Anda di halaman 1dari 131

EVALUASI PENDIDIKAN

NAMA : FATMAWATI

NIM : 19.1302.125

KELAS : E.19

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR

PROGRAM STUDI DIV PENDIDIK

MAKASSAR

2020
MATA KULIAH : EVALUASI PENDIDIKAN

KODE MATA KULIAH : 2BD.610

BEBAN STUDI : 2 SKS (T=1,P=1)

PENEMPATAN : SEMESTER VII

Deskripsi mata kuliah

Mata kuliah ini membahas tentang kesahihan dan keterandalan evaluasi


pembelajaran. Mata kuliah ini menggunakan competency based learning
serta metode interaktif yang membentuk mahasiswa terlibat aktif.

Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa memiliki kemampuan dalam


merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi hasil pembelajaran
serta proses pendidikan kebidanan.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa kompeten mampu:

1. Menjelaskan pengertian evaluasi berbasis kompetensi


2. Menjelaskan kesahihan dan keterandalan evaluasi
3. Menjelaskan evaluasi hasil belajar (fungsi, sasaran, prosedur
evaluasi)
4. Menjelaskan macam – macam metode evaluasi
5. Menjelaskan evaluasi program pendidikan
6. Melaksanakan teori tes klasik
7. Melaksanakan kontruksi tes
8. Melaksanakan analisis tes
9. Melaksanakan manajemen pengujian

Pokok bahasan:

1. Pengertian evaluasi berbasis kompetensi


2. Kesahihan dan keterandalan Evaluasi
3. Hasil evaluasi hasil belajar (fungsi, sasaran, prosedur evaluasi)
4. Macam – macam metode evaluasi
5. Evaluasi program pendidikan
6. Teori tes klasik
7. Konstruksi tes
8. Analisis tes
9. Manajemen pengujian

Pustaka:

1. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, ( 2012 : 67)


2. https://captainkodox19.blogspot.com/2012/12/penilaian-atau-
evalusi-berbasis-kompetensi_18.html
3. https://www.academia.edu/19927305/Evaluasi_berbasis_kompeten
si_4
4. https://www.ilmuakademika.com/2016/09/makalah-penilaian-
berbasis-kompetensi.html
5. https://iie-choooy.blogspot.com/2012/09/prinsip-prinsip-evaluasi-
pembelajaran.html
6. http://repository.uinsu.ac.id/928/1/Buku%20Evaluasi%20Pembelaja
ran.pdf\
7. https://semuailmiah.blogspot.com/2011/02/bab-i-pengertian-tujuan-
fungsi-dan-ciri.html
8. Dr. Suke Silverius. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan
Balik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
9. Arifin, Z. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
10. https://evaluasipembelajaranelghazy.blogspot.com/2015/09/prosed
ur-pengembangan-evaluasi/html
11. https://belajarpsikologi.com/macam-macam-metode-pembelajaran/
12. https://sinaukomunikasi.wordpress.com/2011/10/16/metode-
penelitian-evaluasi-pengantar/
13. https://007indien.blogspot.com/2012/02/macam-macam-evaluasi-
dan-prinsip.html
14. Arikunto, Suharsimi. 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta;
Bumi Aksara
15. Allen, MJ, & Yen, WM (2002).Introduction to Measurement Theory.
Long Grove, IL: Waveland Press. Allen, MJ, & Yen, WM
(2002):.Pengenalan Pengukuran untuk IL.Teori Long Grove, Tekan
Waveland.
16. Djaali. 2004. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:
Program Pascasarjana UNJ
17. Suwandi, Sarwiji. 2011. Model-model Asesmen dalam
Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka
18. http://teoribagus.com/teori-tes-klasik-dan-tes-modern
19. https://pepuny.blogspot.com/2007/11/teori-tes-klasik08.html
20. https://www.semestapsikometrika.com/2017/07/sekilas-tentang-
teori-tes-klasik.html
21. Dr. Muhibbin Syah, M.Ed. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.
22. https://www.academia.edu/7611635/KONSTRUKSI_TEST_ALAT_
UKUR_ATRIBUT_KOGNITIF
23. https://gdsy.blogspot.com/2012/10/kontruksi-alat-ukur-pert-4-html
24. https://www.kompasiana.com/delimaps/54f964efa33311a13d8b51c
9/pemaha-man-mahasiswa-tentang-konstruksi-tes
25. Arikunto, Suharsimi, 2011. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi
Revisi). Jakarta: Bumi Aksara
26. Purwanto, Ngalim. 2012. Teknik Evaluasi Pembelajaran. Bandung:
Rosda
27. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
28. Putriindawati,(2013,mei 30). Analisis Test. Diakses Pada 21
Oktober 2019 Melalui
http://putrindawati.blogspot.com/2013/05/analisis-tes-html
BAB I

EVALUASI BERBASIS KOMPETENSI

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Dalam materi ini membahas tentang pengertian evaluasi

berbasis kompetensi, Tujuan evaluasi, Fungsi evaluasi, ciri-ciri

evaluasi, dan prinsip-prinsip evaluasi.Mata kuliah ini akan

membentuk mahasiswa terlibat aktif dalam pembelajaran.

B. Manfaat

Mata kuliah ini merupakan pengetahuan dasar yang

mendukung mahasiswa agar lebih aktif dalam melaksanakan

evaluasi belajar. Mata kuliah ini sangat membantu mahasiswa

dalam meningkatkan prestasi belajar. Dengan memahami secara

tepat mata kuliah ini, akan sangat membantu mahasiswa dalam

meningkatkan kegiatan belajar.

C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa memiliki kemampuan

dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi hasil

pembelajaran.

D. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa akan dapat

mengetahui pengertian Evaluasi Berbasis Kompetensi dan

melaksanakannya.

II. PENYAJIAN

A. Definisi

Pada pembahasan tentang penilaian berbasis kompetensi,

bahwa istilah kompetensi dimaknai sebagai kebulatan

pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan

atau ditampilkan oleh siswa dalam berfikir dan bertindak.Istilah

evaluasi diartikan sebagai penetuan nilai program dan penentuan

pencapaian tujuan suatu program, sedangkan penilaian dapat

diartikan sebagai penafsiran hasil pengukuran dan penentuan hasil

belajar.

Penilaian berbasis kompetensi adalah uraian keterangan

yang teratur sebagai penjelasan prosedur dan cara menilai

pencapaian kompetensi oleh siswa. Selain itu penilaian berbasis

kompetensi juga dapat dirtikan sebagai teknik evaluasi yang harus

dilakukan guru dalam pembelajaran di sekolah.Instrumen

penilaiannya dikembangkan mengacu pada pada indikator-indikator

pencapaian kompetensi yang di tetapkan.Penilaian mencakup

semua kompetensi dasar.Penilaian dilakukan untuk memperoleh

informasi tentang kemajuan yang dicapai dan ketuntasan


penguasaan kompetensi dari siswa. Teknik dan pelaksanaannya

diatur dalam :

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

2. Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang standar

Nasional Pendidikan.

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006

tentang Standar Isi.

4. Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional No.23 Tahun 2006

tentang Standar Kompetensi Lulusa.

5. Peraturan Pemerintah Nasional No.20 Tahun 2007 tentang

Standar Penilaian Pendidikan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di dalam

Standar Isi menjadi fokus perhatian utama dalam penilaian.Untuk

mengetahui tingkat pencapaian kompetensi, guru dapat melakukan

penilaian melalui tes dan non tes. Tes meliputi tes lisan,

tertulis(bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban singkat, isian,

menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi:

kinerja, penugasan, dan hasil katya. Penilaian non-tes contohnya

seperti penilaian sikap, minat, motivasi, penilaian diri, portofolio,

lifeskill.Tes perbuatan dan penilaian non tes dilakukan melalui

pengamatan (observasi).

B. Tujuan dan fungsi penilaian berbasis kompetensi


Secara umum penilaian berbasis kompetensi bertujuan

untuk mengetahui pengetahuan awal siswa, mengetahui tingkat

pencapaian kompetensi, mengetahui perkembangan siswa,

mendiagnosis kesulitan belajar siswa, mengetahui hasil suatu

proses pembelajaran, memotivasi siswa belajar, dan memberi

umpan balik kepada guru tentang pembelajaran yang dikelola.

Penilaian berbasis kompetensi memiliki sejumlah fungsi,

yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan

kelas, umpan balik dalam perbaikan program pengajaran, alat

pendorong dalam meningkatkan kemampuan peserta didik, dan

sebagia alat bagi peserta didik untuk melakukan evaluasi terhadap

kinerja, serta bercermin diri (instropeksi diri).

C. Ciri – ciri Penilaian Berbasis Kompetensi

Penilaian berbasis kompetensi memiliki ciri – cirri sebagai berikut:

1. Harus memenuhi prinsip - prinsip dasar penilaian

2. Harus menggunakan acuan dan patokan belajar tuntas

3. Berorientasi pada kompetensi

4. Terintegrasi dengan proses pembelajaran

5. Dilakukan oleh guru dan siswa.

D. Prinsip –prinsip penilaian berbasis kompetensi

Dalam proses pelaksanaan evaluasi dengan sistem

penilaian berbasis kompetensi terdapat beberapa prinsip yang

harus diperhatikan, diantaranya yaitu :


1. Valid

Penilaian berbasis kompetensi harus mengukur apa yang

seharusnya diukur dengan menggunakan alat yang dapat

dipercaya dan sahih.

2. Keterbukaan

Penilaian berbasis kompetensi adalah penilaian yang

dilaksanakan secara terbuka, artinya guru sebagai evaluator

bukan hanya berperan sebagai orang yang memberi nilai atau

kritik, akan tetapi siswa yang dievaluasi perlu memahami

mengapa kritik itu muncul, oleh sebab itu guru harus terbuka

melalui argumentasi yang tepat dalam setiap memberikan

penilaian.

3. Adil dan Obyektif

Penilaian harus adil terhadap semua siswa dan tidak

membeda-bedakan latar belakang siswa.

4. Mendidik

Penilaian harus memberi sumbangan yang positif terhadap

pencapaian hasil belajar siswa.Penilaian ini dapat dirasakan

sebagai penghargaan yang memotivasi bagi siswa yang

berhasil dan sebagai pemicu semangat bagi siswa yang kurang

berhasil.

5. Berkesinambungan
Penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, teratur,

terus-menerus dan berkesinambungan untuk memperoleh

gambaran tentang perkembangan kemajuan belajar siswa.

6. Bermakna

Penilaian hendaknya mudah dipahami dan mudah ditindak

lanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

7. Berorientasi pada Proses dan Hasil

Penilaian berbasis kompetensi bertumpu pada dua sisi yang

sama pentingnya, yakni sisi proses dan hasil belajar secara

seimbang. Penilaian berbasis kompetensi mengikuti setiap

aspek perkembangan siswa, bagaimana cara belajar siswa,

bagaimana motivasi belajar, sikap, minat, kebiasaan, dan lain

sebagainya dan pada akhirnya menilai bagaimana hasil belajar

yang diperoleh siswa.

E. Ciri-Ciri Evaluasi

Dalam buku Succeful Teaching karangan J.Mursell yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh J. Mursell dan

S.Nasution (tanpa tahun : 23) dikemukakan bahwa ciri-ciri evaluasi

yang baik adalah” evaluasi dan hasil langsung, evaluasi dan

transfer, dan evaluasi langsung dari proses belajar”.

1. Evaluasi dan hasil langsung

Dalam proses pembelajaran, guru sering melakukan

kegiatan evaluasi, baik ketika proses pembelajaran sedang


berlangsung, maka guru ingin mengetahui keefektifan dan

kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan yang ingin

dicapai. Jika evaluasi dilakukan sesudah proses pembelajaran

selesai, berarti guru ingin mengetahui hasil atau prestasi belajar

yang diperoleh peserta didik.

2. Evaluasi dan transfer

Hal penting yang berkenaan dengan proses belajar adalah

kemungkinan mentransfer hasil yang dipelajari kedalam situasi

yang fungsional. Dasar pemikiran ini merupakan asas psikologis

yang logis dan rasional. Peserta didik tidak dapat disebut telah

menguasai ilmu tajwid (misalnya), jika ia belum dapat

menggunakannya dalam membaca alqur’an. Apabila suatu hasil

belajar tidak dapat ditransfer dan hanya dapat digunakan dalam

satu situasi tertentu saja, maka hasil belajar itu dapat disebut

hasil belajar palsu.Sebaliknya, jika suatu hasil belajar dapat

ditransfer kepada penggunaan yang aktual, maka hasil belajar

itu disebut hasil belajar otentik dan kemungkinan dapat

ditransfer.

Dalam penelitian sering ditemui hasil-hasil pembelajaran

yang dicapai tampaknya baik, tetapi sebenarnya hasil itu

palsu.Peserta didik dapat mengucapkan kata-kata yang

dihafalkan dari buku pelajarannya, tetapi mereka tidak dapat

menggunakannya dalam situasi baru.Penguasaan materi seperti


ini tidak lebih dari “penguasaan beo”.Evaluasi yang

menekankan pada hasil-hasil palsu, baik untuk informasi bagi

peserta didik maupun untuk tujuan lain, berarti evaluasi itu

palsu.Jika peserta didik hanya memiliki pengetahuan yang

bersifat informatife, belum tentu menjamin pemahaman dan

pengertiannya. Oleh karena itu, penekanan pada pengetahuan

yang bersifat informative tidak akan menghasilkan pola berfikir

yang baik. Ada dua sebab mengapa hasil pembelajaran yang

mengakibatkan dan berhubungan dengan proses transfer

menjadi penting artinya dalam proses evaluasi. Pertama, hasil-

hasil itu menyatakan secara khusus dan sejelas-jelasnya

kepada guru mengenai apa yang sebenarnya yang terjadi

ataupun tidak terjadi, dan sampai dimana pula telah tercapai

hasil belajar yang penuh makna serta otentik sifatnya. Kedua,

hasil belajar sangat erat hubungannya dengan tujuan peserta

didik belajar, sehingga mempunyai efek yang sangat kuat

terhadap pembentukan pola dan karakter belajar yang dilakukan

peserta didk.Oleh karena itu, belajar hendaknya dilakukan untuk

mendapatkan hasil-hasil yang dapat ditransfer dan setiap waktu

dapat digunakan menurut keperluannya.

3. Evaluasi langsung dari proses belajar

Di samping harus mengetahui hasil belajar, anda juga harus

menilai proses belajar. Hal ini dimaksudkan agar proses belajar


dapat di organisasi sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai

hasil yang optimal. Anda dapat mengetahui proses apa yang

dilalui peserta didik dalam mempelajari sesuatu. Misalnya,

apakah peserta didik dalam mempelajari alqur’an cukup sekedar

membaca beberapa ayat alqur’an ataukah ia membaca seluruh

ayat alqur’an untuk memahami dan memecahkan masalah-

masalah kehidupan. Apakah dalam praktik ibadah, peserta didik

cukup hanya melatih gerakan-gerakan sholat atau menganalisis

praktek sholat dan mencari hubungannya dengan tingkah laku

sehari-hari, mendiskusikan manfaat sholat dengan teman-

temanya, dan mencari situasi-situasi yang nyata yang dapat

menggunakan fungsi sholat itu.

Penelitian tentang proses belajar yang diikuti oleh peserta

didik merupakan suatu hal yang sangat penting. Anda akan

mengetahui letak kesulitan peserta didik, kemudian mencari

alternatif bagaimana mengatasi kesulitan tersebut. Disamping

itu,penelitian tentang proses belajar bermanfaat juga bagi

peserta didik itu sendiri. Peserta didik akan melihat

kelemahannya, kemudian berusaha memperbaikinya, dan

akhirnya dapat mempertinggi hasil belajarnya. Meneliti proses

belajar seorang anak bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini

memerlukan waktu, tenaga, pemikiran, dan pengalaman. Anda

dapat menggunakan suatu metode untuk menilai proses belajar


dengan memperhatikan prinsip konteks, vokalisasi, sosialisasi,

imdividualisasi, dan urutan (sequence).

Seorang peserta didik tidak dapat belajar dengan baik,

karena ia tidak menggunakan konteks yang baik. Ia tidak

menggunakan bermacam-macam sumber dan tidak

menggunakan situasi-situasi yang konkrit. Peserta didik tidak

dapat belajar dengan baik, karena tidak mempunyai fokus

tertentu, misalnya tidak melihat masalah-masalah pokok yang

harus dipecahkannya, atau mungkin pula tidak sesuai dengan

bakat dan minatnya (individualisasi) serta tidak

mendiskusikannya dengan orang lain (sosialisasi). Dalam

evaluasi pembelajaran, anda jangan terfokus kepada hasil

belajar saja, tetapi juga harus memperhatikan transfer hasil

belajar dan proses belajar yang dijalani oleh peserta didik.

F. Prinsip-Prinsip Evaluasi

Menurut Joko Prasetiyo (2013:15-17) Prinsip tidak lain

adalah pernyataan yang mengandung kebenaran hampir sebagian

besar jika tidak dikatakan benar untuk semua kasus. Keberadaan

prinsip bagi seorang evaluator mempunyai arti penting, karena

dengan memahami prinsip evaluasi dapat menjadi petunjuk atau

keyakinan bagi dirinya guna merealisasi evaluasi dengan cara

yang benar. Menurut joko Prsetiyo (2013). Prinsip –prinsip evaluasi

terdiri dari:
1. Komprehensif

Evaluasi harus mencakup bidan saran yang luas atau

menyeluruh, baik aspek personalnya, materialnya, maupun

aspek operasionalnya.Evaluasi tidak hanya ditujukan pada

salah satu aspek saja.Misalnya aspek personalnya, jangan

hanya menilai gurunya saja, tetapi juga murid, karyawan dan

kepala sekolahnya.Begitu pula untuk aspek material dan

operasionalnya.Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh.

2. Komparatif

Prinsip ini menyatakan bahwa dalam mengadakan evaluasi

harus dilaksanakan secara bekerjasama dengan semua

orang.Sebagai contoh dalam mengevaluasi keberhasilan guru

dalam mengajar, harus bekerjasama antara pengawas, kepala

sekolah, guru itu sendiri, dan bahkan dengan pihak

murid.Dengan melibatkan semua pihak diharapkan dapat

mencapai keobyektifan dalam mengevaluasi.

3. Kontinyu

Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus selama

proses pelaksanaan program. Evaluasi tidak hanya dilakukan

terhadap hasil yang telah dicapai, tetapi sejak pembuatan

rencana sampai dengan tahap laporan.Hal ini penting

dimaksudkan untuk selalu dapat memonitor setiap saat atas

keberhasilan yang telah dicapai dalam periode waktu tertentu.


Aktivitas yang berhasil diusahakan terjadi peningkatan,

sedangkan aktivitas yang gagal dicari jalan lain untuk mencapai

keberhasilan.

