KEPUTUSAN DIREKTUR
RSUD PROVINSI NTB
NOMOR : ..../...../...../.....
TENTANG.............................
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tenaga medis yang bekerja di fasilitas kesehatan sangat beresiko terpapar infeksi
yang secara potensial membahayakan jiwanya, karena Tenaga Medis dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien dapat kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah
pasien dan dapat menjadi tempat dimana agen infeksius dapat hidup dan berkembang biak
yang kemudian menularkan infeksi dari pasien satu ke pasien yang lainnya. Menurut
penelitian apabila tenaga medis terkena infeksi akibat kecelakaan maka resikonya 1%
mengidap hepatitis fulminan, 4% hepatitis kronis (aktif), 5% menjadi pembawa virus
(Syamsuhidajat & Wim de Jong, 1997). Tahun 1997 CDC (Center For Desease Control)
melaporkan ada 52 kasus petugas kesehatan lain HIV akibat kecelakaan di tempat kerja,
sedangkan 114 orang petugas kesehatan lain di duga terinfeksi ditempat kerja. ICN (2005)
melaporkan bahwa estimasi sekitar 19-35% semua kematian pegawai kesehatan pemerintah
di Afrika disebabkan oleh HIV/AIDS. Sedangkan di Indonesia data ini belum terlaporkan.
Namun dari kejadian tersebut, resiko perawat mempunyai andil yang paling besar untuk
tertular akibat terpapar cairan dan tertusuk jarum, sehingga berkembang upaya untuk
mencegah terinfeksi dari paparan HIV (Nurmartono, 2006).
Seluruh pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan individu yang rentan terhadap
penularan penyakit.Hal ini karena daya tahan tubuh pasien yang relative menurun. Penularan
penyakit terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit disebut infeksi nasokomial. Infeksi
nasokomial dapat disebabkan oleh kelalaian tenaga medis atau penularan dari pasien lain.
Pasien yang dengan penyakit infeksi menular dapat menularkan penyakitnya selama dirawat
di rumah sakit. Pemularan dapat melalui udara, cairan tubuh, makanan dan sebagainya.
1
Meningkatnya angka kejadian infeksi di rumah sakit, baik terhadap petugas kesehatan
atau pasien yang dirawat di rumah sakit, mengharuskan diwujudkannya suatu langkah
pencegahan sehingga angka infeksi di rumah sakit dapat menurun. Salah satu upaya adalah
dengan menyediakan fasilitas ruang isolasi yang bertujuan untuk merawat pasien dengan
penyakit infeksi yang dianggap berbahaya disuatu ruangan tersendiri, terpisah dari pasien
lain, dan memiliki aturan khusus dalam prosedur pelayanannya.
B. Tujuan
1. Sebagai panduan bagi Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB untuk
dapat melaksanakan Isolasi pada pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit.
2. Sebagai panduan pelaksanaan Isolasi pada pasien yang merupakan salah satu upaya
rumah sakit dalam menegah infeksi rumah sakit.
3. Mencegah terjadinya infeksi pada petugas kesehatan.
4. Mencegah terjadinya Infeksi pada pasien rawat inap atau pasien dengan penurunan daya
tahan tubuh.
C.Definisi
1.Ruang isolasi adalah ruangan khusus yang terdapat di rumah sakit yang merawat pasien
dengan kondisi medis tertentu terpisah dari pasien lain ketika rnereka mendapat
perawatan medis dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit atau infeksi kepada
pasien dan mengurangi risiko terhadap pemberi layanan kesehatan.
2.Ruang isolasi adalah tempat yang mampu merawat pasien yang memerlukan perawatan
isolasi mulai pemeriksaan awal sampai perawatan lanjutan dan terintegrasi semua aspek
pelayanan dalam satu tempat (satu pintu) Sena mampu menciptakan lingkungan yang
aman dan kontaminasi bagi seluruh komponen
2
3.Ruang isolasi adalah Suatu ruangan perawatan yang mampu merawat pasien menular
agar tidak terjadi atau memutus siklus penularan penyakit melindungi pasien dan
petugas kesehatan.
4.Pada umumnya, ruang isolasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu tekanan udara negatif
(Negative Pressure) dimana tekanan udara di ruang isolasi negatif terhadap area
disekitarnya untuk mencegah penyakit-penyakit yang mudah mengkontaminasi seperti
tuberculosis, cacar air (vancella), herpes zoster, dan measles (rubella),sedangkan pasien
yang memiliki sistem imun yang lemah seperti pada pasien HIV dan pasien yang
mendapat transplantasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Transplant)
menggunakan ruang isolasi dengan tekanan udara positif (Positive Pressure) dimana
tekanan udara di ruang isolasi positif terhadap area sekitarnya untuk melindungi pasien
dari kontaminasi luar.
5.Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai
suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.
3
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Ruang Lingkup
1.Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang
mengidap penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular dan berbahaya;
2. Pelaksana Panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan
keluarga.
