Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri punggung bawah (NPB) dengan sinonim nyeri pinggang atau low back
pain adalah nyeri yang dirasakan diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong
bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosakral.1 Nyeri punggung bawah
merupakan keluhan yang telah dikenal manusia sejak jaman dahulu, frekuensinya
sangat tinggi dan sering mengalami kekambuhan. Prevalensi NPB di Amerika
Serikat diperkirakan antara 15-20% dan merupakan urutan kelima yang
menyebabkan pasien mencari pertolongan dokter.2 Di Indonesia prevalensi NPB
sebesar 18-29 %.3,4
Penyebab NPB sebagian besar (sekitar 85%) adalah nonspesifik, akibat
kelainan pada jaringan lunak berupa cedera otot, ligamen, spasmus, atau keletihan
otot. Penyebab yang serius (red flags) meskipun kasusnya hanya kurang dari 4%
tetapi perlu diwaspadai agar tidak sampai terlambat penatalaksanaannya dan
berakibat fatal.2,5
Pasien NPB akut non-spesifik biasanya sebagian besar akan sembuh sendiri,
banyak pasien yang mengobati dirinya sendiri tanpa pergi ke dokter karena episode
nyerinya yang singkat. Meskipun demikian angka kekambuhan NPB cukup tinggi
dan cenderung meningkat. Sebanyak 25-50% pasien mengalami episode NPB pada
tahun berikutnya.6
Penatalaksanaan NPB pada prinsipnya adalah secara konservatif dan
pembedahan. Pengobatan konservatif antara lain: pengobatan farmakologi dan non
farmakologi berupa: latihan, cognitive behavioral therapy, manipulasi spinal,
rehabilitasi. Sedangkan pengobatan pembedahan memerlukan indikasi yang ketat
untuk mencegah terjadinya failed back syndrome.1,7
Untuk mendapatkan diagnosis NPB yang tepat diperlukan anamnesis yang
cermat dan pemeriksaan fisik yang teliti sehingga penyakit spinal yang serius (red
flag) dapat terdeteksi. Nyeri punggung bawah kasusnya banyak dan sering
mengalami kekambuhan, biaya pemeriksaan penunjang yang mahal, penyebab
kehilangan jam kerja dan yang lebih penting adalah banyak pasien NPB yang

1
belum mendapat penatalaksanaan yang memadai. Diperlukan upaya-upaya
pencegahan terjadinya NPB dan kekambuhannya serta pengobatan yang rasional
berdasarkan bukti-bukti klinis.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk lebih memahami mengenai
definisi, anatomi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding dan
penatalaksanaan, serta prognosis dari low back pain.

1.3 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai definisi, anatomi, etiologi, patofisiologi, diagnosis,
diagnosis banding dan penatalaksanaan, serta prognosis dari low back pain.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi

Nyeri punggung bawah didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan diantara


sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu didaerah lumbal atau
lumbosakral.1 Nyeri punggung bawah digolongkan kedalam onset akut jika terjadi
kurang dari 4 minggu, subakut jika gejalanya timbul selama 4 hingga 12 minggu,
dan kronis ketika gejalanya menetap lebih dari 12 minggu.8
Nyeri punggung bawah yang bersifat neurologis adalah jika nyeri terjadi
disertai dengan gejala radikuler, yang meliputi kelemahan kaki, nyeri yang
menjalar, atau perubahan sensorik yang berkorelasi dengan jalur saraf yang
mengalami gangguan. Sedangkan kasus yang terlokalisasi pada daerah tulang
belakang dan paraspinal tanpa gejala neurologis disebut nyeri punggung bawah
muskuloskeletal atau non-neurologis.8

2.2 Anatomi vertebrae

Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh dan berfungsi menyanggah


cranium, gelang bahu ekstremitas superior, dan dinding thorax serta melalui gelang
panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior. Di dalam rongganya
terletak medulla spinalis, radiks nervi spinalis, dan lapisan penutup meningen,
yang dilindungi oleh columna vertebralis.9
Columna vertebralis terdiri dari 33 vertebra, yaitu 7 vertebra cervicalis, 12
vertebra thoracicus, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sacralis (yang bergabung
membentuk os sacrum), dan 4 vertebra coccygea (tiga yang di bawah ulnumnya
bersatu). Strktur columna ini fleksibel, karena columna ini bersegmen-segmen dan
tersusun dari vertebra, sendi-sendi, dan bantalan fibrocartilago yang disebut discus
intervertebralis. Discus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang
columna. Permukaan atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan dilapisi
oleh lempeng tulang rawan hialin yang tipis. Di antara lempeng tulang rawan
tersebut, terdapat discus intervertebralis yang tersusun dari jaringan fibrocartilago.9

