PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang Ototoksik.
1.2.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, pathogenesis, gejala
klinis, penatalaksanaan, pencegahan, prognosa dan jenis – jenis obat
ototoksik.
1
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan referat ini adalah :
1. Bagi tenaga kesehatan
Referat ini bermanfaat sebagai sumber informasi dalam mengenali dan
menegakkan diagnosis Ototoksik.
2. Bagi penulis
Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam kepanitraan klinik
senior di Bagian Telinga Hidung dan Tenggorokan di RSUD M.Natsir
2019.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
B. Telinga tengah
Ruangan berisi udara terletak dalam tulang temporal yang terdiri dari 3
tulang artikulasi : maleus, inkus dan stapes yang dihubungkan ke dinding ruang
timpani oleh ligament. Membran timpani memisahkan telinga tengah dari kanalis
auditorius eksternus. Vibrasi membrane menyebabkan tulang-tulang bergerak dan
mentransmisikan gelombang bunyi melewati ruang ke foramen oval. Vibrasi
kemudian bergerak melalui cairan dalam telinga tengah dan merangsang reseptor
pendengaran. Bagian membran yang tegang yaitu pars tensa sedangkan sedikit
tegang adalah pars flaksida. Perubahan atrofi pada membrane karena proses
penuaan mengakibatkan membrane lebih dangkal dan retraksi (teregang).4
4
2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN
Defleksi sterosilia (rambut) sel sensori seperti gelombang travelling
mekanik yang mengawali proses transduksi. Gelombang sepanjang membran
basilaris bergerak dari dasar apeks koklea, mirip dengan gerakan piston stapes
pada telinga tengah. Gelombang ini memiliki puncak yang tajam menimbulkan
suara frekuensi tinggi kemudian bergerak ke arah apeks sehingga suara berangsur-
angsur menurun. Defleksi stereosilia dengan cara terbuka dan tertutupnya kanal
ion, menyebabkan aliran ion K+ menuju sel sensori. Perubahan ion potassium dari
nilai positif 80-90 mV di skala media menjadi potensial negatif pada sel rambut
luar dan dalam. Hasil depolarisasi ini akan menghasilkan enzim cascade,
melepaskan transmitter kimia dan kemudian mengaktivasi serabut saraf
pendengaran.4
2.3 DEFINISI
Ototoksisitas merupakan keadaan gangguan pada telinga yang disebabkan
oleh obat atau zat kimia yang merusak telinga bagian dalam atau saraf
vestibulocochlear, yang mengirim info keseimbangan dan pendengaran dari
telinga bagian dalam ke otak. Otoksisitas dapat menyebab gangguan pendengaran,
keseimbangan, atau keduanya baik untuk sementara waktu atau permanen.
Banyak zat kimia yang berpotensi bersifat ototoksik, baik itu berupa obat atau zat
kimia yang ada di lingkungan kita. Obat apapun yang berpotensi menyebabkan
reaksi toksik terhadap struktur dalam telinga, yang mencakup koklea, vestibulum,
kanalis semisirkularis, dan otolit, dianggap sebagai obat ototoksik.1
2.4 PATOGENESIS
Mekanisme gangguan pendengaran akibat obat ototoksik masih belum
begitu jelas. Patologinya meliputi hilangnya sel rambut luar yang lebih apikal,
yang diikuti oleh sel rambut dalam. Hal ini permulaannya menyebabkan gangguan
pendengaran frekuensi tinggi yang dapat berlanjut ke frekuensi rendah. Pasien-
pasien tertentu tidak mengetahui adanya gangguan pendengaran hingga defisit
mencapai derajat ringan sedang (>30 dB hearing level) pada frekuensi
percakapan. Kebanyakan poin yang terbukti saat ini adalah terdapat pengikatan
obat dengan glikosaminoglikan stria vaskularis, yang menyebabkan perubahan
5
strial dan perubahan sekunder sel-sel rambut. Antibiotik ototoksik menyebabkan
hilangnya pendengaran dengan mengubah proses-proses biokimia yang penting
yang menyebabkan penyimpangan metabolik dari sel rambut dan bisa
menyebabkan kematian sel secara tiba-tiba.4
Efek utama dari obat-obat ototoksik terhadap telinga adalah hilangnya sel-
