Oleh :
1
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Disusun Oleh :
Mahasiswa
Syarif Kurrahman
NIM : 19.01.511.001
2
PROPOSAL KERJA PRAKTEK
PT. NEWMONT NUSA TENGGARA
3
a. Memenuhi salah satu mata kuliah wajib di Teknik Metalurgi yang merupakan prasyarat
bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.
b. Mengamati secara langsung penggunaan teori–teori dasar yang telah diajarkan selama
proses perkuliahan di lapangan terutama teori pengolahan mineral, teori metalurgi
ekstraksi, teori pembentukan logam dan teori pengolahan limbah.
c. Memperluas wawasan dan pengalaman mengenai kondisi kerja di dunia industri sebagai
bekal untuk terjun ke dunia kerja.
d. Mendapatkan kesempatan dalam menganalisa setiap permasalahan yang mungkin terjadi
di lapangan dan mengetahui solusi yang tepat bagi permasalahan tersebut.
e. Memperoleh pengetahuan mengenai pengembangan sistem pengajaran dalam rangka
menyelaraskan dunia pendidikan dengan dunia industri.
f. Menjalin hubungan dan kerja sama yang saling menguntungkan antara pihak universitas
dengan pihak industri atau penyedia lapangan kerja.
4
memerlukan beberapa tenaga ahli yang menguasai bidangnya, dan salah satu bidang yang
dibutuhkan adalah hal yang berhubungan dengan logam (Metalurgi).
Tenaga ahli dalam bidang ilmu Metalurgi dan Material tentunya dibutuhkan dalam
menjalankan produksi pertambangan ini terutama dalam mendesain dan menjalankan
proses pengolahan mineral yang didapatkan setelah melalui proses penambangan. Selain
itu, tenaga ahli dalam bidang ilmu Metalurgi dan Material dibutuhkan juga dalam
mendesain dan menjalankan proses metalurgi ekstraksi untuk mengubah konsentrat bijih
logam menjadi logam dengan kemurnian yang cukup tinggi. Tenaga ahli dalam bidang
ilmu Metalurgi dan Material juga dibekali dengan wawasan lingkungan agar setiap jenis
limbah yang berasal dari proses yang melibatkan ilmu Metalurgi dapat dilakukan
pengolahan dan daur ulang secara terpadu sehingga mampu meningkatkan nilai
ekonomisnya serta tidak membahayakan bagi lingkungan produksi.
NIM : 19.01.511.001
(Biodata lengkap dan informasi pendidikan terakhir mahasiswa tercantum dalam CV)
5
VI. BIDANG / SPESIFIKASI YANG DIMINATI
Bidang atau spesifikasi yang diminati untuk kegiatan kerja praktek di PT. NEWMONT
NUSA TENGGARA yang sesuai dengan minat, kurikulum dan core competence yang
diberikan di Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI adalah sebagai berikut:
1. Bidang Pengolahan Mineral, yang terdiri atas:
a. Unit Operasi Kominusi Mineral (Crushing & Grinding)
b. Unit Operasi Sizing Methode Mineral (Screening & Classification)
c. Unit Operasi Concentration Mineral
2. Bidang Metalurgi Ekstraksi, yang terdiri atas:
a. Unit Operasi Ekstraksi Emas
b. Unit Operasi Ekstraksi Tembaga (Copper)
3. Bidang Pengolahan Limbah Metalurgi Ekstraksi
6
VIII. DASAR TEORI
1. PENGOLAHAN MINERAL (MINERAL PROCESSING)
Proses pertama yang dilakukan terhadap bijih setelah bijih tersebut selesai ditambang
adalah proses pengolahan mineral (mineral dressing/processing). Proses pengolahan
mineral juga sering disebut dengan istilah ore preparation, milling, ore dressing atau
ore beneficiation. Ore dressing adalah proses secara mekanik yang bertujuan untuk
memisahkan butiran bijih mineral berharga dari mineral pengganggu atau minetral
pengotor (gangue mineral) sehingga dihasilkan 2 jenis produk, yaitu fase konsentrat
mineral yang mengandung sebagian besar mineral berharga dengan kadar yang cukup
tinggi dan fase pengotor (tailing/discharge) yang mengandung mineral pengotor atau
mineral pengganggu (gangue mineral).
