Lambe Final

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

TESIS

PERKEMBANGAN DELIK UJARAN


KEBENCIAN (HATE SPEECH) DAN
PENEGAKAN HUKUMNYA (STUDI
KASUS PUTUSAN NOMOR 381
K/PID/2012 DAN PUTUSAN
NOMOR
142/PID.SUS/2018/PT.DKI)

OLEH: LAMBE P. BIRANA


NIM: 207171003
SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I   PENDAHULUAN . 
BAB II      PERKEMBANGAN DELIK TINDAK PIDANA UJARAN
KEBENCIAN (HATE SPEECH)
BAB III      REGULASI DAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK
PIDANA UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH)
BAB IV   ANALISA KASUS 
BAB V  PENUTUP
LATAR BELAKANG MASALAH

Tindakan yang Pasal 156 KUHP Surat Edaran Kapolri


Pasal 28 ayat (2) UUD menyebutkan “Barang
menganjurkan kebencian Nomor: SE/6/X/2015
menjelaskan setiap siapa di muka umum COMPETITIVE
atas dasar Kebangsaan, ras tentang Penanganan
orang bebas atas atau agama yang menyatakan perasaan SUSTAINABILITY
Ujaran Kebencian:
permusuhan, kebencian Presentations are
perlakuan yang merupakan hasutan untuk
diatur prosedur polisi
atau penghinaan terhadap communication tools
diskriminatif atas melakukan diskriminasi,
dalam menangani
that can be
permusuhan atau kekerasan suatu atau beberapa
dasar apapun dan perkara yang didasari
demonstrations,
harus dilarang oleh golongan rakyat Indonesia,
berhak atas pada hate speech
lectures, agar
speeches,
hukumditegaskan di dalam diancam dengan pidana
perlindungan terhadap tidak menimbulkan
reports, and more.
Pasal 20 ayat (2) UU Nomor penjara paling lama empat
perlakuan yang diskriminasi, kekerasan,
12 Tahun 2005 (Kovenan tahun atau pidana denda
penghilangan nyawa dan
bersifat diskriminatif Internasional Hak-Hak Sipil paling banyak empat ribu
dan Politik) atau konflik sosial yang
lima ratus rupiah”
meluas
RUMUSAN MASALAH

1. 2.

Bagaimana Regulasi dan


Bagaimana
Implementasi Hukum Terhadap
Perkembangan Delik
Delik Ujaran Kebencian di
Ujaran Kebencian di
Indonesia? (Studi Putusan
Indonesia?
Nomor 381 K/Pid/2012 dan
Putusan Nomor
142/PID.SUS/2018/PT.DKI) ?
TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui Perkembangan 2. Menjelaskan Regulasi dan


Delik Ujaran Kebencian di Implementasi Hukum Terhadap
Indonesia. Delik Ujaran Kebencian di
Indonesia (Studi Putusan Nomor
381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor
142/PID.SUS/2018/PT.DKI)
MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis 2. Manfaat Praktis


Manfaat hasil dari penelitian ini Manfaat hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat menjadi diharapkan sebagai liteteratur
referensi atau masukan bagi dosen, mahasiswa, dan praktisi
perkembangan ilmu penegak hukum dalam
pengetahuan hukum khususnya pengembangan ilmu hukum
hukum pidana. pidana.
KERANGKA KONSEP DAN TEORI

KERANGKA KONSEP KERANGKA TEORI


1. Kriminologi Teori yang digunakan dalam
2. Tindak Pidana Penelitian ini adalah teori Presentations are
3. Ujaran Kebencian hukum pidana dan kriminologi. communication tools.
Ujaran kenencian bukanlah kebencian yang sifatnya personal,
melainkan kebencian yang bersifat serangan pada primordial yaitu
SARA
Ujaran yang memang dimaksudkan untuk menimbulkan dampak

PERKEMBANGAN tertentu, baik secara langsung (aktual) ataupun tidak langsung


DELIK UJARAN (berhenti pada niat)
KEBENCIAN Sifat opennes of media atau keterbukaan informasi di media sosial
inilah yang menjadi pemicu tingginya kecenderungan masyarakat
untuk melakukan ujaran kebencian, seperti ketersediaan fasilitas
komentar untuk pembaca pada media yang berbasis elektronik