3
Gambar 1. Anatomi vertebrae9

Discus intervertebralis paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat di


mana paling banyak terjadi gerakan columna vertebralis. Discus ini berperan
sebagai peredam benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak
bertambah. Sayangnya daya pegas ini berangsur-angsur menghilang dengan
bertambahnya usia.9

4
Setiap discus terdiri dari bagian pinggir, anulus fibrosus, dan bagian tengah
yaitu nucleus pulposus. Anulus fibrosus terdiri atas jaringan fibrocartilago, yang
melekat dengan erat pada corpus vertebrae dan ligamentum longitudinale anterius
dan posterius columna vertebralis. Nucleus pulposus pada anak-anak dan remaja
merupakan massa lonjong dari zat gelatin. Biasanya berada dalam tekanan dan
terletak sedikit ke pinggir posterior daripada pinggir anterior discus. Permukaan
atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan yang menempel pada discus
diliputi oleh cartilago hialin yang tipis.9

Gambar 2. Diskus intervertebralis9

Sifat setengah cair nucleus pulposus memungkinkannya berubah bentuk dan


vertebra dapat menjungkit ke depan atau ke belakang di atas yang lain. Peningkatan
beban kompresi yang mendadak pada columna vertebralis menyebabkan nucleus
pulposus yang semi cair ini menjadi gepeng dan keadaan ini diakomodasi oleh daya
pegas di sekeliling anulus fibrosus.9
Kadang-kadang, dorongan keluar ini terlalu kuat bagi anulus, sehingga anulus
menjadi robek dan nucleus pulposus keluar dan menonjol ke dalam canalis

5
vertebralis, di mana nucleus ini dapat menekan radix nervi spinalis, nervus spinalis,
atau bahkan medulla spinalis. Dengan bertambahnya umur, kandungan air di dalam
nucleus pulposus berkurang dan digantikan oleh fibrocartilago. Serabut-serabut
collagen anulus berdegenerasi, dan sebagai akibatnya anulus tidak selalu dapat
menahan tekanan pada nucleus pulposus. Pada usia lanjut discus ini tipis dan
kurang lentur, dan tidak dapat lagi dibedakan antara nucleus dan anulus.9
Mobilitas vertebrae diatur oleh sendi simfiseal antara korpus vertebra,
dengan diskus intervertebralis di antaranya. Sendi facet terletak di antara dan di
belakang vertebra yang berdekatan, berkontribusi untuk stabilitas tulang belakang.
Mereka ditemukan di setiap tulang belakang dan memberikan sekitar 20% dari
stabilitas torsional (memutar) di leher dan segmen punggung bawah.
Ligamen membantu stabilitas sendi selama istirahat dan bergerak,
mencegah cedera akibat hiperekstensi dan hiperfleksi. Tiga ligamen utama adalah
ligamentum longitudinal anterior (ALL), ligamentum longitudinal posterior (PLL),
dan ligamentum flavum (LF). Kanalis vertebrae dibatasi oleh korpus vertebrae dan
diskus anterior dan oleh lamina dan LF posterior. Baik ALL dan PLL berada di
sepanjang tulang belakang, masing-masing pada anterior dan posterior. Di lateral,
saraf tulang belakang dan pembuluh darah keluar dari foramen intervertebralis. Di
bawah setiap vertebrae lumbar, ada foramen yang sesuai, dari mana radiks saraf
tulang belakang keluar.
Diskus intervertebrae terletak di antara vertebra. Mereka adalah struktur
kompresibel yang mampu mendistribusikan beban tekan melalui tekanan osmotik.
Diskus intervertebralis tersusun oleh annulus fibrosus (AF), struktur cincin
konsentris dari kolagen lamelar terorganisir, mengelilingi nukleus pulposus (NP).
Diskus bersifat avaskular pada usia dewasa, kecuali pada pinggirannya. Saat lahir,
diskus manusia memiliki beberapa pasokan vaskular tetapi pembuluh-pembuluh
ini kemudian residif, mengakibatkan diskus memilki sedikit pasokan darah
langsung pada orang dewasa yang sehat

2.3 Epidemiologi

Prevalensi NPB di Amerika Serikat diperkirakan antara 15-20% dan


merupakan urutan kelima yang menyebabkan pasien mencari pertolongan dokter.2
6
Di Indonesia prevalensi NPB sebesar 18-29 %.3,4 Kurang lebih 25% orang dewasa
di Amerika Serikat pernah mengeluhkan nyeri punggung bawah yang menetap
selama 3 bulan, dengan prevalensi puncak terjadi pada orang dewasa berusia 45
hingga 64 tahun, dan prevalensi seumur hidup mencapai 84%.10-12 Wanita lebih
sering mengeluhkan nyeri punggung bawah dibandingkan pria dan juga memiliki
risiko kekambuhan yang lebih tinggi.10,11
Faktor risiko nyeri punggung bawah antara lain adalah obesitas, usia lanjut,
pekerjaan dengan beban yang berat (memutar, mengangkat berat, getaran),
merokok, serta faktor psikososial (depresi, stres).13 Beban sosial ekonomi yang
diakibatkan nyeri punggung bawah juga mnejadi masalah yang signifikan di
seluruh dunia. Dalam survei global terkini, nyeri punggung bawah diketahui
sebagai penyebab utama disabilitas.13

