Anda di halaman 1dari 24

TUGAS UAS

ETIKA PROFESI HUKUM

ETIKA JABATAN NOTARIS

0leh :

HERMANUS BLEGUR

NIM :9131018

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRIBUANA KALABAHI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di dalam Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 dengan tegas dinyatakan bahwa
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, dengan demikian salah satu tugas terpenting
bagi pemerintah adalah memberikan dan menjamin adanya rasa kepastian hukum bagi para
warga anggota masyarakatnya. Dalam bidang tertentu tugas tersebut oleh pemerintah melalui
Undang-Undang diberikan dan dipercayakan kepada Notaris dan sebaliknya masyarakat juga
harus percaya bahwa Akta Notaris yang dibuat itu memberikan kepastian hukum bagi para
warganya, sesuai dengan bunyi Pasal 15 ayat 1 Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris.

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan dan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-
undang”.

Kepastian hukum tersebut selain otentiknya suatu akta yaitu mempunyai kekuatan
pembuktian, yaitu secara lahiriah, formil maupun materil termasuk juga etika seorang Notaris
dalam menjalankan jabatannya. Dalam melaksanakan tugas jabatannya para Notaris tidak
hanya menjalankan pekerjaan yang diamanatkan oleh undang-undang semata sekaligus
menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting yaitu bertanggung jawab untuk
melaksanakan kepercayaan yang diberikan masyarakat umum yang dilayaninya, seorang
Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik Notaris, namun dalam realitasnya,
keselarasan pelaksanaan hukum dilapangan masih ada Notaris yang melakukan pelanggaran
kode etik Notaris tersebut. Disamping itu, aturan demi aturan yang mengikat setiap
anggotanya belum dijalankan sebagaimana mestinya.

2
Salah satu kasus pelanggaran kode etik profesi hukum yang dilakukan oleh seorang
Notaris pernah terjadi di wilayah kabupaten Alor sebut saja Notaris X, dimana seorang klien
yang membeli tanah dengan status tanah Girik didaerah tersebut berkehendak merubah status
tanah menjadi sertipikat yang merupakan tanda bukti hak yang kuat bagi pemegang hak yang
bersangkutan, dimana Notaris X tersebut mengharuskan klien membayar dimuka seluruh
biaya pembuatan sertipikat tersebut dan klien tersebut telah memenuhi permintaan Notaris
tersebut. Namun setelah berjalan lebih dari dua tahun ternyata sertipikat tersebut tidak
kunjung selesai, beberapa kali Notaris tersebut dihubungi klien yang bersangkutan melalui
telepon, tetapi Notaris tersebut selalu menghindar dengan menyuruh pegawainya berbohong
bahwa notaris tersebut tidak berada ditempat. Pada saat klien yang bersangkutan mendatangi
kantor Notaris tersebut, dengan alasan sibuk Notaris tersebut tidak mau bertemu. Karena
terus- menerus menghindar, klien mencoba mendatangi kantor Notaris X tersebut yang
menerimanya dengan nada yang tinggi dan berbicara tidak sopan. Pada akhirnya dengan
berbagai macam alasan, Notaris tersebut lepas tangan dan tidak bertanggung jawab dengan
menyerahkan berkas-berkas girik tersebut tanpa terbit sertipikat dengan memotong biaya
lebih dari 50 (lima puluh) persen dari pelunasan yang telah dibayar oleh klien setelah lebih
dari dua tahun klien tersebut menunggu. Dalam kasus tersebut diatas jelas, telah terjadi
pelanggaran kode etik Notaris yang merugikan klien tersebut dan nama baik lembaga Notaris,
dimana seharusnya seorang Notaris berkewajiban menegakkan Kode Etik Notaris dan
memiliki perilaku profesional yaitu mepunyai integritas moral, menghindari sesuatu yang
tidak baik, jujur, sopan santun, tidak semata-mata karena pertimbangan uang dan berpegang
teguh pada kode etik profesi dimana didalamnya ditentukan segala prilaku yang harus
dimiliki oleh notaris. Dalam Pasal 4 Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, disebutkan bahwa sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan
sumpah antara lain menjalankan jabatan dengan amanah, jujur, menjaga sikap, tingkah laku
dan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan
bertanggung jawab sebagai Notaris, dengan demikian prilaku Notaris X tersebut diatas sangat
bertentangan dengan kandungan bunyi pasal tersebut. Kode Etik Notaris dibuat untuk
menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris yang memuat kaidah moral
yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan yang telah diatur, baik dalam Staatsblad
1860 Nomor 3 maupun dalam Pasal 89 Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris berikut sanksi-sanksi yang akan diberikan bila anggota
melalukan pelanggaran. Adanya kode etik bertujuan agar suatu profesi dapat dijalankan

3
dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta
berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai- nilai moral.