4
3.Dokter Penanggung Jawab Pasien
5
BAB III
TATA LAKSANA
6
6. Sebelum meninggalkan area khusus (ruang karantina atau sejenisnya)
a.Lepaskan peralatan pelindung personal (sarung tangan, jubah, masker, dan pelindung
rnata)
b.Buanglah barang-barang yang memang hams dibuang sesuai dengan peraturan setempat
c.Mencuci tangan
d.Mencuci dan mensterilkan peralatan untuk pasien dan perlengkapan pribadi pasien yang
dikenakan pasien.
e.Buanglah sampah yang terkontaminasi virus sesuai peraturan tentang sampah klinis.
a.Buanglah atau bersihkan peralatan khusus untuk pasien sesuai peraturan setempat
b.Gantilah dan cucilah linen tanpa mengucek
c.Bersihkan ruangan sesuai peraturan setempat
d.Buanglah sampah yang terkontaminasi virus sesuai aturan tentang sampah klinis
7
C.Ruang Perawatan isolasi ideal terdiri dari :
a).Ruang ganti umum
b).Ruang bersih dalam
c).Ruang jaga perawat
d).Ruang rawat pasien
e).Ruang dekontaminasi
f).Kamar mandi petugas
8
5).Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)
a. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
b. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
c. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
d. Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)
F. Alat-alat
1.Alat-alat yang dibutuhkan cukup tersedia
2.Selalu dalam keadaan steril
3.Dari bahan yang mudah dibersihkan
4.Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan
5.Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali
6.Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup
9
G. Kategori Isolasi
Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dancara penularan / penyebaran
kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi saluran pernafasan, tindakan
pencegahan enterik dan tindakan pencegahan sekresi.Secara umum, kategori isolasi
membutuhkan kamar terpisah, sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak memerlukan
kamar terpisah.
1.Isolasi Ketat
Tujuan isoasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat menular, balk
melalui kontak langsung maupun peredaran udara.Tehnik ini kontak langsung maupun
peredaran udara.Tehnik ini mengharuskan pasien berada di kamar tersendiri dan petugas yang
berhubungan dengan pasien harus memakai pakaian khusus, masker, dan sarung tangan Berta
mematuhi aturan pencegahan yang ketat. Alat¬alat yang terkontaminasi bahan infektsius
dibuang atau dibungkus dan diberi label sebelum dikirim untuk proses selanjutnya. Isolasi
ketat diperlukan pada pasien dengan penyakit antraks, cacar, difteri, pes, varicella dam herpes
Zoster diseminata atau pada pasien imunokompromis.
Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruangperawatan isolasi ketat yaitu:
a).Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negativedibanding tekanan di
koridor.
b).Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam
c).Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi denganmenggunakan filter HEPA (High-
Efficiency Particulate Air)
Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri.Pasien tidak boleh membuang ludah
atau dahak di lantai -gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).
2.Isolasi Kontak
Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah ditularkan melalui kontak
langsung.Pasien perlu kamar tersendiri, masker perlu dipakai bila mendekati pasien, jubah
dipakai bila ada kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan
infeksius. Cuci tangan sesudah melepas sarung tangan dan sebelum merawat pasien lain.
Alat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius diperlakukan seperti pada isolasi ketat. Isolasi
kontak diperlukan pada pasien bayi baru lahir dengan konjungtivitis gonorhoea, pasien
dengan endometritis, pneumonia atau infeksi kulit oleh streptococcus grup A, herpes
simpleks diseminata, infeksi oleh bakteri yang resisters terhadap antibiotika, rabies, rubella.
10
3.Isolasi Saluran Pernafasan
Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan dengan cara kontak
langsung dan peredaran udara. Cara ini mengharuskan pasien dalam kamar terpisah, memakai
masker dan dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap buangan nafas / sputum,
misalnya pada pasien pertusis, campak, tuberkulosa paru, infeksi H. influenza.
6.Isolasi Protektif
Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan orang yang daya
rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang tertentu terhadap semua jenis pathogen,
yang biasanya dapat dilawannya.Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang
mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang perlu.Misalnya pada pasien yang
sedang menjalani pengobatan sitoststika atau imunosupresi.
11
H. Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium,
yaitu :
1.sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
2.sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum, khusus untuk luka
atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan menular)
3.selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusAdan B, leptospirosis)
4.sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif (misalnya pada sifilis,
konjungtivitis gonore pada neonatus).
12
I. PROSEDUR TEKNIK ISOLASI
1. Kewaspadaan Standar
13
11).Jangan memakai kuku palsu,saat kontak langsung dengan pasien.
12).Cegah kontaminasi saat melepas APD
13).Sebelum keluar ruangan pasien,melepas APD,membuang APD
b. Sarung tangan
1).Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan
terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh,kulit utuh yg potensial
terkontaminasi
4).Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk membersihkan lingkungan
7).Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi ke area
bersih
3).Masker bedah dapat dipakai secara umum untuk petugas RS untuk mencegah transmisi
melalui partikel besar dari droplet saat kontak erat ( batuk, bersin dari pasien )
4).Pakailah selama tindakan yang menimbulkan aerosol walaupun pd pasien tidak diduga
infeksi.
14
d. Gaun
1).Kenakan gaun ( bersih, tidak steril ) untuk melindungi kulit, mencegah baju menjadi kotor,
ku1it terkontaminasi selama prosedur/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan/semprotan cairan tubuh pasien.
2).Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan
jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi.
3).Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah transmisi mikroba ke pasien
lain ataupun ke lingkungan.
15
BAB IV
DOKUMENTASI
A.Laporan
Laporan dilakukan oleh Komite Pencegahan Pengendalian Infeksi. Evaluasi tingkat
keberhasilan serta tindak lanjut sebaiknya dilakukan setiap bulan. Monitoring pelayanan
terhadap pasien yang memerlukan isolasi untuk mencegah terjadinya perluasan infeksi.
16
BAB V
PENUTUP
Dengan telah tersusunnya Panduan Kamar Isolasi Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Barat, harapan kami dapat dijadikan sebagai dasar penatalaksanaan
pasien dengan indikasi isolasi sehingga dapat mencegah penyebaran infeksi, serta
mendukung penurunan infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB.
Panduan kamar isolasi ini sebagai pijakan awal dan tentunya harus senantiasa diperbaiki.
Saran dan masukan dari pemerhati buku ini sangat kami nantikan.
17