Rabu 09 Mei 2012 MAKALAH KONSTIPASI
Rabu 09 Mei 2012 MAKALAH KONSTIPASI
MAKALAH KONSTIPASI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan umum :
Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan dalam menangani
kasus konstipasi
Tujuan khusus :
1.4 Manfaaat
Memberikan konsep dasar teori tentang gangguan sistem gastrointestinal, yaitu diare dan
konstipasi pada lansia berdasarkan pertimbangan gerontik, beserta asuhan keperawatannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat
variasi yang berlainan antara individu. Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum
adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini. Biasanya konstipasi
berdasarkan laporan pasien sendiri atau konstipasi anamnestik dipakai sebagai data pada
penelitian-penelitian. Batasan dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya
sejumlah besar feses memenuhi ampul rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada
kolon, rektum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut.
Studi epidemiologis menunjukkan kenaikan pesat dari konstipasi terkait dengan usia terutama
berdasarkan keluhan pasien dan bukan karena konstipasi klinis. Banyak orang mengira dirinya
konstipasi bila tidak buang air besar (BAB) tiap hari sehingga sering terdapat perbedaan pandang
antara dokter dan pasien tentang arti konstipasi itu sendiri.
Frekuensi BAB bervariasi dari 3 kali per hari sampai 3 kali per minggu. Secara umum, bila 3
hari belum BAB, massa feses akan mengeras dan ada kesulitan samapi rasa sakit saat BAB.
Konstipasi sering diartikan sebagai. kurangnya frekuensi BAB, biasanya kurang dari 3 kali per
minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras, serta kadangkal disertai kesulitan sampai rasa
sakit saat BAB. Orang usia lanjut seringkali terpancang dengan kebiasaan BABnya. Hal ini
mungkin merupakan kelanjutan dari pola hidup semasa kanak-kanak dan saat masih muda,
dimana setiap usaha dikerahkan untuk BAB teratur tiap hari, kalau perlu dengan menggunakan
pencahar untuk mendapatkan perasaan sudah bersih. Ada anggapan umum yang salah bahwa
kotoran yang tertimbun dalam usus besar akan diserap lagi, berbahaya untuk kesehatan, dan
dapat memperpendek usia. Ada pula yang mengkhawatirkan keracunan dari fesesnya sendiri bila
dalam jangka waktu tertentu tidak dikeluarkan.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di
bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
a. konsistensi feses yang keras;
b. mengejan dengan keras saat BAB;
c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB;
d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas memberikan batasan konstipasi.
Berdasarkan rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua golongan : 1) konstipasi
fungsional, 2) konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada muara rektisigmoid.
Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan
penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir
ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.
Tabel 1. Definisi Konstipasi sesuai international workshop on constipation
No Tipe Kriteria
Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam
12 bulan :
Model tinja atau feses 1 (konstipasi kronis), 2 (konstipasi sedang) dan 3 (konstipasi ringan) dari
Bristol Stool Chart yang menunjukkan tingkat konstipasi atau sembelit.
2.2 Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-
otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks,
kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis
dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses
BAB normal. Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantakan feses ke rektum untuk
dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter
anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari
sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak
menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk
relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut.
kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik
persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang
tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas
kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak
mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. perubahan patofisiologi yang
menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada
mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak
mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari
kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan,
normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut
yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada
mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari.
Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling
lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid.
Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan
konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya
inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang
saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun jug aterbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang
meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan
dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon,
motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos
berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. pasien dengan konstipasi mempunyai
kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan
lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga
menimbulkan kelemahan lebih lanjut.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka
yang mengalami konstipasi dapat mengalami 3 perubahan patologis pada rektum :
1. Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan
peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi
refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia
rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering
sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada
dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit
daerah anus dan rektum
1. Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB.
Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat
mengejan.
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang
spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang
dominan.
1. Obat-obatan
1. Antikolinergik
2. Narkotik
3. Analgesik
4. Diuretik
5. NSAID
6. Kalsium antagonis
7. Preparat kalsium
8. Preparat besi
9. Antasida alumunium
10. Penyalahgunaan pencahar
11. Kondisi neurologis
1. Stroke
2. Penyakit Parkinson
3. Traauma medulla spinalis
4. Neorupati diabetik
12. Gangguan metabolik
1. Hiperkalsemia
2. Hipokalemia
3. Hipotiroid
13. Kausa Psikologis
1. Psikosis depresi
2. Demensia
3. Kurang privasi untuk BAB
4. mengabaikan dorongan BAB
5. konstipasi imajiner
14. Penyakit-penyakit saluran cerna
1. Kanker kolon
2. Divertikel
3. Illeus
4. Hernia
5. Volvulus
6. Irritable Bowel Syndrome
7. Rektokel
8. Wasir
9. Fistula atau Fissura ani
10. Inersia kolon
15. Lain-lain
Pemeriksaan fisis pada konstipasi sebagian besar tidak didapatkan kelainan yang jelas. Walaupun
demikian, pemeriksaan fisis yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan-
kelainan yang berpotensi mempengaruhi khususnya fungsi usus besar. Diawali dengan
pemerikssaan rongga mulut meliputi gigi gerigi, adanya lesi selaput lendir mulut dan tumor yang
dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.