Pelayanan jasa Notaris sebagai bagian pelayanan terhadap masyarakat harus berjalan
sejajar dengan perkembangan masyarakat dimasa depan. Kecermatan, kecepatan dan
kecakapan Notaris, tidak hanya semata-mata berlandaskan pada sikap pandang yang bersifat
formalistik, akan tetapi harus berlandaskan pada sikap pandang yang bersifat profesionalistik,
sehingga usaha untuk meningkatkan mutu pelayanan Notaris benar-benar membawa hasil
yang positif bagi masyarakat. Dalam hal kasus tersebut diatas, sebenarnya sudah terbentuk
suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan
dan Pengawasan terhadap Notaris seperti tersebut dalam Pasal 67 Undang-undang nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri dalam
hal ini adalah Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan
membentuk Majelis Pengawas yang terbagi atas Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas
Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah. Masing-masing Majelis Pengawas tersebut memiliki
tugas dan wewenang tersendiri, dan secara berjenjang Majelis Pengawas Daerah bertanggung
jawab atas kinerjanya kepada Majelis Pengawas Wilayah kemudian Majelis Pengawas
Wilayah bertanggung-jawab atas kinerjanya kepada Majelis Pengawas Pusat dan Majelis
Pengawas Pusat tersebut bertanggungjawab atas kinerjanya kepada Menteri Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia. Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk Menteri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan
terhadap Notaris harus lebih maksimal dalam menjalankan tugas pengawasan juga dalam
memberikan peringatan kepada Notaris yang melakukan pelanggaran dengan memberikan
sanksi yang tegas dengan menggunakan Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas
Notaris yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor: M.39-PW.07.10 Tahun 2004.

Untuk melindungi kepentingan masyarakat umum dan menjamin pelaksanaan jabatan


Notaris yang dipercayakan oleh undang-undang dan masyarakat pada umumnya, maka
adanya pengaturan secara hukum mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan
Notaris Sanga tepat, karena dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris tidak hanya
menjalankan jabatan yang diamanatkan oleh undang-undang, tetapi juga berfungsi sebagai
pengabdi hukum yang meliputi bidang yang Sangat luas. Dengan adanya kode etik,

4
kepentingan masyarakat yang dilayani akan terjamin sehingga semakin memperkuat
kepercayaan masyarakat.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam melakukan penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah Notaris
dalam menjalankan tugas jabatan sudah berpedoman pada Kode Etik Notaris yang telah
ditetapkan dalam Kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Undang-undang nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan.

1.2. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian

 Untuk mengetahui tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris.


 Untuk mengetahui pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
 Untuk memahami pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik Notaris.
 Untuk menganalisa secara sistematis mengenai penerapan sanksi atas pelanggaran
kode etik profesi notaris dengan cara melakukan analisis terhadap analisis-analisis
hukum yang berkaitan dengan kode etik notaris dala sistem hukum di Indonesia.
 Untuk menganalisa dan menganalisis tanggungjawab notaris dalam pembuatan
akta yang berakibat pidana.

Manfaat Penelitian

 Secara teoritis, diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi


pelaksanaan Pengembangan ilmu hukum di bidang Hukum Perdata, terutama
yang mempunyai hubungan dengan bidang kenotariatan.
 Secara praktis, dengan penulisan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan Masukan yang berharga bagi semua pihak yang terkait
dalam pelaksanaan jabatan notaris dan juga dapat menambah wawasan bagi
notaris mengenai masalah pelanggaran kode etik yang berakibat perbuataan
pidana.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Etika

Menurut Bertens (1994), Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk
tunggal yang berarti adat kebiasaaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Arti etika adalah ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan, dengan demikian,
menurut Bertens tiga arti Etika dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga
sebagai “sistem nilai” dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat.

2. Etika dipakai dalam arti kumpulan asas-asas atau nilai moral, yang dimaksud disini
adalah kode etik, misalnya Kode Etik Notaris Indonesia.

3. Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti Etika disini
sama dengan filsafat moral.

Pengertian Etika menurut Sumaryono (1995), Etika mempunyai arti adat istiadat atau
kebiasaan yang baik, bertolak dari pengertian ini kemudian etika berkembang menjadi studi
tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda,
yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Selain itu, etika
juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidak-benaran berdasarkan kodrat
manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia. Etika moral berhubungan dengan
kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila Etika ini
dilanggar timbul perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat
manusia yang disebut moral. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris harus mematuhi
seluruh kaedah moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Selain tanggung
jawab dan etika profesi, integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan penting yang
harus dimiliki oleh seorang Notaris, karena tanggung jawab dan etika profesi mempunyai
hubungan yang erat dengan integritas dan moral.

“Etika Profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan- ketentuan yang harus
dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan professional”. Untuk dapat
6
menjalankan tugasnya dengan baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
seorang profesional harus menjalankan jabatannya dengan menyelaraskan antara keahlian
yang dimilikinya dengan menjunjung tinggi kode etik profesi.

2.2. Kode Etik Profesi

Bertens dalam bukunya tentang etika menyatakan bahwa kode etik profesi merupakan
norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi
petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya dan sekaligus menjamin mutu moral itu
di mata masyarakat. Apabila salah satu anggota kelompok profesi itu berbuat menyimpang
dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan tercemar di mata rnasyarakat. Oleh
karena itu, kelornpok profesi harus menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri.

Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan
penerapan pemikiran etis atas suatu profesl", Kode etik profesi dapat berubah dan diubah
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok
profesi tidak akan ketinggalan jaman. Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri
profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak
dipaksakan dari luar. Kode etik ini hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik profesi merupakan
rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi merupakan
tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik profesi merupakan upaya
pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya. Kode etik perlu dirumuskan secara
tertulis, menurut Sumaryono dalam bukunya tentang Etika Profesi Hukum, Norma-Norma
bagi Penegak Hukum mengemukakan alasannya :

1. sebagai sarana kontrol sosial


2. sebagai pencegah campur tangan pihak lain
3. sebagai pencegah kesaJahpahaman dan konflik

Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan,
sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru ataupun
calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan terjadi
konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok anggota profesi atau antara anggota
kelompok profesi dan masyarakat. Anggota kelompok protesi atau anggota masyarakat dapat

7
melakukan control melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok protesi telah
memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik protesi. Kode etik profesi telah
menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Dengan demikian,
pemerintah atau masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana
seharusnya anggota kelompok protest melaksanakan kewajiban profesionalnya. Hubungan
antara pengemban profesi dengan masyarakat, misalanya antara Notaris dengan klien tidak
perlu diatur secara detail dengan undang-undang oleh pemerintah atau oleh masyarakat
karena kelompok protesi telah menetapkan secara tertulis norma atau patokan terentu berupa
kode etik protesi. Kode etik protesi pad a dasarnya adalah norma perilaku yang sudah
dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma
berlaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-pihak yang
berkepentingan. Kode etik profesi merupakan kristalisasi perilaku yang dianggap benar
menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan protesi yang
bersangkutan. Dengan demikian kode etik profesi dapat mencegah kesalahpahaman dan
konflik, dan sebaliknya berg una sebagai bahan refleksi nama baik protesi. Kode etik protesi
yang baik adalah yang mencerminkan nilai moral anggota kelompok profesi sendiri dan
pihak-pihak yang membutuhkan pelayanan protesi yang bersangkutan.

2.3. Profesi Notaris

Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur


pembuktian terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga dalam
hukum keperdataan dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis yang dapat
memberikan bukti tertulis atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum
tersebut yang menjadi dasar dari hak atau suatu perikatan. Berkaitan dengan hal tersebut,
diperlukan adanya pejabat umum dan atau suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk
membuat akta otentk yang juga dimaksudkan sebagai lembaga notariat. Lembaga
kemasyarakatan yang dikenal sebagai "notariat' ini muncul dari kebutuhan dalam pergaulan
sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti dalam hubungan hukum keperdataan
yang ada dan/atau terjadi diantara mereka.

Lembaga Notaris timbul karena adanya kebutuhan masyarakat di dalam mengatur


pergaulan hidup sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti mengenai hubungan
keperdataan di antara mereka". Oleh karenanya kekuasaan umum (openbaar gezaag)
berdasarkan perundang-undangan memberikan tugas kepada petugas yang bersangkutan
8
untuk membuatkan alat bukti yang tertulis sebagaimana dikehendaki oleh para pihak yang
mempunyai kekuatan otentik. Notaris yang mempunyai peran serta aktivitas daJam prafesi
hukum tidak dapat dilepaskan dari persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan dengan
fungsi serta peranan hukum itu sendiri, dimana hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah yang
mengatur segala perikehidupan masyarakat, lebih luas lagi hukum berfungsi sebagai alat
untuk pembaharuan masyarakat.

Indonesia sebagai negara yang berkembang dan sedang membangun, maka peran
serta fungsi hukum bagi suatu prafesi hukum tidaklah lebih mudah daripada di negara yang
maju, karena terdapatnya berbagai keterbatasan yang bukan saja mengurangi kelancaran
lajunya proses hukum secara tertib dan pasti tetapi juga memerlukan pendekatan dan
pemikiran-pemikiran yang menuju kepada suatu kontruksi hukum yang adaptip yang dapat
menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada secara mantap. Tanggung jawab notaris
dalam kaitannya dengan prafesi hukum di dalam melaksanakan jabatannya tidak dapat
dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga terhadapnya diharapkan bertindak
untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya kepada masyarakat",

Dua hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan profesinya
tersebut: Adanya kemampuan untuk menJunJung tinggi profesi hukurn yang mensyaratkan
adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat dijabarkan ;

• Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi kepentingan umum yaitu
memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi hukurn yang baik dan tanggap.
berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai bagi
seorang pengabdi hukum yang baik,

• Keluar. kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap perkembangan masyarakat dan


lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan urnurn, mampu mengakomodir,
menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta aplikasinya sesuai dengan
tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi.

