Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

UJI EFEK ANALGETIK

Di Susun Oleh :

NAMA : 1. Abdul Halim


2. Devila Marta Utami
3. Indra Hari Sukma
4. Najua Jannati
5. Novia Hardiyanti
6. Siti Nadrianti Hofiani

KELAS : 2 B FARMASI

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
2016/2017
TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara pengertian efek
analgetik menggunakan metode Writing test serta mampu menghitung daya
analgetik suatu obat.

Mahasiswa dapat mengetahui secara spesifik bentuk perubahan yang terjadi


pada hewan uji setelah di berikannya obat analgetik.

Waktu dan Tempat


Waktu = 13: 30 – 16:30
Tanggal = 10 Oktober 2016
Tempat = Lab. Biologi FIK UNW MATARAM

Prosedur Kerja
 Pertama kita siapkan Hewan Uji ( h.u), alat, dan Bahan
 Timbang hewan uji yang akan di uji
 Lakukan pengenceran obat yang sudah di tentukan, pada
peraktikum
 Berikan obat pada hewan uji denga cara yang sudah di tentukan
dengan cara oral dan injeksi
 Tunggu beberapa menit lalu Amati dan Catat perubahan apa yang
terjadi pada hewan uji

Keterangan
Pengujian efek analgetik dapat di gunakan melalui berbagai metode, yang kita
gunakan adalah metode / prinsip percobaan Writing test adalah rasa nyeri yang
disebabkan pemberian inductor nyeri ( zat kimia ) akan menyebabkan timbulnya
Writing (geliat) yang dapat di amati sebagai torsi pada suatu sisi, menarik kaki
ke belakang, penarikan kembali abdomen, kejang tetani dengan membengkokan
kepala dan kaki belakang.
DASAR TEORI

Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau


menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada
orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak
nyaman ,berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam
kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai
isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan seperti peradangan,
rematik, encok atau kejang otot. Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas,
yang tersebar di kulit, otot, tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke
susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu jaras nyeri cepat dengan
neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan neurotransmiternya
substansi P. Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,
leukotriendan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung-
ujung saraf bebasdi kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian
menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga
terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini
rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron
dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan
otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak
besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjaydan Rahardja, 2007). Rasa
nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya
ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot.
Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan
zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat
mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor
nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini
terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini
rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron
dengan amat benyak sinaps via sumsum tulang belakang, sumsum lanjutan, dan
otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak
besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri. Berdasarkan aksinya, obat-abat
analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal,
diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan – sediaan golongan non
salisilat ternmasuk derivat as. Arylalkanoat.
b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika Analgesik opioid merupakan
kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan
obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan. Ada 3
golongan obat ini yaitu:
1. Obat yang berasal dari opium-morfin
2. Senyawa semisintetik morfin
3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Mekanisme Kerja Obat Analgesik

a) Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)


Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu
enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator
nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik
jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan
menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian
mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda
dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum
dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah,
kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya
disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.

b) Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika


Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase
dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja
analgesiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga
bekerja diperifer . Efek analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam
setelah pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS telah
tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek
maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya
peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3
jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh
adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan
mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%).
Waktu paruh eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5
jam, sementara waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara individu
yang menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh
paling panjang (45 jam).
1) Antalgin

a) Mekanisme kerja :
Aminopirin merupakan derivate pirazolon yang mempunyai efek sebagai
analgesik, antipiretik. Efek antipiretik diduga berdasarkan efek mempengaruhi
pusat pengatur suhu di hipotalamus dan menghabisi biosintesa dari
prostaglandin sedangkan efek analgesiknya mengurangi rasa nyeri cukup kuat.

b) Efek Samping

Agranulosis, reaksi hipersensitifitas, reaksi pada kulit.

2) Asam Mefenamat

a) Mekanisme kerja :
Asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja
dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat enzim siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti
inflamasi dan antipiretik.

b) Efek Samping
Sangat minimal selama dalam dosis yang di anjurkan.Dapat terjadi gangguan
saluran cerna antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare,
rasa ngantuk,pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia.
Alat dan bahan
No Alat bahan
1 Beaker gelas Aquades
2 Spuit oral NaCMC
3 Spuit injeksi Asam mafenamat
4 Pipet tetes Antalgin
5 Labu ukur Kapas
6 keranjang
7 Kawat kasa
8 Gelas ukur

HASIL PERCOBAAN

Table pengamatan evaluasi efek organoleptik


Krlompok perlakuan Jumlah geliat pada menit ke
No Nama obat 10 20 30 40 50 60 komulatif
1 Normal 0 0 0 0 0 0 0
2 Normal 0 0 0 0 0 0 0
3 K (-) 13 28 30 21 17 44 153
4 K (-) 7 31 34 25 22 37 156
5 As.mafenamat 14 20 22 17 12 9 94
6 As.mafenamat 7 9 6 7 1 3 33
7 Antalgin 7 10 13 8 10 12 60
8 Antalgin 42 4 1 1 1 0 49