Karena sebagian besar bijih mineral berharga berada dalam kondisi terperangkap dalam
mineral pengganggu (gangue mineral) maka mineral-mineral tersebut harus
dihancurkan terlebih dahulu sehingga mineral berharga tersebut dapat dibebaskan dari
pengotornya. Tahapan awal dari proses pengolahan mineral (ore dressing) adalah
crushing dan grinding yang keduanya lebih dikenal dengan istilah kominusi.
Kominusi
Crushing dan grinding pada umumnya dilakukan untuk mereduksi ukuran partikel bijih
mineral melalui beberapa rangkaian proses secara bertahap. Berikut akan dijelaskan
secara lebih terperinci mengenai mekanisme crushing dan grinding:
Crushing
7
Peralatan umum yang dapat digunakan untuk proses primary crushing ini
adalah:
Jaw crusher
Gyratory crusher
Secondary Crushing (Intermediate Crushing)
Secondary crushing merupakan proses pengolahan mineral lanjutan setelah
primary crushing.
Secondary crushing digunakan untuk mereduksi ukuran partikel bijih mineral
dari ukuran sekitar 10 cm menjadi sekitar 1 – 2 cm.
Peralatan umum yang dapat digunakan untuk proses secondary crushing ini
adalah:
Jaw crusher
Cone crusher
Roll crusher
Tertiary Crushing (Fine Crushing)
Tertiary crushing digunakan untuk mereduksi ukuran partikel bijih mineral dari
ukuran sekitar 1 – 2 cm menjadi sekitar kurang dari 0,5 cm.
Peralatan umum yang dapat digunakan untuk proses tertiary crushing ini adalah:
Short head cone crusher
Roll crusher
Hammer mills
Grinding
Coarse Grinding
Coarse grinding digunakan untuk mereduksi ukuran partikel umpan bijih
mineral dari ukuran sekitar 50 mm menjadi produk dengan ukuran sekitar 300
mikron
Peralatan umum yang dapat digunakan untuk proses coarse grinding ini adalah
rod mills.
Fine Grinding
8
Fine grinding merupakan tahapan akhir dari proses kominusi yang digunakan
untuk mereduksi ukuran partikel umpan bijih mineral dari ukuran sekitar 0,5
mm menjadi produk dengan ukuran sekitar 100 mikron yang umumnya
dilakukan dalam keadaan basah.
Peralatan umum yang dapat digunakan untuk proses coarse grinding ini adalah
ball mills.
Secara umum tujuan utama dari proses grinding adalah sebagai berikut:
Untuk menghasilkan ukuran partikel bijih mineral dengan derajat liberasi (degree of
liberation) yang tepat dalam proses pengolahan mineral.
Untuk meningkatkan luas area permukaan spesifik (specific surface area) dari
partikel bijih mineral berharga untuk proses ekstraksi secara hydrometallurgy
seperti pelindian (leaching).
Proses pengolahan mineral melibatkan beberapa rangkaian unit operasi. Diagram alir
dari proses pengolahan mineral adalah sebagai berikut:
Kominusi dan konsentrasi adalah dua unit operasi primer dalam proses pengolahan
mineral yang dapat dilihat pada diagram alir di atas. Namun terdapat beragam proses
penting lainnya yang terlibat dalam proses pengolahan mineral seperti:
9
Proses sizing yang dapat dilakukan dengan screens dan classifiers.
Proses dewatering yang dapat dilakukan dengan thickeners, filters dan driers.
Proses tambahan lain seperti conveying, sampling dan lain sebagainya.
Sizing Methods
Screening
Classification
Screening
Screening dilakukan terhadap partikel bijih mineral yang relative cukup kasar. Batas
ukuran partikel bijih mineral yang dapat dilakukan proses screening adalah sekitar 250
mikron, sementara untuk ukuran yang lebih halus dapat dilakukan proses klasifikasi.