Tindak ujar (speech act) berfungsi sebagai sarana penindak maksud


penutur dalam tuturan.Teori tindak tutur merupakan teori yang
memusatkan perhatian pada cara penggunaan bahasa dalam
mengkomunikasikan maksud dan tujuan penuturdan maksud
penggunaan bahasa yang dilaksanakannya.
Searle dalam mengemukakan tiga jenis tindakan yang bisa
diwujudkan seorang penutur yaitu, (1) tindak tutur lokusi yang
disebut sebagai the act of saying something yang artinya tindak
tutur untuk menyatakan sesuatu tanpa keharusan bagi penutur

PERKEMBANGAN melaksanakan tuturannya., (2) tindak tutur ilokusi yang disebut the


DELIK UJARAN act of doing something yaitu tindak tutur yang mengandung maksud
KEBENCIAN dan fungsi untuk melakukan suatu tindakan, (3) tindak tutur
perlokusi yang disebut sebagai the act of affecting someone yakni
sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang dimaksudkan untuk
memberikan daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarnya.

TTerkait dengan bentuk-bentuk ujaran kebencian di medsos dan


bagaimana ujaran-ujaran tersebut dapat mempengaruhi orang lain,
memprovokasi, menjadi sorotan publik bahkan menimbulkan
perpecahan hanya karena sebuah tuturan para netizentersebut.
Usaha dalam perwujudan Kebijakan formulasi hukum pidana, pembuat
kebijakan (legislator) hendaknya melakukan kajian perbandingan
dengan negara-negara lain

Di Indonesia, Ujaran Kebencian diatur di dalam 1) KUHP, 2) UU ITE,


3) UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, 4) Surat Edaran
PERKEMBANGAN
Kapolri No:SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.
DELIK UJARAN
Dimana pada intinya definisi Hate Speech (Ujaran Kebencian) adalah
KEBENCIAN
perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang
karena dapat memicu terjadinya tindakan konflik social, kekerasan
dan sikap prasangka baik dari pihak pelaku pernyataan tersebut
ataupun korban
India (The Information Technology Act No. 21 of 2000 in India) :
India tidak menggunakan paradigma yang berorientasi pada
perbuatan secara fisik, melainkan telah menggunakan paradigma
fungsional dalam memaknai perbuatan yang dapat
dikriminalisasikan
Belanda (KUHP):
Nico Keijzer memberikan penjelasan sebagai berikut dengan adanya
kata "blasphemous di dalam perumusan pasal di atas pembuat UU
telah membuat jelas bahwa ketentuan itu berkaitan dengan
pernyataan-pernyataan yang melukai perasaan keagamaan tentang
PERKEMBANGAN Tuhan (Supreme Being), sedangkan perasaan keagamaan tentang
DELIK UJARAN nabi atau Bunda Maria, tidaklah dilindungi.
KEBENCIAN
Australia (Racial and Religious Tolerance Act 2001 Act No. 47/2001
Negara Bagian Victoria – Australia):
dalam Undang-Undang ini ditentukan bahwa adalah asumsi yang
salah dan tidak relevan jika menentukan apakah orang telah
melakukan pembajakan rasial atau Fitnah Agama dengan berlomba-
lomba melaksanakan kegiatan agama atau melaksanakan aktivitas
keyakinan yang lainnya atau kelas orang yang salah pada saat
pertentangan itu diduga terjadi
Regulasi dan Implementasi Hukum Terhadap Delik Ujaran Kebencian
di Indonesia? (Studi Putusan Nomor 381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI)

ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN DALAM TINDAK PIDANA UJARAN