4. Obyektif

Mengadakan evaluasi harus menilai sesuai dengan

kenyataan yang ada.Katakanlah yang hijau itu hijau dan yang

merah itu merah. Jangan sampai mengatakan yang hijau itu

kuning, dan yang kuning itu hijau. Sebagai contoh, apabila

seorang guru itu sukes dalam mengajar, maka katakanlah

bahwa guru ini sukses, dan sebaliknya apabila jika guru itu

kurang berhasil dalam mengajar, maka katakanlah guru itu

kurang berhasil.Untuk mencapai keobyektifan dalam evaluasi

perlu adanya data dan fakta.Dari data dan fakta inilah dapat

mengolah untuk kemudian diambil suatu kesimpulan. Makin

lengkap data dan fakta yang dapat dikumpulkan maka makin

obyektiflah evaluasi yang dilakukan

5. Berdasarkan kriteria yang valid

Selain perlu adanya data dan fakta, perlu adanya kriteria-

kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam evaluasi harus

konsisten dengan tujuan yang telah dirumuskan. Kriteria ini

digunakan agar memiliki standar yang jelas apabila menilai

suatu aktivitas supervise pendidikan. Konsistensi kriteria


evaluasi dengan tujuan berarti criteria yang dibuat harus

mempertimbangkan hakikat substansi supervise pendidikan.

6. Fungsional

Evaluasi memiliki nilai guna baik secara langsung maupun

tidak langsung. Kegunaan langsungnya adalah dapatnya hasil

evaluasi digunakan untuk perbaikan apa yang dievaluasi,

sedangkan kegunaan tidak langsungnya adalah hasil evaluasi

itu dimanfaatkan untuk penelitian atau keperluan lainnya.

7. Diagnostik

Setiap hasil evaluasi harus didokumentasikan.Bahan-bahan

dokumentasi hasil evaluasi inilah yang dapat dijadikan dasar

penemuan kelemahan yang kemudian harus diusahakan jalan

pemecahannya.

Menurut Suharsimi Arikuanto (2013:38-39) ada satu prinsip

umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya

triangulasi atau hubungan erat tiga komponen, yaitu:

1. Tujuan pembelajaran

2. Kegiatan pembelajaran atau KBM, dan

3. Evaluasi

Triangulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai

berikut.

Tujuan
KBM Evaluasi

Penjelasan dari bagan triangulasi adalah sebagai berikut:

1. Hubungan antara tujuan dan KBM

Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk

rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan

yang hendak dicapai.Dengan demikian, anak panah yang

menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan

dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga

mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan

dilanjutkan pemikirannya ke KBM.

2. Hubungan antara tujuan dengan evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk

mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai.Dengan makna

demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan.

Di lain sisi, jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi

ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.

3. Hubungan antara KBM dengan evaluasi

Seperti yang sudah disebutkan dalam nomor (1) KBM

dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah

dirumuskan.Telah disebutkan pula dalam nomor (2) bahwa alat

evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan.Selain


mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau

disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan.Sebagai misal, jika

kegiatan belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan

menitikberatkan pada keterampilan, evaluasinya juga harus

mengukur tingkat keterampilan siswa, bukannya aspek

pengetahuan.

Soal Latihan BAB I

1. Apa fungsi penilaian berbasis kompetensi ?

2. Apa kegunaan secara langsung dari prinsip-prinsip evaluasi

yang funsional?
BAB II

KESAHIHAN DAN KETERANDALAN EVALUASI PEMBELAJARAN

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi singkat

Mata kuliah ini membahas tentang bagaimana kesahihan dan

keterandalan dalam evaluasi pembelajaran yang meliputi macam

– macam kesahihan, factor – factor yang mempengaruhi

kesahihan, keterandalan dan kepraktisan dalam evaluasi

pembelajaran.

B. Manfaat

Mata kuliah ini merupakan pengetahuan dasar yang dapat

memberikan penjelasan mengenai cara yang dilakukan untuk

mengevaluasi hasil pembelajaran. Karena isi materi mata kuliah

ini memberikan panduan bagaimana cara melakukan evaluasi

pembelajaran mengenai kesahihan, keterandalan dan kepraktisan

dari hasil evaluasi pembelajaran.

C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa dapat

menerapkan cara melakukan evaluasi hasil pembelajaran.

D. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa akan dapat

menerapkan cara melakukan evaluasi hasil pembelajaran.


II. PENYAJIAN

A. Kesahihan

Kesahihan menggantikan kata validitas (validity) yang dapat

diartikan sebagai ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang

seharusnya dievaluasi. Dapat diterjemahkan pula sebagai

kelayakan interpretasi terhadap hasil dari suatu instrument evaluasi

atau tes, dan tidak terhadap instrument itu sendiri (Gronlund,

1985:57). Kesahihan juga dapat dikatakan lebih menekankan pada

hasil/ perolehan evaluasi, bukan pada kegiatan evaluasinya. Untuk

memperoleh hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan / memenuhi

syarat kesahihan suatu instrument evaluasi. Kesahihan instrument

evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan dari hasil

pengalaman.

Istilah kesahihan, disebut pula validitas, menunjukan berapa

dekat alat ukur menyatakan ap yang seharusnya diukur. Contoh

yang extriem untuk menyatakan kesahihan adalah : timbangan

merupakan alat yang sahih untuk mengukur berat badan. Validitas

merupakan kesesuaian antara definisi operasional dengan konsep

yang mau diukur. Alat ukur yang tidak reliabel pasti tidak valid

sedangkan alat ukur yang reliabel belum tentu valid. Penilaian

kesahihan alat ukur terdiri dari :

1. Kesahihan alat ukur berskala numeric


Penilaian kesahihan alat ukur variable berskla numerik

dilakukan dengan cara membandingkan alat ukur yang baku

sebagai penera. Misalnya, timbangan untuk mengukur berat

badan dibandingkan dengan timbangan baku, kemudian

dinyatakan sebagai selisih rerata nilai baku dengan nilai

pengukuran yang diperoleh dibagi dengan nilai baku.

2. Kesahihan alat ukur berskla nominal

Alat ukur untuk variable berskla nominal dapat dinilai

dengan cara membandingkan dengan alat diagnostic terbaik

yang ada ( gold standar ). Dengan cara tersebut dapat diperoleh

nilai sensitivitas, spesifitas, nilai prediksi serta rasio

kemungkinan.

Kesahihan instrument evaluasi diperoleh melalui hasil

pengalaman. Dari dua cara tersebut, diperoleh empat macam

kesahihan yang terdiri dari:

1. kesahihan isi (content validation)

Kesahihan isi diartikan sebagai Ketepatan suatu tes

ditinjau dari isi tes tersebut. Suatu tes hasil belajar dikatakan

valid menurut validitas isi ini bilamana materi tes tersebut betul

– betul dapat mewakili secara menyeluruh (representative)

dari bahan – bahan pelajaran yang diberikan.

2. Kepentingan konstruksi (construction validity)


Validitas kontruksi dapat diartikan sebagai ketepatan

suatu tes ditinjau dari susunan (Konstruk) tes tersebut. Untuk

mengetahui apakah tes yang kita susunmemenuhi syarat –

syarat validitaskonstruk ini, maka kita harus membandingkan

susunan tes tersebut dengan syarat – syarat penyusunan tes

yang baik.

3. kesahihan ada sekarang (concurrent validity)

Concurrent validity atau validitas bandingan adalah

ketepatan dari suati tes terlihat dari korelasinyaterhadap

kecakapan yang telah dimiliki saat ini secara nyata. Apabila

validitas ramalan melihat hubungannya dengan masa yang

akan dating, validitas bandingan melihat hubungannya dengan

masa sekarang.

4. Kesahihan prediksi (prediction validity) (Arikunto, 1990:64)

Prediction validity atau validitas ramalan dapat diartikan

sebagai ketepatan dari suatu alat pengukur ditinjau dari

kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang

dicapaikemudian.Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan

hasil evaluasi meliputi:

a. Faktor instrumen evaluasi itu sendiri, adapun hal – hal yang

mempengaruhi hasil evaluasi diantaranya, ketidak jelasan

petunjuk, tingkat kesulitan kata, dan struktur kalimat pada

instrument evaluasi serta susunan item evaluasi yang kurang


baik, item evaluasi yang terlalu pendek dan dapat dikebalinya

pola jawaban instrument evaluasi.

b. Faktor-faktor administrasi evaluasi dan penskoran merupakan

factor – factor yang mempunyai suatu pengaruh yang

mengganggu kesahihan interpretasi hasil evaluasi.Factor –

factor yang berkaitan dengan administrasi antara lain

pengaturan waktu yang kurang tepat, misalnya waktu yang

disediakan bantuan yang tidak wajar kepada siswa yang minta

pertolongan menyontek saat ujian dan penskoran jawaban

esai yang tidak dapat dipercaya karena cenderung kearah

kesahihan yang rendah. juga merupakan faktor-faktor yang

mempunyai suatu pengaruh yang menganggu kesahihan

interpretasi hasil evaluasi.

c. Faktor-faktor dalam respons-respons siswa yaitu

kecenderungan siswa untuk merespon secara cepat atau

kecenderungan merespon secara tiba – tiba atau penggunaan

gaya tertentu siswa dalam merespon item evaluasi. Faktor-

faktor yang lebih banyak mempengaruhi kesahihan daripada

faktor yang ada instrumental evaluasi atau

pengadministrasiannya.

B. Keterandalan

Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah

kepercayaan, yakni tingkat kepercayaan bahwa suatu instrument


evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat (Arikunto, 1990:81).

Keterandalan dapat kita artikan sebagai tingkat kepercayaan

menunjukan kepada konsistensi (keajegan) hasil evaluasiyang

diperoleh dari suatu instrument evaluasi yakni bagaimanakah

keajegan skor tes atau hasil evaluasi lain yang berasal dari

pengukuran yang satu ke pengukuran yang lain. Juga berhubungan

erat dengan kesahihan, karena keterandalan menyediakan

keajegan yang memungkinkan terjadinya kesahihan (Arikunto,

1990: 81; Gronlund, 1985:87). Tidak selalu menjamin bahwa hasil

evaluasi yang andal (reliable) akan selalu menjawab bahawa hasil

evaluasi sahih (valid).

Keterandalan suatu pengukuran dipengaruhi oleh kesalahan

acak ( random error ) , bila kesalahannya semakin besar , berarti

pengukuran tersebut kurang andal. Dalam proses pengukuran

terdapat 3 jenis variable yang berperan yakni variabilitas

pengamat, variabilitas subyek dan variabilatas instrument.

Variabilitas pengamat menunjukan variabilitas pada pemeriksa

misalnya pemilihan kata pada wawancara atau ketrampilan tangan

seseorang dalam mengoperasikan alat ukur. Variabilitas subyek

merujuk pada variasi biologis, misalnya frekwensi emosi, tekanan

darah dan sebagainya. Variabilitas instrument menunjuk pada hal –

hal yang mempengaruhi ketepatan, misalnya perubahan sensivitas

alat, suhu kamar atau derajat kebisingan sekitar.


Strategi untuk meningkatkan keterandalan pengukuran:

1. Standarisasi cara pengukuran yaitu aturan khusus yang terinci

untuk melakukan pengukuran.

2. Pelatihan pengukur yaitu pelatihan yang memadai selalu

memberikan hasil yang lebih baik bagi para pengukur. Bila

perlu dapat diberikan sertifikat yang menunjukan bahwa yang

bersangkutan telah dilatih dan cakap untuk melakukan

pengukuran.

3. Penyempurnaan instrument , banyak peralatan mekanis atau

elektrik dapat diatur untuk mengurangi variabilitas pengukuran.

4. Automatisasi, mengandalkan presisi pada saat dilakukan,

sehingga hasil yang diperoleh lebih baik daripada bila dilakukan

oleh manusia.

5. Pengulangan pengukuran, kesalahan acak dapat dikurangi bila

dilakukan pengulangan pengukuran. Berkaitan dengan hal

tersebutterdapat suatu fenomena statistikayang disebut

regression to the mean, yang dapatdijelaskan dengan ilustrasi.

Nurkancana dan sumartana (Aunurrahman, 2012:218)

menjelaskan beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk

mencari taraf reliabilitas suatu tes yakni:

1. Teknik Ulangan

Teknik ulangan adalah suatu cara yang ditempuh untuk

mencari reliabilitas suatu tes dengan cara memberikan tes


tersebut kepada sekelompok anak dalam dua kesempatan

yang berlainan

2. Teknik Bentuk Paralel

Pada teknik bentuk parallel digunakan dua bentuk tes

yang sejenis ( tapi tidak identik), baik mengenai isinya,

proses mental yang diukur, tingkat kesukaran maupun

jumlah item. Kedua tes ini diberikan kepada kelompok

subyek yang sama tanpa adanya rentang waktu. Skor yang

diperoleh dari kedua tes tersebut selanjutnya di korelasikan.

3. Teknik Belah Dua

Dalam teknik ini, tes yang telah diberikan kepada

kelompok subyek dibelah menjadi dua bagian. Tiap –tiap

bagian diberikan skor secara terpisah. Umumnya ada dua

prosedur yang dapat dipergunakan untuk membelahdua

suatu tes, yaitu:

a. Prosedur ganjil genap, artinya seluruh item yang

bernomor ganjil dikumpulkan menjadi satu kelompok, dan

seluruh item yang bernomor genap menjadi kelompok lain.

b. Prosedur secara random, misalnya dengan menggunakan

undian atau dengan menggunakan tabel bilangan random.

Gronlund (Dimyati, 2009:196) mengemukakan ada empat

faktor-faktor yang mempengaruhi keterandalan akan diuraikan

berikut ini:
1. Panjang tes (length of test)

Panjang tes berhubungan dengan banyaknya butiran

tes, pada umumnya lebih banyak butir tes lebih tinggi

keterandalan evaluasi. Tes ini dilakukan dengan tidak

banyak menebak, maka keterandalan hasil evaluasi semakin

tinggi

2. Sebaran skor (spread of scores)

Koefisien keterandalan secara langsung dipengaruhi

oleh sebaran skor dalam kelompok tercoba. Dengan kata

lain, besarnya sebaran skor akan membuat perkiraan

keterandalan yang lebih tinggi akan terjadi menjadi

kenyataan. Karena koefisien keterlandan yang lebih besar

dihasilkan pada saat orang perorang tetap pada posisi yang

relative sama dalam satu kelompok dari satu pengujian ke

pengujian lainnya, itu berarti selisih yang dimungkinkan dari

perubahan posisi dalam kelompok juga menyumbang

memperbesar koefisien keterandalan

3. Tingkat kesulitan tes (difficulty of tes)

Tes acuan norma (norm reference test) yang paling

mudah atau yang paling sukar untuk anggota – anggota

kelompok yang mengerjakan, cenderung menghasilkan skor

tes keterandalan yang rendah. Ini disebabkan antara hasil

tes yang mudah dan yang sulit keduanya dalam satu


sebaran skor yang terbatas. Tingkat kesulitan tes yang ideal

untuk meningkatkan koefisien keterandalan adalah tes yang

menghasilkan sebaran skor berbentuk atau kurva normal

4. Objektivitas (objectivity)

Objektivitas suatu tes menunjuk kepada tingkat skor

kemampuan yang sama (yang dimiliki oleh siswa satu

dengan siswa yang lain) memperoleh hasil yang sama dalam

mengerjakan tes

Uraian faktor-faktor yang mempengaruhi keterandalan

yang disadur dari Groundlund (1985 : 100-104) mencakup

juga faktor-faktor yang mempengaruhi keterandalan yang

dikemukakan oleh Arikunto.

C. Kepraktisan

Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-

kemudahan yang ada pada instrument evaluasi baik dalam

mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi/memperoleh

hasil, maupun kemudahan dalam menyimpannya.

Dalam memilih tes dan instrument evaluasi yang lain,

kepraktisan merupakan syarat yang tidak dapat diabaikan.

Kepraktisan evaluasi terutama dipertimbangkan pada saat memilih

tes atau instrument evaluasi lain yang dipublikasikan oleh suatu

lembaga. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrument

evaluasi meliputi:
1. Kemudahan mengadministrasi

Kemudahan administrasi ini dapat dilakukan dengan

memberikan petunjuk yang sederhana yang jelas seta

pengaturan waktu evaluasi sebaiknya tidak menimbulkan

kesulitan. Jika instrument evaluasi di administrasikan oleh guru

atau orang lain dengan kemampuan yang terbatas, kemudian

pengadministrasian adalah suatu kualitas penting yang diminta

dalam instrument evaluasi.

2. Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi

Waktu yang disediakan harus diperhitungkan secara cermat

sehingga cukup untuk melaksanakan rangakaian evaluasi tidak

menimbulkan kesulitan dari peserta tes dan pelaksana.

Kepraktisan dipengaruhi pula oleh factor waktu yang disediakan

untuk melancarkan evaluasi.

3. Kemudahan menskor

Untuk memudahkan dalam penskoran perlu petunjuk yang

jelas untuk penskoran demikianpula dalam hal kunci penskoran.

Pemisahan antara lembar soal dan lembar jawaban. Secara

tradisional, hal yang membosankandan aspek yang menganggu

dalam melancarkan evaluasi adalah penskoran. Guru seringkali

bekerja berat ber jam – jam untuk melaksanakan tugas ini.

4. Kemudahan interpretasi dan aplikasi


Dalam analisis terakhir keberhasilan atau kegagalan

evaluasi ditentukan oleh penggunaan hasil evaluasi. Jika hasil

evaluasi diterjemahkan / ditafsirkan secara tepat dan diterapkan

secara efektif, hasil evaluasi akan mendukung terhadap

keputusan – keputusan pendidikan yang lebig tepat.

5. Tersedianya bentuk instrument evaluasi yang ekuivalen

Untuk berbagai kegunaan pendidikan, bentuk – bentuk

ekuivalen untuk tes yang sama sering kali diperlukan. Instrument

evaluasi yang sebanding adalah instrument evaluasi yang

memiliki kemungkinan dibandingkan makna dari skala skor

umum yang dimiliki. Bentk – bentuk ekuivalen dari sebuah tes

mengukur aspek – aspek perilaku melalui butir – butir tes yang

memiliki kesamaan dalam isi, tingkat kesulitan, dan karakteristik

lainnya.

Soal Latihan BAB II

1. Bagaimana cara agar diperoleh hasil evaluasi yang sahih?

2. Bagaimana maksud evaluasi dikatakan valid ?


BAB III

HASIL EVALUASI, HASIL BELAJAR, FUNGSI, SASARAN DAN

PROSEDUR EVALUASI

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi singkat

Dalam makalah ini kita akan membahas poin pokok dari


evaluasi pendidikan, yang mencakup evaluasi hasil belajar, agar
kiranya kita dapat mengimplementasikan kedalam aktivitas kita
menjadiseorang calon pengajar.
B. Manfaat

Dengan Evaluasi dapat diketahui sejauh mana dia telah


berhasil mengikuti pelajaran yang di berikan, mengetahui
kondisi belajar yang berlangsung, mengetahui apakah metode
dan materi yang di berikan sudah tepat atau belum
C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat memperoleh


data dan memberikan penilaian tentang keunggulan dan
kelemahan kualitas instrumen penilaian.