sel rambut yang dimulai dari basal koklea, kerusakan seluler pada stria vaskularis,
limbus spiralis dan sel-sel rambut koklea dan vestibuler. Kerusakan vestibuler
juga merupakan efek yang merugikan dari antibiotik aminoglikosida dan awalnya
menunjukkan nistagmus posisional. Pada keadaan berat, kerusakan vestibuler
dapat menyebabkan ketidakseimbangan dan osilopsia. Osilopsia, yang disebabkan
oleh kerusakan sistem vestibuler bilateral, adalah ketidakmampuan sistem okuler
untuk menjaga horizon yang stabil.6
2.5 GEJALA KLINIS
Tinitus dan vertigo merupakan gejala utama ototoksisitas. Tinnitus
biasanya menyertai segala jenis tuli sensorineural oleh sebab apapun dan
seringkali keluhan pertama yang muncul serta mengganggu jika dibandingkan
dengan tulinya sendiri dimana pada ototoksik tinitus cirinya kuat dan bernada
tinggi, berkisar antara 4 KHz sampai 6 KHz serta biasa bilateral. Pada
kerusakan yang menetap, tinnitus lama kelamaan tidak begitu kuat tetapi juga
tidak pernah hilang, gejala lainnya juga terdapat gangguan keseimbangan badan,
sulit memfiksasi pandangan, terutama setelah perubahan posisi, ataksia
(kehilangan koordinasi otot) dan oscillopsia (pandangan kabur dengan pergerakan
kepala) tanpa adanya riwayat vertigo sebelumnya, menyebabkan kesulitan melihat
tanda lalu lintas ketika mengendarai kendaraan atau mengenali wajah orang ketika
berjalan.6
Diuretik kuat dapat menimbulkan tinnitus yang kuat dalam beberapa menit
setelah menyuntikkan intravena, tetapi pada kasus-kasus yang tidak begitu berat
dapat terjadi tuli sensorineural secara perlahan-lahan dan progresif dengan hanya
disertai tinnitus yang ringan dan biasanya menghasilkan audiogram yang
mendatar atau sedikit menurun. Tinnitus dan kurang pendengaran yang reversibel
dapat terjadi pada penggunaan salisilat dan kina serta tuli akut yang disebabkan
diuretik kuat dapat pulih dengan menghentikan pengobatan dengan segera.4
6
Gejala dini gangguan pendengaran pada ototoksisitas aminoglikosida sulit
dikenali oleh pasien karena hanya bermanifestasi pada frekwensi tinggi. Pada
keadaan lanjut akan mempengaruhi frekwensi percakapan dan ketuliannya akan
semakin berat jika penggunaan obat ini diteruskan. Pada audiogram ditemukan
ciri penurunan yang tajam untuk frekuensi tinggi.4
Patofisiologi
Toksisitas aminoglikosida paling sering terjadi pada ginjal dan system
kokleovestibular; akan tetapi, tidak ada keterkaitan antara tingkat keparahan
nefrotoksisitas dengan ototoksisitas. Toksisitas pada cochlear yang menyebabkan
kehilangan pendengaran mulai pada frekuensi tinggi dan disebabkan oleh
kerusakan yang menetap pada sel rambut bagian luar pada organ corti.
7
Mekanisme ototoksisitas aminoglikosida dimediasi oleh gangguan pada sintesis
protein mitokondira, dan pembentukan radikal oksigen bebas. Dasar seluler pada
kehilangan pendengaran akibat aminoglikosida adalah kerusakan sel rambut
koklear, terutama sel rambut di bagian luar. Aminoglikosida tampaknya
membentuk radikal bebas didalam telinga bagian dalam dengan mengaktivasi
sintetase nitrit oksida sehingga meningkatkan konsentrasi nitrat oksida. Oksigen
radikal kemudian bereaksi dengan nitrit oksida untuk membentuk peroksinitrat
radikal yang bersifat destruktif, yang dapat secara langsung merangsang kematian
sel. Apoptosis adalah mekanisme utama dari kematian sel dan terutama dimediasi
oleh aliran yang dimediasi oleh mitokondrial intrinsic. Tampaknya interaksi
aminoglikosida dengan logam transisi seperti besi dan tembaga mempercepat
pembentukan radikal bebas ini.3
Aminoglikosida yang berbeda memiliki afinitas yang berbeda, yang
menyebabkan pola ototoksisitas yang berbeda dengan aminoglikosida yang
berbeda. Sebagai contohnya Kanamisin, tobramisin, amikasin, neomisin, dan
dihydrostreptomisin lebih bersifat kokleotoksik daripada vestibulotoksik.