KEBENCIAN DALAM PUTUSAN NOMOR  381K/PID/2012.
Dalam persoalan tindak pidana ujaran kebencian, hal yang perlu diperhatikan dari
kesengajaan seseorang dalam melakukan tindak pidana tersebut yang sehingga dapat
dimintakan pertanggungjawaban adalah: (i) apakah seseorang tersebut telah menyebarkan
suatu informasi, (ii) apakah seseorang tersebut mengetahui tindakan ujaran yang
dilakukanya bersifat menyerang bagi suatu golongan, ras, agama atau etnis
tertentu, (iii) apakah seseorang tersebut mengetahui akibat dari tindakan
ujaran kebencian yang dilakukannya yaitu timbulnya keresahan dan/atau
ketersinggungan bagi sebagian kalangan masyarakat tertentu.
Regulasi dan Implementasi Hukum Terhadap Delik Ujaran Kebencian
di Indonesia? (Studi Putusan Nomor 381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI)

Bahwa dalam kasus ini, Terdakwa telah terbukti unsur kesengajaanya ketika Terdakwa
“secara berkali-kali” menuliskan pesan atau informasi pada wall/ dinding Terdakwa dan wall
saksi YOGA MULYANA maupun hanya menulis status di akunnya sendiri di mana informasi
yang dituliskan tersebut baik berupa gambar-gambar maupun kalimat yang berisikan
penghinaan terhadap Nabi Muhamad SAW dan merendahkan agama.

dengan menyandingkan teori willens en weten dan klasifikasi menurut Leden Marpaung, jika
dihubungkan dengan fakta, kesengajaan Terdakwa dapat dikategorikan sebagai
Kesengajaan sebagai maksud. Karena Terdakwa dalam melakukan tindakannya didasari
dengan adanya suatu perusahaan dendam.
Regulasi dan Implementasi Hukum Terhadap Delik Ujaran Kebencian
di Indonesia? (Studi Putusan Nomor 381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI)

Bahwa dalam kasus ini, Terdakwa telah terbukti unsur kesengajaanya ketika Terdakwa
“secara berkali-kali” menuliskan pesan atau informasi pada wall/ dinding Terdakwa dan wall
saksi YOGA MULYANA maupun hanya menulis status di akunnya sendiri di mana informasi
yang dituliskan tersebut baik berupa gambar-gambar maupun kalimat yang berisikan
penghinaan terhadap Nabi Muhamad SAW dan merendahkan agama.

Dengan menyandingkan teori willens en weten dan klasifikasi menurut Leden Marpaung,
jika dihubungkan dengan fakta, kesengajaan Terdakwa dapat dikategorikan sebagai
Kesengajaan sebagai maksud. Karena Terdakwa dalam melakukan tindakannya didasari
dengan adanya suatu perusahaan dendam.
Regulasi dan Implementasi Hukum Terhadap Delik Ujaran Kebencian
di Indonesia? (Studi Putusan Nomor 381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI)

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN DALAM PUTUSAN


NOMOR 142/PID.SUS/2018/PT.DKI.
Dalam Putusan Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI Pengadilan menyatakan Terdakwa telah
memenuhi unsur tindak pidana dalam dakwaan pertama Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal
28 ayat (2) Undang Undang No. 11 Tahun 2008 Undang-Undang Informasi dan Transaksi
elektronik. Bahwa agar seseorang dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana
berdasarkan suatu Pasal tertentu, maka seorang tersebut harus memenuhi rumusan-
rumusan unsur yang ada di dalamnya dan didukung dengan pembuktian berdasarkan alat
bukti – alat bukti yang diakui berdasarkan hukum.
Regulasi dan Implementasi Hukum Terhadap Delik Ujaran Kebencian
di Indonesia? (Studi Putusan Nomor 381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI)

Pasal 28 ayat (2) Undang Undang No. 11 Tahun 2008 Undang-Undang Informasi dan
Transaksi elektronik mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur dengan sengaja dan tanpa hak;
Bahwa dengan menggunakan pendekatan teori willens en wettens, dapat diketahui bahwa
Terdakwa dalam kasus ini Terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana dengan
sengaja dan tanpa hak. Hal tersebut dapat dilihat dari cara terdakwa yang dalam
menjalankan tindakanya dilakukan beberapa hal persiapan yaitu membuat akun-akun di
media sosial. Selain itu Terdakwa juga mengetahui resiko dari tindakan yang dilakukannya
tersebut.
Regulasi dan Implementasi Hukum Terhadap Delik Ujaran Kebencian
di Indonesia? (Studi Putusan Nomor 381 K/Pid/2012 dan Putusan
Nomor 142/PID.SUS/2018/PT.DKI)