2.4 Etiopatogenesis
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana
stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Serabut saraf ini bercabang
sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh
darah local. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel
mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Sejumlah substansi yang dapat
meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin,
asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat
meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. 15
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori,
dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara
stimulus nyeri dan sensasi nyeri. 15
Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat
dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit
vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks
sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang

7
unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat
memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang.
Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari
atau melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot
abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak
pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah
postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang
dapat berakibat nyeri punggung. 15-17
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia
bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago
dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan
tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung
biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan
perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat
mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis,
yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut. 15-17
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya nyeri punggung
bawah, antara lain:16-18
1. Faktor risiko fisiologis: usia 20-50 tahun, kurangnya latihan fisik, postur tubuh
yang tidak anatomis, kegemukan, skoliosis berat (kurvatura berat >80), HNP,
spondilitis, spinal stenosis, osteoporosis, merokok.
2. Faktor risiko lingkungan: duduk terlalu lama, terlalu lama menerima getaran,
terpelintir.
3. Faktor risiko psikososial: ketidaknyamanan bekerja, depresi, stres.

2.5 Klasifikasi
A. Berdasarkan perjalanan klinis16
1. Acute Low Back Pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba – tiba, keluhan dirasakan
kurang dari 6 minggu. Rasa ini dapat hilang atau sembuh. Acute Low
Back Pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakan
mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian

8
tersebut dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan
tendon.

2. Chronic Low Back Pain


Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang
berulang – ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki
onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low
back pain dapat terjadi karena osteoartritis, rheumatoidarthritis, proses
degenerasi discus intervertebralis dan tumor.

B. Berdasarkan keluhan nyeri16,18


1. Nyeri yang bersifat lokal
Nyeri lokal yang berasal dari proses patologik yang merangsang
ujung saraf sensorik, umumnya menetap , namun dapat pula interminten,
nyeri dipengaruhi perubahan posisi, bersifat tajam atau tumpul.
2. Nyeri radikular
Nyeri radikular berkaitan erat dengan distribusi radiks saraf saraf
spinal (spinal nerve root), dan keluhan ini lebih dirasakan berat pada
posisi yang mengakibatkan tarikan seperti membungkuk dan berkurang
dengan istirahat.
3. Nyeri menjalar (referred pain)
Nyeri alih atau menjalar dari pelvis visera umum yang mengenai
dermatom tertentu, bersifat tumpul dan terasa lebih dalam.

C. Berdasarkan karakteristik NPB15-18


1. NPB Viserogenik
NPB Viserogenik disebabkan oleh adanya proses patologik ginjal
atau visera didaerah pelvis, serta tumor retroperitonial. Riwayat nyeri
biasanya dapat dibedakan dengan NPB yang bersifat spondilogenik.
Nyeri viserogenik ini tidak bertambah berat dengan aktivitas tubuh,
dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat. Penderita NPB
viserogenik yang mengalami nyeri hebat akan selalu menggeliat dalam
upaya untuk meradakan perasaan nyerinya. Sementara itu NPB

9
spondilogenik akan lebih memilih berbaring diam dalam posisi tertentu
yang paling meredakan rasa nyerinya.
Adanya ulserasi atau tumor di dinding ventrikulus dan duodenum
akan menimbulkan induksi nyeri didaerah epigastrium. Tetapi bila
dinding bagian belakang turut terlibat dan terutama apabila ada
perluasan retroperitoneal, maka nyeri mungkin juga akan terasa di
punggung. Nyeri tadi biasanya terasa digaris tengah setinggi lumbal
pertama dan dapat naik sampai torakal ke-6.
2. NPB Vaskulogenik
Aneurisma atau penyakit vaskular perifer dapat menimbulkan
nyeri punggung atau nyeri menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal
dapat menimbulkan NPB dibagian dalam dan tidak ada hubungannya
dengan aktivitas tubuh. Insufisiensi arteria glutealis superior dapat
menimbulkan nyeri dibagian pantat, yang makin memperberat pada
saat berjalan akan mereda pada saat diam berdiri. Nyeri ini dapat
menjalar kebawah, sehingga mirip dengan iskialgia, tetapi nyeri ini
tidak berpengaruh terhadap presipitasi tertentu, misalnya membungkuk
dan mengangkat benda berat.
Klaudikasio interminten, nyeri interminten di betis sehubungan
dengan penyakit vaskular perifer, suatu saat akan sangat menyerupai
iskialgia yang disebabkan oleh iritasi radiks. Namun demikian, dengan
adanya riwayat yang khas ialah nyeri yang makin berat pada saat
berjalan, dan kemudian mereda pada saat diam berdiri, tetap
memberikan gambaran ke aarah insufiensi vaskular perifer.
3. NPB Neurogenik
a. Neoplasma
Neoplasma intrakanalis spinal yang sering ditemukan adalah
neurinoma, hemangioma, ependimoma, dan meningioma. Nyeri
yang diakibatkan neoplasma ini sering sulit dibedakan dengan nyeri
akibat HNP. Pada umumnya gejala pertama adalah nyeri kemudian
timbul gejala neurologik yaitu gangguan motorik, sensibilitas, dan
vegetatif. Rasa nyeri sering timbul waktu sedang tidur sehingga