Tujuan Instruksional KHUSUS

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasilswa dapat


mengetahui pengertian dari evaluasi hasil belajar, fungsi dari
evaluasi hasil belajar, tujuan hasil belajar, sasaran hasil belajar dan
prosedur evaluasi hasil belajar.
II. PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EVALUASI HASIL BELAJAR

Secara bahasa, evaluasi adalah terjemahan dari


kata evaluation (B. Inggris). Kata Evaluation berasal dari value yang
berarti nilai. Kata evaluation, dengan demikian, diterjemahkan juga
dengan penilaian. Sehingga antara “penilaian” dan
“evaluasi” dapat dipandang sebagai semakna. Dalam bahasa Arab
penilaian diartikan al-taqdir.
Secara istilah, evaluasi diartikan sebagai suatu tindakan atau
proses untuk menentukan nilai dari suatu obyek. Istilah (term) ini
pada awalnya dikaitkan dengan prestasi belajar siswa, akan tetapi
seiring dengan perkembangan waktu, term ini telah memasuki
setiap aspek kehidupan manusia. Tokoh yang mempopulerkan term
ini pertama kali adalah Ralph Tyler, dengan memaknai evaluasi
sebagai proses pengumpulan data guna menentukan sejauh mana,
dalam hal apa dan bagian mana dari tujuan pendidikan sudah
dicapai.

Ketika kata evaluasi ini dirangkai dengan kata ”hasil belajar”


berarti, ”suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai
keberhasilan siswa setelah melakukan proses pembelajaran pada
waktu tertentu”. Ketika dirangkai dengan kata pendidikan (evaluasi
pendidikan) berarti suatu proses untuk menentukan nilai
pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan di dalam kurikulum. Dan ketika dirangkai dengan
pengajaran (evaluasi pengajaran) berarti suatu proses (sistematis)
untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauhmana
tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.

Dari ketiga definisi di atas, tampak bahwa dalam


mengadakan evaluasi selalu diawali dengan sebuah
proses. Proses tersebut berupa tindakan membandingkan antara
kemampuan siswa dengan tujuan pembelajaran. Hal ini dilakukan
dengan cara memberikan pertanyaan kepada siswa (assesment)
yang mana pertanyaan tersebut disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran, kemudian jawaban yang diberikan siswa
dibandingkan dengan kunci jawaban dari pertanyaan tersebut
(yang tentunya juga sesuai dengan tujuan pembelajaran)
(pengukuran). Baru setelah itu penilaian terhadap siswa bisa
diberikan. Jika jawaban siswa sama dengan kunci (tujuan
pembelajaran) maka siswa dapat dinilai sebagai menguasai materi.
Jika jawaban siswa tidak sesuai dengan kunci maka ia
dinilai tidak menguasai dan seterusnya.

Contoh: setelah menyampaikan materi tentang jihad, yang di antara


tujuan pembelajarannya adalah “Siswa memahami bentuk-bentuk
jihad” dengan indikator: “Mampu membedakan antara jihad pada
zaman Rasul dengan zaman sekarang”, seorang guru ingin
mengetahui apakah materi tersebut sudah difahami oleh siswanya
atau belum. Maka guru tersebut harus menyusun sejumlah
pertanyaan yang materinya harus mengacu pada tujuan
pembelajaran tersebut, dan di antara pertanyaanya tentu adalah
“Bagaimana perbedaan bentuk jihad pada zaman Rasul dengan
jihad pada zaman sekarang?” Setelah siswa memberikan jawaban,
jawaban tersebut lalu dibandingkan (dicocokkan) dengan kunci
jawaban (yang juga mengacu pada tujuan pembelajaran). Setelah
itu barulah siswa bisa dinilai tentang tingkat penguasaannya.
Proses pembandingan sebagaimana diebutkan diatas,
dinamakan pengukuran (measurement). Dengan kata lain
pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas
dasar suatu ukuran atau kriteria tertentu. Jadi didalam evaluasi
terdapat kegiatan pengukuran dan penilaian. Dari sini tampak
perbedaan antara evaluasi dengan penilaian. Penilaian adalah
bagian (akhir) dari evaluasi. Dan tidak benar ketika kita hendak
melakukan penilaian terhadap obyek tertentu tanpa didahului
dengan pengukuran sebelumnya.
Sedangkan hubungan antara penilaian dan pengukuran
dapat digambarkan, bahwa penilaian hanya dapat dilakukan
dengan tepat jika didahului dengan pengukuran, dan pengukuran
tidak akan memberikan makna apa-apa jika tidak dikaitkan dengan
(kriteria) penilaian. Baik buruknya evaluasi bergantung
pada proses pengukuran yang mendahuluinya.
Dalam usaha mendapatkan keterangan yang valid dan
mudah dalam pengukuran tersebut digunakanlah angka, yang
dimulai dengan pemberian bobot bagi tiap-tiap item soal dan
pemberian skor bagi jawaban siswa. Skor tersebut kemudian
diubah menjadi nilai (berupa angka juga) yang dijadikan sebagai
simbul dari penilaian yang sebenarnya.
Dari sini tampak perbedaan lain antara penilaian dengan
pengukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif (berupa penjumlahan
angka) sekaligus merupakan jawaban dari pertanyaan ”how
much”, sementara penilaian bersifat kualitatif dan merupakan
jawaban dari pertanyaan ”what value”.
Sementara beberapa ahli mencoba memberikan penjelasan
lebih lengkap dengan memberi setiap proses dalam evaluasi
dengan sebutan yang lebih rinci. Evaluasi, assesment, pengukuran
dan penilaian. masing-masing istilah tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut. Evaluasi adalah proses yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan untuk mengetahui
efisiensi kegiatan belajar mengajar dan efektifitas dari pencapaian
tujuan instruksi yang telah ditetapkan. Assesment adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa.
Pengukuran adalah proses membandingkan sesuatu dengan
ukuran tertentu (bersifat kuantitatif). Sedangkan penilaian adalah
proses pengambilan keputusan terhadap sesuatu (bersifat
kualitatif). Dengan demikian, dapat digambarkan, dalam melakukan
evaluasi terhadap hasil belajar, dimulai dengan assesment
(melakukan tes dan pengoreksian) kemudian pengukuran
(membandingkan hasil pekerjaan siswa dengan kunci) dan diakhiri
dengan penilaian (diambil keputusan tentang penguasaan anak
terhadap materi).

B. TUJUAN EVALUASI HASIL BELAJAR

1. Tujuan Umum

a. Untuk menghimpun data tentang taraf kemajuan dan

perkembangan peserta didik, setelah mereka mengikuti

proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. (Sampai

di mana keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan

kurikuler).

b. Untuk mengetahui efektifitas metode pengajaran yang

digunakan dalam proses pembelajaran.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk merangsang peserta didik dalam program

pembelajaran

b. Untuk mencari faktor keberhasilan dan kegagalan peserta

didik dalam mengikuti pembelajaran

C. FUNGSI EVALUASI HASIL BELAJAR

Pertama, untuk perbaikan dan pengembangan sistem


pembelajaran. Sebagaimana Anda ketahui bahwa pembelajaran
sebagai suatu sistem memiliki berbagai komponen, seperti tujuan,
materi, metoda, media, sumber belajar, lingkungan, guru dan
peserta. Dengan demikian, perbaikan dan pengembangan
pembelajaran harus diarahkan kepada semua komponen
pembelajaran tersebut.

Kedua, untuk akreditasi. Dalam UU.No.20/2003 Bab 1 Pasal


1 Ayat 22 dijelaskan bahwa “akreditasi adalah kegiatan penilaian
kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan”. Salah satu komponen akreditasi adalah
pembelajaran. Artinya, fungsi akreditasi dapat dilaksanakan jika
hasil evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar akreditasi
lembaga pendidikan.

Secara umum evaluasi (penilaian) memiliki banyak fungsi. Fungsi-


fungsi tersebut antara lain:
1. Fungsi selektif. Dengan evaluasi, guru dapat menyeleksi

peserta tes (siswa) dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

2. Fungsi formatif, yaitu untuk memberikan

umpanbalik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk

memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan

program remedial bagi peserta didik.

3. Fungsi sumatif, yaitu untuk menentukan nilai (angka)

kemajuan/hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran


tertentu, sebagai bahan untuk memberikan laporan kepada

berbagai pihak, penentuan kenaikan kelas dan penentuan

lulus-tidaknya peserta didik.

4. Fungsi diagnostik, yaitu untuk memahami latar belakang

(psikologis, fisik dan lingkungan) peserta didik yang mengalami

kesulitan belajar, dimana hasilnya dapat digunakan sebagai

dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.

5. Fungsi penempatan, yaitu untuk menempatkan peserta didik

dalam situasi pembelajaran yang tepat (misalnya dalam

penentuan program spesialisasi) sesuai dengan tingkat

kemampuan peserta didik

Lebih spesifik fungsi Evaluasi Hasil Belajar yang dilaksanakan


dalam PBM di sekolah adalah:
1. untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam

proses pendidikan yang telah dilaksanakan.

2. untuk mengetahui apakah mata pelajaran yang kita ajarkan

dapat kita lanjutkan dengan bahan yang baru ataukah kita

harus mengulangi

3. untuk mendapatkan bahan-bahan informasi untuk menentukan

apakah seorang anak dapat dinaikkan ke kelas yang lebih

tinggi atau harus mengulang.

4. untuk membandingkan apakah prestasi yang dicapai oleh anak-

anak sudah sesuai dengan kapasitasnya atau belum.


5. untuk menafsirkan apakah seorang anak telah cukup matang

untuk kita lepaskan ke dalam masyarakat atau ke lembaga

pendidikan yang lebih tinggi.

6. untuk mengadakan seleksi.

7. untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang digunakan dalam

proses belajar mengajar.

D. SASARAN EVALUASI

Adapun sasaran evaluasi di sini mencakup beberapa


sasaran penilaian untuk unsure-unsurnya, meliputi : Input,
Transformasi dan Out put.

1. In Put

Berkenaan dengan hal ini ada beberapa aspek yang harus di


perhatikan untuk mencapai hasil yang di inginkan, yaitu :

a. Kemampuan

Jika sebuah institusi menginginkan out put yang berguna


bagi nusa dan bangsa maka haruslah memperhatikan atau
memilah-milah kemampuan dari beberapa calon murid.
Adapun tes yang di gunakan adalah tes kemampuan.
b. Kepribadian

Kepribadian adalah sesuatau yang terdapat pada diri


manusia serta tampak bentuknya dalam tingkah laku,
sehingga seorang pendidik akan mengetahui satu-persatu
calon peserta didiknya. Adapun alat yang di pakai adalah
tes kepribadian.
c. Sikap

Sikap adalah bagian dari tingkah laku manusia yang


menggambarkan kepribadian seseorang, akan tetapi
karena sikap ini sangat menonjol dalam pergaulan maka
banyak orang yang ingin tahu lebih dalam informasi khusus
terkait dengannya. Adapun alat yang di pakai adalah tes
sikap.
2. Intelegensi

Dalam hal ini para ahli seperti binet dan simon


menciptakan tes buatan yang di kenal dengan tes binet-simon
yang dapat mengetahui IQ seseorang, karena IQ bukanlah
intelegensi.

3. Transformasi

Di sini ada beberapa unsur yang dapat menjadi sasaran atau


objek pendidikan demi di perolehnya hasil pendidikan yang di
harapkan, yaitu :

a. Kurikulum/materi

b. Metode dan cara penilaian

c. Media

d. Sistem administrasi

e. Pendidik dan anggotahnya.

4. Out Put

Penilaian atas lulusan suatu sekolah di lakukan untuk


mengetahui seberapa jauh tingkah pencapaian atau prestasi
belajar mereka selama mengikuti program tersebut dengan
menggunakan tes pencapaian.

E. PRINSIP DAN PROSEDUR PENILAIAN

Megingat pentingnya penilaian dalam menentukan kualitas


pendidikan, maka upaya merencanakan dan melaksanakan
penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip dan
prosedur penilaian sebagai berikut:
1. Dalam menilai hasil belajar, hendaknya dirancang sedemikian

rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian,

alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian.


2. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagia integral dari

proses belajra-mengajar. Artinya, penilaian senantiasa

dilaksanakan pada tiap saat proses belajar-mengajar sehingga

pelaksanaannya berkesinambungan.

3. Agar diperoleh hasil belajar yang obyektif dalam pengertian

menggambarkan prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana

adanya, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian

dan sifatnya komprehensif (mencakup berbagai ranah, sepesrti

kognitif, afektif, dan psikomotorik).

4. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak

lanjutnya. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru

maupun bagi siapapun.

Prosedur adalah langkah-langkah teratur dan tertib yang


harus ditempuh seorang evaluator pada waktu melakukan evaluasi
kurikulum. Adapun beberapa prosedur evaluasi kualitatif dan
kuantitatif sebagai berikut:
1. Prosedur Evaluasi Kuantitatif

Kaedah evaluasi mengatakan bahwasannya evaluasi harus


berkaitan dengan pengembangan kurikulum yang terjadi.
Prosedur untuk evaluasi kuantitatif yakni sebagai berikut :
a. Penentuan masalah atau pertanyaan evaluasi

b. Penentuan variabel, jenis data dan sumber data

c. Penentuan metodologi

d. Pengembangan instrument

e. Penentuan proses pengumpulan data

f. Penentuan proses pengolahan data


2. Prosedur Evaluasi Kualitatif

Ada tiga hal pokok yang harus dilakukan evaluator


ketika melakukan evaluasi kurikulum dengan menggunakan
prosedur sebagai berikut:
a. Menentukan fokus evaluasi

b. Perumusan masalah dan pengumpulan data

c. Proses pengolahan data

d. Menentukan perbaikan dan perubahan program.

Soal Latihan BAB 3

a. Apa hubungan pengukuran dan penilaian dalam evaluasi ?

b. Mengapa aspek sikap perlu di evaluasi sebelum mengikuti

program pendidikan tertentu ?


BAB IV

MACAM-MACAM METODE EVALUASI

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Materi ini membahas tentang definisi metode evaluasi,

macam-macam metode pembelajaran.

B. Manfaat

Mata kuliah ini merupakan pengetahuan dasar yang

mendukung mahasiswa agar lebih aktif dalam melaksanakan

evaluasi belajar. Dengan memahami secara tepat mata kuliah ini,

akan sangat membantu mahasiswa untuk mengetahui macam-

macam metode evaluasi.

C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa memiliki

kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi hasil pembelajaran.

D. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa memiliki

kemampuan untuk menjelaskan dan mengetahui macam-macam

metode evaluasi.
II. PENYAJIAN

A. Pengertian Metode Evaluasi

Definisi metode evaluasi adalah metode yang digunakan

dalam proses penentuan nilai atau efektivitas suatu kegiatan untuk

tujuan pembuatan keputusan. A Joint Committee on Standard for

Evaluation . Evaluasi adalah suatu proses pemeriksaan

(penyelidikan) yang sistematis tentang manfaat atau kegunaan

dari sesuatu berdasarkan pada suatu standar/kriteria tertentu.

Klasifikasi atau penggolongan evaluasi dalam bidang

pendidikan sangat beragam. Sangat beragamnya ini disebabkan

karena sudut pandang yang saling berbeda dalam melakukan

kalsifikasi tersebut.

Roestiyah N. K. dkk dalam bukunya “masalah-masalah ilmu

keguruan” menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut

deskripsinya berikut ini Evaluasi adalah proses memahami atau

memberi arti :

1. Mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi

petunjuk pihak-pihak pengambilan keputusan.

2. Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya,

sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas

siswa, guna mengetahui sebab-akibat hasil belajar siswa yang

dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.


3. Dalam rangkah pengembangan siswa instruksional, evaluasi

merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh

program telah berjalan seperti yang telah direncanakan.

4. Evaluasi adalah suatu hal untuk menentukan apakah tujuan

pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu

telah berada di jalan yang diharapkan.

B. Macam-macam Metode Evaluasi Pendidikan

Klasifikasi atau penggolongan evaluasi dalam bidang

pendidikan sangat beragam.Sangat beragamnya ini disebabkan

karena sudut pandang yang saling berbeda dalam melakukan

kalsifikasi tersebut. Dalam hal ini, klasifikasi tentang evaluasi

yang akan penulis jelaskan adalah evaluasi formatif, sumatif dan

diagnosti.

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada

setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan / topik, dan

dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu

proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang

direncanakan. Winkel menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama

proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa

dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai

kemajuan yang telah dicapai. Sementara Tesmer menyatakan


formative evaluation is a judgement of the strengths and

weakness of instruction in its developing stages, for purpose

of revising the instruction to improve its effectiveness and

appeal.Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai

seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan

pada pokok bahasan tersebut. Wiersma menyatakan

formative testing is done to monitor student progress over

period of time.

Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk

mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah

tercapai. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran

siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum

berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang

tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa

yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu

bantuan khusus yang diberikan kepada siswa yang

mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan

tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan

melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang

memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan,

yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan

pendalaman dari topik yang telah dibahas.


Untuk membahas evaluasi formatif ini, seperti yang

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi katakan dalam bukunya

“Pengelolaan Pengajaran”, (Rohani dan Ahmadi, 1991: 173-

175) perlu meninjau dari berbagai segi sehingga akan mudah

memahami bagaimana sebenarnya evaluasi ini. di antaranya

adalah sebagai berikut:

a. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Formatif

Fungsi dari evaluasi formatif adalah untuk

memperbaiki proses belajar-mengajar.

b. Manfaat Evaluasi

Dalam evaluasi formatif ini, ada beberapa manfaat

yang dingkap oleh Suharsimi Arikunto yaitu manfaat bagi

siswa, guru dan program sekolah yang penjabarannya

sebagai berikut:

Manfaat bagi siswa:

1) Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah

menguasai bahan program secara menyeluruh atau

belum

2) Merupakan penguatan bagi siswa dan memperbesar

motivasi siswa untuk belajar giat

3) Untuk perbaikan belajar siswa

4) Sebagai diagnosa kekurangan dan kelebihan siswa

Manfaat bagi guru:


1) Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang

diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa

2) Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran

yang belum dikuasai siswa.

Manfaat bagi program sekolah:

1) Apakah program yang telah diberikan merupakan

program yang tepat atau tidak ?

2) Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-

pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan ?

3) Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk

mempertinggi hasil yang akan dicapai atau tidak ?

4) Apakah metode, pendekatan dan alat evaluasi yang

digunakan sudah tepat atau tidak (Arikunto, 1996: 34-

36) ?

c. Waktu Pelaksanaan

Sesuai dengan fungsi dan tujuan evaluasi formatif,

maka evaluasi ini dilakukan untuk menilai hasil belajar

jangka pendek dari suatu proses belajar mengajar atau

pada akhir unit pelajaran yang singkat yaitu satuan

pelajaran. Sebab perbaikan belajar mengajar itu hanya

mungkin jika dilakukan secara sistematis dan bertahap.

d. Aspek Tingkah Laku Yang Dinilai


Aspek tingkah laku yang dinilai dari evaluasi formatif

ini cenderung terbatas pada segi kognitif (pengetahuan)

dan psikomotor (ketrampilan) yang terkandung dalam

tujuan khusus pelajaran.Untuk menilai segi afektif (sikap

dan nilai), maka penggunaan penilaian formatif tidaklah

tepat.Sebab untuk menilai perkembangan segi afektif ini

diperlukan periode pengajaran yang cukup panjang.

e. Cara Menyusun Soal

Sesuai dengan fungsi evaluasi formatif, maka

evaluasi ini harus disusun dengan sedemikian rupa

sehingga benar-benar mengukur tujuan khusus

pengajaran yang dicapai.Oleh karena itu, soal harus dibuat

secara langsung dengan menjabarkantujuan khusus

pengajaran ke dalam bentuk pertanyaan.Pada

evaluasiformatif ini, masalah tingkat kesukaran dan daya

pembeda tiap-tiap soal tes tidak begitu penting.

f. Pendekatan Evaluasi Yang Digunakan

Sesuai dengan fungsi evaluasi formatif, maka sasaran

penilaian adalah kecakapan nyata setiap peserta

didik.Oleh karena itu, pendekatan dalam penilaian evaluasi

formatif adalah penilaian yang bersumber pada kriteria

mutlak.

g. Cara Pengolahan Hasil Evaluasi


Ada beberapa cara pengolahan hasil evaluasi

formatif. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:

1) Menghitung presentase peserta didik yang gagal dalam

setiap soal. Dengan melihat hasil presentase ini, guru

akan dapat mengetahui sejauh mana tujuan khusus

pengajaran (TKP) yang bersangkutan dengan soal

telah dicapai atau dikuasai oleh kelas.