Partikel yang lolos dari screen dinamakan undersize sementara partikel yang tertahan di
screen dinamakan oversize. Distribusi ukuran partikel hasil proses crushing dan
grinding ditentukan melalui peralatan yang dinamakan screen analysis. Untuk tujuan ini
suatu standar telah ditetapkan, yaitu American Tyler Screen Scale (Tyler Standard
Series) di mana screen number (mesh number) dinyatakan sebagai number of meshes
(openings) atau wire per linear inch. 1 inch (2.54 cm) = Number of wires * Wire
diameter + Number of apertures * Aperture size. Berikut adalah table American Tyler
Screen Scale:
10
Concentration
Unit operasi penting yang kedua dalam proses pengolahan mineral setelah pembebasan
atau liberasi partikel mineral berharga adalah pemisahan partikel mineral berharga
tersebut dari pengotornya atau sering dinamakan dengan proses konsentrasi. Proses
konsentrasi dilakukan berdasarkan perbedaan sifat fisika dan sifat kimia antara mineral
berharga dan mineral pengotor. Metode konsentrasi mineral secara fisik dapat
dibedakan sebagai berikut:
Pemisahan berdasarkan perbedaan sifat optik dan radioaktif dari mineral dapat
dilakukan melalui:
Hand pickling
Optical sorting
Radioactive sorting
Pemisahan berdasarkan perbedaan sifat magnetic dari mineral dapat dilakukan
melalui:
11
Low and high magnetic separation
Dry and wet magnetic separation
Pemisahan berdasarkan perbedaan sifat permukaan (surface chemistry) dari mineral
dapat dilakukan melalui:
Froth flotation separation
Pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis specific (specific gravity) dari mineral
dapat dilakukan melalui:
Heavy-media separation
Gravity concentration by use of tables, jigs, cones
Pemisahan berdasarkan perbedaan sifat konduktivitas listrik dari mineral dapat
dilakukan melalui:
Electrostatic separation
2. METALURGI EKSTRAKSI EMAS
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar
antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan
logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi
dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa,
karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa
emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa
emas terdiri dari emas native, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa
emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium.
Endapan primer
Endapan plaser
Karakterisasi mineralogi bijih emas:
12
Terdapat dalam kondisi cukup murni (native occurrence).
Secara umum ditemukan bersama perak, tellurium, bismuth dan kelompok logam
palladium (Palladium Group Metal/PGM).
Tipikal bijih emas yang secara ekonomis dapat diekstraksi adalah bijih dengan
kadar 0,5 – 20 gram/ton.
Tipe dari deposit bijih emas terdiri atas:
Placer ores
Oxidized ores
Primary ores
Jenis metode penambangan emas adalah sebagai berikut:
Placer mining
Metode penambangan emas untuk tipe deposit placer ores
Open pit
Metode penambangan emas untuk tipe deposit oxidized ores
Underground mining
Metode penambangan emas untuk tipe deposit primary ores
Urutan tipe bijih emas dari yang paling mudah untuk diproses adalah sebagai berikut:
Placers ores
Oxidized ores
free milling ores
silver rich ores
iron sulphide bearing ores
arsenic sulphide bearing ores
carbonaceous ores
copper bearing ores
antimony bearing ores
gold telluride bearing ores
13
Bijih emas refraktori (refractory gold) tidak dapat diproses hanya dengan melalui
tahapan kominusi saja namun bijih tersebut membutuhkan tahapan pra olahan secara
kimia untuk mengekstraksi bijih tersebut. Faktor yang menyebabkan terbentuknya bijih
emas refraktori adalah sebagai berikut:
Mineralogical characterization
Exploratory testwork
Diagnostic leaching
Optimization testwork
Pilot plant
14
Diagram alir (flow sheet) proses pengolahan dan ekstraksi bijih emas:
Ore preparation:
Proses liberasi partikel emas
Proses penyesuaian ukuran partikel bijih untuk diproses pada tahapan
selanjutnya
Proses konsentrasi partikel bijih secara fisik
Proses praolahan melalui mekanisme oksidasi bijih
15
Gold ekstraction:
Proses ekstraksi emas dari bijihnya ke dalam bentuk larutan konsentrat
Gold purification:
Pemurnian atau peningkatan kadar larutan emas dari konsentratnya
Gold production:
Proses recovery emas dari larutan konsentratnya untuk memproduksi batangan
emas (bullion bar)
Diagram alir (flow sheet) proses recovery bijih emas/perak melalui proses sianidasi:
Amalgamasi
Amalgamasi adalah proses penyelaputan partikel emas oleh air raksa dan membentuk
amalgam (Au – Hg). Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling
sederhana dan murah, akan tetapi proses efektif untuk bijih emas yang berkadar tinggi
dan mempunyai ukuran butir kasar (> 74 mikron) dan dalam membentuk emas murni
yang bebas (free native gold).
16
dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap air raksa tersebut. Sementara Au-Ag tetap
tertinggal di dalam retort sebagai logam.