10
membangunkan penderita. Rasa nyeri berkurang kalau untuk
berjalan. Dengan demikian penderita cenderung bangkit dari tempat
tidur untuk berjalan – jalan.
b. Araknoiditis
Pada araknoiditis terjadi perlengketan-perlengketan. Nyeri timbul
bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut.
c. Stenosis kanalis spinalis
Menyempitnya kanalis spinalis disebabkan oleh karena proses
degenerasi diskus intervetebralis dan biasanya disertai oleh
ligamentum flavum. Gejala klinik yang timbul ialah adalah
klaudikasio interminten yang disertai rasa kesemutan dan pada saat
penderita istirahat maka rasa nyerinya masih tetap ada. Bedanya
dengan klaudikasio interminten pada penyumbatan arteri ialah disini
denyut nadi hilang dan tidak rasa kesemutan.
4. NPB Spondilogenik
a. NPB Osteogenik
- Radang atau infeksi, misalnya osteomielitis vertebral dan
spondilitis tuberkulosa.
- Trauma, yang menyebabkan fraktur maupun spondilositesis.
- Keganasan, dapat bersifat primer (terutama multipel myeloma)
maupun sekunder yang berasal dari proses keganasan di kelenjar
tiroid, paru, payudara, hati, prostat, dan ovarium.
- Kongenital, misalnya skoliosis, yang mana nyeri timbulakibat
iritasi dan peradangan selaput artikulasi posterior satu sisi.
- Metabolik, misalnya osteoporosis dan osteofibrosis.
b. NPB Diskogenik
- Spondilosis, ini disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif
pada diskus intervertebralis, mengakibatkan menyempitnya jarak
antar vertebra sehingga terjadi osteofit, penyempitan kanalis
spinalis, serta iritasi persendian posterior. Rasa nyeri pada
spondilosis ini disebabkan oleh terjadinya osteoartritis dan
tertekannya radiks oleh kantung duramater yang mengakibatkan

11
iskemia dan radang. Gejala neurologiknya timbul karena gangguan
pada radiks, yaitu gangguan sensabilitas dan motorik (paresis,
fasikulasi, atrofi). Nyeri akan bertambah apabila tekanan cairan
serebrospinal dinaikkan dengan tes Valsava atau dengan tes
Naffziger.
- Herniated Nucleus Pulposus (HNP), ialah keadaan dimana
nukleus pulposus keluar menonjol dan menekan ke arah kanalis
spinalis melalui anulus fibrosus yang robek. Penonjolan dapat
terjadi di bagian lateral dan ini yang banyak terjadi (HNP lateral),
atau dapat pula di bagian tengah (HNP sentral). Dasar terjadinya
adalah proses degenerasi diskus intervertebralis, yang banyak
terjadi pada usia pertengahan. Umumnya HNP didahului oleh
aktivitas yang berlebihan misalnya mengangkat benda berat
(terutama secara mendadak). Gejala yang timbul pertama kali
adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai nyeri di otot-otot
sekitar lesi dan nyeri tekan di tempat tadi. Hal ini disebabkan oleh
spasme otot yang menyebabkan mengurangnya lordosis lumbal.
HNP sentral menimbulkan paraparese flaksid, parestesi, dan
retensi urin. HNP lateral sering terjadi pada L5-S1 dan L4-L5.
- Spondilitis ankilosa, proses ini biasanya mulai dari sendi
sakroiliaka yang kemudian menjalar ke atas. Gejala permulaan
berupa kaku di punggung bawah waktu bangun tidur dan hilang
setelah mengadakan gerakan. Pada foto rontgen terlihat gambaran
yang mirip dengan ruas - ruas bambu sehingga membentuk
gambaran bamboo spine.
c. NPB Miogenik
- Ketegangan otot, sikap tegang yang konstan atau berulang pada
posisi yang sama akan memendekkan otot yang akhirnya
menimbulkan nyeri. Keadaan ini tidak terlepas dari kebiasaan
buruk atau sikap tubuh yang kurang fisiologik. Bila kontraksi otot-
otot menjadi lelah, maka ligamentum yang kurang elastis akan
menerima beban yang lebih berat. Rasa nyeri timbul oleh karena

