Anda di halaman 1dari 16

INSIDENSI ORGANISME PENGHASIL MULTIDRUG-

RESISTANT ORGANISMS DI RUANGAN NEONATUS


RESIKO TINGGI RSUP DR.KARIADI PERIODE
JANUARI – DESEMBER 2019

Oleh:
dr.Tommyeko H D
Pembimbing :
dr. Endang Sri Lestari PhD
dr. Helmia Farida, M.Kes, SpA, Ph.D
dr. MMDEAH Hapsari SpA(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


MIKROBIOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

Multidrug-resistant organisms (MDROs) memiliki peranan besar dalam peningkatan


infeksi tiap tahunnya. Dari berbagai statistik di Amerika Serikat, infeksi MDRO
menyebabkan > 2 juta penyakit dan 23000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat.
Meskipun data tentang infeksi MDRO ini tidak pasti dikarenakan tidak adanya kode
ICD-10 untuk infeksi MDRO sehingga pelaporan sering tidak memadai. Selain itu,
dengan tidak adanya penelitian terpublikasi atau data, sedikit yang diketahui tentang
angka kejadian MDRO yang sebenarnya diantara pasien-pasien perawatan di rumah
atau pasien rumah sakit, ini mengasumsikan bahwa jika pasien pasien perawatan rumah
atau pasien rumah sakit terinfeksi atau terkolonisasi dengan MDRO, pasien pasien ini
mendapatkannya ketika di rumah sakit atau perawatan di rumah.

Di kebanyakan fasilitas kesehatan, infeksi MDRO ini mirip dengan infeksi


dengan kuman kuman patogen lainnya, tetapi pengobatan pasien dengan MDRO ini
seringkali pilihannya sangatlah terbatas. Contohnya, sampai saat ini, masih
vancomycin yang menjadi terapi efektif untuk infeksi Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) dan sejak 1990 tidak ada agen antimikroba untuk
menyembuhkan penyebab dari Vancomycin-Resistant Enterococcus (VRE). Meskipun
sekarang ada antimikroba yang sesuai untuk terapi infeksi MRSA dan VRE,
resistenterhadap masing masing agen yang baru ini sudah terjadi pada isolat isolat
klinis. Sama dengan terapi pilihan juga sangat terbatas untuk Extended-Spectrum β-
lactamase (ESBL) yang diproduksi kuman batang gram negatif.

Meningkatnya waktu perawatan, biaya, dan kematian juga berhubungan dengan


MDRO. Beberapa penelitian mendokumentasikan peningkatan kematian, perawatan

2
rumah sakit yang lama, dan meningkatnya biaya yang dikeluarkan berhubungan
dengan multidrug-resistant gram-negative bacilli (MDR-GNBs), termasuk wabah
Klebsiella pneumoniae ESBL di NICU dan munculnya resistensi cephalosporin
generasi ketiga pada Enterobacter spp pada pasien pasien dewasa di rumah sakit.

Pengendalian MDRO ini sangat penting karena MDRO ini resisten terhadap
terapi antimikroba yang biasanya digunakan, peningkatan morbiditas dan martalitas
pasien, penambahan biaya perawatan, dan memiliki potensi penularan dan bertindak
sebagai reservoir dari gen resisten untuk penularan ke organisme lainnya.

3
BAB II

MULTIDRUG-RESISTANT ORGANISMS

2.1 Definisi

Berdasarkan tujuan epidemiologi, Multidrug-resistant organisms (MDRO)


didefinisikan sebagai patogen yang resisten terhadap satu (VRE atau MRSA) atau lebih
golongan antimikroba dan biasanya resisten terhadap hampir semua antimikroba.

Organisme yang resisten terhadap lini pertama antibiotik juga umumnya termasuk
kedalam definisi MDROs. Termasuk juga organisme-organisme yang memiliki
resisten intrinsik dan siap mendapatkan tambahan mekanisme resistensi dan menjadi
multi-drug resistant seperti carbapenem-resistant Acinetobacter.

MDRO secara umum terjadi di fasilitas kesehatan. Prevalensi MDRO pada fasilitas
kesehatanpun bervariasi secara temporal geografis dan tipe fasilitas kesehatannya.
Sebagai contohnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa Intensive Care Unit
(ICU) memiliki prevalensi yang lebih tinggi infeksi MDRO dibandingkan non ICU,
selain itu peran fasilitas rawat inap penting untuk epidemiologi MDRO karena pasien
dapat berfungsi sebagai reservoar dan alat transmisi awal MDRO di fasilitas kesehatan.

Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa lebih dari 20% pasien rawat inap bisa
terjadi kolonisasi dengan MRSA dan lebih dari 10% kolonisasi dengn VRE.

Beberapa faktor resiko yang terjadinya kolonisasi dan infeksi pada perawatan
kesehatan dan community associated MDRO (CA-MDRO) adalah :

 Tingkat keparahan penyakit


 Sebelumnya terpapar agen antimikroba
 Penyakit-penyakit tertentu terutama :
4
 Penyakit ginjal kronis
 Diabetes mellitus bergantung insulin
 Immunodefisiensi
 Penyakit pembuluh darah tepi
 Usia lanjut (diatas 65)
 Kolonisasi sebelumnya dengan MDRO
 Orang orang yang kontak erat dengan pasien MDRO baik dalam ruang
perawatan atau barang bekas pasien seperti linen atau libah lainnya (±90
centimeter) di fasilitas kesehatan
 Keterbatasan mengurus diri (pasien pasien yang lumpuh atau tdk bisa bergerak)
 Prosedur invasive seperti Dialisis, pemakaian alat medis yang invasif, dan
kateterisasi urin
 Luka, dermatitis, atau lesi kulit
 Rendahnya tingkat pengendalian infeksi di fasilitas kesehatan

5
6
Methicillin-Resistant Staphylococci

Strain yang resisten penisilin diterapi dengan penicillinase-resistant penicillin,


seperti nafcillin atau oxacillin. Meskipun methicilin sudah lama tidak digunakan di
Amerika, isolat yang resisten terhadap nafcillin atau oxacilin secara tradisi disebut
methicillin-resistant Staphylococcus, seperti contohnya, MRSA dan methicillin-
resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE), dimana MRSA merupakan perhatian
kesehatan yang utama, beberapa penelitian menunjukkan penurunan kematian pada
perawatan kesehatan yang disebabkan serangan infeksi MRSA. Infeksi MRSA baik
infeksi Hosptal-associated methicillin-resistant Staphylococcus aureus (HA-MRSA)
atau Community-associated methicillin-resistant Staphylococcus aureus (CA-MRSA)
memakan biaya yang mahal dan harus menjadi perhatian serius dalam dunia kesehatan.
Kontrol MRSA membutuhkan kepatuhan yang kuat untuk mengontrol infeksi,
termasuk isolasi kontak dan kepatuhan cuci tangan. Penggunaan tes cepat untuk MRSA
mempunyai tujuan dalam mengontrol infeksi ini. Vancomycin menjadi terapi pilihan
untuk infeksi MRSA, tetapi perhatian terhadap resistensi glycopeptida untuk
menggunakan secara terbatas obat ini dan pelaporan yang selektif oleh laboratorium.

Pada masa lalu, Oxacillin secara umum digunakan untuk mendeteksi


methicillin-resistant staphylococcal spesies. CLSI M100 merekomendasikan cefoxitin
digunakan untuk mendeteksi oxacillin (methicillin) resistant. Laboratorium seharusnya
melaporkan kepekaan untuk penisilin dan cefoxitin dan/atau oxacillin. S.lugdunensis
dan S.aureus memiliki MIC (Minimal Inhibitory Concentration) yang sama terhadap
cefoxitin, dimana berbeda dari CoNS lainnya. Beberapa strain dari non-S.epidermidis
kekurangan mecA dan pengujian terhadap penicillin-binding protein 2a (PBP2a) atau
cefoxitin mungkin lebih sesuai. Isolat MRSA seharusnya dianggap resisten terhadap
semua antibiotik β-lactam, termasuk karbapemen, kecuali untuk generasi ke-V
cephalosporin dengan aktivitas MRSA.

7
Populasi MRSA sering sekali memiliki resisten yang heterogen, yang artinya
satu subpopulasi sensitif, dimana yang lainnya resisten terhadap methicillin. Meskipun
hampir semua sel memiliki informasi genetik yang menjadi resisten, hanya sedikit
bagian (1 pada 108 sampai 104 sel) yang menunjukkan resisten secara fenotip.
Pertumbuhan subpopulasi yang resisten meningkat pada pH netral, konsetrasi NaCl
dari 2%-4%, temperatur inkubasi yang dingin (30°C-32°C), dan inkubasi yang lama
(sampai 48 jam).