Pemeriksaan daerah perut dimulai dengan inspeksi adakah pembesaran abdomen, peregangan
atau tonjolan. Selanjutnya palpasi pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut.
Palpasi lebih dalam dapat meraba massa feses di kolon, adanya tumor atau aneurisma aorta. Pada
perkusi dicari antara lain pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, asietes, atau adanya
massa feses. Auskultasi antara lain untuk mendengarkan suara gerakan usus besar, normal atau
berlebihan misalnya pada jembatan usus. Pemeriksaan daerah anus memberikan petunjuk
penting, misalnya adakah wasir, prolaps, fisur, fistula, dan massa tumor di daerah anus dapat
mengganggu proses BAB.
Pemeriksaan colok dubur harus dikerjakan antara lain untuk mengetahui ukuran dan kondisi
rektum serta besar dan konsistensi feses.
Colok dubur dapat memberikan informasi tentang :
1. Tonus rektum
2. Tonus dan kekuatan sfingter
3. Kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis
4. Adakah timbunan massa feses
5. Adakah massa lain (misalnya hemoroid)
6. Adakah darah
7. Adakah perlukaan di anus
2.6 Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya
untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus
ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama
yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi :
1. Pengobatan non-farmakologis
1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang
disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan
mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya.
dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan
reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita
tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau
menunda dorongan untuk BAB ini.
2. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut.
data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi
angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya
divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta
mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan
cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan
cairan.
3. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi
jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien,
akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut,
terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut
2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya
dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
1. memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
2. melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor,
golongan dochusate.
3. golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya
pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
4. merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang
banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk
jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon.
Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di
atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan
anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang
lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan pengobatan yang
diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus,
tidak dilakukan tindakan pembedahan.
2.7 WOC
DOWNLOAD : WOC ASKEP KONSTIPASI
2.8 Asuhan Keperawatan
Seorang kakek bernama Ikhwan yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian
bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga
hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya karena
kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat dipalpasi
ada impaksi feses.
1. Pengkajian
Nama : Ikhwan
Tanggal lahir : 5 November 1945
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal MRS : 30 November 2010
Alamat : Surabaya
Diagnosa Medis : Konstipasi
Sumber Informasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi
Keluhan utama : nyeri pada perut, seminggu belum BAB
Riwayat penyakit sekarang : Ikhwan yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut
bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa
BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-
harinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Riwayat kesehatan keluarga : -
Review of system :
1. B1 (Breath) : RR meningkat
2. B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD meningkat
3. B3 (Brain) : nyeri pada abdomen bawah
4. B4 (Bladder) : -
5. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun
6. B6 (Bone): -
Analisa data
Data Etiologi Masalah
Data subyektif : Pola BAB tidak teratur Kontipasi
Ø Seminggu tidak BAB, Eliminasi feses tidak
kebiasaan BAB tiga kali lancar
sehari konstipasi
Data obyektif :
Inspeksi :
pembesaran
abdomen
Palpasi : perut
terasa keras, ada
impaksi feses
Perkusi : redup
Auskultasi : bising
usus tidak
terdengar
Intervensi Rasional
Mandiri
Tentukan pola defekasi bagi klien dan Ø Untuk mengembalikan keteraturan pola
latih klien untuk menjalankannya defekasi klien
Atiur waktu yang tepat untuk defekasi
klien seperti sesudah makan Ø Untuk memfasilitasi refleks defekasi
Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai Ø Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan
dengan indikasi eliminasi fekal
Berikan cairan jika tidak kontraindikasi Ø Untuk melunakkan eliminasi feses
2-3 liter per hari
Kolaborasi
Ø Pemberian laksatif atau enema sesuai Ø Untuk melunakkan feses
indikasi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan: menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil:
Ø Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
Ø Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Ø Nilai laboratorium dalam batas normal
Ø Melaporkan keadekuatan tingkat energi
Intervensi Rasional
Mandiri
Buat perencanaan makan dengan pasien Menjaga pola makan pasien sehingga
untuk dimasukkan ke dalam jadwal pasien makan secara teratur
makan.
Dukung anggota keluarga untuk
membawa makanan kesukaan pasien
dari rumah. Pasien merasa nyaman dengan makanan
yang dibawa dari rumah dan dapat
meningkatkan nafsu makan pasien.
Dengan pemberian porsi yang besar
Tawarkan makanan porsi besar disiang dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang
hari ketika nafsu makan tinggi masuk.
Pastikan diet memenuhi kebutuhan
tubuh sesuai indikasi.
Pastikan pola diet yang pasien yang
disukai atau tidak disukai. Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori
Pantau masukan dan pengeluaran dan diperlukan atau dibutuhkan selama
berat badan secara periodik. perawatan.
Kaji turgor kulit pasien Untuk mendukung peningkatan nafsu
makan pasien
Kolaborasi Mengetahui keseimbangan intake dan
pengeluaran asuapan makanan
Sebagai data penunjang adanya
Observasi perubahan nutrisi yang kurang dari
kebutuhan
Untuk dapat mengetahui tingkat
Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, kekurangan kandungan Hb, albumin,
albumin, dan kadar glukosa darah dan glukosa dalam darah
Ajarkan metode untuk perencanaan
makan
Health Edukasi
BAB I
KONSEP MEDIS
1. DEFENISI
Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal, dan juga pengerasan feses tak
normal yang membuat pasasenya kulit dan kadang menimbulkan nyeri. Jenis konstipasi ini disebut
sebagai konstipasi kolonik.
Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang normal,
rentang normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada individu yang
mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai feses yang keras. Beberapa orang
yang mengalami konstipasi kadang-kadang menghasilkan feses cair sebagai akibat dari iritasi yang
disebabkan oleh massa feses yang keras dan kering dalam kolon. Feses ini mengandung banyak sekali
mukus, yang disekresi oleh kelenjar dalam kolon dalam responsnya terhadap massa pengiritasi ini.
2. ETIOLOGI
Konstipasi dirasakan dapat jg menjadi masalah. Ini adalah masalah subjektif yang terjadi
(Dougthy & Jackson, 1993), bila pola eliminasi usus seseorang tidak konsisten dengan apa yang
dirasakan orang tersebut sebagai normal. Penggunaan laksatif kronis dihubungkan dengan masalah ini
dan merupakan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat, khususnya diantara populasi lansia.
Konstipasi dapat juga terjadi sebagai proses akut seperti apenditis. Laksatif yang diberikan
pada situasi ini dapat menimbulkan perforasi dari apendiks yang terinflamasi. Secara umum, katartik
tidak pada saat pasien mengalami demam, mual, atau nyeri semata-mata karena usus gagal untuk
bergerak. Katartik tidak pernah boleh diberikan pada penyakit usus inflamasi.
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini, berhubungan dari pengaruh
dari sepertiga fungsi utama kolon:
3. proses defekasi.
Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal, melalui empat tahap kerja:
rangsangan refleks penyekat rektoanal. Relaksasi otot sfigter internal, relaksasi sfigter eksternal dan otot
dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses
ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, memran mukosa rektal dan muskulatur menjadi
tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk
menghasilkan dorongan peristaltik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal aini adalah
untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya
setelah makan, sehingga menimbbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah proses
ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak reaponsif
terhadap rangsang normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan
hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.
4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis mencakup distensi abdomen, borborigimus (gemuruh usus), rasa nyeri dan
tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan
tidak lengkap, mengejan saat defekasi, dan eliminase volume feses sedikit, keras, dan kering.
5. PENATALAKSANAAN
Apabila penggunaan laksatif diperlukan, salah satu dari berikut ini dapat dilakukan: preparat
pembentuk bulk, preparat salin dan osmotik, lubrikan, stimulan, atau pelunak feses. Kerja fisologis dan
penyuluhan pasien yang dihubungkan dengan laksatif. Enema dan supositoria rektal secara umum tidak
dianjurkan untuk konstipasi dan harus diberikan untuk pengobatan pada impaksi atau persiapan usus,
untuk pembedahan atau prosedur diagnostik. Apabila penggunaan laksatif jangka panjang benar-benar
diperlukan, preparat pembentuk-bulk diberikan dalam kombinasi dengan laksatif osmotik.
Terapi obat-obatan khusus dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi motorik intrinsik usus.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan preparat prokinetik seperti Cisaprinde dapat
meningkatkan frekuensi defekasi.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi konstipasi mencakup hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura, serta
megakolon.
Peningkatan tekanan arteri dapat terjadi pada defekasi. Mengejan saat defekasi, yang
mengakibatkan manuver valsava (mengeluarkan nafas dengan kuat sambil glotis tertutup), mempunyai
efek pengerutan pada tekanan darah arteri. Selama mengejan aktif, aliran darah vena di dada untuk
sementara dihambat akibat peningkatan tekanan intratorakal
Imfaksi fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak dapat dikeluarkan. Massa
ini dapat diraba pada pemeriksaan manual, dapat menimbulkan tekanan pada mukosa kolon yang
mengakibatkan pembentukan ulkus, dan dapat menimbulkan rembesan feses cair yang sering.
Hemoroid dan fisura anal dapat terjadi sebagai akibat konstipasi. Fisura anal dapat diakibatkan
oleh pasase feses yang keras malalui anus, merobek lapisan kanal anal. Hemoroid terjadi sebagai akibat
kongesti vaskuler perianal yang disebabkan oleh peregangan.
Megakolon adalah dilatasi dan atoni kolon yang disebkan oleh massa fekal yang menyumbat
pasase isi kolon. Gejala meliputi konstipasi, inkontenensia fekal cair, dan distensi abdomen. Megakolon
dapat menimbulkan perforasi usus.
Klien merasakan
Intoleran sakit saat BAB
aktivitas
Kelainan pada transit dalam
anorektal
KONSEP KEPERAWATAN
(ASKEP)
1. PENGKAJIAN
Apabila berbicara dengan pasien tentang kebiasaan defekasi mereka, penting untuk mengingat
bahwa beberapa orang mungkin merasa malu untuk mendiskusikan fungsi tubuh pribadi ini. Sikap yang
bijaksana dan menghargai biasanya leboh dapat diterima. Pertanyaan tentang hal pribadi dapat diajukan
kemudian setelah laporan selesai dibuat.
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi,
pola eliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang eliminasi defekasi. Informasi gaya
hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktivitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta
stres. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta
enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri
abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk,
dan komponen. Abdomen di auskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen
diperhatikan. Area perineal diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama dapat mencakup
yang berikut:
Kemungkinan dibuktikan oleh: penurunan bising usus. Peningkatan lingkar abdomen. Keluhan
abdomen/rektal penuh, mual. Nyeri abdomen. Perubahan dalam frekuensi, konsistensi, dan jumlah
defekasi.
Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi meliputi :
Hipertensi arterial
Imfaksi fekal
Megakolon
Tujuan utama mencakup perbaikan atau pemeliharaan pola reguler eliminasi usus normal,
asupan cairan dan makanan tinggi serat yang adekuat, memahami metode untuk menghindari
konstipasi, hilangnya ansietas tentang pola eliminasi usus, dan tidak adanya komplikasi.
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kaji faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi (mis., jadwal defekasi yang tidak teratur, latihan yang
tidak adekuat, efek samping pengobatan, ketidak seimbangan asupan makanan, stres)
Anjurkan klien untuk mencoba defekasi sekitar satu jam setelah makan dan upayakan untuk tetap berada
di toilet selama waktu yang di perlikan.
Jadwalkan latihan fisik yang sedang namun sering (jika tidak terdapat kontraindikasi)
Lakukan latihan rentang gerak sendi pada klien yang terbaring di tempat tidur.
Tinjau ulang daftar makanan tinggi bulk (mis., padi-padian, sereal, buah-buahan dan sayuran segar,
kacang-kacangan, dll)
Sertakan sekitar 800 g buah dan sayuran kedalam diet klien untuk mencapai defekasi normal setiap hari.
Anjurka klien untuk mengonsumsi satu gelas air panas setengah jam sebelum sarapan guna membantu
menstimulus defekasi.
Bantu klien mengambil posisi semi-jongkok untuk memudahkan penggunaan otot abdomen dan
menghasilkan efek gravitasi.
Beri tahu klien tentang obat-obat yang menyebabkan konstipasi (mis., antasida, bismut, penyekat saluran
kalsium, klonidin, levodopa, zat besi, antiinflamasi nonsteroid, opiat, sukralfat).
5. Evaluasi
Melaporkan feses yang berbentuk dan lunak setiap hari atau setiap 2 sampai 3 hari.
Mengidentifikasi tindakan yang dapat digunakan untuk mencegah atau menghilangkan konstipasi
Menggali maslah dan pertanyaan tentang eliminasi usus normal
Tidak ada tanda dan gejala kerusakan vaskuler dari hipertensi arterial yang berhubungan dengan
manuver valsalva
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Beranda
Pengikut
Arsip Blog
► 2011 (6)
▼ 2010 (1)
o ▼ Desember (1)
Makalah Konstipasi
Mengenai Saya
norma-keperawatanuim