2. Unsur menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras dan antargolongan (SARA);

Perbuatan Terdakwa yang menggunakan kata-kata provokasi yang dapat memicu adanya
kebencian antar individu maupun kelompok tertentu. Selain itu Terdakwa juga sering
menggunakan korelasi-korelasi kata yang berkaitan dengan suku, ras,etnis dan agama
terentu. Sehingga Majelis Hakim Tingkat Pertama menyatakan Terdakwa JONRU GINTING,
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan beberapa
perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA.
Pada pelaksanaan penggunaan pasal tersebut di lingkungan

KESIMPULAN peradilan, para penegak hukum terkhusus hakim, harus


menggunakan penafsiran hukum untuk memberikan pemahaman

(1) bahwa suatu perbuatan telah melanggar pasal tersebut. Selain itu
baik Polisi dan Jaksa Penuntu Umum, harus tetap memperhatikan
tujuan hukum itu sendiri yaitu harus memperhatikan keadilan,
kemanfaatan, dan menjamin kepastian hukum. Ketiga hal tersebut
harus dijalankan secara proporsional dan tidak boleh hanya
memperhatikan dari satu aspek atau dua aspek saja, melainkan
ketiga aspek tersebut harus seimbang agar tidak menimbulkan
ketimpangan hukum.
KESIMPULAN PPemahaman terkait rasa kebencian dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE

(2) tidak ada penjelasan lebih lanjut. Hal tersebut terletak pada frasa
“ditujukan untuk” dalam rumusan pasal tersebut, yang bisa diartikan
bahwa perbuatan menyebarkan informasi ditujukan agar timbul rasa
kebencian. Berdasarkan penjelasan tersebut, membutuhkan
pembuktian, bahwa perbuatan menyebarkan tersebut bertujuan
untuk menimbulkan rasa benci. Caranya dengan melogikan wujud
dari perbuatan tersebut menurut sifat dan keadaannya dapat
menimbulkan kebencian antar golongan dan sebagainya yang
disadari dan dikehendaki si pembuat.
SARAN (1)
Pasal 28 ayat (2) UU ITE di masa yang
akan datang, diharapkan mampu
memenuhi dan sesuai dengan harapan
dari masyarakat. Hal tersebut agar
masyarakat mengetahui batasan-batasan
dalam menggunakan media sosial dan
agar masyarakat mengetahui perbuatan-
perbuatan yang dapat dianggap telah
melanggar peraturan. Diperlukannya juga
pemberian pemahaman dan pengertian
terkait rasa kebencian dan unsur-unsur
SARA. Selain itu perlu dibuat bab khusus
untuk perbuatan-perbuatan yang
mengandung pelanggaran unsur SARA di
media sosial.
SARAN (2)
Disarakan kepada Pemerintah, agar dapat
menciptakan suatu aturan yang lebih khusus
lagi mengenai ujaran kebencian dan
mensosialisasikan lebih sering terkait dengan
aturan ujaran kebencian, hal ini dikarekan
seringnya masyarakat yang berdalih tidak
mengetahui akan aturan tersebut. Perlunya
kerjasama lebih antara aparat penegak hukum,
organisasi masyarakat dan masyarakat untuk
melakukan pencegahan dan penanggulangan ke
setiap daerah yang  masyarakatnya masih
belum paham dan mengetahui apa itu Ujaran
Kebencian (Hate Speech) dan Undang-Undang
yang mengatur mengenai Ujaran Kebencian
(Hate Speech) serta dampak yang ditimbulkan
dari pelaku yang melakukan Ujaran Kebencian
(Hate Speech) dalam media sosial.
THANK YOU !

Anda mungkin juga menyukai