Media yang mengandung oxacillin, atau yang lebih baik cefoxitin, dapat
digunakan untuk skring MRSA pada sampel klinis, seperti dari spesimen hidung.
Media ini juga bisa membedakan isolat MRSA dari isolat yang memproduksi
berlebihan β-lactamase, atau strain borderline oxacillin-resistant Staphylococcus
aureus (BORSA), yang mana tidak akan tumbuh pada cawan ini. Chromogenic
selektive differential media, seperti MRSA Select (Bio-Rad Laboratories), Spectra
MRSA (Remel), dan CHROMagar MRSA (BD-BL), memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi MRSA secara langsung dari sampel klinis. Konsentrasi Sodium
Chlorida yang tinggi dan senyawa antimikroba seperti cefoxitin akan tergabung di
media dan menghambat yang bukan staphylococcus dan isolat yang bukan MRSA.
Setelah 24 atau 48 jam diinkubasi, isolat MRSA akan membentuk koloni berwarna
merah, dimana MSSA dan organisme lainnya dihambat atau menghasilkan koloni yang
tidak berwarna. Sistem kepekaan antimikroba otomatis juga menggunakan cefoxitin
untuk mengidentifikasi MRSA.

Kebanyakan oxacillin resisten disebabkan oleh gen mecA, dimana dibawa


dengan cassette yang bergerak yang dikenal dengan SCCmec. Gen mengkode untuk
diubah menjadi penicillin-binding protein (PBP), PBP2a, juga PBP2. PBP yang diubah
tidak mengikat oxacillin, membuat obat tidak efektif. Tes aglutinasi latex dapat
digunakan untuk mendeteksi perubahan PBP, dan ini memberikan metode alternatif

8
untuk tes dan konfirmasi dari resisten oxacillin. Tes ini bisa digunakan pada CoNS dan
S.aureus.

Gold standart untuk deteksi MRSA adalah deteksi dari gen mecA dengan
menggunakan molekuler prob asam nukleat atau amplifikasi PCR. Banyak sistem yang
bisa digunakan untuk deteksi langsung dari swab hidung anterior, seperti BD
GeneOhm MRSA assay dan the Xpert MRSA assay yang menggunakan sistem
GeneXpert, dimana keduanya menggunakan PCR real-time dan memberi hasil dalam
beberapa jam. Banyak sistem molekuler yang bisa mengidentifikasi MRSA dan MSSA
secara bersamaan.

Sepsis bakteri adalah penyebab tersering dari kematian pasien di rumah sakit,
Coagualse-Negative staphylococci (CoNS) adalah penyebab utama sepsis nosokomial,
terutama pada neonatus, sepsis CoNS ini lebih sering berasal dari alat yang terpasang
pada tubuh dan terinfeksi seperti pemakaian kateter yang berkaitan dengan infeksi
aliran darah atau pemasangan infus yang berhubungan dengan infeksi aliran darah.
Paling menonjol diantara infeksi CoNS adalah disebabkan komensal Staphylococcus
epidermidis pada kulit. Mengingat bahwa toxin dianggap tidak ada secara luas pada
CoNS, sepsis yang disebabkan oleh S.epidermidis dan CoNS lainnya, mirip dengan
bakteri gram positif lainnya, sejauh ini diyakini disebabkan terutama oleh reaksi imun
terhadap permukaan sel pro-inflamasi yang tidak berubah, seperti asam teikoat dan
lipopeptida. Baru-baru ini, pendapat bahwa CoNS tidak menghasilkan racun, harus
direvisi dengan adanya penemuan toxin staphylococcal yang pro-inflamasi dan
cytolytic phenol-soluble modulin (PSM). Namun karena kesulitan yang terkait dengan
manipulasi genetik S,epidermidis dan CoNS lainnya, peran PSM dalam infeksi CoNS,
termasuk sepsis, sampai sekarang masih belum diselidiki.(journals plos)

Kebanyakan infeksi darah S.epidermidis disebabkan oleh strain methicilin-


resistant, dengan tingkat resistensi methicillin bahkan terkadang melebihi resistensi

9
methicillin yang ditemukan pada S.aureus. Methicillin resistensi dikodekan dengan apa
yang disebut staphylococcal chromosome cassette (SCC) mec elemen genetik yang
bergerak, yang diyakini berasal dari CoNS.(Journals.plos)