Aminoglikosida yang lain, seperti streptomisin dan gentamisin, lebih bersifat
vestibulotoksik daripada kokleotoksik. Rangkaian waktu toksisitas juga berbeda-
beda. Toksisitas neomisin biasanya cepat dan dalam, sedangkan efek yang timbul
agak lama adalah streptomisin yang diberikan secara sistemis,
dihydrostreptomisin, tobramisin, amikasin, netilmisin, dan dengan gentamisin
yang diberikan melalui telinga tengah.7
8
Gejala toksisitas vestibular biasanya mencakup ketidakseimbangan tubuh
dan gejala visual. Ketidakseimbangan tumbuh memburuk pada keadaan gelap.
Jarang terjadi vertigo. Gejala visual, disebut oscillopsia, hanya terjadi jika kepala
bergerak. Pergerakan yang cepat pada kepala berkaitan dengan penglihatan yang
menjadi kabur. Secara klinis, nistagmus dapat muncul sebagai tanda awal.3
2.6.2 Cisplatin
Cisplatin merupakan obat anti kanker yang digunakan untuk mengobati
sejumlah keganasan seperti kanker testis, kanker ovarium dan beberapa keganasan
pediatric. Dosis pemeliharaan membatasi efek samping cisplatin yaitu
ototoksisitas dan neurotoksisitas. Jika dikombinasikan dengan vinblastin dan
bleomisin atau etoposide dan bleomisin, terapi cisplatin dapat menyembuhkan
kanker testis nonseminomatous. Cisplatin adalah senyawa platinum yang paling
ototoksik bahkan dengan menambahkan salin hipertonik, prehidrasi, atau diuresis
manitol pada regimen kemoterapi.8
Patofisiologi
Mekanisme ototoksisitas cisplatin dimediasi oleh produksi radikal bebas
dan kematian sel. Senyawa platinum merusak stria vaskularis dalam scala media
dan menyebabkan kematian sel rambut pada bagian luar.radikal bebas dihasilkan
oleh NADPH oksidase pada sel rambut bagian dalam setelah terpapar cisplatin.
NADPH oksidase merupakan enzim yang mengkatalisa pembentukan radikal
superoksida. Bentuk NADPH oksidase tertentu, NOX3, diproduksi didalam
telinga bagian dalam dan merupakan sumber pembentukan radikal bebas yang
penting dalam koklea, yang dapat berperan dalam terjadinya kehilangan
pendengaran. Radikal bebas yang dihasilkan melalui mekanisme ini kemudian
menyebabkan kematian sel apoptotic yang dimediasi mitokondria dan dimediasi
caspase, yang pada akhirnya menyebabkan kehilangan pendengaran yang
permanen.3
9
pendengaran biasanya bilateral dan biasanya simetris. Cirri khas dari kehilangan
pendengaran frekuensi tinggi adalah kesulitan dalam membedakan kata yang
terdengar, terutama pada lingkungan yang bising. Semakin banyak dosis yang
terakumulasi dalam tubuh semakin parah gangguan pendengaran yang diderita.