Untuk lebih menjelaskan hal tersebutdikutip tulisan dari David Mellinkoff (The
Conscience of Lawyer, 1973 ) " Lawyers are obliged to pursue their work according to
certain standards of competence, disspasion and faithful/ness, lawyers accept those standards
because that is the only way they may be lawyer"
9
Di Indonesia pengertian profesi itu sendiri dalam pelaksanaannya adalah menciptakan
dilakukannya suatu kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat yang berbekalkan keahlian yang
tinggi serta berdasarkan rasa keterpanggilan, jadi kerja tersebut tidak boleh disamakan
dengan kerja biasa, yang bertujuan mencari nafkah dalam jabatannya profesionalisme
mensyaratkan adanya tiga watak kerja:

1. Kerja itu merefleksikan adanya itikad untuk merealisasi kebajikan yang dijunjung
tinggi dalam masyarakat,
2. Bahwa kerja itu dilaksanakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu tinggi
yang karena itu mensyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan yang berlangsung
bertahun-tahun secara eksklusif dan be rat,
3. Kualitas teknik dan kualitas moral yang disyaratkan dalam kerja-kerja pemberian
jasa profesi dalam pelaksanaannya menundukkan diri pada kontrol sesama yang
terorganisasi berdasarkan kode-kode etik yang dikembangkan dan disepakati
bersama di dalam organisasi. (lihat Soetandyo Wignyosoebroto, Pratesi.
Profesianalisme dan Etika Protest (makalah pengantar untuk sebuah diskusi
!entang profesionalisme khususnya Notaria!) upgrading IN!.

Di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari College
Van Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia, yang
pengangkatannya berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana di dalam
pengangkatannya dimuat sekaligus secara sing kat yang menguraikan pekerjaan dalam
bidang dan wewenangnya.

2.4. Sejarah Notaris

Sejarah lembaga notariat dimulai pada abad ke 11 atau ke 12 di daerah Pusat


perdagangan Italia. Pada abad ke 13 lembaga notariat mencapai puncak perkembangannya,
setelah itu pada abad ke 14 terjadilah kemerosotan di bidang notariat, hal ini disebabkan
tindakan dari penguasa pada waktu itu yang seolah-olah menjual jabatan-jabatan Notaris
kepada orang-orang tanpa mengindahkan apakah orang tersebut memiliki keahlian atau tidak,
sehingga menimbulkan banyak keluhan dari masyarakat.

10
Pada permulaan abad ke 19, lembaga notariat in meluas ke negara- negara sekitarnya
bahkan ke negara-negara lainnya. Pada saat puncak perkembangannya dan setelah terjadi
pelembagaan notariat, lembaga ini dibawa Belanda dengan dua buah dekrit kaisar yaitu pada
tanggal 8 Nopember tahun 1810 dan tanggal 1 Maret tahun 1811 yang berlaku di seluruh
negeri Belanda. Perundang-undangan notariat Perancis yang diberlakukan di Negeri Belanda
tidak segera hilang walaupun negara itu telah lepas dari kekuasaan Perancis, setelah adanya
desakan dari rakyat Belanda yang berulang kali untuk membentuk suatu perundang-undangan
nasional yang sesuai dengan aspirasi rakyat di bidang notariat, maka pada tanggal 9 Juli
tahun 1842 dikeluarkan Undang-undang tentang Jabatan Notaris, yaitu Nederland Staatblad
Nomor 20. Perkembangan sejarah notariat di negeri Belanda Sangat penting artinya bagi
lembaga notariat di Indonesia. Notariat di Zaman Republik der verenigde Nederlanden mulai
masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke 17. Pada tahun 1860 peraturan-peraturan
mengenai jabatan Notaris di Indonesia disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di
negara Belanda dengan di undangkannya Staatblad Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan
Notaris pada tanggal 26 Januari 1860 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli tahun 1860,
dengan diundangkannya “Notaris Reglemen” maka diletakkanlah dasar yang kuat bagi
pelembagaan notariat di Indonesia. Seiiring dengan perkembangan jaman dan kebutuhan
hukum masyarakat Indonesia, berbagai ketentuan dalam peraturan perundang- undangan
tersebut diatas sudah tidak sesuai lagi, maka perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan
kembali secara menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur tentang jabatan
Notaris, sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk
di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan unifikasi hukum
dibidang kenotariatan tersebut, pada tanggal 6 Oktober tahun 2004 disahkan dan diundangkan
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang
dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dengan undang-undang. Berdasarkan
Pasal 1868 KUHPerdata juncto Pasal 15 Ayat 1 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak
11
dapat ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang Menurut pendapat Prof. Abdulkadir Muhammad, dalam mengemban
tugasnya tersebut, Notaris harus bertanggung jawab, artinya:

a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta yang
dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak berkepentingan karena
jabatannya.

b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang dibuatnya itu
sesuai degnan aturan hukum dan kehendak pihak yang berkepentingan dalam arti
sebenarnya, buka mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak yang
berkepentingan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya tersebut.

c. Berdampak positif. Artinya siapapun akan mengakui akta notaris itu mempunyai
kekuatan bukti sempurna.