12
iskemia ringan pada jaringan otot, regangan yang berlebihan pada
perlekatan miofasial terhadap tulang, serta regangan pada kapsula.
- Spasme otot, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana
jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku
atau kurang pemanasan. Spasme otot ini memberi gejala khas,
yaitu setiap kontraksi otot disertai nyeri hebat.
- Defisiensi otot, disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari
mekanisme yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama,
maupun karena mobilisasi.
- Otot yang hipersensitif, akan menciptakan satu daerah kecil yang
apabila dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke
daerah tertentu (target area). Daerah kecil tadi disebut sebagai
noktah picu, yang apabila ditekan dapat menimbulkan rasa nyeri
bercampur rasa sedikit nyaman.
5. NPB Psikogenik
Pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan, dan
depresi atau campuran antara kecemasan dan depresi. Pada anamnesis
akan terungkap bahwa penderita mudah tersinggung, sulit tertidur atau
mudah terbangun di malam hari tetapi akan sulit untuk tidur kembali,
kurang tenang atau mudah terburu – buru tanpa alasan yang jelas.

2.6 Tanda dan Gejala

A. Simple Back Pain16,17


1. Adanya nyeri pada daerah lumbal atau lumbosakral tanpa penjalaran
atau keterlibatan neurologis.
2. Nyeri mekanik yang derajatnya bervariasi setiap waktu dan tergantung
dari aktivitas fisik.
3. Kondisi kesehatan pasien secara umum baik.
B. LBP dengan keterlibatan neurologis dibuktikan dengan adanya 1 atau lebih
tanda atau gejala yang mendukung, seperti nyeri menjalar tungkai, rasa
tebal, adanya tanda iritasi radikular, gangguan motorik, maupun
sensorik.16,17

13
C. Red Flag16,17
- Trauma fisik berat seperti jatuh dari ketinggian atau kecelakaan
kendaraan bermotor
- Nyeri non mekanik yang konstan dan progresif
- Ditemukan nyeri abdomen dan atau torakal
- Nyeri hebat pada malam hari yang tidak membaik jika terlentang
- Riwayat atau adanya kecurigaan kanker atau HIV
- Penggunaan kortikosteroid jangka panjang
- Fleksi lumbal sangat terbatas dan persisten
- Saddle anestesi, dengan atau tanpa inkontinensia urin

2.7 Diagnosis

A. Anamnesis15,17
- Kapan mulai sakit, sebelumnya pernah tidak?
- Apakah nyeri diawali oleh suatu kegiatan fisik tertentu? Apa pekerjaan
sehari-hari? Adakah suatu trauma?
- Dimana letak nyeri? Apa ada penjalaran?
- Apakah bertambah pada kegiatan/postur tertentu?
- Apakah nyeri berkurang pada waktu istirahat?
- Adakah keluarga dengan riwayat penyakit serupa?
- Adakah gangguan miksi dan defekasi atau penurunan libido?
B. Pemeriksaan Fisik15-18
1. Inspeksi dan Palpasi
- Kurvatura yang berlebihan atau asimetris, pendataran arkus lumbal,
angulasi, muskular paravertebral atau pantat yang asimetris, postur
tungkai yang abnormal
- Observasi punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak apakah ada
hambatan dan gerakan yang tidak wajar atau terbatas
- Observasi pasien saat berdiri, duduk, bersandar, maupun berbaring
- Atrofi otot, fasikulasi, pembengkakan, perubahan warna kulit
- Pada palpasi, terlebih dahulu diraba daerah yang paling ringan
nyerinya, kemudian menuju ke arah daerah yang paling nyeri

14
2. Pemeriksaan Neurologik
- Pemeriksaan Sensorik
Bila nyeri pinggang bawah disebabkan oleh gangguan pada salah
satu saraf tertentu maka biasanya dapat ditentukan adanya gangguan
sensorik dengan menentukan batas-batasnya, dengan demikian
segmen yang terganggu dapat diketahui. Pemeriksaan sensorik ini
meliputi pemeriksaan rasa rabaan, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam,
dan rasa getar (vibrasi).