2) Menghitung presentase penguasaan kelas atas bahan

yang telah disajikan. Dengan kata lain, berapa persen

kah dari bahan yang telah disajikan itu dikuasai kelas.

Cara pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan

keterangan, apakah keterangan apakah kriteria

keberhasilan belajar yang diharapkan telah tercapai.

3) Menghitung presentase jawaban yang benar yang

dicapai setiap peserta didik dalam tes secara

keseluruhan. Dengan angka presentase ini, guru akan

dapat mengetahui sampai berapa jauh penguasaan

setiap peserta didik atas bahan yang telah diajarkan.

Dengan kata lain, sejauh mana tingkat keberhasilan

setiap peserta didik atas unit pengajaran yang telah

diajarkan ditinjau dari sudut kriteria keberhasilan belajar

yang diharapkan atau yang telah ditetapkan.

h. Penggunaan Hasil Evaluasi


Hasil pengolahan evaluasi formatif sebagaimana

disebutkan di atas, dapat digunakan untuk keperluan-

keperluan sebagai berikut:

1) Atas dasar angka presentase peserta didik yang gagal

dalam setiap soal. Guru dapat mempertimbangkan

apakah bahan pelajaran yang bersangkutan dengan

soal tes perlu dibicarakan lagi secara umum atau tidak.

2) Atas dasar angka presentase penguasaan kelas atas

bahan yang telah disajikan, guru dapat menilai dirinya

sendiri mengenai kemampuannya dalam mengajar.

Jika angka itu belum mencapai kriteria keberhasilan

umpamanya, maka guru akan mencari sebabnya dan

kemudian ia akan memikirkan perbaikan-perbaikan apa

yang perlu diadakan agar proses belajar mengajar

dapat berjalan secara efisien dan efektif sehingga

kriteria keberhasilan itu dapat tercapai.

3) Dengan mengetahui presentase jawaban yang benar

dari setiap peserta didik dalam tes secara keseluruhan,

guru dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang

ada pada setiap peserta didik sehingga guru mendapat

bahan yang dapat dijadikan sebagai dasar

pertimbangan apakah peserta didik perlu dapat

bantuan atau pelayanan khusus dari guru untuk


mengatasi kesulitan dalam belajar. (Rohani dan

Ahmadi, 1991: 173

2. Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada

setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup

lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk

mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah

dari suatu unit ke unit berikutnya.Winkel mendefinisikan

evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada akhir

suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa

atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu

semester, bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang

studi.

Adapun tujuan utama dari evaluasi sumatif ini adalah

untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan

peserta didik setelah mereka menempuh program pengajaran

dalam jangka waktu tertentu. (Sudijono, 2007: 23) Berikut ini

beberapa hal yang berhubungan dengan evaluasi sumatif

yang terdapat dalam buku karangan Ahmad Rohani dan Abu

Ahmadi yang berjudul “Pengelolaan Pengajaran”, (Rohani dan

Ahmadi, 1991: 176-179), sebagai berikut:

a. Fungsi Evaluasi Sumatif


Fungsi evaluasi sumatif ini adalah untuk menentukan

angka kemajuan atau hasil belajar peserta didik.

b. Manfaat Evaluasi Sumatif

Berikut ini merupakan beberapa manfaat yang didapat

dari evaluasi sumatif.

1) Untuk menentukan nilai.

2) Untuk menentukan seseorang anak dapat atau tidak

mengikuti kelompok dalam menerima program

berikutnya.

3) Untuk mengisi catatan kemampuan siswa (Arikunto,

1996: 36)

c. Waktu Pelaksanaan

Sesuai dengan fungsi evaluasi, maka evaluasi sumatif

ini dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka panjang

dari suatu proses belajar mengajar seperti pada akhir

program pengajaran.

d. Aspek Tingkah Laku Yang Dinilai

Karena evaluasi sumatif merupakan untuk menilai

hasil jangka panjang, maka aspek tingkah laku yang dinilai

harus meliputi segi kognitif (pengetahuan), psikomotor

(ketrampilan) dan afektif (sikap dan nilai).

e. Cara Menyusun Soal


Penilaian sumatif ini merupakan evaluasi yang

dilakukan pada akhir program pengajaran.Ini berarti bahan

pengajaran yang menjadi sasaran penilaian cukup luas

dan banyak.Oleh karena itu, tidak efisien jika soal-soalnya

disusun atas dasar tujuan khusus pengajaran (TKP)

seperti pada evaluasi formatif.Akan tetapi penyusunan

soal-soalnya harus didasarkan pada tujuan umum

pengajaran (TUP) yang ada di dalam program pengajaran

tersebut.

Selanjutnya, karena tujuan evaluasi sumatif itu untuk

menentukan angka kemajuan setiap peserta didik yang di

antaranya untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus

tidaknya, maka masalah tingkat kesukaran soal harus

diperhatikan. Artinya, soal-soal itu harus disusun

sedemikian rupa sehingga mencakup yang mudah, sedang

dan sukar yang jumlahnya perbandingannya sekitar 3 : 5 :

2, perbandingan ini tidak harus mutlak demikian. Masalah

tingkat kesukaran soal ini dimaksudkan agar hasil

penilaian dapat memberi gambaran mengenai tingkat

kecerdasan atau kemampuan atau kepandaian tiap-tiap

peserta didik atas dasar klasifikasi kurang, sedang dan

pandai.
Di samping masalah tingkat kesukaran soal, pada

evaluasi sumatif ini diperhatikan daya pembeda dari setiap

soal.Artinya setiap soal harus mempunyai daya untuk

membedakan peserta didik yang pandai dengan yang

kurang atau tidak pandai.Tapi tingkat kesukaran dan daya

pembeda suatu soal itu hanya dapat diketahui melalui

analisis soal setelah tes itu dicobakan.Untuk itu perlu

diperhatikan pengetahuan lebih lanjut mengenai teknik

penilaian pendidikan yang menyangkut masalah “analisis

soal”.

f. Pendekatan Evaluasi Yang Digunakan

Pada evaluasi sumatif, ada dua pendekatan yang

dapat digunakan dalam menilai: 1) penilaian yang

bersumber pada kriteria mutlak dan 2) penilaian yang

bersumber pada norma relatif (kelompok)

g. Cara Pengolahan Hasil Evaluasi

Karena pada evaluasisumatif ini ada dua pendekatan

dalam mengevaluasi, maka pengolahan hasilnya pun ada

dua cara:

1) Pengolahan hasil evaluasi berdasarkan ukuran mutlak.

Jika pengolahan hasil evaluasi itu berdasarkan ukuran

atau kriteria mutlak, maka yang harus dicari adalah


presentase jawaban benar yang dicapai oleh setiap

peserta didik.

2) Pengolahan hasil evaluasi berdasarkan norma relatif

(kelompok). Untuk mengolah hasil evaluasi yang

berdasarkan norma relatif, digunakan nilai-nilai yang

standar seperti skala nilai 0 – 10 atau skala nilai 0 –

100. Untuk merubah nilai atau skor mentah ke dalam

skor terjabar berdasarkan skala penilaian tertentu,

maka prosedur atau langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menyusun distribusi atau frekwensi skor yang

diperoleh peserta didik

b) Menghitung angka rata-rata

c) Menghitung standar devisi

d) Mengubah skor ke dalam skala penilaian yang

dikehendaki

h. Penggunaan Hasil Evaluasi

Pada evaluasi sumatif, hasilnya digunakan antara lain

sebagai berikut:

1) Menentukan kenaikan kelas

2) Menentukan angka raport

3) Mengadakan seleksi

4) Menentukan lulus tidaknya peserta didik


5) Mengetahui status setiap peserta didik dibandingkan

dengan peserta didik lainnya dalam kelompok yang

sama

3. Evaluasi Diagnostik

Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan

untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-

kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan

perlakuan yang tepat.Evaluasi diagnostik dapat dilakukan

dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama

proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal

dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini

evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan

awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh

siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk

mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum

dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan

secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara

pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui

tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah

dipelajarinya.

Perbandingan Tes Diagnostik, Tes Formatif, dan Tes Sumatif

Ditinjau Tes Diagnostik Tes Formatif Tes Sumati


dari
Fungsinya  mengelompok  Umpan balik  Memberi tanda
kan siswa bagi siswa, telah mengikuti
berdasarkan guru maupun suatu program,
kemampuann program untuk dan menentukan
yamenentuka menilai posisi
n kesulitan pelaksanaan kemampuan
belajar yang suatu siswa
dialami unitprogram. dibandingkan
dengan anggota
kelompoknya
Cara  memilih tiap-  Mengukur  Mengukur tujuan
memilih tiap semua tujuan instruksional
tujuan keterampilan instruksional umum
yang prasarat khusus
dievaluasi  memilih
tujuan setiap
program
pembelajaran
secara
berimbang
 memilih yang
berhubungan
dengan
tingkah laku
fisik, mental
dan perasaan
Skoring  menggunakan  menggunakan  menggunakan
(cara standar standar standar relative
menyekor) mutlak dan mutlak
relative
Soal Latihan BAB 4

1. Apa penyebab penggolongan evaluasi pendidikan sangat

beragam?

2. Jelaskan manfaat evaluasi formatif dalam metode evaluasi?


BAB V

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Materi ini membahas tentang Definisi evaluasi, Manfaat dan

pentingnya evaluasi, Tujuan evaluasi, Ruang lingkup evaluasi,

Jenis evaluasi berdasarkan durasi, Prinsip-prinsip evaluasi, Objek

evaluasi, Model-model evaluasi, Langkah-langkah evaluasi.

B. Manfaat

Mata kuliah ini mendukung mahasiswa agar lebih aktif dalam

melaksanakan evaluasi belajar. Dengan memahami secara tepat

mata kuliah ini, akan sangat membantu mahasiswa untuk

mengetahui evaluasi program pendidikan.

C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa memiliki

kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi hasil pembelajaran.

D. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa akan mampu

mengetahui evaluasi program pendidikan.


II. PENYAJIAN

A. Pengertian Evaluasi dan Evaluasi Pendidikan

Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk

pengertian yang serupa dengan evaluasi, measurement atau

pengukuran, assigment atau penafsiran dan evaluasi. Berikut ini

beberapa gambaran tentang pengertian penilaian, pengukuran,

dan evaluasi:

1. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu

ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.

2. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu

dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.

3. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni

mengukur dan menilai.

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa

Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John

M. Echols dan Hasan Shadily,1983:220). Pendapat lain

mengatakan bahwa ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartian

sebagai prose menentukan nilai suatu objek (Nana Sudjana,

1989:3).

Menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan

yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek

dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan

dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.


Banyak definisi evaluasi dapat diperoleh dari buku-buku

yang ditulis oleh para ahlinya, antara lain definisi yang ditulis oleh

Ralph Tyler, yaitu evaluasi ialah menentukan sampai sejauh

mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Jika belum, bagaimana

yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang lebih luas

dikemukakan oleh dua orang ahli lain, yaitu Cronbach dan

Stufflebeam. Tambahan definisi tersebut adalah bahwa proses

evaluais bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai,

tetapi digunakan untuk membuat keputusan.

Evaluasi pendidikan dibagimenjadiduabagianyaitu:

1. Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan

pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah

ditentukan.

2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed

back) bagi penyempurnaan pendidikan.

Sesuai dengan perkembangan konsep tentang evaluasi atau

penilaian program maka evaluator adalah seseorang atau suatu

tim yang mempunyai peran penting dalam memberikan informasi

mengenai keberhasilan suatu usaha. Evaluator merupakan

pelaku evaluasi dalam hubungannya dengan program kegiatan

yang di evaluasi.

Dilihat dari program tersebut, maka ada dua jenis evaluator, yaitu:

1. Evaluator intern
Adalah sebuah tim yang ditunjuk oleh suatu

organisasi yang melaksanakan program, terdiri orang-orang

yang menjadi anggota organisasi program tersebut.

Contoh: sebuah sekolah menyelenggarakan kegiatan

penataran selama satu bulan. Di samping sekolah membentuk

panitia penataran, juga mengangkat beberapa orang lain yang

bukan panitia untuk mengamati pelaksanaan penataran. Tim

penilai ini dapat ditunjuk sejak awal bersama-sama panitia

penataran dan dapat pula ditunjuk kemudian.

2. Evaluator ekstern

Adalah sebuah tim yang diminta (biasanya oleh

pengambil keputusan) untuk melaksanakan penilaian

terhadap efektivitas program agar hasilnya dapat digunakan

sebagai dasar pertiimbangan di dalam menentukan tindak

lanjut terhadap kelangsungan atau terhentikannya program

tersebut.

Evaluator ekstern dapat berasal dari sekelompok

orang yang memang sudah profesional, yang memang

merupakan kelompok yang siap dibayar oleh pengambil

keputusan. Ada juga yang berasal dari perwakilan beberapa

instansi yang ditunjuk. Misalnya: penilaian terhadap proyek

perintis sekolah pembangunan ditunjuk perwakilan dari


beberapa IKIIP yang tidak secara langsung menangani

program tersebut.

Untuk memperoleh hasil evaluasi yang sebaik-

baiknya bagi evaluator, dituntut adanya persyaratan-

persyaratan tertentu, diantaranya:

a. Memahami materi

b. Menguasai teknik

c. Objektif dan cermat

d. Dapat jujur dan dapat dipercaya

B. Tujuan Dan Fungsi Evaluasi Program


Di dalam merumuskan tujuan penelitian evaluasi, perancang

harus mengingat bahwa biasanya ada dua hasil yang diperoleh

dari pelaksanaan program, yaitu: hasil yang dinyatakan (stated

outcomes) dan hasil yang dinyatakan (unstated outcomes atau

unintended outcomes).

Hasil yang dinyatakan adalah hasil suatu program yang

sudah diharapkan akan muncul. Hasil ini merupakan efek pokok

dari program, misalnya kemampuan menggunakan komputer.

Siswa yang mengambil kursus komputer sudah memprogramkan

kegiatannya untuk belajar menggunakan komputer. Dalam hal ini

penilaian programnya diarahkan pada sejauh mana kemampuan

menggunakan komputer tersebut telah dikuasai.

Hasil yang tidak dinyatakan adalah hasil suatu program yang

tidak diharapkan atau tidak dengan sengaja diharapkan muncul


tetapi hasilnya ada. Contoh dari belajar menggunakan komputer

adalah demikian. Karena di dalam belajar menggunakan komputer

tersebut diperlukan konsentrasi penuh, agar tidak sering salah

pencet, maka selain memperoleh kemampuan menggunakan

komputer, sehabis mengikuti kursus siswa tersebut menjadi

tambah tinggi daya konsentrasinya. Kenaikan daya konsentrasi

tersebut merupakan hasil yang tidak dinyatakan, dan sering

dikenal dengan istilah efek pengiring.

Dengan melihat pada efek pengiring, yaitu hasil yang tidak

dinyatakan seperti dicontohkan, penilai program tentu saja belum

tahu ada tidaknya efek pengiring tersebut serta jika ada seperti

apa wujudnya. Demikian juga dengan perancang, pengelola dan

pelaksana program.

Oleh karena efek pengiring tersebut belum tentu positif,

maka tidak mustahil bahwa para penilai program mendapat

tanggapan yang baik dari pengelola program. Bisa jadi, mereka

didakwa mengada-ada, menjelekkan program dan sebagainya.

Adapun Tujuan evaluasi program antara lain sebagai berikut:

1. Untukmengumpulkan/memperoleh data tentanghasil-hasil yang

telahdicapaipadaakhirsuatuperiodepelaksanaan program.

2. Untukmengetahuikesulitanatauhambatan yang

dialamidalampelaksanaan program.
3. Untukmemperolehdasarbagipembuatanataupengambilankeputu

sandalampenyusunanlangkah-langkah/kebijakan yang

akanditempuhdalamperiodeberikutnya.

4. Untukmenghindarigangguan/hambatan,

sertamenjaminefektivitasdanefisiensikerjapadaperiodeberikutny

a.

Menurut Chabib Toha secara sederhana tujuan dan fungsi

evaluasi program pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru:

a. Untuk mengetahui kemajuan belajar siswa.

b. Untuk mengetahui kedudukan masing-masing individu

peserta didik dalam kelompoknya.

c. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dalam cara belajar

mengajar.

d. Untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan

menentukan kelulusan peserta didik.

2. Bagi peserta didik:

a. Untuk mengetahui kemampuan dan hasil belajar.

b. Untuk memperbaiki cara belajar.

c. Untuk menumbuhkan motivasi belajar.

3. Bagi sekolah:

a. Untuk mengukur mutu hasil pendidikan.

b. Untuk mengetahui kemajuan dan kemunduran sekolah.

c. Untuk membuat keputusan pada peserta didik.

d. Untuk mengadakan perbaikan kurikulum.


4. Bagi orang tua peserta didik:

a. Untuk mengetahui hasil belajar anaknya.

b. Meningkatkan pengawasan dan bimbingan serta bantuan

pada anaknya dalam usaha belajar.

c. Mengarahkan pemilihan jurusan/jenis sekolah pendidikan

lanjutan bagi anaknya.

5. Bagi masyarakat dan pemakai jasa pendidikan:

a. Untuk mengetahui kemajuan sekolah.

b. Untuk ikut mengadakan kritik dan saran perbaikan bagi

kurikulum pendidikan pada sekolah tersebut.

c. Untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

usaha membantu lembaga pendidikan.

C. Manfaat Dan Pentingnya Evaluasi Program

1. Bagipelaksana program

bergunauntukdasarpenyusunanlaporansebagaikelengkapanpert

anggungjawabantugas.

2. Bagilembagaataubadan yang membawahipelakasana program

mempunyai data yang

akuratsebagaibahanpengambilankeputusan,

khususnyauntukkepentingansupervisi.

3. Bagi evaluator luar dapat bertindak dengan obyektif karena

berpijak pada data yang dikumpulkan dengan cara-cara sesuai

dengan aturan tertentu.