Nilai rata-rata K (-) = 153 + 156

2
= 309
2
= 155
a. Perhitungan

 Perhitungan dosis
1. Asam mafenamat 500 mg
Dosis hewan uji 20 gram = 500 mg x F.konversi
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg / 1 ml

Untuk 50 ml =1,3 mg x 50 ml
=65/50 ml aquades

2. Asam asetat 2% = 2 ml/100 ml aquades


3. NaCMC 3% = 300mg/100ml
= 0,3 gram/100 ml

 % daya analgetik kelompok asam mafenamat dan antalgin


1. Asam mafenamat
94
a. % daya analgetik = 100 – ( × 100%)
155
(asam mefenamat kel 3) =100 ‒ 60,6%
=39,4
33
b. daya analgetik = 100−( × 100%)
155

(asam mefenamat kel 4)= 100-21,3%


=78,7 %

60
c. % daya analgetik = 100- ( ×100%)
155
(antalgin pada kel 5) = 100 – 38,7%
= 61,3 %
49
d. % daya analgetik = 100 – × 100%
155
= 100 ‒31,6%
=68,4%
Grafik hubungan antara jumlah geliat mencit dengan waktu

50
45
40
35 k(-)1

30 k(-)2

25 a.mefenamat 1

20 .mefenamat 2

15 antalgin 1
10 antalgin 2
5
0
10 20 30 40 50 60

b. Dokumentasi

Sebagai kelompok normal dengan pemberian :


1. NaCMC pada pemberian secara oral
a. Aqua proinjeksi pada pemberian secara IP
(intra peritonial)

Bahan Pemberian secara Pemberian secara


oral IP
PEMBAHASAN
Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf
secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi
kesadaran. Analgetik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa
sakit. Berdasarkan mekanisme kerja analgetik dibagi menjadi dua yaitu
analgetik non narkotik dan analgetik narkotik. Analgetik non-narkotik
digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga
sering disebut analgetik ringan. Analgetik non-narkotik bekerja menghambat
enzim siklooksigenase dalam rangka menekan sintesis prostaglandin yang
berperan dalam stimulus nyeri dan demam. Sedangkan Analgetik narkotik
adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif.
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor
khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga
menimbulkan efek euphoria dan rasa mengantuk.

Analgetik dipergunakan untuk mengurangi atau menghalau rasa sakit


atau nyeri. Mekanisme terjadinya nyeri yaitu adanya rangsangan-rangsangan
mekanis/kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan
dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri. Nyeri
yang diinduksikan kepada hewan uji dilakukan menggunakan rangsang kimia.
Iritan kimia yang digunakan adalah steril asam asetat yang diberikan secara
intra peritoneal terhadap hewan uji yaitu mencit (Mus muscullus). Efek nyeri
akan timbul dalam waktu yang lebih cepat karena iritan diberikan sacara intra
peritoneal. Setelah rangsang nyeri menimbulkan reaksi pada mediator nyeri
akan timbul geliat pada hewan uji. Metode writhing test digunakan
berdasarkan atas rangsang nyeri yang ditimbulkan oleh zat-zat kimia yang
digunakan untuk penetapan daya analgetika.

Pada praktikum farmakologi kali ini kami melakukan perbandingan


terhadap efek analgetik yang diberikan oleh obat pemberian dengan metode
writhing test (metode geliat), ada 4 kelompok hewan uji diantaranya 1
kelompok normal, 2 kelompok control positif, 1 kelompok control negative .
Dimana control negative yang digunakan adalah Na CMC 0,5ml, dan induksi
nyeri yang diberikan adalah asam asetat 2% serta analgetik yang diberikan
adalah antalgin 250ml dalam 100ml aquades dan asam mefenamat 500mg.
pada kelompok normal hanya diberikan Na CMC secara oral sebanyak 0,5 ml
dan aqua pro injeksi secara intra peritoneal sebanyak 0,5 ml, pada kelompok
control negative diberikan Na CMC 0,5 ml secara oral kemudian di berikan
induksi nyeri dengan asam asetat 1ml secara intra peritoneal,tanpa diberi
analgetik. Sedangkan pada kelompok control positif pertama yang diberikan
adalah asam mefenamat sebanyak 0,5ml sebagai analgetik atau pereda nyeri
diberikan secara oral karena proses di absorbsinya lebih lama setelah itu
diberikan asam asetat sebagai penginduksi nyeri sebanyak 1ml secara intra
peritoneal. Dan kelompok terakhir yaitu kelompok control positif yang
diberikan analgetik antalgin sebanyak 0,5 ml kemudian diberikan asam asetat
sebanyak 1ml sebagai penginduksi nyeri.

