjut. Hal tersebut terletak pada frasa
“ditujukan untuk” dalam rumusan pasal tersebut, yang bisa diartikan
bahwa perbuatan menyebarkan informasi ditujukan agar timbul rasa
kebencian. Berdasarkan penjelasan tersebut, membutuhkan
pembuktian, bahwa perbuatan menyebarkan tersebut bertujuan
untuk menimbulkan rasa benci. Caranya dengan melogikan wujud
dari perbuatan tersebut menurut sifat dan keadaannya dapat
menimbulkan kebencian antar golongan dan sebagainya yang
disadari dan dikehendaki si pembuat.
SARAN (1)
Pasal 28 ayat (2) UU ITE di masa yang
akan datang, diharapkan mampu
memenuhi dan sesuai dengan harapan
dari masyarakat. Hal tersebut agar
masyarakat mengetahui batasan-batasan
dalam menggunakan media sosial dan
agar masyarakat mengetahui perbuatan-
perbuatan yang dapat dianggap telah
melanggar peraturan. Diperlukannya juga
pemberian pemahaman dan pengertian
terkait rasa kebencian dan unsur-unsur
SARA. Selain itu perlu dibuat bab khusus
untuk perbuatan-perbuatan yang
mengandung pelanggaran unsur SARA di
media sosial.
SARAN (2)
Disarakan kepada Pemerintah, agar dapat
menciptakan suatu aturan yang lebih khusus
lagi mengenai ujaran kebencian dan
mensosialisasikan lebih sering terkait dengan
aturan ujaran kebencian, hal ini dikarekan
seringnya masyarakat yang berdalih tidak
mengetahui akan aturan tersebut. Perlunya
kerjasama lebih antara aparat penegak hukum,
organisasi masyarakat dan masyarakat untuk
melakukan pencegahan dan penanggulangan ke
setiap daerah yang masyarakatnya masih
belum paham dan mengetahui apa itu Ujaran
Kebencian (Hate Speech) dan Undang-Undang
yang mengatur mengenai Ujaran Kebencian
(Hate Speech) serta dampak yang ditimbulkan
dari pelaku yang melakukan Ujaran Kebencian
(Hate Speech) dalam media sosial.
THANK YOU !