”Dengan kehadiran UUJN tersebut merupakan satu-satunya Undang- undang yang


mengatur Notaris Indonesia, yang berarti telah terjadi unifikasi hukum dalam bidang
pengaturan Notaris, sehingga UUJN dapat disebut sebagai penutup (pengaturan) masa
lalu dunia Notaris Indonesia dan membuka (pengaturan) dunia Notaris Indonesia
masa datang. Sekarang UUJN saja yang merupakan ”rule of law” untuk dunia Notaris
Indonesia”

Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum adalah merupakan salah satu organ negara
yang mendapat amanat dari sebagian tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas,
kewajiban, wewenang dan tanggung Habib Adjie, Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN)
sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan Notaris, Renvoi 28 (September 2005): 38. jawab dalam
rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dibidang keperdataan.

2.5. Kode Etik Notaris

Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-Undang


Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika profesi adalah
seikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya.
Etika profesi berbeda-beda menurut bidang keahliannya yang diakui dafam masyarakat. Etika
profesi diwujudkan secara formal ke dalam suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang
12
tertulis dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga kode
etik dalam hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat profesi tertentu dalam
menjalankan profesinya .

Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan


organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI merupakan kelanjutan dari De
Nederlandsch-Indische Notarieele Vereeniging, yang dahulu didirikan di Batavia pad a
tanggal 1 Juli 1908 yang mendapat pengesahan sebagai badan hukum dengan Gouvernements
Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9. Nama Belanda
kemudian diganti atau diu bah menjadi Ikatan Notaris Indonesia yang hingga sekarang
merupakan satu-satunya wadah organisasi profesi di Indonesia.

Kemudian mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Keputusan Mentri


kehakiman RI pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1011.HT.01.06 Tahun 1995, dan
telah diumumkan dalam Berita Negara RI tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor
1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud
dalam UUJN nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundagkan dalam
Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 117. Menurut Pasal 1 angka (5) UUJN,
menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang
terbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.

Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi terse but
kedalam Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris menurut organisasi profesi jabatan Notaris
Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005 yang
diadakan di Bandung, diatur dalam Pasal 1 angka (2) adalah sebagai berikut

Seluruh kaedah moral yang ditentukan oteh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia
yang selanjutnya disebut "Perkumpulan" berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau
yang ditentukan oleh dan dialur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur ten
tang hal itu dan yang berlaku bagi setie wajib ditaati oteh setieo dan semua anggota
Perkumpulan dan semua orang yang menja/ankan tugas jabatan sebagai Noieris, etrmasuk
dida/amnya Pejabat Sementara Noieris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.

Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode
Etik jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan
13
untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan
suatu profesi yang disusun oleh anggota profesi itu sendiri damn mengikat mereka dalam
mempraktekkarinya. Dengan demikian Kode etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan,
pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang
diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum
khususnya dalam bidang pembuatan akta.(lihat Liliana Tedjosaputro. Elika Profesi Notaris
Da/am Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta. 1995, him 29.

Pembahasan mengenai Kode etik tidak terlepas dari UndangUndang Jabatan Notaris
Nomor 30 tahun 2004. Dalam kode etik Notaris terdiri dari kewajiban, larangan maupun
sangsi serta penegakan hukum agar tujuan dari terbentuknya kode etik maupun Uridang-
Undang Jabatan Notaris dapat berjalan tertib.

Menurut Pendapat Prof. Abdulkadir Muhammad, uraian mengenai Kode Etik Notaris
meliputi antarlain: Etika Kepribadian Notaris, Etika melakukan tugas jabatan, etika pelayanan
terhadap klien, etika hubungan sesama rekan Notaris, dan etika pengawasan terhadap Notaris.

1. Etika Kepribadian Notaris

Sebagai pejabat umum, notaris harus:

a. Berjiwa Pancasila;

b. Taat pada hukum, sumpah jabatan dan Kode Etik Notaris;

c. Berbahasa Indonesia yang baik.

Sebagai profesional, Notaris harus:

a. Memiliki perilaku profesional;

b. Ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum;

c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Notaris.

Yang dimaksud dengan perilaku profesional ( Professional behaviour ), adalah


memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Keahlian yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman tinggi;

14
b. Integritas moral artinya menghindari sesuatu yang tidak baik walaupun imbalan jasanya
tinggi, pelaksanaan tugas profesi diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, sopan
santun, dan agama;

c. Jujur tidak saja pada pihak kedua atau pihak ketiga, tetapi juga kepada diri sendiri;

d. Tidak semata-mata pertimbangan uang, melainkan juga pengabdian, tidak membedakan


antara orang mampu dan tidak mampu;

f. berpegang teguh pada kode etik profesi karena di dalamnya ditentukan segala perilaku
yang harus dimiliki oleh Notaris, termasuk berbahasa Indonesia yang sempurna.

2. Etika melakukan tugas jabatan

Notaris sebagai pejabat umum dalam melakukan tugas jabatan harus:

a. Menyadari kewajibannya, bekerja sendiri, jujur, tidak berpihak, dan penuh rasa tanggung
jawab;

b. Menggunakan satu kantor yang telah ditetapkan sesuai dengan undang-undang, tidak
mengadakan kantor cabang perwakilan, dan tidak menggunakan perantara;

c. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi;

d. Harus memasang tanda papan nama menur ut ukuran yang berlaku.