- Pemeriksaan Motorik
Dengan mengetahui segmen otot mana yang lemah maka segmen
mana yang terganggu akan diketahui, misalnya lesi yang mengenai
segmen L4 maka musculus tibialis anterior akan menurun
kekuatannya. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu kekuatan (fleksi dan
ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan jari lainnya),
atrofi, dan fasikulasi.

- Pemeriksaan Refleks
Refleks tendon dari segmen yang terkena akan menurun atau
menghilang pada HNP. Pada HNP lateral di L4-L5, refleks lutut
negatif. Sedangkan pada HNP lateral L5-S1, refleks achiles negatif.

- Pemeriksaan Spesifik NPB


a. Tes Lasegue, meregangkan saraf ischiadicus, yang positif bila
menimbulkan nyeri menjalar dari pantat sampai ujung kaki.
b. Crossed Lasegue, positif bila tes Lasegue pada tungkai yang tidak
sakit menyebabkan rasa nyeri pada tungkai yang sakit.
c. Tanda Patrick dan Kontra Patrick, bila timbul rasa nyeri maka hal
ini berarti ada suatu sebab yang non neurologik misalnya coxitis.
d. Tanda Ober, penderita tidur miring ke satu sisi, sementara tungkai
pada sisi tersebut dalam posisi fleksi. Tungkai lainnya
diabduksikan dan diluruskan, lalu secara mendadak dilepas. Bila
terdapat kontraktur dari fascia lata pada sisi tersebut maka tungkai
akan jatuh lambat.

15
e. Tanda Neri, penderita diminta berdiri tegak, kemudian bila
membungkuk akan terjadi fleksi pada lutut sisi yang sakit.
3. Pemeriksaan Non Neurologik

- Pemeriksaan rectal, bila menduga adanya karsinoma prostat yang


metastase ke tulang, sindrom piriformis, penyakit urologik atau
ginekologik yang berada di panggul
- Pemeriksaan vaginal, bila menduga adanya gangguan pada
uterosacral ligament, misalnya penjalaran karsinoma uteri, malposisi
uterus, myoma uteri
- Pemeriksaan untuk mengetahui mobilitas dari sacroiliac joint
c. Pemeriksaan Laboratorium15,17
1. Pemeriksaan darah, seperti darah lengkap, LED, protein elektroporesis,
elektrolit, rheumatoid faktor, dan lain lain.
2. Pemeriksaan cairan otak, pada tumor myelum mungkin dijumpai
kenaikan jumlah protein tanpa kenaikan jumlah sel. Pada keradangan
myelum akan dijumpai kenaikan jumlah sel.
d. Pemeriksaan Radiologi15
1. Plain X-Ray Columna Vertebralis, dalam posisi AP, lateral, atau oblique
untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari intervertebral space,
foramen intervetebralis, dan sendi sacroiliac.
2. Diskografi, digunakan untuk mendapatkan sumber nyeri berdasarkan
anatomi. Dengan ini dapat diketahui adanya penyakit degeneratif pada
discus yang dapat menimbulkan nyeri.
3. CT Scan dan MRI, dapat memperlihatkan beberapa kelainan seperti
stenosis kanal sentral, lateral recess entrapment, fraktur, tumor, dan
infeksi. Bisa dilakukan dengan atau tanpa kontras.

2.8 Penatalaksanaan
Secara umum, tatalaksana low back pain terdiri dari tatalaksana simptomatik,
kausatif, dan rehabilitatif. Tatalaksana kausatif NPB difokuskan terutama pada
kasus NPB dengan tanda bahaya (red flags). Tatalaksana simptomatik NPB dipilih
berdasarkan jenis dan intensitas:1
16
A. Nyeri inflamasi:
1. Anti inflamasi (steroid, NSAID sesuai fornas)
2. Relaksan otot (Esperison Hcl, Diazepam, Tizanidin)
3. Analgetik opioid lemah (Codein)
4. Analgetik opioid kuat (Morphine sulfate)
B. Nyeri neuropatik:
1. Analgetik adjuvant seperti antikonvulsan (Carbamazepine, Gabapentin,
carbazepine, Fenitoin, Asam Valproat, Pregabalin)
2. Anti depresant (Amitryptiline)
3. Relaksan otot (Esperison Hcl, Diazepam, Tizanidin)
4. Analgetik opioid lemah (Codein)
5. Analgetik opioid kuat (Morphine sulfate)
C. Nyeri campuran: kombinasi nyeri inflamasi dan neuropatik.
1. Injeksi epidural (steroid, lidokain,opioid) pada sindroma radikuler (atas
indikasi).