D. Kerangka Dasar Evaluasi Program
Susun kerangka acuan (terms of reference) bagi
evaluasi
(1). Tujuan evaluasi
(2). Peranan evaluasi, yakni untuk apa hasil evaluasi
itu digunakan
(3). Kendalanya
(4). Penunjangnya

Tentukan unsur- unsur program


(1). Struktural
(2). Fungsional

Kembangkan atau pilih teknik pengumpulan data bagi


masing- masing unsur program
(1). Dipersiapkan
(2). Operasional

Buat jadwal pengumpulam data

Kumpulkan dan susun data


Yang dibutuhkan

Beberapa kriteria evaluasi yang relevan


(1). Koherensi
(2). Penyebaran sumber
(3). Tanggapan pemakai
(4). Tanggapan pelaksana
(5). “Cost- Effectivenesss ”
(6). Kemampuan generative
(7). Dampak
(8). Pengarahan kebijakan
(9). “Cost – Benefit analysis”
(10). Efek pelipatganda

Analisis data
Kriteria – Deskriptif

Rangkuman hasil analisis


Pencarian pola

E. Kriteria Evaluasi Program


Ada beberapa kriteria yang dipilih untuk digunakan dalam

evaluasi Program yang berfungsi sebagai acuan pengkajian. Ada

dua jenis kriteria yang dapat dipergunakan dalam evaluasi

program, yaitu kriteria internal dan kriteria eksternal.

Kriteria internal adalah standar yang dapat diaplikasikan

terhadap suatu program dalam kerangka program itu sendiri.

Kriteria eksternal adalah standar yang diterapkan terhadap

suatu program dari suatu sumber diluar kerangka program.

1. Kriteria internal

a. Kriteria internal yang dipergunakan adalah koherensi.

b. Kriteria internal yang dipergunakan adalah penyebaran

sumber

c. Tanggapan pemakai, sikap dan reaksi pemakai yang

berpartisipasi dalam program sering menjadi criteria.


d. Tanggapan penyedia yaitu mengacu pada tanggapan pihak

yang menyediakan program, dinilai dengan kriteria yang

dijabarkan dari tujuan-tujuan program yang ditetapkan

e. Keefektifan penggunaan biaya (cost effectininess)

f. Kemampuan generative

g. Dampak, yaitu efek lebih dibandingkan dengan yang

mungkin terjadi secara ilmiah, yaitu tanpa kehadiran program

2. Kriteria eksternal

a. Pengarahan kebijakan, biasanya program - program yang

harus dilaksanakan dalam kerangka pengarahan kebijakan

tertentu.

b. Cost benefit analysisYaitu menghendaki keuntungan-

keuntungan program baik yang segera tampak atau yang

tidak segera tampak, dan biaya pelaksanaan program, baik

baiaya langsung amupun tidak langsung.

c. Efek pelipatgandaan

F. Komponen Dan Indikator Program

Program merupakan sistem, sedangkan sistem adalah satu

kesatuandari beberapa bagian atau komponen program yang

saling kait-mengaitdan bekerja sama satu dengan lain untuk

mencapai tujuan yang sudahditetapkan dalam sistem. Dengan

demikian program terdiri dari komponen-komponenyang saling


berkaitan dan saling menunjang dalam rangkamencapai suatu

tujuan (Arikunto dan Jabar, 2009:9).

Komponen program adalah bagian-bagian atau unsur-unsur

yang membangun sebuah program yang saling terkait dan

merupakan faktor-faktorpenentu keberhasilan program. Oleh

karena suatu program merupakansebuah sistem maka komponen-

komponen program tersebut dapat dipandagsebagai bagian

sistem dan dikenal dengan istilah “subsistem”.Selanjutnya istilah

indikator berasal dari bahasa Inggris yaitu to indicateyang berarti

menunjukkan atau tanda. Jadi indikator merupakan sesuatuyang

dapat menunjukkan atau sebagai tanda dari suatu

subkomponendan sekaligusmenunjukkan atau sebagai tanda

suatu komponen.

Dalamkegiatan evaluasi program, indikator merupakan

petunjuk untuk mengetahuikeberhasilan atau ketidakberhasilan

suatu kegiatan. Perlu diketahui bahwaketidakberhasilan suatu

kegiatan dapat juga dipengaruhi oleh komponenatau

subkomponen yang lain.Ilustrasi dari penjelasan terkait dengan

komponen, subkomponendan indikator dari program yang akan

dievaluasi maka dalam hal ini dikutipdeskripsi yang disampaikan

Arikunto dan Jabar (2009:10-12) terkait denganevaluasi program

pembelajaran. Di mana dalam pembelajaran sebagaiprogram

memiliki komponen-komponen yang menjadi faktor


pentingkeberlangsungannya, dalam hal ini faktor-faktor yang

dimaksud sebagaiberikut:

1. Pendidik.

2. Peserta didik.

3. Materi/kurikulum.

4. Sarana dan prasarana.

5. Pengelolaan.

6. Lingkungan.

F. Model-Model Evaluasi Program

1. CIPP (Context, Input, Process, Product).

Huruf pertama dari konteks evaluasi dijadikan ringkasan

CIPP, model ini terkenal dengan model CIPP oleh

Stufflebeamdiantaranya sebagai berikut:

a. Evaluasi context, meliputi perumusan tujuan kegiatan

evaluasi dan lingkungan atau kondisi dimana program

berlangsung.

b. Evaluasi Input, meliputi data khusus dan pertimbangan-

pertimbangan mengenai ketenagaan, waktu, biaya yang

dibutuhkan, strategi edukatif dan administratif, dsb.

Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

c. Evaluasi Process, berlangsung pada saat dilaksanakannya

program.
d. Evaluasi Product (hasil), yaitu mengadakan evaluasi

terhadap keluaran atau output dari program.

2. Evaluasi Model UCLA

Alkin (1969) menulis tentang kerangka kerja evaluasi

yang hampir sama dengan model CIPP. Ia mengemukakan

lima macam evaluasi, yaitu:

a. Sistem Assessment, yang memberikan informasi tentang

keadaan atau posisi sistem.

b. Program Planning, membantu pemilihan program tertentu

yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan

program.

c. Program Implementation, yang menyiapkan informasi

apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok

tertentu yang tepat seperti yang direncanakan?

d. Program Improvement, yang memberikan informasi tentang

bagaimana program berfungsi, bagaiman progranm

bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencapaian tujuan,

adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang tak

terduga?

e. Program Certification, yang memberi informasi tentang nilai

atau guna program.

G. Langkah-Langkah Evaluasi Program Pendidikan


Evaluasi program pendidikan dilaksanakan melalui beberapa

tahapan. Secara garis besar tahapan tersebut meliputi: tahap

persiapan evaluasi program, tahap pelaksanaan evaluasi progr

am, dan tahap monitoring pelaksanaan progam.

1. Persiapan evaluasi program berupa penyusunan desain

evaluasi, penyusunan instrument evaluasi, validasi menentukan

jumlah sampel yang diperlukan dalam kegiatan evaluasi, dan

penyamaan persepsi antar evaluator sebelum pengambilan

data. Seorang evaluator harus mengetahui program dan criteria

keberhasilan program evaluasi. Setelah mengetahui tujuan dan

kriteria keberhasilan program maka seorang evaluator baru bisa

menentukan metode, alat, sasaran dan jadwal evaluasi

program pendidikan yang akan dilaksanakan. Sistematika

ataukomponen yang harus ada dalam evaluasi program

pendidikan secara garis besar sebagai berikut : latar belakang

masalah, problematika, tujuan evaluasi, populasidan sampel,

instrument, dan sumber data.

2. Pelaksanaan evaluasi program

Agar proses pelaksanaan evaluasi program pendidikan

berjalan dengan baik dapat menggunakan alat pengumpulan

data, sebagai berikut :

a. Pengambilan data dengan tes

b. Pengambilan data dengan observasi


c. Pengambilan data dengan angket

d. Pengambilan data dengan wawancara

e. Pengambilan data dengan metode analisis dokumen dan

artifak.

f. Monitoring pelaksanaan evaluasi program

Dalam pelaksanaan evaluasi terdapat pemantauan atau

monitoring dalam pelaksanaannya,diantaranya yaitu :

1) Fungsi pemantauan

Pemantauan memiliki fungsi pokok yaitu mengetahui

kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana program

dan untuk mengetahui seberapa pelaksanaan program yang

sedang berlangsung dapat diharapkan akan menghasilkan

perubahan yang diinginkan.

2) Sasaran pemantauan

Sasaran pemantauan yaitu dengan menemukan Hal-hal

bagaimana seberapa jauh pelaksanaan program telah sesuai

dengan rencana program dan menunjukkan tanda-tanda

tercapainya tujuan program.

3) Pelaku pemantauan Pemantauan program dilakukan oleh

evaluator bersama dengan pelaku atau pelaksana program

Soal Latihan BAB V

1. Jelaskan bagian evaluasi pendidikan?

2. Apa manfaaat evaluasi program ?


BAB VI

TEORI TES KLASIK

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Materi ini membahas tentang pengertian teori klasik, asumsi-


asumsi teori klasik, jenis-jenis skala pengukuran.
B. Manfaat

Mata kuliah ini mendukung mahasiswa agar lebih aktif dalam


melaksanakan evaluasi belajar. Dengan memahami secara tepat
mata kuliah ini, akan sangat membantu mahasiswa untuk
mengetahui pengertian teori klasik.
C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa memiliki


kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi hasil pembelajaran.
D. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa memiliki


kemampuan untuk menjelaskan pengertian dari teori klasik.
II. PENYAJIAN

A. Pengertian Teori Tes Klasik

Teori tes klasik atau classical test theory (CTT) merupakan salah
satu pendekatan yang digunakan dalam dunia pengukuran
dibidang Psikologi. Teori tes klasik dikenal juga dengan sebutan
teori skor murni (true score theory). Hal ini berkaitan dengan fokus
kajian teori tes klasik yang ingin melihat nilai skor murni dari skor
tampak yang diperoleh. Teori ini dikembangkan oleh Charles
Spearman tahun 1904 dan masih terus digunakan hingga saat ini.
Spearman mengembangkan CTT dengan menggabungkan konsep
eror dan korelasi (Salkind, 2007).

CTT merupakan teori psikometri yang populer serta banyak


digunakan pada berbagai disiplin ilmu (psikologi, pendidikan, dan
ilmu sosial lainnya). Istilah “klasik” yang digunakan tidak hanya
mengacu kronologi model ini, tetapi juga sebagai kontras dengan
lebih teori psikometri yang lebih baru yang disebut sebagai
sebagai Teori Respon Butir (Item Response Theory), yang sering
kali disebut juga dengan istilah "teori modern". Terdapat beberapa
perbedaan yang mendasari teori tes klasik dengan teori respon
butir.

Dari sisi pendekatan, teori tes klasik mengadopsi pendekatan


deterministik (certainty) dimana fokus utama analisis adalah skor
total individu (X). Setiap tes memiliki eror (E) yang menyertai setiap
hasil pengukuran dalam mengukur sifat manusia. Skor murni (T)
dan error (E) keduanya adalah variabel laten, namun tujuan
pengujian adalah untuk menarik kesimpulan mengenai skor murni
individu. Skor per-item juga dapat dipastikan benar dan salahnya
yaitu misalnya jika jawaban seseorang benar maka diberi skor 1
dan salah diberi skor 0. Sedangkan IRT berfokus pada probabilitas
dalam menjawab setiap item dimana menilai jawaban bukan pada
total skor seseorang melainkan mempertimbangkan
respon/jawaban seseorang pada level item. Pemberian skornya
juga bukan dengan cara menentukan skor 1 atau 0, melainkan
probabilitas orang tersebut mendapat skor 1 atau skor 0.
B. Asumsi Teoritik Mengenai Skor

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, teori tes klasik memiliki


banyak asumsi di dalamnya. Performasi subjek pada suatu skala
pengukuran dinyatakan dalam angka yang disebut skor. Skor ini
merupakan skor perolehan pengukuran yang selanjutnya disebut
sebagai skor tampak atau dilambangkan dengan X. Di dalam skor
tampat terdapat skor murni (T) dan error pengukuran (E) yang tidak
pernah dapat diketahui besarannya (Azwar, 2011). Teori tes klasik
bekerja pada tataran skor tampak dengan menggunakan model
linier dalam menjelaskan model skor. Beberapa asumsi yang
mendasar skor dalam teori tes klasik diantaranya sebagai berikut
(disarikan dari Azwar, 2015)

Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan Skor tampak (X), skor murni
(T), dan eror pengukuran (E) bersifat aditif. Skor tampak (X) yang
diperoleh individu merupakan akumulasi dari skor murni (T) dan eror
pengukuran (E).

Asumsi pertama teori tes klasik adalah bahwa terdapat hubungan


antara skor tampak (observed score) yang dilambangkan dengan
huruf X, skor murni (true score) yang dilambangkan dengan T dan
skor kasalahan (error) yang dilambangkan dengan E. Menurut
Saifuddin Azwar (2001: 30) yang dimaksud kesalahan pada
pengukuran dalam teori klasik adalah penyimpangan tampak dari skor
harapan teoritik yang terjadi secara random. Hubungan itu adalah
bahwa besarnya skor tampak ditentukan oleh skor murni dan
kesalahan pengukuran. Dalam. bahasa matematika dapat
dilambangkan dengan X = T + E.

Asumsi ini menyatakan bahwa skor murni merupakan nilai harapan


X. Karena besar skor murni diasumsikan tetap dalam setiap
pengukuran, maka besar varians skor tampak akan tergantung pada
variasi eror pengukuran.

Asumsi kedua adalah bahwa skor murni (T) merupakan nilai


harapan є (X). Dengan demikian skor murni adalah nilai rata-rata skor
perolehan teoretis sekiranya dilakukan pengukuran berulang-ulang
(sampai tak terhingga) terhadap seseorang dengan menggunakan alat
ukur.

Korelasi antara eror pengukuran dan skor murni adalah nol.


Menurut asumsi ini, bagi suatu kelompok populasi subjek yang dikenai
tes distribusi eror pengukuran dan distribusi skor murni adalah
independen satu sama lain. variasi eror tidak tergantung pada variasi
skor murni.

Asumsi kelima menyatakan bahwa jika terdapat dua tes untuk


mengukur atribut yang sama maka skor kesalahan pada tes pertama
tidak berkorelasi dengan skor murni pada tes kedua ( ). Asumsi ini
akan gugurjika salah satu tes tersebut ternyata mengukur aspek yang
berpengaruh terhadap teradinya kesalahan pada pengukuran yang
lain.

Bila e1 adalah eror pengukuran tes pertama dan e2 adalah eror


pengukuran tes kedua, maka asumsi ini menyatakan bahwa distribusi
eror kedua tes tersebut tidak berkorelasi satu sama lain.

Asumsi kelima menyatakan bahwa eror pada suatu tes tidak


berkorelasi degan skor murni pada tes lain.

Asumsi keenam teori tes klasik adalah menyajikan tentang


pengertian tes yang pararel. Dua perangkat tes dapat clikatakan
sebagai tes-tes yang pararel jika skor-skor populasi yang menempuh
kedua tes tersebut mendapat skor murni yang sama ( T = T' )dan
varian skor-skor kesalahannya sama ( ). Dalam prakteknya, asumsi
keenam teori ini sulit terpenuhi.

Asumsi terakhir dari teori tes klasik menyatakan tentang definisi tes
yang setara (essentially equivalent). Jika dua perangkat tes
mempunyai skor-skor perolehan dan yang memenuhi asumsi 1
sampai 5 dan apabila untuk setiap populasi subyek X1 = X2 + C12,
dimana C12 adalah sebuah bilangan konstanta, maka kedua tes itu
disebut tes yang pararel.
Asumsi-asumsi teori klasik di atas memungkinkan untuk
dikembangkan dalam rangka pengembangan berbagai formula yang
berguna dalam melakukan pengukuran psikologis. Daya beda, indeks
kesukaran, efektifitas distraktor, reliabilitas dan validitas adalah
formula penting yang disarikan dari teori tes klasik.

1. Daya beda

Daya beda (diskriminasi) suatu butir tes adalah kemampuan suatu

butir untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan

tinggi dan berkemampuan rendah. Adapun fungsi dari daya

pembeda adalah mendeteksi perbedaan individual yang sekecil-

kecilnya diantara para peserta tes. Penentuan daya beda butir

biasanya dilakukan dengan menggunakan indeks korelasi,

diskriminasi, dan indeks keselarasan item. Dari ketiga cara tersebut

yang paling sering digunakan adalah indeks korelasi. Ada empat

macam teknik korelasi yang biasa digunakan untuk menghitung

daya beda, yaitu : (1) teknik point biserial, (2) teknik biserial, (3)

teknik phi, dan (4) teknik tetrachorik. Brennan (1972) sebagaimana

dikutip Yen W.M dalam Encyclopedia of EducationalResearch

memperkenalkan cara untuk menghitung Indeks diskriminasi

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

B=U_L

n1 n2

Dimana dari rumus di atas dapat dimaknai bahwa daya beda


adalah perbedaan antara proporsi kelompok atas yang menjawab
benar butir tes menjawab benar butir tes U
n1

Dengan proporsi kelompok bawah yang menjawab butir tes L

n2

Rumus tersebut dapat digunakan untuk menghitung daya beda


butir-butir soal dalam bentuk pilihan ganda.

Daya beda juga dapat dijelaskan sebagai derajad hubungan antara


skor butir dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi
product moment dari Pearson. Rumus khusus korelasi product
moment yang dikenal dengan korelasi point biserial untuk data
dalam bentuk dikotomi sebagaimana dikutip dalam Encyclopedia of
Educational Research adalah sebagai berikut:

rpbis = (x+ -x) p

Sx q

Dimana x , mean total skor peserta yang memiliki jawaban benar. x


adalah mean skormtotal S, adalah standar deviasi skor total, p
adalah proporsi peserta ujian yang menjawab benar pada butir tes
sedangkan q adalah 1 – p. Rumus korelasi point biserial juga dapat
diturunkan langsung dari rumus korelasi produk momen tanpa
membuat pembatasan asumsi.

Alternatif lain untuk melihat indeks daya beda adalah dengan


menggunakan rumus korelasi biserial. Korelasi biserial berbeda
dengan korelasi point biserial baik secara teori maupun
perhitungan, akan tetapi jika digunakan untuk tujuan menganalisis
butir, kedua teknik tersebut dapat di interpretasikan dengan cara
yang sama. Crocker menyatakan rumus korelasi biserial sebagai
berikut: rbis = ( x+ – x ) P

Sx y

“y” pada rumus korelasi biserial di atas melambangkan ordinat p


dalam kurva normal. x+ adalah mean skor dari peserta tes yang
memiliki jawaban benar, x adalah mean skor total, Sx adalah
deviasi standar total, p adalah proporsi peserta ujian yang
menjawab benar butir ini dikarenakan tingkat kesukaran
dikombinasikan dengan kriteria oleh koefisien point biserial.

Teknik lain untuk menentukan nilai daya beda adalah dengan


menggunakan teknik korelasi phi (ø) f . Anas Sudijono menuliskan
rumus tentang teknik korelasi phi sebagai berikut: ø = P H – P L

2√(p)(q)

ø adalah adalah angka indeks diskriminasi phi yang dianggap


sebagai angka indeks diskriminasi butir. PH adalah proporsi orang
yang menjawab benar kelompok atas. PL adalah proporsi orang
yang menjawab benar kelompok bawah. p adalah proporsi seluruh
peserta tes yang menjawab betul dan q adalah 1 dikurangi p.