3. Etika pelayanan terhadap klien

Sebagai pejabat umum, notaris harus:

a. Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan


sebaik-baiknya;

b. Menyelesaikan akta sampai tahap pendaftaran pada Pengadilan Negeri dan pengumuman
dalam Berita Negara, apabila klien yang bersangkutan dengan tegas mengatakan akan
menyerahkan pengurusannya kepada Notaris yang bersangkutan dan klien telah memenuhi
syarat-syarat yang diperlukan;

c. Memberitahu kepada klien perihal selesainya pendaftaran dan pengumumam, dan atau
mengirim kepada atau menyuruh mengambil akta yang sudah didaftar atau Berita Negara
yang sudah selesai dicetak tersebut oleh klien yang bersangkutan;

d. Memberikan penyuluhan hukum agar masyarakat menyadari hak dan kewajiban sebagai
warga negara dan anggota masyarakat;

e. Memberikan jasa kepada anggota masyarakat yang kurang mampu dengan Cuma-Cuma;
15
f. Dilarang menahan berkas seseorang dengan maksud memaksa orang itu membuat akta
pada Notaris yang menahan berkas itu;

g. Dilarang menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata menandatangani akta
buatan orang lain sebagai akta buatan Notaris yang bersangkutan;

h. Dilarang mengirim minuta kepada klien atau klien-klien untuk ditandatangani oleh klien
atau klien-klien yang bersangkutan;

i. Dilarang membujuk-bujuk atau dengan cara apapun memaksa klien membuat akta
padanya, atau membujuk-bujuk seseorang agar pindah dari Notaris lain;

j. Dilarang membentuk kelompok di dalam tubuh Ikatan Notaris Indonesia dengan tujuan
untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga secara khusus/ekslusif, apalagi
menutup kemungkinan anggota lain untuk berpartisipasi.

4. Etika hubungan sesama rekan Notaris

Sebagai sesama pejabat umum, Notaris harus:

a. Saling menghormati dalam suasana kekeluargaan;

b. Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama rekan Notaris, baik moral maupun
material;

c. Harus saling menjaga dan membela kehormatan dan nama baik korps Notaris atas dasar
rasa solidaritas dan sikap tolong menolong secara konstruktif.

Dalam penjelasan diatas, maksud menghormati dalam suasana kekeluragaan artinya,


Notaris tidak mengeritik, menyalahkan akta-akta yang dibuat rekan notaris lainnya dihadapan
klien atau masyarakat. Notaris tidak membiarkan rekannya berbuat salah dalam jabatannya
dan seharusnya memberitahukan kesalahan rekannya dan menolong memperbaikinya. Tidak
melakukan persaingan yang merugikan sesama rekan dalam arti tidak menarik karyawan
Notaris lain secara tidak wajar, tidak menggunakan perantara yang mendapat upah, tidak
menurunkan tarif jasa yang telah disepakati. Menjaga dan membela kehormatan dan nama
baik, dalam arti tidak mencampurkan usaha lain dengan jabatan Notaris, memberikan
informasi atau masukkan mengenai klien-klien yang nakal setempat.

5. Etika Pengawasan

a. Etika pengawasan terhadap Notaris melalui pelaksanaan Kode Etik Notaris dilakukan oleh
Majelis Kehormatan Daerah dan atau Majelis Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia;

16
b. Tata cara pelaksanaan kode etik, sanksi-sanksi dan eksekusi diatur dalam peraturan
tersendiri;

c. Tanpa mengurangi ketentuan mengenai tata cara maupun pengenaan tingkatan sanksi-sank
si berupa peringatan dan teguran, maka pelanggaran-pelanggaran yang oleh Pengurus Pusat
secara mutlak harus dikenakan sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota Ikatan
Notaris Indonesia disertai usul Pengurus Pusat kepada Kongres untuk memecat anggota yang
bersangkutan adalah pelanggaran-pelanggaran yang disebut dalam Kode Etik Notaris dan
Peraturan Jabatan Notaris yang berakibat bahwa anggota yang bersangkutan dinyatakan
bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

2.6. Penegakan Hukum Kode Etik Notaris

Pengertian Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum


sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan

hukum yang dilanqqar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakkan hukum dilakukan
dengan penindakan hukum menurut urutan berikut:

a. Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi

b. Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda)

c. Penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu)

d. Pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati) Dalam pelaksanaannya


tugas penegakan hukum, penegak hukurn wajib menaati norma-norma yang
telah ditetapkan.

Penegakan kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik Notaris
sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika
terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali.
Penegakan hukum Kode Etik Notaris tercantum dalam Bab IV dan V yaitu dari Pasal 6
sampai dengan Pasal 13. Yang meliputi : Sanksi, Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan
sanksl, Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada tingkat Pertama, Banding dan Terakhir,
Eksekusi atas sanksi-sanksi dalarn Pelanggaran Kode Etik.