CoNS dari infeksi nosokomial, terutama S.epidermidis, biasanya resisten


terhadap beberapa antibiotik, dengan lebih dari 80% resisten terhadap methicillin.
Methicillin resisten S.epidermidis (MRSE) dapat menjadi resisten terhadap semua
golongan β-laktam, sefalosporin, dan karbapenemase oleh akuisisi gen kromosom
mecA, yang mengkodekan protein penicillin-binding 2a yang memiliki afinitas yang
rendah untuk β-laktam. S.epidermidis secara menyeluruh menempel pada permukaan
perangkat yang melekat di tubuh dan kateter dan menghasilkan polisakarida
ekstraseluler, menghasilkan pembentukan biofilm. Biofilm meningkatkan resistensi
S.epidermidis terhadap agen antimikroba dan potensinya menyebabkan infeksi pada
pasien dengan perangkat yang melekat pada tubuh. Obat pilihan untuk infeksi MRSE
adalah antibiotik glikopeptida (misalnya vankomisin dan teicoplanin) dan tingkat
penyembuhan semakin membaik dengan penambahan gentamisin atau rifampin.
Antibiotik baru yang dikembangkan untuk bakteri gram positif, quinupristin /
dalfopristin dan linezolid, akan memainkan peran penting dalam pengobatan infeksi
MRSE. (synapse.koreamed)

Carbapenem Producing Organism

Carbapenem Producing Organism (CPO) pada bakteri seperti Klebsiella, Escherichia


coli (E. coli), Acinetobacter, dan Pseudomonas, yang ditemukan di usus manusia
normal. Di beberapa bagian di dunia kelompok bakteri memperoleh gen yang
membuatnya resisten terhadap antibiotik jenis spektrum luas termasuk yang dikenal
sebagai carbapenem. Beberapa contoh umum dari gen-gen ini adalah New-Delhi
Metallobetalactamase (NDM) dan Klebsiella pneumoniae Carbapenemase (KPC). Gen
10
NDM berasal dari India dan Pakistan dan dianggap umum di beberapa pelayanan
kesehatan. KPC berasal dari AS, dan sekarang ditemukan di tempat-tempat seperti AS,
Yunani dan Asia.
CPO banyak ditemukan di banyak negara di dunia. CPO tidak selalu menyebabkan
infeksi, tetapi sering berada di usus orang yang telah menjadi pembawa bakteri dengan
perubahan genetik ini. Infeksi kemungkinan besar diperoleh melalui paparan
perawatan kesehatan di daerah di mana bakteri ini banyak ditemukan.
Enterobacteriaceae yang umum (famili bakteri yang mencakup E. coli, Serratia,
Kebsiella dan Enterobacter) ditemukan di usus manusia normal. Ketika anggota
keluarga ini menjadi resisten terhadap carbapenam dengan memproduksi
carbepanamase, mereka telah disebut carbapenam resisten enterobacteriaceae (CRE)
atau carbapenamase yang memproduksi enterobactieriaceae (CPE). CPO termasuk
kelompok bakteri yang lebih besar, di luar keluarga etnerobacteriaceae. Terkadang
bakteri ini dapat menyebar ke luar usus dan menyebabkan infeksi serius, seperti infeksi
saluran kemih, infeksi aliran darah, infeksi luka, dan pneumonia. Ketika bakteri usus
normal ini memperoleh karakteristik untuk CPO dan menyebar di luar usus, mereka
bisa sangat sulit diobati. Pasien dapat menjadi rentan terhadap infeksi yang disebabkan
oleh bakteri resisten antibiotik ini.
Faktor risiko awal adalah paparan perawatan kesehatan di negara-negara di mana
bakteri ini banyak ditemukan. Ini berarti individu yang telah menjalani operasi, cuci
darah atau dirawat di fasilitas perawatan kesehatan di daerah yang terkena CPO
memiliki risiko lebih tinggi terpapar bakteri dan berkembangnya infeksi.

11
Karakteristik MDRO di Unit Neonatus Resiko Tinggi RSUP dr.Kariadi

Tabel 1. Sampel dengan hasil MDRO di NRT periode Januari – Desember 2019

Sampel dengan MDRO di NRT


8
7
6
5
4
3
2
1
0

Sputum Darah Urine Swab dasar luka Jaringan

Dari Tabel diatas didapatkan jumlah MDRO terbanyak yang masuk ke laboratorium
mikrobiologi berasal dari sampel darah (n = 48) kemudian sampel sputum sebanyak 5,
urine dan swab dasar luka sebanyak 3, dan sampel dari jaringan sebanyak 1 sampel.