Selain terapi tersebut, terdapat pilihan terapi invasif minimal yang dilakukan
hanya atas indikasi tertentu, seperti radiofrekuensi ablasi pada cabang medial rami
dorsales (1B+) dan injeksi kortikosteroid intra-articular pada pasien dengan kasus
lumbar facet joint pain, radiofrekuensi ablasi pada kasus sacroiliac joint pain,
ganglion impar block dan terapi elektrothermal intra-discal (IDET) pada kasus
coccygodynia. Tatalaksana operatif lainnya hanya dilakukan berdasarkan ndikasi
khusus. Terapi rehabilitatif pada kasus NPB dipilih sesuai diagnosis etiologik,
berupa fisioterapi, terapi okupasi, social worker, orthose/prothesa. Selain itu juga
dapat dilakukan CBT (Cognitive Behavioural Therapy).1

Penatalaksanaan Low Back Pain Akut19,20


Sebagian besar pasien dapat diatasi secara efektif dengan kombinasi dari
pemberian informasi, saran, analgesia, dan jaminan yang tepat. Pasien juga harus
disemangati untuk segera kembali bekerja. Penjelasan dan saran dapat juga dalam
bentuk tertulis. Kronisitas low back pain dapat dihindari dengan: memperhatikan
aspek psikologis gejala yang ada, menghindari pemeriksaan yang tidak perlu dan
berlebihan, menghindari penatalaksanaan yang tidak konsisten, serta memberikan

17
saran untuk mencegah rekurensi seperti menghindari mengangkat beban yang
berat.

Penatalaksanaan Low Back Pain Kronik yang Menyebabkan Disabilitas19,20


Pengaruh terpenting dalam perkembangan kronisitas adalah psikologikal
dibandingkan dengan biomekanikal. Faktor-faktor psikologis yang dimaksud
adalah distress berat, kesalahpahaman tentang nyeri dan implikasinya, serta
penghindaran aktivitas karena takut membuat rasa nyeri bertambah parah. Pilihan
terapinya adalah interdisciplinary pain management programme (IPMP), yang
memfokuskan pada fungsi dibandingkan penyakit, tatalaksana dibandingkan
penyembuhan, integrasi beberapa terapi spesifik, menekankan pada metode aktif
daripada pasif, dan self care daripada hanya menerima terapi.

Penatalaksanaan Low Back Pain Non Spesifik19,20


a. Aktivitas, lakukan aktivitas normal. Penting untuk melanjutkan kerja seperti
biasanya.
b. Tirah baring, tidak dianjurkan sebagai terapi, tetapi pada beberapa kasus dapat
dilakukan. Tirah baring 2-3 hari pertama bisa untuk mengurangi nyeri.
c. Medikasi, obat analgetik diberikan dengan interval biasa dan digunakan jika
diperlukan, dimulai dengan parasetamol atau NSAID. Jika tidak ada
perbaikan, coba campuran parasetamol dengan opioid. Pertimbangkan
tambahan muscle relaksan hanya untuk jangka pendek, mengingat bahaya
ketergantungan.
d. Manipulasi, dipertimbangkan untuk kasus yang membutuhkan obat
penghilang nyeri ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu.

18
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien :
Nama : Ny. E
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 62 tahun
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Payakumbuh
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Autoanamnesis :
Pada tanggal 31 Desember 2019 seorang pasien perempuan berusia 62
tahun datang ke poli syaraf RSUD Dr. Adnaan WD:

Keluhan Utama :
Nyeri punggung bawah kanan sejak 1 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Nyeri punggung bawah kanan sejak 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan
menjalar dari pangkal paha kanan hingga lutut pada tungkai kanan, nyeri
dirasakan terus menerus dan seperti ditusuk-tusuk. Skala nyeri yang
dirasakan pasien adalah 8. Nyeri yang dirasakan saat ini menyebabkan
pasien sulit duduk dan berdiri.
 Nyeri pertama kali dirasakan kurang lebih 1 tahun lalu, namun nyeri hilang
timbul, nyeri dirasakan meningkat saat pasien beraktifitas dan berkurang
saat pasien beristirahat.
 Kesemutan dan rasa baal pada tungkai disangkal
 BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat trauma pada tungkai tidak ada
 Riwayat kadar asam urat tinggi ada, rutin berobat tiap bulan ke puskesmas

19
 Riwayat DM dan hipertensi tidak ada

Riwayat penyakit keluarga :


 Riwayat keluarga dengan penyakit serupa tidak ada

Riwayat sosioekonomi dan kebiasaan :


 Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan tingkat aktivitas harian
ringan-sedang, tidak merokok dan konsumsi alkohol.

