Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade


terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi
pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi mengengah ke bawah.
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka
kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang
cukup lama. Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan
China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru
TBC, dan setiap dua menit muncul satu penderita TBC yang menular. Bahkan setiap empat
menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah
TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Menurut WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan
kematian 130 penderita dengan tuberkulosis. Sedangkan menurut hasil penilitian kusnindar
1990, jumlah kematian yang disebabkan karena tuberculosis diperkirakan 105,952 orang
pertahun. Kejadian kasus tuberkulosa yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok
masyarakat dengan sosio ekonomi lemah.

Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan dipengaruhi oleh daya tahan tubuh,
status gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal.
Penyakit tuberkulosis ini dijumpai disemua bagian penjuru dunia. Dibeberapa negara telah
terjadi penurunan angka kesakitan dan kematiannya. Angka kematian berkisar dari kurang 5-
100 kematian per 100.000 penduduk pertahun. Angka kesakitan dan kematian meningkat
100.000 penduduk.

Penyakit tuberculosis dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Pertama yaitu
tuberculosis paru dimana penyakit tuberculosis ini menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru). Kedua yaitu tuberculosis ekstra paru dimana tuberculosis ini adalah
tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain jaringan paru, misalnya pleura (selaput
paru), selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Di makalah ini penulis akan membahas
tuberculosis ekstra paru (tuberculosis ginjal) mulai dari definisi hingga bagaimana
penanganannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari tuberculosis ginjal?


2. Apa etiologi dari tuberculosis ginjal?
3. Bagaimana patofisiologi dari tuberculosis ginjal?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari tuberculosis ginjal?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari tuberculosis ginjal?

1
6. Bagaimana penatalaksanaan dari tuberculosis ginjal?
7. Bagaimana komplikasi dari tuberculosis ginjal?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari tuberculosis ginjal


2. Untuk mengetahui etiologi dari tuberculosis ginjal
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari tuberculosis ginjal
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari tuberculosis ginjal
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari tuberculosis ginjal
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari tuberculosis ginjal
7. Untuk mengetahui komplikasi dari tuberculosis ginjal

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Tuberculosis (TBC) adalah suatu infeksi kronik, akut atau sub akut yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis yang bersifat tahan asam, anaerob dan merupakan basil
gram positif.

TB yang menyerang ginjal disebut TB Renal. TB Renal merupakan penyakit infeksi


yang menyerang organ tubuh pada Renal dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
(Soemantri,2009). Sementara itu, Junaidi (2010) menyebutkan tuberculosis sebagai suatu
infeksi akibat Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, termasuk
renal dengan gejala sangat bervariasi.

Saluran ginjal merupakan lokal infeksi yang paling sering setelah tuberculosis paru,
biasanya disebabkan oleh hematogen baik dari tuberculosis paru maupun tulang. Setiap
bagian dari saluran ginjal dapat terkena. Sekitar 15% dari individu dengan tuberculosis paru
aktif akan mengalami tuberculosis ginjal.

2.2 Etiologi

Agens infeksius utama yaitu Mycobacterium tuberculosis adalah sejenis bakteri


berbentuk batang tahan asam dengan ukuran panjang 1-4µm dan tebal 0,3-0,6µm. Bakteri ini
akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 370C dengan tingkat pH optimal pada 6,4-7,0. Untuk
membelah dari satu sampai dua (generation time) bakteri membutuhkan waktu 14-20 jam.
Basil TBC mempunyai dinding sel lipid (lemak), sehingga tahan asam. Kuman ini juga tahan
berada di udara kering dan keadaan dingin karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit
kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini juga bersifat aerob. Organisme ini
biasanya berjalan dari paru-paru melalui aliran darah ke ginjal. Mikroorganisme kemudian
menjadi dorman di ginjal.

Selain perjalanan bakteri dari paru-paru ke ginjal, TB Renal juga dapat disebabkan melalui
darah atau cairan tubuh oleh orang yang telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis,
biasanya penularan terjadi melalui transfusi darah.

2.3 Patofisiologi

Tuberculosis ginjal disebabkan oleh penyebaran hematogen dari infeksi primer.


Penyakit biasanya berkembang dengan waktu yang lambat, yaitu kira-kira 5-10 tahun setelah
infeksi pertama dan dapat terjadi pada salah satu ginjal atau keduanya.