17
2.7. Pengawasan

Pengawasan Notaris dimaksud diharapkan oleh pembentuk Undang-undang Jabatan


Notaris merupakan lembaga pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan jabatannya
dapat leblh meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 67 ayat (5)
UUJN, yang harus diawasi adalah Perilaku Notaris dan Pelaksanaan Jabatan Notaris.
Pengawasan baik preventif dan represif diperlukan bagi pelaksanaan tug as Notaris sebagai
pejabat umum. Fungsi Preventif dilakukan oleh Negara sebagai pemberi wewenang yang I
dilimpahkan pada instansi pemerintah. Fungsi represif dilakukan oleh organisasi profesi
jabatan Notaris dengan acuan kepada UUJN dan Kode Etik Notaris. Pengawasan Notaris
diatur dalam Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan dilakukan oleh Menteri dan dalarn
rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri menunjuk Majelis Pengawas, yang terdiri dari
Majelis Pengawas Oaerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis
Pengawas terdiri dari 3 unsur yaitu unsure dari Pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi.

a. Majelis Pengawas Daerah (MPD)

MPD melakukan pengawasan secara berkala 6 bulan sekali dengan melakukan


pemerikasaan protocol Notaris, memberikan izin cuti selama 6 bulan dan pemeriksaan
adanyalaporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris. Apabila ada pengaduan dari
masyarakat terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik maupun pelanggaran
Undang-Undang jabatan Notaris, maka MPD berwenang menyelenggarakan Sidang tertutup
untuk umum, MPD akan memeriksa dan mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor,
memeriksa bukti yang diajukan pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan dituangkan
dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) dan wajib diberikan kepada MajeJis Pengawas
Wilayah dalam waktu 30 hari dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan, pengurus
Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas Pusat MPD tidak berwenang
membenkan penilaian pembuktian terhadap fakta-fakta hukum dan juga tanpa kewenangan
untuk menjatuhkan sanksi

b. Majelis Pengawas Wilayah (MPW)

MPW berwenang meberikan cuti untuk 6 bulan sampai 1 tahun. \ Berdasarkan BAP
yang telah diberikan kepada MPW melalui MPD, MPW berwenang melakukan Sidang
Pemeriksaan Tertutup untuk umum dan Sidang Pengambilan Keputusan yang terbuka untuk
umum. Blla dalam sidang pemeriksaan MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan pelanggaran,
18
maka laporan BAP ditolak dan Notaris direhabilitasi nama baiknya. Bila Notaris terbukti
melanggar, putusan harus memuat alasan dan pertimbangan yang cukup yang dijadikan dasar
untuk menjatuhkan putusan. MPW membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan
sanksi, yang kemudian disampaikan kepada Mennteri, pelapor, teriapor, MPD, MPP dan
pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.

Apabila Notaris terlapor keberatan alas putusan sidang MPW, maka Notaris dapat
mengajukan banding pad a tingkat Majelis Pengawas Pusat

c. Majelis Pengawas Pusat (MPP)

Berwenang memberi cuti notaris untuk jangka waktu 1 tahun lebih. Menindaklanjuti
Notaris yang melakukan banding yang disampaikan melalui MPW. MPP wajib melakukan
Sidang Pemeriksaan dan Sidang Pengambilan Putusan yang terbuka untuk umum.

2.8. Pelanggaran Terhadap Kode Etik Notaris

Beberapa contoh pelanggaran terhadap UUJN yang dilakukan oleh oknum Notaris
dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :

a. Akta dibuat tanpa dihadiri oleh saksl-saksl, padahal di dalam akta itu sendiri disebut
dan dinyatakan "denqan dihadiri saksi-saksi"

b. Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris

c. Akta yang bersangkutan tidak ditandatangai di hadapan Notaris, bahkan min uta Akta
tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak
diketahui oleh Notaris yang bersangkutan

d. Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris yang bersangkutan
mencantumkan dalam akta tersebut seolah-oleh dilangsungkan dalam wilayah hukum
kewenangannya atau seolah-oleh dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut.

e. Seorang Notaris membuka kantor cabang dengan cara sertiap cabang dalarn . waktu
yang bersamaan melangsungkan dan memproduksi akta Notaris yang seolah-olah
kesemua akta tersebut dibuat di hadapan Notaris yang bersangkutan.

19
Akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah rnelakukan
pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata Notaris tersebut tidak
otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan
apabila ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan.

Pelanggaran terhadap UUJN seperti yang dicontohkan di atas, sudah mengakibatkan


kerugian terhadap masyarakat atau pengguna jasa Notaris, bisa diajukan oleh masyarakat
kepada Majelis Pengawas Daerah. Yang kemudian mekanismenya disesuaikan dengan
UUJN. Dalam UUJN ditentukan sanksi-sanksi dalam Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran
jabatan Notaris.

Kode etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu !katan Notaris Indonesia
(IN!) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris yang diakui dan telah
mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran menurut Kode etik Notaris diatur
dalam Pasal1 angka (9) yaitu :

Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh Perkumpulan


maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan nolaris yang melanggar
ketentuan Kode Etik dan/atu disiplin organisas;

2.9. Sanksi

Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6 :

1. Sanks; yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat
berupa :

a. teguran
b. peringatan
c. schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan
d. onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan

2. Penjatuhan senksi-senksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar


kode etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota.