Untuk menyatakan bahwa besaran daya beda dapat


berfungsi dengan baik, ada beberapa patokan yang dapat
digunakan. Menurut Djemari Mardapi butir yang diterima harus
memiliki indeks daya beda > 0,3 butir dengan indeks daya beda
kurang dari antara 0,1 sampai 0,3 perlu direvisi dan jika daya
bedanya < 0,1 maka butir tersebut tidak diterima. Sedangkan Ebel
& Frisbie memberikan patokan indeks daya beda sebagai berikut:

Indeks daya beda Evaluasi butir

0,4 keatas Butir yang sangat baik

0,3 – 0,39 Sedikit atau tidak memerlukan revisi

0,2 – 0,29 Butir memerlukan revisi

< 0,19 Butir harus dieliminasi

1. Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran butir sebagaimana dinyatakan oleh Allen &
Yen adalah proportion ofexaminees who get that item correct.
Senada dengan mereka, Sax menulis bahwa indeks kesukaran
adalah proporsi peserta ujian yang menjawab benar. Saifuddin
Azwar (2003: 134) menyatakan dengan lebih lugas bahwa indeks
kesukaran butir adalah rasio penjawab butir dengan benar dan
banyaknya penjawab butir.

Proporsi menjawab benar p (proportion correct) adalah indeks


kesukaran soal yang paling sederhana dan sering digunakan dalam
menentukan besaran indeks.

Rumus untuk menentukabesarnya indeks kesukaran secara


matematis dirumuskan oleh Saifuddin sebagai berikut: P = n1N

P adalah indeks kesukaran butir, n1 adalah jumlah peserta tes


yang menjawab benar sedangkan N adalah banyaknya siswa yang
menjawab butir soal tersebut. Dengan demikian untuk menghitung
indeks kesukaran butir dilakukan dengan tidak membagi kelompok
peserta tes kedalam kelompok atas dan bawah sebagaimana untuk
menentukan daya beda.

Besarnya indeks korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Makin


tinggi besaran indeks korelasi maka butir soal tersebut semakin
mudah. Dan semakin kecil angka indeks korelasi maka butir soal
tersebut semakin sulit. Indeks kesukaran yang berada disekitar 0,5
dianggap yang terbaik. Karena itulah maka menurut Allen & Yen
tingkat kesukaran yang baik adalah 0,3 sampai 0,7. Butir dengan
tingkat kesulitan dibawah 0,3 dianggap butir soal yang sukar
sedangkan jika indeksnya diatas 0,7 butir soal tersebut dianggap
mudah.

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan berkaitan dengan


indeks kesukaran butir yaitu bahwa nilai p bagi suatu butir hanya
menunjukkan indeks bagi kelompok yang diuji. Harga p ini bisa
berubah jika tes diujikan pada kelompok yang berbeda. Selain itu,
indeks kesukaran yang dihasilkan dari rumus ini adalah indeks
kesukaran yang berlaku bagi kelompok secara keseluruhan bukan
perorangan. Indeks kesukaran bagi tiap peserta tes tidak bisa
disimpulkan dengan melihat indeks proporsi menjawab benar p.
1. Efektivitas Distraktor

Setiap tes pilihan ganda memiliki satu pertanyaan serta


beberapa pilihan jawaban. Diantara pilihan jawaban yang ada,
hanya satu yang benar. Selain jawaban yang benar ada juga
Jawaban yang salah atau distractor (pengecoh). Dengan demikian,
efektifitas distraktor adalah seberapa baik pilihan yang salah
tersebut dapat mengecoh peserta tes yang memang tidak
mengetahui kunci jawaban yang tersedia. Semakin banyak peserta
tes yang memilih distraktor tersebut, maka distaktor itu dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.

Cara menganalisis fungsi distraktor dapat dilakukan dengan


menganalisis pola penyebaran jawaban butir. Pola penyebaran
jawaban adalah suatu pola yang dapat menggambarkan
bagaimana peserta tes dapat menentukan pilihan jawabannya
terhadap kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah
dipasangkan pada setiap butir.

Menurut Fernandes (1984: 29) distraktor dikatakan baik jika


dipilih oleh minimal 2% dari seluruh peserta. Distraktor yang tidak
memenuhi kriteria tersebut sebaiknya diganti dengan distraktor lain
yang mungkin lebih menarik minat peserta tes untuk memilihnya.

Meskipun penggunaan teori tes klasik relatif mudah dalam


menganalisis butir, tapi teori ini memiliki beberapa kelemahan
mendasar. Kelemahan utama teori tes klasik adalah keterikatan alat
ukur teori tersebut pada sampel (sample bound). Kemampuan
kelompok siswa yang mengikuti tes sangat mempengaruhi nilai
statistik. sehingga nilai statistiknya akan berbeda jika tes diberikan
kepada kelompok yang lain.

Selain itu, perkiraan kemampuan peserta tergantung pada butir


soal. Jika indeks kesukaran rendah maka estimasi kemampuan
seseorang akan tinggi dan sebaliknya. Perkiraan kesalahan
pengukuran tidak mencakup perorangan tetapi kelompok secara
bersama-sama. Hal ini dikarenakan respon setiap peserta tes
terhadap soal tidak bisa dijelaskan oleh teori tes klasik.
Dalam proses pembelajaran hal-hal tersebut akan menimbulkan
berbagai macam kesukaran terutama untuk melihat kemampuan
peserta tes secara perorangan. Oleh karena itulah ada upaya untuk
membebaskan alat ukur dari keterikatan terhadap sampel (sample-
free). Berangkat dari hal itulah para ahli kemudian menyusun teori
baru yang bermaksud untuk melengkapi dan memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ada dalam teori tes klasik. Teori ini
kemudian dikenal dengan Item Response Theory (IRT) atau teori
respon butir.

Soal Latihan BAB VI

1. Apa maksud dari CTT?

2. Sebutkan jenis-jenis skala pengukuran?


BAB VII

KONSTRUKSI TEST

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Materi ini membahas tentang konsep belajar, konsep hasil

belajar, pengertian konstruksi tes, hal yang harus diperhatikan

dalam dalam merencanakan evaluasi, prinsip-prinsip dasar dalam

penyusunan test, jenis-jenis test, ciri-ciri tes yang baik.

B. Manfaat

Materi ini juga bermanfaat bagi pendidik dalam melakukan

konstruksi test karena dalam materi ini berisi pembahasan

tentang pengertian konstruksi tes, hal yang harus diperhatikan

dalam dalam merencanakan evaluasi, prinsip-prinsip dasar dalam

penyusunan test, jenis-jenis test, ciri-ciri tes yang baik.

C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa memiliki

kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi hasil pembelajaran.

D. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa akan dapat

mengetahui pengertian kontruksi test.


II. PENYAJIAN

A. Konsep Belajar

Menurut Teori belajar behaviorisme (tingkah laku) belajar

adalah proses perubahan tingkah laku. Menurut teori ini yang

terpenting adalah masukan/input yang berupa masukkan dan

keluaran/output yang berupa respon.Selanjutnya teori belajar

kognitivisme menyatakan bahwa belajar adlah perubahan

persepsi dan pemahaman.

Berdasarkan pendapat ini dapat dipahami bahwa pada

dasarnya belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang

berlangsujng dalam jangka waktu tertentu melalui pemberian

pengetahuan, latihan maupun pengalaman. Belajar dengan

pengalaman akan membawa pada perubahan diri dan cara

merespon lingkungan.

B. Konsep Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya

kegiatan pembelajaran disekolah. Menurut Sudjana (2010:22),

hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito

mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai

dengan adanya perubahan perilaku kea rah positif yang relative

permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan

pendapat itu, maka Wahidmurni,dkk. (2010:18) menjelaskan


bahwa seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar

jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya.

Perubahan-perubahan tersebut diantaranya dari segi

kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya

terhadap suatu objek.

Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan

dnegan melakukan tes dan pengukuran.Tes dan pengukuran

memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan

instrument penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni,dkk

(2010:28), instrument dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes

dan nontes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006:155), gambaran

hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang

diperoleh siswa setelah belajar.Hasil belajar tampak terjadinya

perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan

diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan.Perubahan

tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan

pengembangan yang lebih baik disbanding sebelumnya.

Berdasarkan konsepsi diatas, pengertian hasil belajar dapat

disimpulkan sebagai perilaku secara positif serta kemampuan

yang dimiliki siswa dari suatu interaksi tindak belajar dan

mengajar yang berupa hasil intelektual, strategi kogitif, sikap dan

nilai, inovasi verbal dan hasil belajar motoric.Perubahan tersebut


dapat diartkan terajdinya peningkatan dan pengembangan yang

lebih baik disbanding dengan sebelumnya.

C. Konstruksi Tes

1. Pengertian Konstruksi Tes

Menurut Michael Suswanto konstruksi adalah cara

penyusunan alat ukur tes secara ilmiah ( sistematis, obyektif

dan standar).

Test Menurut Ridwan (2006;37) adalah sebagai

instrument pengumpulan data, serangkaian

pertanyaan/latihan yang digunakan untuk mengukur

keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau

bakat yang dimiliki individu/kelompok.

Konstruksi Tes adalah prosedur sistematis untuk

mengukur keterampilan pengetahuan atau bakat yang dimiliki

individu atau kelompok.

2. Hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan test

(Menheren & Lehman, 1984,p.64)

a. Tujuan Test

b. Pengetahuan, keterampilan, sikap atau lainnya yang ingin

diukur.

c. tabel spesifikasi

d. Kesesuaian butir tes dengan tujuan

e. Format butir tes


f. Lama waktu untuk tes

g. Tingkat kesukaran tes

h. Tingkat pembedaan tes

i. susunan format tes (bisa lebih dari satu)

j. Susunan butir tes untuk tiap format

k. Persiapan mahasiswa

l. Tempat menulis jawaban tes

m. Cara penskoran

n. Penskoran tes esai dan pilihan ganda

o. Tabulasi skor tes

p. laporan hasil tes

Test yang banyak digunakan di sekolah adalah tes hasil

belajar yang dilaksanakan di kelas. Tes ini mempunyai

beberapa tujuan :

a. Menentukan tingkat kemampuan siswa

b. mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa

c. merangking siswa berdasarkan kemampuannya

d. mendiagnosis kesulitan siswa

e. mengevaluasi hasil pengajaran

f. mengetahui efektifitas kurikulum (pencapaian kurikulum)

g. memotivasi siswa
Sebuah tes sering kali bisa digunakan untuk beberapa

tujuan, tetapi tidak akan memiliki efektifitas yang sama untuk

semua tujuan.

3. Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati

didalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut dapat

mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata pelajaran

yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan

keterampilan peserta didik yang diharapkan setelah mereka

menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.

a. Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil

belajar (learning out comes) yang telah ditetapkan sesuai

dengan tujuan instruksional. Kejelasan mengenai

pengukuran hasil belajar yang dikehendaki akan

memudahkan bagi guru dalam menyusun butir-butir soal

tes hasil belajar.

b. Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel

yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang

telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh

performan yang telah diperoleh selama peserta didik

mengikuti suatu unit pengajaran.

c. Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus

dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk


mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan

tujuan tes itu sendiri.Untuk mengukur hasil belajar yang

berupa keterampilan misalnya, tidak tepat jika hanya

menggunakan soal-soal yang berbentuk essay test yang

jawabannya hanya mengurai dan bukan melakukan atau

mempraktekkan sesuatu. Demikian pula untuk mengukur

kemampuan menganalisis suatu prinsip, tidak cocok jika

digunakan butir-bitir soal yang berbentuk objective test

yang pada dasarnya hanya mengungkap daya ingat

peserta didik.

d. Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan

kegunaannya untuk memperoleh hasil yang

diinginkan.Pernyataan tersebut mengandung makna,

bahwa desain tes hasil belajar harus disusun relevan

dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis

tes.

e. Tes hasil belajar harus memiliki reliabiltas yang dapat

diandalkan. Artinya, setelah tes hasil belajar itu

dilaksanakan berkali-kali terhadap subyek yang sama,

hasilnya selalu sama atau relatif sama. Dengan demikian

tes hasil belajar itu hendaknya memiliki keajegan hasil

pengukuran yang tidak diragukan lagi


Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat

pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat

dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk

memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru

itu sendiri.

4. Jenis-Jenis Tes

a. Dari segi bentuk pelaksanaannya

1) Tes Tertulis ( paper and pencil test)

Tes tertulis dalam pelaksanaannya lebih

menekankan pada penggunaan kertas dan pencil

sebagai instrumen utamanya, sehingga tes

mengerjakan soal atau jawaban ujian pada kertas ujian

secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun

menggunakan komputer.

2) Tes Lisan ( oral test)

Tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau

wawancara tatap muka antara guru dan murid.

3) Tes Perbuatan (performance test)

Tes perbuatan mengacu pada proses

penampilan seseorang dalam melakukan sesuatu unit

kerja. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan

perbuatan peserta didik.

b. Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya


1) Tes Essay (uraian)

Tes Essay adalah tes yang disusun dalam

bentuk pertanyaan terstruktur dan siswa menyusun,

mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu

dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat

bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam

menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat

dalam bahasa sendiri.

2) Tes Objektif

Tes objektif adalah tes yang disusun

sedemikian rupa dan telah disediakan alternatif

jawabannya. Tes ini terdiri dariberbagai macam bentuk,

antara lain ;

a) Tes Betul-Salah (TrueFalse)

b) Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)

c) Tes Menjodohkan (Matching)

d) Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis)

c. Dari segi fungsi tes di sekolah

1) Tes Formatif

Tes Formatif, yaitu tes yang diberikan untuk

memonitor kemajuan belajar selama proses

pembelajaran berlangsung. Tes ini diberikankan dalam


tiap satuan unit pembelajaran. Manfaat tes formatif bagi

peserta didik adalah :

a) Untuk mengetahui apakah peserta didik sudah

menguasai materi dalam tiap unit pembelajaran.

b) Merupakan penguatan bagi peserta didik.

c) Merupakan usaha perbaikan bagi siswa, karena

dengan tes formatif peserta didik mengetahui

kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.

d) Peserta didik dapat mengetahui bagian dari bahan

yang mana yang belum dikuasainya.

2) Tes Summatif

Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk

mengetahui penguasaan atau pencapaian peserta didik

dalam bidang tertentu.Tes sumatif dilaksanakan pada

tengah atau akhir semester.

3) Tes Penempatan

Tes penempatan adalah tes yang diberikan

dalam rangka menentukan jurusan yang akan dimasuki

peserta didik atau kelompok mana yang paling baik

ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.

4) Tes Diagnostik

Tes diagnostik adalah tes yang digunakan

untuk mendiagosis penyebab kesulitan yang dihadapi


seseorang baik dari segi intelektual, emosi, fisik dan

lain-lain yang mengganggu kegiatan belajarnya.

5. Ciri-ciri tes yang baik

Menurut arikonto (1992), Sebuah tes yang dapat

dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memilki

persyaratan tes, yaitu memiliki:

a. Validitas

Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut dapat

tepat mengukur apa yang hendak diukur. Contoh, untuk

mengukur partisipasi siswa dalam proses belajar

mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada

waktu ulangan, tetapi dilihat melalui: kehadiran,

terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru

dalam arti relevan pada permasalahannya.

b. Reliabilitas

Berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat

dipercaya.Tes dapat dikatakan dapat dipercaya jika

memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-

kali.Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes

tersebut menunjukan ketetapan. Jika dihubungkan dengan

validitas, maka: Validitas adalah ketepatan dan reliabilitas

adalah ketetapan.
c. Objektivitas

Sebuah dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam

melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang

mempengaruhi.hal ini terutama terjadi pada sistem

scoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka

objektivitas menekankan ketetapan pada sistem

scoringnya, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan

dalam hasil tes.

d. Praktikabilitas

Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi

apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah

pengadministrasiannya.tes yang baik adalah yang mudah

dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi

dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.

e. Ekonomis

Yang dimaksud ekonomis disini ialah bahwa

pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau

biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang

lama.

Soal Latihan BAB 7

1. Tujuan kontruksi tes !

2. Kapan hasil kontruksi tes dapat diandalkan!


BAB VIII

ANALISIS TES

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi singkat

Mata kuliah ini membahas tentang pengertian analisi tes,kegiatan

analisis tes meliputi empat hal yakni analisis validasi tes

reliabitas,analisis butir soal( item analysis) dan analisis teknik

kegunaan tes.

B. Manfaat

Mata kuliah ini merupakan penjelasan tentang kegiatan analisis tes

untuk mengetahui mutu suatu tes yang di buat oleh tenaga

pendidik. Mata kuliah ini sangat membantu tenaga pendidik untuk

memahami wujud tes yang baik dan bagaimana butir soal yang

baik, karena isi materi mata kuliah ini memberi panduan pada

tenaga pendidik dalam membuat tes agar dapat terjamin objektifitas

dan keakuratannya. Dengan memahami secara tepat mata kuliah

ini, akan sangat membantu tenaga pendidik dalam menyususn tes

dengan baik dan efisien.

C. Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa

dapatmengetahui apa analisis tes.


D. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa akan dapat

menerapkan analisis tes dengan melakukan empat cara yakni

analisis validasi tes reliabitas,analisis butir soal( item analysis) dan

analisis teknik kegunaan tes.


II. PENYAJIAN

A. Pengertian Analisis Tes

Analisis tes adalah salah satu kegiatan dalam rangka

mengkonstruksi tes untuk mendapatkan gambaran tentang mutu

tes, baik mutu keseluruhan tes maupun mutu tiap butir

soal/tugas.Analisis dilakukan setelah tes disusun dan dicobakan

kepada sejumlah subyek dan hasilnya menjadi umpan balik untuk

perbaikan/peningkatan mutu tes bersangkutan. Oleh karena itu

kegiatan analisis tes merupakan keharusan dalam keseluruhan

proses mengkonstruksi tes. Dalam analisis tes juga ada beberapa

yang harus kita perhatikan, diantaranya:

1. Menilai tes yang dibuat sendiri

Secara teoritis, siswa dalam satu kelas merupakan

populasi atau kelompok yang keadaannya heterogen. Dengan

demikian, maka apabila dikenai sebuah tes akan tercermin

hasilnya dalam suatu kurva normal. Sebagai besar siswa

berada di daerah sedang, sebagian kecil berada di ekor kiri,

dan sebagaian kecil yang lain berada di ekor kanan kurva.

Apabila keadaan setelah hasil dianalisis tidak seperti yang

diharapkan dalam kurva normal, maka tentu ada “apa-apa”

dengan soal tesnya.Apabila hampir seluruh siswa

memperoleh skor jelek, berarti bahwa tes yang disusun

mungkin terlalu sukar.Sebaliknya jka seluruh siswa


memperoleh skor baik, dapat diartikan bahwa tesnya terlalu

mudah. Tentu saja interpretasi terhadap soal tes akan lain

seandainya tes itu sudah disusun sebaik-baiknya sehingga

memenuhi persyaratan sebagai tes.

Dengan demikian maka apabila kita memperoleh

keterangan tentang hasil tes, akan membantu kita dalam

mengadakan penilaian secara objektif terhadap tes yang kita

susun. Ada 4 (empat)cara untuk menilai tes, yaitu:

a. Cara pertama meneliti secara jujur soal-soal yang sudah

disusun, kadang-kadang dapat diperoleh jawaban tentang

ketidakjelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan

lain-lain keadaan soal tersebut. Pertanyaan-pertanyaan

tersebut, antara lain:

1) Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah

seimbang?

2) Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah

diajarkan?

3) Apakah soal yang kita susun tidak merupakan

pertanyaan yang membingungkan (dapat di salah

tafsirkan)?

4) Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti?

5) Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagaian

bbesar siswa?
b. Cara kedua adalah mengadakan analisis soal (item

analysis). Analisis soal adalah suatu prosedur yang

sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi

yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun.

c. Cara ketiga adalah mengadakan checking validitas.

Validitas yang paling penting dari tes buatan guru adalah

validitas kurikuler (content validity). Untuk mengadakan

checking validitas kurikuler, kita harus merumuskan tujuan

setiap bagian pelajaran secara khusus dan jelas sehingga

setiap soal dapat kita jodohkan dengan setiap tujuan

khusus tersebut.

2. Cakupan kegiatan analisis tes

Kegiatan analisis tes meliputi empat hal yakni :

a. Analisis validitas tes

b. Analisis reliabilitas tes

c. Analisis butir soal yang meliputi :

1) Analisis daya pembeda tiap butir soal,

2) Analisis tingkat kesukaran tiap butir soal,

3) Analisis pengecoh (distraktor) pada setiap butir soal,

4) Analisis homogenitas tiap butir soal.

d. Analisis teknis kegunaan tes.

Dengan melakukan analisis tes, guru dapat

“menabung-soal” atau membuat “bank-soal” yakni


kumpulan soal-soal yang sudah teruji

kebaikannya.Manfaat terbesar dari kegiatan analisis tes

ialah guru makin memahami bagaimana wujud tes yang

baik, bagaimana butir soal yang baik.Sehingga pada

akhirnya guru makin terampil menyusun tes dengan baik

dan efisien.

Kritik terhadap tes bentuk pilihan ganda yang

dianggap lebih buruk dari tes bentuk uraian karena “makin

membodohkan siswa”, sebenarnya bersumber pada tes

pilihan ganda yang buruk. Tes pilihan ganda (tes obyektif)

yang baik, yang dianalisis dari berbagai segi dan

digunakan sesuai tujuan pendidikan, akan lebih baik

dibanding tes bentuk uraian yang tidak dianalisis. Oleh

sebab itu tes bentuk apapun perlu dianalisis agar dapat

terjamin obyektifitas dan keakuratannya.

Pembahasan analisis tes di sini akan terbatas pada

tes buatan guru/dosen, dan bukan psikotes yang dibuat

para ahli atau THB yang dibakukan.

B. Cara Mengetahui Validitas Tes

Validitas tes adalah tingkat keabsahan atau ketepatan suatu

tes. Tes yang valid (absah = sah) adalah tes benar-benar

mengukur apa yang hendak diukur. Tes matematika kelas dua


SMP, hendaknya benar-benar mengukur hasil belajar matematika

siswa SMP kelas dua ; bukan siswa SMP kelas tiga atau siswa SD

kelas enam. Dan bukan mengukur hasil belajar dalam bidang studi

lainnya.

Tes yang disusun untuk mengukur hasil belajar mata

pelajaran kimia pada kelas tertentu, hendaknya tidak menyimpang

sehingga mengukur hasil belajar matematika atau bahasa, atau

kimia untuk kelas lainnya.

Dengan kata lain, validitas tes menunjukkan tingkat

ketepatan tes dalam mengukur sasaran yang hendak diukur.Ada

empat macam validitas tes hasil belajar, yakni:

1. Validitas permukaan (face validity)

Tingkat validitas permukaan diketahui dengan melakukan

analisis atau telaah rasional ( semata-mata berdasarkan

pertimbangan logis, bukan pada hitungan angka-angka empirik

). Analisis permukaan meliputi berbagai aspek berikut ini:

a. Apakah bahasa dan susunan kalimat (redaksi) tiap butir

soal cukup jelas dan sesuai dengan kemampuan siswa?

b. Apakah isi jawaban yang diminta tidak membingungkan?

c. Apakah cara menjawab sudah dipahami siswa?

d. Jangan sampai siswa tahu isi jawabannya tetapi tidak tahu

bagaimana cara menjawab soal bersangkutan.


e. Apakah tes itu telah disusun berdasar kaidah/prinsip

penulisan butir soal?

Tes yang tidak mengikuti kaidah penulisan butir soal akan

tampak semerawut sehingga membingungkan.

Setiap tes paling sedikit harus diperiksa melalui analisis

permukaan. Walaupun analisis ini tergolong paling lemah,

namun lebih baik daripada tidak ada analisis sama sekali.

Tentu saja akan lebih baik bila suatu tes dianalisis lebih lanjut.

2. Validitas isi (content validity)

Tingkat validitas isi juga diketahui dengan analisis

rasional. Pada prinsipnya dilakukan pemeriksaan terhadap tiap

butir soal, apakah soal sudah sesuai dengan Tujuan

Pembelajaran Khusus atau dengan kompetensi yang hendak

diukur atau dengan indikator keberhasilan siswa.

Cara yang lazim ialah mencocokkan tiap butir soal dengan

kisi-kisi yang disusun berdasarkan GBPP (Garis Besar Program

Pengajaran).Pengujian validitas isi dilakukan dengan menjawab

pertanyaan berikut.

a. Apakah keseluruhan tes telah sesuai dengan kisi-kisi?

Kisi-kisi adalah suatu bagian atau matrik yang

menggambarkan penyebaran soal-soal sesuai dengan aspek

atau pokok bahasan yang hendak diukur, tingkat kesukaran

dan jenis soal. Kisi-kisi itu harus disusun sedemikian rupa


sehingga mencakup seluruh bahan pelajaran yang akan

diteskan. Tingkat kesesuaian seluruh butir soal dengan kisi-

kisi (dengan bahan yang akan diteskan) menunjukkan tingkat

validitas isi.

b. Apakah terdapat butir soal yang menyimpang, atau menuntut

jawaban di luar bahan pelajaran bersangkutan?

Misalnya soal dalam mata pelajaran fisika

menjurus/menyimpang ke hitungan matematika atau

kemampuan di luar pokok bahasan yang diajarkan.

Penyimpangan yang tidak kentara itu perlu

dihilangkan.Semakin banyak soal yang menyimpang,

semakin rendah tingkat validitas isi.Untuk melakukan analisis

validitas isi diperlukan adanya kisi-kisi tes yang disusun

sebelum soal-soal ditulis.

3. Validitas kriteria (criterion validity)

Validitas ini diketahui dengan cara empirik, yakni

menghitung koefisien korelasi antara tes bersangkutan dengan

tes lain sebagai kriterianya. Yang dapat digunakan sebagai

kriteria adalah tes yang sudah dianggap valid, atau nilai mata

pelajaran yang sama yang dipandang cukup obyektif. Sebagai

contoh, skor tes Bahasa Inggris buatan guru dikorelasikan

dengan skor tes Bahasa Inggris yang telah dibakukan.Skor tes

Matematika kelas I SMA dikorelasikan dengan nilai rata-rata


Matematika.Dengan rumus korelasi Pearson’s Product Moment

dan menggunakan kalkulator, perhitungan validitas criteria

tersebut tidak terlalu sulit, apalagi bila menggunakan komputer.

Kesulitan utama dalam menentukan validitas kriteria ialah

mencari skor tes yang akan dijadikan kriteria. Bila kriterianya

buruk atau tidak valid, maka validitas tes yang diperoleh akan

percuma saja.

4. Validitas ramalan (predictive validity)

Validitas ini menunjukkan sejauh mana skor tes

bersangkutan dapat digunakan meramal keberhasilan siswa

dimasa mendatang dalam bidang tertentu. Cara menghitungnya

sama seperti validitas kriteria, dalam hal ini skor tes

dikorelasikan dengan keberhasilan siswa di masa datang.

Misalnya antara nilai UAN ( Ujian Akhir Nasional ) di SMA,

dengan prestasi belajar di perguruan tinggi dalam mata

pelajaran yang sama.

Suatu tes yang baik biasanya memiliki angka validitas

0,50 atau lebih; tentu saja angka itu makin tinggi makin baik.

Suatu tes dengan angka validitas kurang dari 0,50 belum tentu

buruk. Mungkin kriterianya yang buruk atau keliru menentukan

kriteria.

C. Cara Mengetahui Reliabitas Tes


Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu

tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk

menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah).Tes

yang reliabel atau dapat dipercaya adalah tes yang menghasilkan

skor secara ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada

situasi dan waktu yang berbeda-beda. Sebaiknya, tes yang tidak

reliabel seperti karet untuk mengukur panjang, hasil pengukuran

dengan karet dapat berubah-ubah ( tidak konsisten ).

Ada tiga cara mengetahui reliabilitas tes. Pada prinsipnya

diperoleh dengan menghitung koefisien korelasi antara dua

kelompok skor tes. Tiga cara itu sebagai berikut.

1. Tes-retest method (metoda tes ulang)

Suatu tes (yakni tes yang akan dihitung reliabilitasnya),

diteskan terhadap kelompok siswa tertentu dua kali dengan

jangka waktu tertentu (misalnya satu semester atau satu catur

wulan).

Skor hasil pengetesan pertama dikorelasikan dengan

skor hasil pengetesan kedua.Koefisien korelasi yang diperoleh

menunjukkan koefisien reliabilitas tes tersebut.

Contoh:

Tes Pertama Tes Kedua


Siswa
Skor Ranking Skor Ranking
A 15 3 20 3
B 20 1 25 1
C 9 5 15 5
D 18 2 23 2
E 12 4 18 4
Walaupun tampak skornya naik, akan tetapi kenaikannya

dialami oleh semua siswa.Metode ini disebut self-correlation

method (korelasi diri sendiri) karena mengkorelasikan hasil dari

tes yang sama.

2. Paralel test method (metoda tes parallel)

Cara ini mengharuskan adanya dua tes yang parallel,

yakni dua tes yang disusun dengan tujuan yang sama (hanya

sedikit perbedaan redaksi, isi atau susunan kalimatnya). Dua

tes tersebut diadministrasikan pada satu kelompok siswa

dengan perbedaan waktu beberapa hari saja. Skor dari kedua

macam tes tersebut dikorelasikan dengan teknik yang sama

seperti pada metode tes-retest. Koefisien korelasi yang

diperoleh menunjukkan tingkat reliabilitas tes.

3. Split-half method (metode belah dua)

Kelemahan penggunaan metode dua-tes kali percobaan

dan satu-tes dua kali percobaan diatasi dengan metode ketiga

ini yaitu metode belah dua. Dalam menggunakan metode ini

pengetes hanya menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu

kali. Oleh karena itu, disebut juga single-test-single-trial-

method.

Berbeda dengan metode pertama dan kedua yang

setelah diketemukan koefisien dan korelasi langsung ditafsirkan


itulah koefisien reliabitas maka dengan metode ketiga ini tidak

dapat demikian.Pada waktu membelah dua dan

mengkorelasikan dua belahan, baru diketahui reliabitas

setengah tes.Untuk mengetahui reliabitas seluruh tes harus

digunakan rumus. Spearman-Brown sebagai berikut:

Contoh:

2 × 𝑟½½
𝑟11 =
(1 + 𝑟½½)

Di mana:

r½½ = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

r11 = koefisien realibitas yang sudah disesuaikan

Contoh:

Korelasi antara belahan tes = 0,60


2×0,60
Maka Reliabilitas tes (1+0,60) = 0,75

Banyak pemakai metode ini salah membelah hasil tes

pada waktu, menganalisis. Yang mereka lakukan adalah

mengelompokkan hasil setengah subjek peserta tes dan

setengah yang lain kemudian hasil kedua kelompok ini

dikorelasikan. Yang benar adalah membelah item atau butir

soal. Tidak akan keliru kiranya bagi pemakai metode ini harus

ingat bahwa banyaknya butir soal harus genap agar dapat

dibelah. Ada dua cara membelah butir soal:


a. Membelah atas item-item genap dan item-item ganjil yang

selanjutnya disebut belahan ganjil-genap, dan

b. Membelah atas item-item awal dan item-item akhir yaitu

setengah jumlah pada nomor-nomor awal dan setengah

pada nomor-nomor akhir yang selanjutnya disebut belahan

awal-akhir.

D. Cara Mengetahui Analisis Butir Soal (Item Analysis)

Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian

pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan

yang memiliki kualitas yang memadai. Ada dua jenis analisis butir

soal, yakni analisis tingkat kesukaran soal dan analisis daya

pembeda disamping validitas dan reliabitas. Menganalisis tingkat

kesukaran soal artinya mengkaji soal-soal mana yang termasuk

mudah, sedang dan sukar.

Sedangkan menganalisis daya pembeda artinya mengkaji

soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam

membedakan siswa yang termasuk ke dalam kategori lemah atau

rendah dan kategori kuat atau tinggi prestasinya.Sedangkan

validitas dan reliabitas mengkaji kesulitan dan keajegan

pertanyaan tes.

Salah satu cara untuk memperbaiki proses belajar-mengajar

yang paling efektif ialah dengan jalan mengevaluasi test hasil


belajar yang diperoleh hasil belajar dari proses belajar-mengajar itu

sendiri. Dengan kata lain, hasil test itu kita oleh sedemikian rupa

sehingga dari hasil pengolahan itu dapat diketahui kompenan-

kompenan manakakah dari proses belajar-mengajar itu yang

masih lemah.

Pengolahan test hasil belajar dalam rangka memperbaiki

proses belajar-mengajar dapat dilakukan dengan berbagai cara,

antara lain:

1. Dengan membuat analisis soal (item analysis)

2. Dengan mennghitung validitas dan kaeandalan tes.

3. Dalam pasal ini khusus akan di bicarakan cara yang

pertama,yaitu teknik analisis soal atau yang biasa disebut item

analisis. Cara yang kedua, yaitu menghitung validititas dan

keandalan tes.

Menurut thorndike dan hagen(1977), analisis terhadap soal-

soal (items) tes yang telah di jawab oleh murid-murid mempunyai

dua tujuan penting. Pertama, jawaban-jawaban soal itu merupakan

informasi diagnostik untuk meneliti pelajaran dari kelas itu dan

kegagalan-kegagalan belajarnya, serta selanjutnya untuk

membimbing ke arah belajar yang lebih baik.

Kedua, jawaban-jawaban terhadap soal-soal yang terpisah

dan perbaikan (review) soal-soal yang didasarkan atas jawaban-


jawaban itu merupakan basis bagi penyiapan tes-tes yang lebih

baik untuk tahun berikutnya.

Jadi, tujuan khususnya dari items analysis ialah mencari soal

tes mana yang baik dan mana yang tidak baik,dan mengapa items

atau soal itu di katakan baik atau tidak baik. Dengan mengetahui

soal-soal yang tidak baik itu selanjutnya kita dapat mencari

kemungkinan sebab-sebab mengapa item itu tidak baik. Dengan

membuat analisis soal, sedikitnya kita dapat mengetahui tiga hal

penting yang dapat di peroleh dari tiap soal,yaitu:

1. Sampai dimana tingkat atau taraf kesukaran soal itu (difficulty

levelof an item).

2. Apakah soal itu mempunyai daya pembeda (discriminating

power) sehingga dapat membedakan kelompok siswa yang

pandai dengan kelompok siswa yang bodoh.

3. Apakah semua alternatif jawaban (options) menarik jawaban-

jawaban ataukah ada yang demikian tidak menarik tidak

menarik sehingga tidak tidak perlu dimasukkan ke dalam soal.

a. Taraf Kesukaran

Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal

yang baik, disamping memenuhi validitas dan reliabitas, adalah

adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal

tersebut.Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya

soal-soal yang termasuk mudah, sedang, sukar secara


proporsional.Tingkat kesukaran soal dipandang dari

kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya,

bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal.

Persoalan yanng penting dalam melakukan analisis

tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria

soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar.

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau

tidak terlalu sukar.Soal yang terlalu mudah tidak merangsang

siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya

soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus

asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi

karena di luar jangkauannya.

Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya sesuatu

soal tersebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya

indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks

kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan

indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar,

sebaliknya indeks 1,0 menunjukan bahwa soalnya terlalu

mudah.

0,0 1,0

Sukar Mudah

Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi

simbol P (p besar), singkatan dari kata “proporsi”. Dengan


demikian maka soal dengan P = 0,70 lebih mudah jika

dibandingkan dengan P = 0,20. Sebaliknya soal dengan P =

0,30 lebih sukar dengan P = 0,80.

Melihat besarnya bilangan indeks maka lebih cocok jika

bukan disebut sebagai indeks kesukaran tetapi indeks

kemudahan atau indeks fasilitas, karena semakin mudah soal

itu, semakin besar pula bilangan indeksnya.Akan tetapi telah

disepakati bahwa walaupunseemakin tinggi indeksnya

menunjukan soal yang semakin mudah, tetapi tetap disebut

indeks kesukaran.

Rumus mencari P adalah:


𝐵
Rumus :𝑃 = 𝐽𝑆

Di mana:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

b. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal

untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan

tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).

Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut

indeks diskriminasi, disingkat D (d besar). Seperti hanya indeks

kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar


antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran

tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada indeks diskriminasi

digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukan kualitas

testee.Yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh

disebut pandai. Dengan demikian ada tiga titik pada daya

pembeda, yaitu:

-1,000,00 1,00

daya pembeda daya pembeda daya

pembeda

negatif rendah tinggi (positif)

Jawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh,

maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya

pembeda.Demikian pula jika semua siswa baik pandai maupun

bodoh tidak dapat menjawab dengan benar.Soal tersebut tidak

baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda.Soal yang

baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa

pandai saja.

Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan

tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam

membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya)

dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah

prestasinya.Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak


yang mampu, hasilnya menunjukan prestasi yang tinggi; dan

bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah.

Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes

tersebut, jika diujikan kepada anak berprestasi, hasilnya

rendah, tetapi bila diberikan kepada anak yang lemah hasilnya

lebih tinggi. Atau bila diiberikan kepada kedua kategori siswa

tersebut, hasilnya sama aja. Dengan demikian, tes yang tiidak

memiliki daya pembeda, tidak akan menghasilkan gambaran

hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya.

Sungguh aneh bila anak pandai tidak lulus, tetapi anak

bodoh lulus dengan baik tanpa dilakukan manipulasi oleh si

penilai atau di luar faktor kebetulan.

Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda

adalah dengan menggunakan tabel atau kriteria dari Rose dan

Stanley seperti berikut.

Di mana:

SR - ST

SR = Siswa yang menjawab salah dari kelompok rendah

ST = Siswa yang menjawab salah dari kelompok tinggi

Contoh:

Tes pilihan ganda atau option 4 diberikan kepada 30 orang

siswa.Jumlah soal 15. Setelah diperiksa, datanya adalah

sebagai berikut:
Jumlah siswa Jumlah siswa
yang yang
No. menjawab menjawab SR - ST Ket.
Soal salah salah
kelompok kelompok
rendah (SR) tinggi (ST)
1 6 1 5
2 6 1 5
3 5 2 3
4 6 1 5
5 2 1 1
6 5 1 4
7 2 1 1
8 7 1 6
9 7 1 6
10 4 2 2
11 3 1 2
12 6 1 2
13 2 1 5
14 6 1 1
15 5 2 3

c. Pola jawaban soal

Yang dimaksud pola jawaban disini adalah distribusi

testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk

pilihan ganda.Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung

banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d

atau yang tidak memilih pilihan manapun (blangko). Dalam

istilah evaluasi disebut omit, disingkat O.