Perjalanan kuman Mycobacterium tuberculosis ke ginjal dari paru-paru, tulang, atau


saluran pencernaan biasanya secara hematogen. Invasi biasanya dimulai dari bagian terluar
ginjal yaitu korteks. Seiring dengan penyebarannya bakteri ini akan merusak jaringan ginjal
dan membentuk kavitas. Penyakit ini akan menyebar ke tubulus ginjal dan medula ginjal,
dimana akan berkembang lebih lanjut ke lengkung henle kemudian membentuk nekrotik dan

3
membuat rongga tidak teratur. Akhirnya ginjal dapat menjadi fibrotik akibat dan atrofi. Ginjal
yang mengalami jaringan fibrotik dan atrofi akan menyebabkan penurunan dari fungsi ginjal
secara progresif. Jika infeksi dapat menyebar melalui ureter, maka akan menimbulkan
obstruksi atau penyumbatan. Dan jika infeksi dapat menyebar ke kandung kemih akan terjadi
ulserasi di prostat, vesikula seminalis, dan epididimis (pada laki-laki).

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala tuberculosis ginjal antara lain :

1. Anorexia
2. Berat badan menurun
3. Demam
4. Pasien juga dapat mengalami hematuria (darah pada urine)
5. Piuria (urine mengandung leukosit)
6. Disuria (sulit buang air kecil)
7. Nyeri pada pinggang
8. Nyeri pada abdomen
9. Peemeriksaan uji kulit mantoux adalah positif
10. Pemeriksaan nilai GFR (Glomerular Filtrarion Rate) kurang dari 40ml/menit,
normalnya 85-135ml/menit.

Yang termasuk tanda dan gejala tuberculosis adalah anoreksia, berat badan
menurun, demam yang bersifat intermitten, pasien juga mengalami hematuria yang
termasuk dalam uji diagnostic adalah skrining untuk tuberculosis paru. Hasil uji kulit
Mantoux adalah positif adanya Mycobacterium tuberculosis dalam urine dapat juga
membantu diagnosis.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan hitung sel darah lengkap, laju sedimentasi,
kimia serum, dan C-rektif protein sangat membantu untuk menilai tingkat keparahan
penyakit, fungsi ginjal, dan respons terhadap pengobatan.
Pemeriksaan laboratorium juga dapat melihat adanya basil TB dalam darah akibat
mendapatkan transfusi darah yang telah terinfeksi bakteri.

2. Tes tuberkulin (Mantoux)


Dilakukan penyuntikan protein tuberkulin dari bakteri tuberkulosis secara intra
dermal untuk melihat reaksi inflamasi seperti kemerahan dan pembengkakan pada
lokasi penyuntikan maksimalnya 48-72 jam setelah penyuntikan. Hasil tes tuberkulin
yang positif menunjang diagnosis tuberkulosis dimana menandakan bahwa orang
tersebut telah terinfeksi TB, tetapu hasil negatif tidak berarti menyingkirkan
kemungkinan adanya manifestasi ekstra pulmonal.

4
3. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine ini ditujukan untuk memeriksa eritrosit, leukosit dan pH dalam
urine. Urine juga dikultur untuk memeriksa adanya E.coli karena infeksi sekunder
dapat terjadi pada 20% kasus. Namun ciri khas TB yaitu terdapat “Sterille Pyuria”
pada pemeriksaan urine. Namun kultur urine ini memerlukan waktu 6-8 mingu.
Pengambilan urine dilakukan pada pagi hari selama 3 hari berturut-turut.

4. Foto rontgen (BNO)


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan adanya kalsifikasi ginjal dan ureter.
Kalsifikasi ureter akibat TB jarang terjadi kecuali jika terdapat kalsifikasi pada ginjal.
Kalsifikasi tersebut terjadi intraluminal dan tampak dinding ureter menjadi tebal
bukan dilatasi.

5. Intravenous Urography (IVU/IVP)


Intravenous Urography (IVU) merupakan cara diagnosa terbaik untuk TB ginjal.
Namun saat ini telah banyak digantikan dengan Computed Tomography (CT). IVU
dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan peristaltik ureter, fibrosis yang
mungkin terjadi dan panjang striktur.
Manifestasi lain TB ginjal yang dapat dilihat dengan IVU adala distorsi deformitas
kaliks multiple dan destruksi atau kerusakan parenkim kaliks. Dapat dilihat juga
dilatasi ureter di atas striktur ureterovesikal junction. Fase cystographic pada IVU
dapat memberikan informasi keadaan kandung kemih yang kemungkinan kecil
berkontraksi atau iregular.

6. Computed Tomography (CT)


CT telah menjadi pilihan lebih baik nenggantikan IVU dalam menegakkan diagnosa
dan evaluasi TB ginjal dan genital. CT terbaru memberikan gambaran tiga dimensi.
Alat ini dapat memberikan gambaran mengenai abnormalitas kaliks, hidronefrosis,
hidroureter, autonerektomi, kalsifikasi traktus urinarius dan kavitas parenkim ginjal.