Setelah pemberian obat kepada hewan uji terjadi perubahan yaitu


kelompok hewan uji control negative dan positif menggeliat atau menarik kaki
kebelakang dan penarikan kembali abdomen serta kejang tetani dengan
membengkokan kepala dan kaki kebelakang. Sedangkan kelompok hewan uji
normal tidak mengalami pengeliatan karna tidak diberikan penginduksi nyeri
seperti kelompok hewan uji yang lain. Setelah itu kami mengamati
penggeliatan yang terjadi selama 10 menit sekali. Pada kelompok hewan uji
contol negative terjadi penggelitan yang terus meningkat untuk control
negative yang pertama, penggeliatan terjadi sebanyak 13 kali untuk 10 menit
pertama kemudian 28, 30, 21, 17 sampai 44kali pada 10 menit ke 6 dan untuk
kontol negative yang kedua penggeliatan terjadi dari 7 kali pada 10 menit
pertama kemudian 31,34,25,22,sampai 37 kali pada 10 menit yang ke 6 ,
peningkatan ini terjadi karena hewan uji tidak di berikan analgetik sebagai
pereda nyeri yang diberikan, tetapi pada menit ke 4 dan 5 terjadi penurunan
geliat pada hewan uji yang bisa disebabkan oleh beberapa factor diantaranya :
kurangnya ketelitian pada saat praktikum. Sedangkan pada kelompok hewan
uji kontol positif asam mefenamat terjadi penggeliatan yang menurun, dari
kelompok pertama didapatkan dari menit ke 10 pertama 14 kali kemudian
20,22,17,12 hingga 10 menit ke 6 penggaliatan terjadi 9 kali, pada 10 menit ke
2,3dan 4 terjadi kenaikan yang disebabkan oleh kurangngnya ketelitian pada
saat praktikum yaitu volume pemberian asam mefenamat yang kurang
seharusnya diberikan sebanyak 0,5ml tetapi karena kesalah pahaman asam
mefenamat yang diberikan hanya 0,05 ml yang menyebabkan nyeri yang di
rasakan hewan uji tidak berkurang dan metabolisme analgetik pada saluran
cerna menyebabkan kadar obat berkurang sehingga efek yang di timbulkan
juga berkurang. Kemudian kelompok dua, penggeliatan terjadi sebanyak 7 kali
pada 10 menit pertama dan 9,6,7,1 sampai pada 10 menit ke 6 penggeliatan
terjadi sebanyak 3 kali, terjadinya kenaikan dan penurunan geliat hewan uji
juga disebabkan karena kurangnya ketelitian dalam praktikum. Terakhir
kelompok control positif antalgin terjadi penggeliatan yang menurun, tetapi
pada kelompok pertama terjadi kenaikan dan penurunan geliat hewan uji
didapatkan dari menit ke 10 pertama 7 kali kemudian 10, 13, 8, 10.hingga 10
menit ke 6 penggaliatan terjadi 12 kali, pada 10 menit ke 2,3,dan 6 terjadi
kenaikan yang disebabkan oleh kurangngnya ketelitian pada saat praktikum
atau volume pemberian analgetik yang kurang serta proses metabolisme
analgetik pada saluran cerna menyebabkan kadar obat berkurang sehingga
efek yang di timbulkan juga berkurang. Kemudian pada kelompok kedua terjadi
penggeliatan sebanyak 42 kali pada 10 menit pertama dan 4,1,1,1 sampai pada
10 menit ke 6 tidak terjadi penggeliatan, sehingga data yang didapatkan sesuai
teori karena efek terapi dari antalgin tercapai.
Kesimpulan
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dapat mengurangi atau
menekan rasa nyeri/sakit. Golongan obat ini dapat dibagi menjadi analgetika
narkotik atau integumental analgesics (misalnya : morfin ,asetosal ) dan
analgetika nonnarkotik atau mengurangin rasa nyeri yang dapat ditimbulkan
oleh berbagai rangsang mekanik, kimia maupun fisik. Rasa nyeri tersebut terjadi
akibat terlepasnya mediator
-mediator nyeri (minyalnya : bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak
yang kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung saraf maupun di tempat lain.
Pengujian efek analgetik dapat dilakukan melalui berbagai metode
berdasarkan atas rangsang nyeri yang di pergunakan. Pengujian dengan
rangsangan panas dapat menggunakan metode Woolfe-Mac Donald, metode
Eddy-Leimbach yang memamfaatkan lempeng panas. Pengujian lainnya
menggunakan rangsangan zat kimia seperti asam asetat dan HCL 2%. Pengujian
yang dilakukan pada praktikum ini adalah Writhing test (metode geliat)
DAFTAR PUSTAKA
Djumhuri, Agus.1995. Sinopsis Farmakologi. Hipokrates : Jakarta.

Gery schmitz. 2008. Farmakologi dan Toksikologi. EGC : Jakarta.

Katzung, Bertam G. 1997. Farmakologi dasar dan Klinik. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai