Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor tiroid adalah lesi disekret pada kelenjar tiroid dan secara radiologi

dapat dibedakan dengan jaringan parenkim disekitar kelenjar tiroid. Sekitar 90 %

dari tumor tiroid adalah jinak dan 10 % memiliki resiko keganasan.

Struma adalah tumor jinak akibat pembesaran kelenjar tiroid yang

disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran

kelenjar tiroid ini ada yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga

yang tidak mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering

dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, struma

dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.1

Survei epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di daerah

pegunungan seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah

pegunungan lainnya. Untuk struma toksik prevalensinya 10 kali lebih sering pada

wanita dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita,

sedangkan pria 1-5 dari 1.000 pria.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tiroid

Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus

sinistra dan isthmus yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat

ditemukan bagian keempat yaitu lobus piramidalis yang letaknya di atas

isthmus agak ke kiri dari garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan

embrional tiroid yang masih tertinggal.3

Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 – 30 gram dan terletak

antara tiroidea dan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus

oleh suatu lapisan yang disebut true capsule. 3

Gambar 2.1 : Anatomi Kelenjar Tiroid

2
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari : 3

. 1. A. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari A. Carotis Externa

2. A. Tiroidea Inferior yang merupakan cabang dari A. Subclavia

3. A. Tiroidea Ima yang merupakan cabang dari Arcus Aorta

Gambar 2.2 : Vaskularisasi Tiroid

Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini

terletak di dorsal tiroid sebelum masuk ke laring 3

3
2.2 Fisiologi Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan

hormon Tiroksin atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah

sebagian besar T3 dan T4 terikat oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin

Binding Pre Albumin (TBPA) dan Thyroxin Binding Globulin (TGB).

Sebagian kecil T3 dan T4 bebas beredar dalam darah dan berperan dalam

mengatur sekresi TSH. Hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating

hormone ( TSH ) yang dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan

pelepasannya dipengaruhi oleh thyrotropine-releasing hormone ( TRH ).

Kelenjar thyroid juga mengeluarkan calcitonin dari parafolicular cell, yang

dapat menurunkan kalsium serum berpengaruh pada tulang. 4

Fungsi hormon tiroid antara lain : 4

1. Meningkatkan kecepatan metabolisme

2. Efek kardiogenik

3. Simpatogenik

4. Pertumbuhan dan sistem saraf

4
Gambar 2.3 : Mekanisme Kerja Tiroid

2.3 Struma

Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan

efek fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat

dibagi menjadi :5

1. Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,

berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi :5,6

a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus,

seperti yang ditemukan pada Grave’s disease.

b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu

lobus, seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease.

5
2. Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada

tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi

a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter

b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid

Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh : 7

1. Hiperplasia dan Hipertrofi

Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami kompensasi

dengan cara memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya. Demikian

juga dengan kelenjar tiroid pada saat pertumnuhan akan dipacu untuk

bekerja memproduksi hormon tiroksin sehingga lama kelamaan akan

membesar, misalnya saat pubertas dan kehamilan.

2. Inflamasi atau Infeksi

Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut, tiroiditis

subakut (de Quervain) dan tiroiditis kronis (Hashimoto)

Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar

hormon tiroid di dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon

tiroid dalam kadar berlebih atau biasa disebut hipertiroid maupun dalam

kadar kurang dari normal atau biasa disebut hipotiroid. Gejala yang timbul

pada hipertiroid adalah : 8

a. Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan

b. Tidak tahan panas dan hiperhidrosis

6
c. Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga

menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka

panjang dapat menjadi fibrilasi atrium

d. Tremor

e. Diare

f. Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria

g. Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :8

a. Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah

b. Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik

c. Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah

d. Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan

tungkai

2.4 Struma Difusa Toksik

2.4.1 Definisi

Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease.

Penyakit ini juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow meliputi

pembesaran kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan eksoftalmus. Penyakit

ini lebih sering ditemukan pada orang muda dengan gejala seperti

berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi terhafap

panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan

7
menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar

). Klinis sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang

terdapat juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia

ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti,

tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat ditangkap

reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan

hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi

yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.8

Gambar 2.4 : Penderita Penyakit Graves

2.4.2 Patofisiologi

Grave’s Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh

kelainan system imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang

disebut sebagai Thyroid Receptor Antibodies. Zat ini menempati reseptor

TSH di sel-sel tiroid dan menstimulasinya secara berlebiham, sehingga

TSH tidak dapat menempati reseptornya dan kadar hormone tiroid dalam

tubuh menjadi meningkat.8

8
2.4.3 Gejala Klinis

Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari

peningkatan metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang

mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan metabolisme

menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan seringkali asupan (

intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi penurunan

berat badan secara drastis. 8

Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat

dalam bentuk peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan

peningkatan curah jantung/ cardiac output sampai dua-tiga kali normal,

dan juga dalam keadaan istirahat. Irama nadi meningkat dan tekanan

denyut bertambah sehingga menjadi pulsus celer; penderita akan

mengalami takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan

rangsangan saraf autonom dapat mengakibatkan kekacauan irama

jantung berupa ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi ventrikel. 8

Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat

sehingga sering timbul polidefekasi dan diare. 8

Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor,

penderita sulit tidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita

mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan

ketakutan yang tidak beralasan yang sangat menggangu. 8

Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan

takipnea yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-

otot bagian proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul

9
secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipicu

oleh adanya hipertiroidi tersebut. 8

Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau

metrorhagia. Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa

ikatan antibodi terhadap reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi

dalam rongga mata. Jaringan ikat dan jaringan lemaknya menjadi

hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot mata terjepit.

Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan bola

mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan

strabismus. 9

Gambar 2.5 : Skema Patogenesis Penyakit Graves

10
2.4.4 Penatalaksanaan

Terapi penyakit Graves ditujukan pada pengendalian keadaan

tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil-

tiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara

pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif,

atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi

dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal

dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya

memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai

terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang minimal. 9

2.5 Struma Nodosa Toksik

2.5.1 Definisi

Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada

salah satu lobus yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid.

Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma

yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi

toksik. Pertama kali dibedakan dari penyakit Grave’s oleh Plummer,

maka disebut juga Plummer’s disease. 7

2.5.2 Patofisiologi

Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada

kelenjar tiroid yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun

jika tidak segera diobati, dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan

hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari nontoksik

11
menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi otonom

sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian hormon

tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai pengobatan.7

2.5.3 Gejala Klinis

Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Grave’s disease

dengan Plummer’s disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala

hipertiroid. Yang membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana

pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang hanya terjadi

pada salah satu lobus.7

2.5.4 Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada Plummer’s Disease juga sama dengan

Grave’s yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/

hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU )

atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-

tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau

tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan

terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar

tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan

yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan

komplikasi yang minimal.7

12
2.6 Struma Difusa Nontoksik

2.6.1 Definisi

Struma endemik Struma endemik adalah penyakit yang ditandai

dengan pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan

diperkirakan berhubungan dengan defisiensi diet dalam harian.

Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang lebih 5% pada

populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti terbukti

dari beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena defisiensi

yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah

pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan

yodium alam dan cakupan pemberian yodium tambahan belum

terlaksana dengan baik. 7

2.6.2 Patofisiologi

Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya

defisiensi intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat

disebabkan oleh kelainan sintesis hormon tiroid kongenital ataupun

goitrogen (agen penyebab goiter seperti intake kalsium berlebihan

maupun sayuran familiBrassica). Kurangnya iodin menyebabkan

kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu

peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam

darah sebagai efek kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan

terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari sel folikuler tiroid, sehingga

terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik. Pembesaran ini dapat

menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik tersebut

13
kebutuhan hormon tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada beberapa kasus,

seperti defisiensi iodin endemik, pembesaran ini tidak akan dapat

mengompensasi penyakit yang ada. Kondisi itulah yang dikenal dengan

goiter hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level dan durasi

defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada seseorang.7,8

Goiter Difus

Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah

pembesaran yang tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa

ditemukan dengan sifat non-toksik (fungsi tiroid normal), oleh karena itu

bentuk ini disebut juga goiter simpel. Dapat juga disebut sebagai goiter

koloid karena sel folikel yang membesar tesebut umumnya dipenuhi oleh

koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan sporadik.9

Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai

makanannya mengandung sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin

secara meluas di daerah teresebut. Contoh daerahnya adalah daerah

pegunungan Alps, Andes atau Himalaya.8

Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat

disebabkan oleh berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat

sintesis hormon tiroid atau gangguan enzim untuk sintesis hormon tiroid

yang turun secara herediter. 8

Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu

hiperplastik dan involusi koloid. Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid

membesar secara difus dan simetris, walaupun pembesarannya tidak

terlalu besar (hingga 100-150 gram). Folikel-folikelnya dilapisi oleh sel

14
kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel ini tidak sama di

keseluruhan kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan

atau kebutuhan tubuh akan hormon tiroid menurun, terjadi involusi sel

epitel folikel sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh

koloid. Biasanya secara makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan

translusen, sementara secara histologis akan terlihat bahwa folikel

dipenuhi oleh koloid serta sel epitelnya gepeng dan kuboid.8

2.6.3 Gejala Klinis

Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan

pembesaran kelenjar tiroid. Sebagian besar pasien tetap menunjukkan

keadaan eutiroid, namun sebagian lagi mengalami keadaaan hipotiroid.

Hipotiroidisme lebih sering terjadi pada anak-anak dengan defek

biosintetik sebagai penyebabnya, termasuk defek pada transfer yodium.8

2.6.4 Penatalaksanaan

Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk

mengecilkan struma dan mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada,

yaitu dengan pemberian SoL Lugoli selama 4-6 bulan. Bila ada

perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai tahun dan kemudian tapering

off dalam 4 minggu. Bila 6 bulan sesudah pengobatan struma tidak juga

mengecil maka pengobatan medikamentosa tidak berhasil dan harus

dilakukan tindakan operatif. 9

15
2.7 Struma Nodosa Nontoksik

3.4.1 Definisi

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang

secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda

hypertiroidisme. Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu

proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran

asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas

pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma

nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari, dan

harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.10

3.4.2 Patofisiologi

SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter

endemis terjadi 10% populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka

goiter sporadis terjadi pada seseorang yang tidak tinggal di daerah

endemik beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang belum

diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang penting dalam

sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung

litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid.8,10

3.4.3 Gejala Klinis

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami

keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada

diagnosis SNNT adalah tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh

perubahan kadar hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan adanya

pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai

16
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada

saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat

menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar

penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa

keluhan.

Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena

menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan

trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat

menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral.

Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan

pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan

pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar.8,10

Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan

trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat

karena terfiksasi pada trakea.10

3.4.4 Penatalaksanaan

Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT.

Macam-macam teknik operasinya antara lain : 10

a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar

disisakan seberat 3 gram

b. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh

isthmus

c. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid

17
d. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus

kanan dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior

dilakukan untuk mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N.

Rekurens Laryngeus

2.8 Karsinoma Tiroid

2.8.1 Definisi

Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak

terkontrol dari sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah

sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler,

anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran

kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam

kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker

tiroid bisa disembuhkan.11

Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap

yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi

kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi

hipertiroidisme.11

2.8.2 Klasifikasi Karsinoma Tiroid

a. Karsinoma Papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan

merupakan jenis paling umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering

terdapat pada anak dan dewasa muda dan lebih banyak pada wanita.

Terkena radiasi semasa kanak ikut menjadi sebab keganasan ini.

Pertama kali muncul berupa benjolan teraba pada kelenjar tiroid atau

sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah leher. Metastasis dapat

18
terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada beberapa

kasus, ke paru.11

b. Karsinoma Folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan

merupakan 20-25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma

folikuler terutama menyerang pada usia di atas 40 tahun.Karsinoma

folikuler juga menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada

pria. Pemaparan terhadap sinar X semasa kanak-kanak meningkatkan

resiko jenis keganasan ini. Jenis ini lebih infasif daripada jenis

papiler.11

c. Karsinoma Anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan

10% dari kanker tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada pria.

Metastasis terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian

keseluruh bagian tubuh. Pada mulanya orang yang hanya mengeluh

tentang adanya tumor didaerah tiroid. Dengan menyusupnya kanker

ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan sukar menelan. Harapan

hidup setelah ditegakkan diagnosis, biasanya hanya beberapa bulan 11

d. Karsinoma Parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller

adalah unik diantara kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih

banyak pada wanita daripada pria dan paling sering di atas 50 tahun.

Karsinoma ini dengan cepat bermetastasis, sering ketempat jauh

seperti paru, tulang, dan hati. Ciri khasnya adalah kemampuannya

mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma ini sering dikatakan

herediter.11

19
2.8.3 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu

dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki

karakteristik:10

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul

dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami

degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak.

2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak,

walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada

hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan,

walaupun nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika

ditemukan ptosis, miosis, dan enoftalmus merupakan tanda infiltrasi

ke jaringan sekitar

4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang

yang ganas.

5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai

ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-

tiba membesar progresif

6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah

bening regional atau perubahan suara menjadi serak.

7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus

sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berry’s

Sign)

20
2.9 Langkah-langkah Penegakkan Diagnosis Struma

2.9.1 Anamnesis

Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa

berupa benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-

gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya

benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi

sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan,

gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada

tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu

juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk

mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik.

Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper

maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper atau

hipo dan ada tidaknya benjolan di leher. 7,8

2.9.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior,

yang paling pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah

pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan pernapasan

atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.8

Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan

tersebut benar adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening.

Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk menelan. Jika benar

pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan,

21
sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan

pembesaran kelenjar getah bening leher.8

Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan : 11

a. Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

b. Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

c. Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

d. Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

e. Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

f. Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus

sternokleidomastoidea

g. Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak

2.9.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis

penyakit tiroid terbagi atas : 11

a. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk

mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan

teknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau

plasma darah. Kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-

120 ng/dl. Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-

1,7 ng/dl.

b. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan

22
pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti

antibodi tiroglobulin dan thyroid stimulating hormone antibody

c. Pemeriksaan radiologis10,11

1) Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau

pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara

klinis pun sudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan

lateral biasanya menjadi pilihan.

2) USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul,

membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi

adanya jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa

dilihat dengan scanning tiroid.

Gambar 2.6 : Gambara USG tumor tiroid

23
Gambar 2.7 : Gambaran USG tumor tiroid dengan keganasan

3) Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131

yang didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan

ukuran, bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-

bagian tiroid (distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40%

dalam 24 jam. Dari hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3

bentuk, yaitu cold nodule bila uptake nihil atau kurang dari

normal dibandingkan dengan daerah disekitarnya, ini

menunjukkan fungsi yang rendah dan sering terjadi pada

neoplasma. Bentuk yang kedua adalah warm nodule bila

uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi yang

nodul sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot

24
nodule bila uptake lebih dari normal, berarti aktifitasnya

berlebih dan jarang pada neoplasma.

4) FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini

perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif

hanya berdasarkan hasil FNAB saja.

Gambar 2.8 : Resiko keganasan dan tatalaksana berdasarkan Bethesda

25
Gambar 2.9: Pendekatan diagnostic dan dan pengobatan tumor tiroid

2.9.6 Tindakan Pembedahan

Indikasi operasi pada struma adalah : 10

1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

3. Struma dengan gangguan kompresi

4. Kosmetik

Kontraindikasi pada operasi struma : 10

1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya

2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain

yang belum terkontrol

26
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit

digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang

demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek

prognosisnya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat

sekaligus dilakukanreseksi trakea atau laringektomi, tetapi

perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit

dilakukan eksisi yang baik.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan

apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila

nodul tersebut suspek maligna, maka dibedakan apakah kasus tersebut

operable atau inoperable.10

Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan

tidakan biopsi insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis.

Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau

kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna yang operable atau

suspek benigna dapat dilakukan tindakan isthmolobektomi atau

lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi tersebut jinak

maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan terlebih

dahulu jenis karsinoma yang terjadi.10

27
Gambar 2.10: Tindakan pembedahan tumor tiroid

Teknik operasi tiroidektomi : 13

1. Pasien ditempatkan dengan posisi supine dan leher diekstensikan.

Sayatan melengkung dibuat 1-2 cm diatas clavicula

2. Otot sternohyoid dan sternotiroid ditarik untuk mengekpos permukaan

lobus tiroid

3. Tarik kelenjar kea rah anterior dan medial untuk mengekspos

permukaan posterior kelenjer tiroid. Vena tiroid tengah diidentifikasi,

diikat dan dibagi

4. Pembuluh darah tiroid superior diikat dekat dengan kapsul tiroid

bagian superior untuk menghindari cedera pada cabang eksternal saraf

laryngeal superior

28
5. Dilakukan retraksi pada lobus, arteri tiroid inferior ditempatkan

dibawah tekan untuk mendapatkan visualisasi pada nervus laringeus

recurrens dan kelenjar paratiroid

6. Ligamentum berry diikat dan dibagi, lobus tiroid diangkat

29
Gambar 2.10 : teknik operasi tiroidektomi

30
BAB IV

KESIMPULAN

Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat

penting untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat

untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh

perubahan kadar hormon tiroid dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda

keganasan yang dapat diketahui secara dini.

Selanjutnya adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk

menentukan diagnosis pasti dari jenis struma yang ada. Dengan menegakkan

diagnosis pasti maka kita dapat mnentukkan tatalaksana yang tepat bagi struma

yang dialami oleh pasie. Apakah memerlukan tindakan pembedahan, atau cukup

diberi pengobatan dalam jangka waktu tertentu.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Widjosono, Garitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor

Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997 : 925-952.

2. Kariadi KS Sri Hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme

: Buku Ajar Ilmu Pneyakit Dalam, Edisi Keiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 :

757-778.

3. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi Keempat,

Buku Dua, EGC, Jakarta, 1995 : 1071-1078.

4. Liberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit

Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 : 15-19.

5. AME/AACE Guideline.2006. American Association of Clinical Endocrinologists

and Association Medici Endocrinologi, Medical Guidelines For Clinical Practice

for the diagnosis and management of thyroid nodule. ENDOCRINE PRACTICE

Vol 12 No. 1. January/February2006.

http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroid_ nodule.pdf.

6. Daniel. 2008. Jeli dan Praktis Menghadapi Kelainan Tiroid.

http://www.farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp.

7. Jamson, L. 2005. Diseases of Tyroid Gland. Harrisons Principles of Internal

Medicine, 16 th edition, Mcgraw-Hill Medical Publishing Division

8. Johan, S. M. 2006. Nodul tiroid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi

IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI

32
9. Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme.

Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Penyakit Dalam FKUI

10. Sjamsuhidajat., Jong, W. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah: Sistem endokrin. Jakarta:

EGC

11. Solymosi. 2007. Therapy for Nontoxic Nodular Goiter..

http://www.thyroidmanager.org/Chapter17/ch01s10.html.

12. Wijayahadi, Y., Marwowinoto, M., Reksaprawira., Murtedjo, U. 2000. Kelenjar

Tiroid: Kelainan, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Seksi Bedah Kepala & Leher,

Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya: Jawi

Aji Surabaya.

13. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK285564/

33

Anda mungkin juga menyukai