Sianidasi
Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan dan proses
pemisahan emas dari larutannya. Pelarut yang biasa digunakan dalam proses cyanidasi
adalah NaCN, KCN, Ca(CN)2, atau campuran ketiganya. Pelarut yang paling sering
digunakan adalah NaCN, karena mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut
lainnya. Secara umum reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai berikut:
Mekanisme leaching konsentrat bijih emas berlangsung secara elektrokimia dan difusi
seperti pada gambar berikut ini:
Kinetika reaksi leaching konsentrat bijih emas tersebut di atas dikontrol oleh reaksi
difusi oksigen dan sianida. Konsentrat bijih emas (Au) dapat dilakukan proses leaching
(pelindian) pada kondisi tekanan atmosfer normal dalam larutan Natrium Sianida
(NaCN) sesuai dengan persamaan reaksi elektrokimia sebagai berikut:
17
Reaksi pada daerah anodik:
4Au(s) + 8NaCN(aq) 4[Au(CN)2-](aq) + 8Na+(aq) + 4e-
Agar proses leaching dapat berjalan optimal dengan laju reaksi yang memadai maka
dapat dilakukan mekanisme pengaturan sebagai berikut:
Perbandingan konsentrasi antara ion sianida dan gas oksigen dalam larutan leaching
adalah 6
Komposisi larutan Natrium Sianida (NaCN) adalah sebesar 0,5%
Tingkat keasaman (pH) dari larutan NaCN tersebut adalah 11-12.
Konsumsi reagen sebesar 0,45 kg sianida dan 0,91 kg batu kapur (lime) per ton
konsentrat bijih emas yang diolah.
Temperatur optimul untuk proses leaching emas adalah maksimal 88°C
Pada tahap kedua yakni pemisahan logam emas dari larutannya dilakukan dengan
pengendapan dengan menggunakan serbuk Zn (Zinc precipitation). Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
Penggunaan serbuk Zn merupakan salah satu cara yang efektif untuk larutan yang
mengandung konsentrasi emas kecil. Serbuk Zn yang ditambahkan kedalam larutan
akan mengendapkan logam emas dan perak. Prinsip pengendapan ini mendasarkan
deret Clenel, yang disusun berdasarkan perbedaan urutan aktivitas elektro kimia dari
logam-logam dalam larutan cyanide, yaitu Mg, Al, Zn, Cu, Au, Ag, Hg, Pb, Fe, Pt.
setiap logam yang berada disebelah kiri dari ikatan kompleks sianidanya dapat
mengendapkan logam yang digantikannya. Jadi sebenarnya tidak hanya Zn yang dapat
mendesak Au dan Ag, tetapi Cu maupun Al dapat juga dipakai, tetapi karena harganya
18
lebih mahal maka lebih baik menggunakan Zn. Proses pengambilan emas-perak dari
larutan kaya dengan menggunakan serbuk Zn ini disebut “Proses Merill Crowe”.
Chalcocite (Cu2S)
Cuprite (Cu2O)
Malachite (Cu2CO3(OH)2)
Chalcopyrite (CuFeS2)
Namun hanya bijih mineral Chalcopyrite (CuFeS2) saja yang pada umumnya dapat
dijadikan bijih mineral komersial penghasil tembaga karena prosesnya yang relative
mudah dibandingkan yang lainnya.
Secara umum tahapan pengolahan mineral tembaga dan proses ekstraksi konsentrat
bijih tembaga melalui jalur pyrometalurgi adalah sebagai berikut:
19
Berikut adalah diagram alir (flow sheet) ekstraksi bijih tembaga sulfida:
20
IX. PENUTUP
Kerja Praktek ini diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
perencanaan. Selain itu kami berharap mendapatkan suatu bimbingan serta arahan dari
pihak perusahaan agar pelaksanaan kerja praktek dapat berjalan dengan baik. Kami
berharap perusahaan turut mengevaluasi dan memberikan penilaian terhadap proses dan
hasil kerja praktek yang dilakukan sehingga tujuan kerja praktek ini dapat terpenuhi.
Besar harapan kami untuk mendapatkan kesempatan kerja praktek di PT. Newmont
Nusa Tenggara dengan waktu yang sudah ditentukan di atas. Atas perhatian dan bantuan
yang diberikan oleh Bapak/Ibu, kami mengucapkan terima kasih.
Mahasiswa I
Syarif Kurrahman
NIM : 19.01.511.001
21