12
Tabel 2. Jenis Kasus MDRO di Ruangan NRT Januari – Desember 2019

Jenis Kasus MDRO di ruangan NRT Januari - Desember


2019
25

20

15

10

0
ESBL MRCoNS MRSE MDRGNB CRAB

Jenis Kasus MDRO di ruangan NRT Januari - Desember 2019

Dari tabel diatas tampak selama Januari – Desember 2019 angka kejadian MDRO
terbanyak muncul adalah ESBL (n=23) kemudian Methicillin-resistant Coagulase
Negative Staphylococci (MRCoNS) sebanyak 19 sampel dan Methicillin-resistant
Staphylococcus epidermidis (MRSE) sebanyak 9 sampel. Kejadian Multi-drug
Resistant Gram Negative Bacilli (MDRGNB) terjadi sebanyak 5 sampel dan
Carbapenem-resistant Acinetobacter baumannii (CRAb) sebanyak 4 sampel.

13
Tabel 3. Janis Kuman – kuman penghasil MDRO di ruangan NRT

Jenis Organisme Penghasil MDRO di NRT Januari -


Desember 2019
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Series 1

Dari tabel diatas ditemukan Klebsiella pneumoniae merupakan organisme penghasil


MDRO terbanyak di NRT sebanyak 15 isolat dan Staphylococcus Coagulase Negative
(S. epidermidis, S. hominis, S. haemolyticus) masing masing 9 sampel. E.coli sebanyak
6 isolat menghasilkan MDRO ESBL.

14
Daftar Pustaka

1. Chambers HF, Eliopoulos GM, Gilbert DN, Pavia A, Saag MS, editors. The
Sanford Guide to Antimicrobial Therapy 2018. Antimicrobial Therapy,
Incorporated; 2018.
2. Centres for Disease Control and Prevention (US). Antibiotic resistance threats in
the United States, 2013. Centres for Disease Control and Prevention, US
Department of Health and Human Services; 2013.
3. Boswihi SS, Udo EE. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus: An update on
the epidemiology, treatment options and infection control. Current Medicine
Research and Practice. 2018 Jan 1;8(1):18-24
4. Holubar M, Meng L, Deresinski S. Bacteremia due to methicillin-resistant
Staphylococcus aureus: new therapeutic approaches. Infectious Disease Clinics.
2016 Jun 1;30(2):491-507.
5. Kullar R, Sakoulas G, Deresinski S, van Hal SJ. 2016. When sepsis persists: a
review of MRSA bacteraemia salvage therapy. J Antimicrob Chemother 71:576-
586.
6. Dryden MS. Linezolid pharmacokinetics and pharmacodynamics in clinical
treatment. Journal of antimicrobial chemotherapy. 2011 May 1;66(suppl_4):iv7-15
7. Zahedi Bialvaei A, Rahbar M, Yousefi M, Asgharzadeh M, Samadi Kafil H.
Linezolid: a promising option in the treatment of Gram-positives. Journal of
Antimicrobial Chemotherapy. 2016 Dec 5;72(2):354-64
8. Anggraini D, Sholihin UH, Savira M, Djojosugito FA, Irawan D, Rustam RP.
Prevalensi dan Pola Sensitivitas Enterobacteriaceae Penghasil ESBL di RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2018 Feb 28;30(1):47-
52.

15
9. Pajariu, A., 2010. INFEKSI OLEH BAKTERI PENGHASIL EXTENDED-
SPECTRUM BETA-LACTAMASE (ESBL) DI RSUP Dr. KARIADI
SEMARANG: FAKTOR RISIKO TERKAIT PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
(Doctoral dissertation, Faculty of Medicine).
10. Kuntaman K, Santoso S, Wahjono H, Mertaniasih NM, Lestari ES, Farida H,
Hapsari R, Firmanti SC, AS N, Santosaningsih D, Purwono PB. The sensitivity
pattern of extended spectrum beta lactamase-producing bacteria against six
antibiotics that routinely used in clinical setting. Journal of the Indonesian Medical
Association. 2012 May 16;61(12)
11. Amelia A, Nugroho A, Harijanto PN. Diagnosis and Management of Infections
Caused by Enterobacteriaceae Producing Extended-Spectrum β-Lactamase.
hospital. 2016 Apr;2:3.
12. Muhajir A, Purwono PB, Handayani S. Gambaran Terapi dan Luaran Infeksi
Saluran Kemih oleh Bakteri Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase pada
Anak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Sari Pediatri. 2016 Nov 21;18(2):111-6
13. Xiao T, Wu Z, Shi Q, Zhang X, Zhou Y, Yu X, Xiao Y. A retrospective analysis of
risk factors and outcomes in patients with extended-spectrum beta-lactamase
ESBL-producing Escherichia coli bloodstream infections. Journal of global
antimicrobial resistance. 2019 Jan 8.

16

Anda mungkin juga menyukai