Selain itu pasien ototoksisitas cisplatin juga mengalami tinnitus.8
Patofisiologi
Efek ototoksisitas dari loop diuretic tampaknya berkaitan dengan stria
vascularis, yang dipengaruhi oleh perubahan dalam gradient ionic diantara
perilimfe dan endolimfe. Perubahan ini menyebabkan edema epithelium dari stria
vascularis. Bukti juga memperlihatkan bahwa endolimfatik berpotensi berkurang;
akan tetapi, hal ini biasanya bergantung pada dosis dan reversible. Ototoksisitas
yang disebabkan oleh asam ethacrynic tampaknya terjadi secara lebih bertahap
dan lebih lama disembuhkan daripada yang disebabkan oleh furosemide atau
bumetanide. Secara keseluruhan, ototoksisitas yang disebabkan oleh obat loop
diuretic biasanya dapat sembuh sendiri pada pasien dewasa.7
10
2.6.4 Salisilat
Aspirin dan salisilat yang lain sangat berkaitan dengan tinnitus dan
gangguan pendengaran sensorineural. Gangguan pendengaran bergantung pada
dosis dan dapat berkisar dari moderat hingga parah. Jika konsumsi obat
dihentikan, pendengaran kembali normal dalam waktu 72 jam. Tinnitus terjadi
saat mengkonsumsi aspirin dengan dosis sebesar 6 hingga 8 g/hari dan pada dosis
yang lebih rendah pada beberapa pasien. Tempat terjadinya efek ototoksik
tampaknya pada tingkat mekanik koklear dasar, seperti yang dibuktikan dengan
gangguan pendengaran sensorineural, hilangnya emisi otoakustik, penurunan aksi
potensial koklear, dan perubahan ujung saraf auditori. Efek-efek ini mungkin
disebabkan oleh perubahan pada turgiditas dan motilitas sel rambut di bagian
luar.7
11
yang lebih besar dapat menyebabkan sindrom ini menjadi lebih parah. Obat ini
digunakan sebagai tambahan dalam pengobatan malaria. Efek ototoksik dari
kuinin tampaknya terjadi terutama pada fungsi pendengaran dan biasanya bersifat
sementara. Gangguan pendengaran yang permanen dapat terjadi dengan dosis
yang lebih besar atau pada pasien yang sensitif.7
2.7 PENATALAKSANAAN
Tuli yang diakibatkan oleh obat-obat ototoksik tidak dapat diobati. Bila
pada waktu pemberian obat-obat ototoksik terjadi gangguan pada telinga dalam
dapat diketahui secara audiometrik, maka pengobatan dengan obat-obatan tersebut
harus segera dihentikan. Berat ringan ketulian yang terjadi tergantung kepada
jenis obat, jumlah dan lamanya pengobatan. Kerentanan pasien termasuk yang
menderita insufisiensi ginjal dan sifat obat tersendiri. Apabila ketulian sudah
terjadi dapat dicoba melakukan rehabilitasi antara lain dengan alat Bantu dengar
(ABD), psikoterapi, auditory training, termasuk cara menggunakan sisa
pendengaran dengan alat bantu dengar, belajar komunikasi total dengan
belajar membaca bahasa isyarat. Pada tuli total bilateral dapat dipertimbangkan
pemasangan implan koklea.6
2.8 Pencegahan
Berhubung tidak ada pengobatan untuk tuli akibat obat ototoksik, maka
pencegahan menjadi lebih penting. Dalam melakukan pencegahan ini termasuk
mempertimbangkan penggunaan obat-obat ototoksik, menilai kerentanan pasien,
monitoring ketat level obat dalam serum dan fungsi ginjal harus baik sebelum,
selama dan setelah terapi. Cara lain adalah dengan mengukur fungsi audiometri
sebelum terapi, memonitor efek samping secara dini, yaitu dengan memperhatikan
gejala-gejala keracunan telinga dalam yang timbul seperti tinnitus, kurang
pendengaran dan vertigo.4
Pada pasien-pasien yang telah mulai menunjukkan gejala tersebut diatas
harus dilakukan evaluasi audiologik dan segera menghentikan pengobatan dan
baiknya antibiotik yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran baiknya tidak
diberikan pada wanita hamil, berusia lanjut dan orang-orang yang sebelumnya
12
pernah menderita ketulian dan sebaiknya dilakukan pemantauan terhadap kadar
obat dalam darah jika memungkinkan baik sebelum dan selama pengobatan
berlangsung.4
2.9 Prognosis
Prognosis sangat tergantung kepada jenis obat, jumlah dan lamanya
pengobatan, kerentanan pasien, adanya faktor resiko seperti gagal ginjal akut
ataupun kronis dan penggunaan obat ototoksik yang lain secara bersamaan akan
tetapi pada umumnya prognosis tidak begitu baik dan malah makin memburuk.4
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15