7. Ultrasonography (USG)
Ultrasonography memberikan penilaian terbatas. Alat ini dapat digunakan untuk
melihat ukuran lesi ginjal sebelum kemoterapi atau memonitor volume kontraksi
kandung kemih sebelum pengobatan.

8. Retrograde Pyelography (RPG)


Saat ini jarang digunakan, tetapi ada 2 indikasi penggunaan alat ini. Pertama, pada
kasus striktur ureter, untuk menilai panjang dan menghitung banyaknya sumbatan dan
dilatasi striktur. Kedua, pada kateterisasi ginjal.

9. Percutaneus Antegrade Pyelography


Percutaneus Antegrade Pyelography merupakan alternatif RPG untuk mengambil
ginjal yang tidak berfungsi atau untuk memeriksa keadaan ginjal yang tidak dapat
diperiksa dengan retrograde biasa.

5
2.6 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal,
menurunkan risiko penularan, dan untuk mengelola kondisi komorbiditas. Pemilihan
OAT seperti Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) untuk pasien dengan
gangguan ginjal dianjurkan, karena ketiga obat tersebut dapat dieksresi melalui
empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. Sedangkan
untuk Streptomisin dan Ethambutol dieksreksi melalui ginjal, oleh karena itu harus
dihindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Tetapi, apabila
fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Ethambutol dan Streptomisin tetap dapat
diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal.
Panduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gangguan ginjal adalah
2HRZ/4HR. 2HRZ artinya pada fase intensif digunakan INH, Rifampisin dan
Pirazinamid, setiap hari selama 2 bulan. 4HR pada fase lanjutan yaitu INH dan
Rifampisin diberikan masing-masing 3 kali seminggu selama 4 bulan.

2. Pembedahan
Pembedahan pada penderita tuberkulosis dapat dipertimbangkan bila terapi
medis gagal, seperti penyaliran atau pengeluaran sarang atau sis sarang tuberkulosis,
organ rusak yang mengganggu, dan untuk memperbaiki perubahan atau penyulit
sekunder seperti stenosis saluran kemih atau kerusakan kandung kemih atau leher
kandung kemih. Tindakan pembedahan pada penderita yang pernah mengidap
tuberkulosis harus dilakukan dengan perlindungan anti tuberkulosis sebagai tindak
profilaktik mencegah kambuhnya tuberkulosis minimal 4 minggu.

3. Nefrektomi
Nefrektomi dilakukan apabila ginjal sudah tidak berfungsi baik dengan atau
tanpa kalsifikasi, kedua ginjal telah rusak ditambah dengan hipertensi dan apabila
diduga terdapat keganasan.

2.7 Komplikasi

TB ginjal dapat menyebabkan komplikasi lain seperti penumpukan kalsium pada


ginjal yang mengindikasikan bahwa fungsi ginjal menurun, hipertensi, sampai tahap yang
paling parah, yaitu terjadinya gagal ginjal.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru seperti
pada ginjal. Sebagian orang yang telah terinfeksi (80-90%) belum tentu menjadi sakit
tuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh diketahuinya dengan tes
tuberkulin (Dep. Kes. R.I, 1999).

Mereka yang menjadi sakit disebut sebagai “penyakit tuberkulosis”, biasanya dalam
waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan setelah infeksi. Mereka yang tidak menjadi sakit tetap
mempunyai risiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka (Dep. Kes. R.I
1999).

Gejala umum penderita TB adalah anoreksia, penurunan berat badan, piuria, disuria,
hematuria, demam, nyeri pinggang, nyeri abdomen, dan pemeriksaan uji kulit mantoux
adalah positif.

3.2 Saran

Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai calon perawat harus memahami secara
detail tentang seluk beluk penyakit TB ginjal sehingga kita dapat melakukan asuhan
keperawatan secara benar terhadap pasien dengan TB ginjal.

Dan untuk masyarakat setelah membaca makalah ini dapat berhati-hati atau waspada
terhadap gaya hidup ataupun lingkungannya karena dengan itu TB ginjal dapat menjangkit
tubuh kita.

7
Daftar Pustaka

https://id.scribd.com/document/360166255/11-Tb-Ginjal (Diakses pada tanggal 28 Januari


2020)

https://www.slideshare.net/mobile/Philjeuwbens/tuberculosis-pada-ginjal (Diakses pada


tanggal 28 Januari 2020)

https://id.scribd.com/document/368403500/tb-renal-1-docx (Diakses pada tanggal 28 Januari


2020)

Anda mungkin juga menyukai