20
Yang dimaksud sebagai sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai
sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota perkumpulan maupun orang
lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dalam menegakkan kode etik dan
disiplin organisasi.

Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik
Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan
yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik termasuk didalamnya
juga menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing
(termuat dalam Pasal B)

Terhadap pelanggaran Notaris dilakukan pengawasan oleh organisasi Notaris yaitu


Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap anggotanya, yang secara langsung mengontrol
Notaris yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang dalam Pasal 1 angka (8) Kode Etik
Notaris .

Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebaga; suatu badan atau
lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan da/am Perkumpulan yang bertugas untuk:

a. melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam


menjunjung tinggi Kode Etik,
b. memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etii:
yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan
rnasyarakatsecara~ngsung
c. rnemberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pe/anggaran
kode etik dan jabatan Notaris

Dewan Kehormatan memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran


ketentuan kode etik yang sifatnya "internal" atau yang tidak mempunyai kaitan dengan
kepentingan masyarakat secara langsung (pasal 1 ayat 8 bagian a)

Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat pertama dilaksanakan oleh Dewan
Kehormatan Daerah yang baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya
pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya, setelah mendengar
keterangan dan pembefaan diri dari keperluan itu. Bila dalam putusan sidang dewan

21
kehormatan daerah terbukti adanya pelanggaran kode etik, maka sidang sekaligus
"menentukan sanksi" terhadap pefanggarnya. (pasal 9 ayat (5). Sanksi teguran dan peringatan
oleh Dewan Kehormatan Daerah tidak wajib konsultasi dahulu demgan Pengurus Daerahnya,
tetapi sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) adri
keanggotaan diputusakan dahulu dengan pengurus Dasarnya (Pasaf 9 ayat (8). Pemeriksaan,
dan penjatuhan sanksi pada tingkat banding dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Wilayah
(Pasal 10). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau
pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan dapat diajukan/dimohonkan banding
kepada Dewan Kehormatan Wilayah. Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam
tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat
kepengurusan daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka
keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding.
Pemeriksaan dan Penjatuhan saksi pad a tingkat terakhir dilaksanakan oleh Dewan
Kehormatan Pusat (pasal 11). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara
(schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan yang dilakukan oleh
Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukanl dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir
kepada Dewan Kehormatan Pusat. Eksekusi atas sanksi-sanksi dalam pelanggaran kode etik
berdasarkan putusan yang ditetapkan oleh dewan Kehormatan Daerah, dewan Kehorrnatan
Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Penqurus
Daerah.

Dalam hal pemecatan sementara secara rind tertuang dalam pasal 13. Dalam hal
pengenaan sanksi pemecatan sementara (schor sing) demikian juga sanksi onzetting maupun
pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota perkumpulan terhadap pelanggaran
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 diatas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat
kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan tembusannya disampaikan kepada Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia.

22
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Notaris merupakan pejabat umum yang membuat akta otentik yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Diperlukan tanggung jawab terhadap jabatannya, sehingga diperlukan lembaga
kenotariatan untuk mengatur perilaku profesi notaris tersebut. Pada hakekatnya Kode Etik
Notaris adalah merupakan penjabaran lebih lanjut apa yang diatur dalam Undang-undang
Jabatan Notaris , mengingat Notaris dalarn melaksanakan jabatannya harus tunduk dan
mentaati seqala ketentuan dalam Undang-undang yang mengatur jabatannya.
Yang tercantum dalam kode etik notaris yang dibuat oleh organisasi INI yang
merupakan satu-satunya organisasi notaris yang berbadan hukum sesuai dengan UUJN.
Artinya seluruh notaris wajib tunduk kepada Kode Etik Notaris.

3.2. Saran
Berdasarkan uraian tentang kewajiban dan larangan sebagaimana terinci di atas,
diharapkan notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada etika moral
profesi yang diembannya, taat asas, serta tunduk dan patuh pada setiap peraturan yang
mengatur jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan semua kalangan benar-benar dapat
memaknai profesi notaris sebagai salah satu profesi yang mulia dan bermartabat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya 8akti, Bandung,1997, Di akses
tanggal 1 januari 2020

GHS Lukman Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999. Di akses tanggal 1
februari 2020

Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993.diakses tanggal 29
februari 2020

Komar Andasasmita, Masa/ah Hukum Perdata Nasiona//ndonesia, Alumni, Bandung, 1983.


Diakses tanggal 30 januari 2020

Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Da/am Penegakan Hukum Pidana, Bigraf
Publishing, Yogyakarta, 1995. Diakses tanggal 29 januari 2020

Perundang-undangan :

Undang uridang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Diakses tanggal 30
januari2020

http://situscoplug.blogspot.com/. Diakses tanggal 29 januari 2020

http://pusat-makah-hukum.blogspot.com/. Diakses tanggal 30 januari 2020

24

Anda mungkin juga menyukai