Dan pola jawaban soal dapat ditentukan apakah

pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baiik


atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee

berarti bahwa pengecoh itu jelek, terlalu menyolok

menyesatkan. Sebaliknya sebuah distraktor (pengecoh) dapat

dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut

mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes

yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.

Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui:

1) Taraf kesukaran soal;

2) Daya pembeda soal;

3) Baik dan tidaknya distraktor.

Sesuatu distraktor dapat diperlukan dengan 3 (tiga) cara:

1) Diterima, karena sudah baik,

2) Ditolak, karena tidak baik,

3) Ditulis kembali, karena kurang baik.

Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan

kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan

perubahan seperlunya.Menulis soal adalah suatu pekerjaan

yang sulit, sehingga apabila masih dapat diperbaiki, sebaiknya

diperbaiki saja, tidak dibuang.Suatu distraktor dapat dikatakan

berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes.

Soal Latihan BAB 8

1. Apa alasan analisis test perlu dilakukan?

2. Apa maksud analisis tes yang ekonomis ?


BAB IX
MANAJEMEN PENGUJIAN

III. PENDAHULUAN

A. Deskripsi singkat
Mata kuliah ini membahas tentang manajemen pengujian yang
meliputi perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, dan
pengawasan, dalam mengelola segala sumber daya yang berupa
manusia, uang, material, metode, mesin, market, waktu, dan
informasi, untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien dalam
bidang pendidikan.

B. Manfaat
Mata kuliah ini merupakan pengetahuan dasar yang mendukung
segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber
“personil maupun materiil” secara efektif dan efisien untuk
menunjang tercapainya pendidikan. Mata kuliah ini sangat
membantu tugas-tugas mahasiswa, karena isi materi mata kuliah ini
memberi panduan dalam membantu dan perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan, untuk mencapai
tujuan dengan efektif dan efisien dalam bidang pendidikan.Dengan
memahami secara tepat mata kuliah ini, akan sangat membantu
mahasiswa dalam memahami evaluasi pendidikan

C. Tujuan Instruksional Umum

Setelahmenyelesaikanmatakuliahinimahasiswadapatmenerapkan
pengetahuan dasar yang mendukung segala usaha bersama
untukmenunjang tercapainya pendidikansecara efektif dan efisien

D. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa akan dapat
menerapkan MANAJEMEN PENGUJIAN dalam evaluasi
pendidikan
I. PENYAJIAN

A. MANAJEMEN PENGUJIAN
1. Defenisi
- Manajemen adalah suatu proses perencanaan ,pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan usaha anggota dalam organisasi,
serta penggunaan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan
- Pengujian adalah sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban yang
benar dan salah
Pengertian Manajemen pengujian dalam evaluasi pendidikansecara
umum adalah suatu proses perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, dan pengawasan, dalam mengelola segala sumber
daya yang berupa manusia, uang, material, metode, mesin, market,
waktu, dan informasi, untuk mencapai tujuan dengan efektif dan
efisien dalam bidang pendidikan.

Manajemen bidang pendidikan dalam suatu bisnis atau perusahaan


dilaksanakan secara langsung oleh manajer pendidikan untuk
mewujudkan pelaksanaan aktivitas pendidikan yang sesuai target.

Pengertian Manajemen Pendidikan Menurut Para Ahli

Beberapa ahli pernah menjelaskan pengertian manajemen di bidang


pendidikan, diantaranya adalah:

1. Syarif (1976:7) Manajemen pendidikan adalah segala usaha bersama


untuk mendayagunakan sumber-sumber “personil maupun materiil” secara
efektif dan efisien untuk menunjang tercapainya pendidikan.

2. Sutisna (1979:2-3) Manajemen bidang pendidikan adalah keseluruhan


“proses” yang membuat sumber-sumber personil dan meteriil sesuai yang
tersedia dan efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama di bidang
pendidikan.
Evaluasi yang dilakukan oleh guru untuk mengukur ketercapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana yang dituntut dalam
silabus atau kurikulum mata pelajaran. Evaluasi yang dilakukan sekolah
untuk mengukur ketercapaian standar kompetensi kelulusan untuk semua
mata pelajaran dan merupakan penilaian akhir untuk menentukan
kelulusan dari sekolah. Sedangkan evalusi yang dilakukan oleh
pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan
secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian
nasional. Oleh karena itulah fungsi penilaian dan evaluasi proses dan
hasil belajar sangat penting dilaksanakan pada satuan-satuan pedidikan
dalam usaha untuk mengetahui tingkat keberhasilan sekolah dalam
melaksanakan proses belajar-mengajar.
Sehubungan dengan itu guru sebagai tenaga pengajar yang profesioal
harus mengetahui dan memahami tentang bagaimana prosedur
melaksanakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar yang
benar.
Disamping itu pula hasil dari evaluasi proses dan hasil belajar dapat
dijadikan dasar bagi guru untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar mengajar melalui penelitian tindakan
kelas.
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik,
digunakan untuk menilai pencapaiam kompetensi peserta didik, bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses
pembelajaran.(P.P RI Nomor: 19 Tahun 2005).
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan
pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelengraan pendidikan, yang meliputi kinerja
pendidikan, sekurang-kurangnya meliputi :
1) Tingkat kehadiran peserta didik, pendidik, dan tenaga
kependidikan
2) Pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kegiatan
ekstrakurikuler
3) Hasil belajar peserta didik
4) Realisasi anggaran .(P.P RI Nomor: 19 Tahun 2005).
Penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar adalah kegiatan untuk
menentukan mutu proses dan hasil berlajar dalam suatu satuan
pendidikan melalui proses pengumpulan dan pengolahan informasi
berkaitan dengan proses dan hasil belajar siswa dengan
menggunakan alat pengukuran berupa tes dan non tes.

A. Prinsip-Prinsip Penilaian,pengujian dan Evaluasi Proses dan Hasil


Belajar
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan
yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang
dimaksudkan. ( Prayitno dan Erman Amti ,1999 ). Prinsip adalah
merupakan dasar, asas atau kebenaran yang menjadi pokok dasar
seseorang berpikir atau bertindak ( Zuldafrial,2009 ). Prinsip berarti
dasar, asas atau kebenaran yang merupakan hasil kajian teoritik dan
telaah lapangan yang dijadikan pegangan bagi seseorang untuk
melakukan suatu tindakan ataupun perbuatan. Perbuatan yang dilakuan
berdasarkan prinsip-prinsip tertentu akan dapat menghasilkan tujuan
yang diinginkan secara efektif dan efisien. Efektif artinya tepat
sasaran dan efisein
artinya dengan waktu, tenaga dan biaya yang ringan.
Adapun prinsip-prinsip penilaian secara umum adalah sebagai berikut:
1. Valid.
Penilaian harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan
menggunakan alat yang dapat dipercaya, tepat dan sahih.Sebagai
contoh apabila dalam pelaksanaan kurikulum digunakan
pendekatan eksprimen maka kegiatan melakukan percobaan harus
menjadi salah satu obyek yang dinilai.Ketika merencanakan
penilaian guru memerlukan jaminan bahwa semua kegiatan telah
berorientasi pada usaha untuk menyediakan informasi yang
relevan dengan kompetensi dan indikator pencapaian hasilbelajar.
2. Mendidik.
Penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap
pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu penilaian harus
dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan yang
memotivasi bagi siswa yang berhasil dan sebagai pemicu
semangat untuk meningkatkan hasil belajar bagi yang kurang
berhasil.
3. Berorientasi pada kompetensi.
Penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud
dalam kurikulum.
4. Adil dan obyektif.
Penilaian harus adil terhadap semua siswa dan tidak membeda
bedakan latar belakang siswa yang tidak berkaitan dengan
pencapaian hasil belajar.
5. Terbuka.
Kriteria penilaian hendaknya terbuka bagi berbagai kalangan
sehinga keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi fighak-
fihak yang berkepentingan.
6. Berkesinambungan.
Penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, teratur, terus
menerus, dan berkesinambungan unutk memperoleh gambaran
tentang perkembangan kemajuan belajar siswa.
7. Menyeluruh.
Penilain terhadap hasil belajar siswa harus dilaksanakan
menyeluruh, utuh, dan tuntas yang mencakup aspek kognitif,
psikomotorik, dan afektif serta berdasarkan pada berbagai teknik
dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasilbelajar siswa.
8. Bermakna.
Penilaian hendaknya mudah difahami dan bisa ditindak lanjuti
oleh fihak yang berkepentingan. Hasil penilaian mencewrminkan
gambaran yang utuh tentang prestasi siswa yang men gandung
informasi keunggulan dan kelemahan, minat, dan tingkat
penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9. Praktikabilitas
Ialah kepraktisan atau keterpakaian yang baik harus ekonomis baik
ditinjau dari sudut uang maupun waktu. Kedua, ia harus mudah
dilaksanakan dan diberi skor, dan yang terakhir, instrument itu harus
mampu menyediakan hasil yang dapat diinterpretasikan secara akurat
serta dapat digunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan (Groulund &
Linn, 1990)
Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan,
penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang
mencerminkan kemampuan yang diukur.
2. Obyektif, berarti penilaian berdasarkan pada prosedur dean
kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilaian.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta
didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar
belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu
komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh fihak yang
bersangkutan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh
pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan
menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk
memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Sistimatis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langklah-langkah baku.
8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9. Akuntabel, berarti, penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik
dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

C. Aspek-Aspek Proses dan Hasil Belajar yang Dinilai


1. Evaluasi Proses Pembelajaran
Untuk menilai dan mengevaluasi sesuatu hal diperlukan suatu
ukuran atau kriteria sebagai standar penilaian. Adapun standar
penilaian proses pembelajaran berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
a. Kurikulum/materi
berkaitan dengan karektersitiknya yaitu mudah-sukarnya mataeri
pelajaran di akses, mudah sukarnya materi pelajaran dipelajari
atau diajarkan oleh guru, luas sempitnya materi pelajaran yang
diajarkan.
b. Strategi dan metode mengajar guru
Adalah pendekatan dan cara yang dipilih oleh guru dalam
menyampaikan materi pelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan.
c. Sarana pendidikan/media/sumber belajar
Adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Sarana dapat berupa media dan atau sumber
belajar. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
digunakan oleh oleh guru sebaai alat dalam menyampaikan
materi palajaran.
d. Sistem administrasi
Penyusunan jadwal belajar oleh sekolah, program tahunana,
program semester dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP ) yang disusun oleh guru.
e. Aktivitas belajar siswa
Belajar akan berhasil bila diikuti oleh aktivitas belajar yang intensif.
Aktivitas belajar dapat berupa aktivitas fisik maupun aktivitas
mental. Aktivitas fisik seperti mencatat, menggambar,meringkas,
mengetik, menyusun, memperhatikan, mengerjakan tugas dan
lain-lain. Aktivitats mental seperti mengingat,menjelaskan,
mengaplikasikan, menghubung-hubungkan, menguraikan dan
menilai.
f. Lingkungan belajar
Lingkungan belajar adalah segala situasi dan kondisi yang
terdapat disekitar siswa yang dapat mempengaruhi hasil
belajarnya. Lingkungan dapat berupa lingungan sosial dan
lingkungan fisik.Lingkunag sosial seperti lingkunagn sekolah,
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar tempat
tinggal siswa. Lingkungan fisik berupa lingkungan alam atau
sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan siswa untuk
belajar.
g. Evaluasi Hasil Belajar
Belajar pada dasarnya adalah merupakan suatu proses mental
karena orang yang belajar perlu memikir, menganalisa,
mengingat, dan mengambil kesimpulan dari apa yang dipelajari.
Sehubungan dengan itu terdapat bermacam-macam pendapat
tentang apa yang dimaksud dengan belajar. Dibawah ini akan
diketengahkan beberapa pendapat tentang belajar yang
dikemukakan oleh beberapa aliran psikologi.
Teknik penilaian adalah metode atau cara penilaian yang dapat
digunakan guru untuk mendapatkan informasi. Teknik penilaian yang
memungkinkan dan dapat dengan mudah digunakan oleh guru, misalnya
: a) tes ( tertulis, lisan, perbuatan ), b) observasi atau pengamatan, c)
wawancara.
1. Teknik penilaian melalui tes
a. Tes tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta
didik dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis
secara umum dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:
a) Tes obyektif, misalnya bentuk pilihan ganda, jawaban singkat
atau isian, benar salah dan bentuk menjodohkan.
b) Tes uraian, yang terbagai tes uraian objektif ( penskoran dapat
dilakukan secara obyektif ) dan tes uraian non objektiif
(penskorannya sulit dilakukan secara objektif ).
c) Tes lisan
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan
dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara guru
dan peserta didik. Tes ini memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihannya adalah
o dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang
dimiliki peserta didik, sikap serta kepribadiannya karena
dilakukan secara berhadapan langsung;
o bagi peserta didik yang kemampuan berfikirnya relatif
lambat sehingga sering mengalami kesukaran dalam
memahami pernyataan soal, tes bentuk ini dapat
menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung
kejelasan pertanyaan yang dimaksud
o hasil tes dapat langsung diketahui peserta didik.
Kelemahannya adalah :
- subjektivitas guru sering mencemari hasil
- waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama.
d) Tes perbuatan yakni tes yang penugasnya disampai dalam
bentuk ,lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan
dengan perbuatan atau unjuk kerja. Penilaian tes perbuatan
dilakukan sejak peserta didik melakukan persiapkan,
melaksanakan tugas sampai dengan hasil yang dicapainya.
Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya diperlukan
sebuah format pengamatan, yang bentuknya dibuat
sedemikian rupa agar guru dapat menuliskan angka-angka
yang diperolehnya pada tempat yang sudah disediakan.
Bentuk formatnya dapat disesuaikan menurut
keperluan.Untuk tes perbutan yang sifatnya individual
sebaiknya menggunakan format pengamatan individual.
Untuk tes perbuatan yang dilaksanakan secara kelompok
digunakan format tertentu yang sudah disesuaikan untuk
keperluan pengamatan kelompok.
2. Teknik penilaian melalui observasi atau pengamatan
Observasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan pendidik untuk
mendapatkan
informasi tentang peserta didik dengan cara mengamati
tingkah laku dan kemampuannya selama kegiatan observasi
berlangsung. Observasi dapat dilakukan kepada peserta didik
secara perorangan atau kelompok.Dalam kegiatan observasi
perlu disiapkan format pengamatan. Format pengamatan berisi
prilaku-prilaku atau kemampuan yang akan dinil dan batas wakiu
pengamatan.
3. Teknik penilaian melalui wawancara
Teknik wawancara pada satu segi mempunyai kesamaan arti
dengan tes lisan yang telah diuraikan di atas. Teknik wawancara
ini diperlukan pendidik untuk tujuan mengungkapkan atau
menanyakan lebih lanjut hal-hal yang kurang jelas
informasinya. Teknik wawancara ini dapat pula digunakan sebagai
alat untuk menelusuri kesukaran yang dialami peserta didik
tanpa ada maksud untuk menilai.
Secara umum objek sikap yang perlu dinilai dalam proses
pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut :
a. Sikap terhadap mata pelajaran.
Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran.
Sikap positif siswa terhadap mata pelajaran yang diikutinya akan
dapat menumbuhkan minat belajar, akan lebih ,memberikan
motivasi dan akan lebih memudahkan menyrap materi pelajaran
yang diajarkan. Guru perlu membentuk sikap siswa dalam
mengikuti suatu mata pelajaran dengan cara menjelaskan manfaat
mata pelajaran tersebut bagi kehidupan siswa.
b. Sikap terhadap guru/pengajar.
Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap guru. Siswa yang tidak
memiliki sikap positif terhadap guru akan cenderung
mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Siswa yang memiliki sikap
negatif terhadap guru akan sukar menyerap materi pelajaran
yang diajarkan oleh guru. Oleh karena itu guru perlu membangun
kesadaran pada siswa tentang penting arti belajar bagi masa
depan mereka.
c. Sikap terhadap proses pembelajaran.
Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap proses
pembelajaran yang sedang berlangsung. Proses pembelajaran
yang menarik, nyaman dan menyenangkan dapat memudahkan
siswa memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru, tanpa
adanya gangguan, karena pembelajaran berlangsung dengan
tertib . Siswa menghargai guru demikian pula sebaliknya, guru
menghargai siswa dalam mengikuti pelajaran dengan
diindikasikan mengajar dengan sungguh agar siswa dapat
memahami apa yang disampaikan oleh guru.
d. Sikap terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Dalam proses pembelajaran agar siswa lebih dapat mendalami
materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, siswa perlu
diberikan tugas-tugas baik tugas individual maupun tugas
kelompok. Agar dapat melaksanakan tugas-tugas itu dengan
baik, maka siswa perlu memiliki sikap positif terhadap tugas
tugas itu. Tugas yang diberikan guru janganlah diangap
sebagai beban, tetapi disikapi sebagai proses pembelajaran
yang harus dilakukan oleh siswa dalam upaya untuk
membentuk kompetensi siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum
sekolah.
e. Sikap terhadap teman kelompok belajar atau teman sekelas.
Proses pembelajaran berlangsung dalam konteks sosial.
Artinya dalam pembelajaran terjadi inter akasi antara guru-siswa
dan siswa-siswa. Berkaitan dengan konteks ini hubungan antara
siswa dengan siswa dalam suatu kelas perlu ditumbuh-
kembangkan. Sikap positif terhadap teman sekelas akan banyak
membantu siswa dalam mengatasi kesulitan-kesulitan dalam
belajar. Sikap positif terhadap teman sekelompok dalam belajar
akan membantu tugas-tugas belajar dapat dilaksanakan dengan
baik.
f. Sikap dalam menghadapi ulangan atau ujian.
Penilaian hasil belajar dilakukan oleh guru untuk mengetahui
ketuntasan belajar dari materi pokok bahasan yang telah
diajarkan oleh guru. Keberhasilan siswa dalam menghadapi soal-
soal ulangan atau ujian, sangat tergantung pada sikap siswa
dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian tersebut. Sikap
positif itu ditunjukan dengan menyusun jadwal belajar, berlatih
menjawab soal-soal ulangan atau ujian, merapikan catatan
pelajaran yang telah diberikan oleh guru, tidur, makan dan istirahat
yang cukup dll.
Menurut Andersen ( 1981 ) ada dua metode yang dapat digunakan
untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode
laporan diri.Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi
bahwa karekteristik afektif dapat dilihat dari prilaku atau perbuatan
yang ditampilkan dan /atau reaksi psikologi. Metode laporan diri
berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah
dirinya sendiri. Namun dalam hal ini menuntut kejujuran dalam
mengungkapkan karekateristik afektif diri sendiri.

SOAL LATIHAN BAB IX

1. Jelaskan Apa yang dimaksud manajemen pengujian !

2. Apa maksud paktikabilitas dalam manajemen pengujian ?

Anda mungkin juga menyukai