Pemeriksaan Fisik
Umum
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : E4M6V5
Kooperatif : Kooperatif
Nadi/ irama : 81x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Suhu : 36,7 oC
Keadaan gizi : Baik
Tinggi badan : 153 cm
Berat badan : 55 kg
Turgor kulit : Baik
Kulit dan kuku : Pucat tidak ada, sianosis tidak ada
Kelenjar getah bening
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : Tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : Tidak teraba pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor

20
Auskultasi : SN bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama ireguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : Deformitas tidak ada
Palpasi : Gibus tidak ada
Nyeri tekan m. Piriformis (-)

Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
 Kaku kuduk : Tidak ada
 Brudzinsky I : Tidak ada
 Brudzinsky II : Tidak ada
 Tanda Kernig : Tidak ada
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Pupil isokor, diameter 3mm/3mm , reflek cahaya +/+
 Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Dalam batas Dalam batas
normal normal
Objektif (dengan bahan) Tidak diperiksa Tidak diperiksa

21
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Dalam batas Dalam batas
normal normal
Lapangan pandang Dalam batas Dalam batas
normal normal
Melihat warna Dalam batas Dalam batas
normal normal
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Baik Baik
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi (+) (+)
 Refleks konvergensi (+) (+)

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut (+) (+)
 Menggerakkan rahang (+) (+)

22
 Menggigit (+) (+)
 Mengunyah (+) (+)
Sensorik
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
 Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
 Divisi mandibular
- Sensibilitas (+) (+)

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fissura palpebral (+) (+)
Menggerakkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/ bersiul (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Sensasi lidah 2/3 depan (+) (+)
Hiperakusis (-) (-)
Plica nasolabialis Simetris

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Baik Baik
Detik arloji Baik Baik
Rinne tes Tidak diperiksa
Weber tes Tidak diperiksa
Schwabach tes Tidak diperiksa
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala Tidak diperiksa Tidak diperiksa

23
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang (+)
Refleks muntah (Gag Rx) (+)

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Simetris
Menelan Dalam batas normal
Suara Dalam batas normal
Nadi Teratur, 81x/menit

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan (+) (+)
Menoleh ke kiri (+) (+)
Mengangkat bahu kanan (+) (+)
Mengangkat bahu kiri (+) (+)

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Simetris
Tremor (-)
Fasikulasi (-)
Atropi (-)

4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Tidak diperiksa Tes jari hidung (+)
Romberg tes Tidak diperiksa Tes hidung jari (+)
Rebound phenomen Tidak diperiksa Supinasi-pronasi (+)
Test tumit lutut Tidak diperiksa

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Reguler
Duduk Normal
b. Berdiri dan Gerakan spontan Tidak dapat
berjalan Tremor dilakukan
Atetosis (-)
Mioklonik (-)

24
Khorea (-)
(-)

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal Normal Normal
Kekuatan 555 555 444 555
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus
Lasegue test: (-)/(-)
Patrick test: (+)/(-)
Contrapatrick test: (+)/(-)

6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Dalam batas normal
Sensibilitas nyeri Dalam batas normal
Sensiblitas termis Dalam batas normal
Sensibilitas kortikal Dalam batas normal
Stereognosis Dalam batas normal
Pengenalan 2 titik Dalam batas normal
Pengenalan rabaan Dalam batas normal

7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbangkis (+) (+) Triseps (++) (++)
Laring (+) (+) KPR (+) (++)
Masetter (+) (+) APR (+) (++)
Dinding perut Bulbokavernosus Tidak diperiksa
 Atas (+) (+) Cremaster Tidak diperiksa
 Tengah (+) (+) Sfingter Tidak diperiksa
 Bawah (+) (+)

b. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)

25
8. Fungsi otonom
- Miksi : Baik
- Defekasi : Baik
- Sekresi keringat: Baik

9. Fungsi luhur : Baik


Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Tidak Spontan Reflek glabela (-)
Fungsi intelek Tidak dapat Reflek snout (-)
dilakukan
Reaksi emosi Tidak dapat Reflek menghisap (-)
dilakukan
Reflek memengang (-)
Reflek palmomental (-)

Pemeriksaan penunjang
Rontgen vertebrae lumbosacral AP

Kesan: Spondilolithesis lumbal derajat 1

Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Ischialgia dextra
Diagnosis Topik : Low back pain ec susp. HNP
Diagnosis Etiologi : Spondilolithesis lumbal grade 1
Diagnosis Sekunder : -

26
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam

Terapi :
- Umum : Istirahat
Fisioterapi
- Khusus : Inj. Ketorolac 2x30 mg
Metilprednisolon 2x8 mg
Lasoperazole 2x30 mg
Meloxicam 1x15 mg
Alpentin 3x100 mg
Eperison 2x50 mg

27
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan berusia 62 tahun datang ke


poli neurologi RSUD Adnaan WD Payakumbuh pada tanggal 31 Desember 2019
dengan keluhan utama berupa nyeri punggung bawah kanan sejak 1 hari yang lalu.
Dari anamnesis diketahui pasien mengalami nyeri punggung bawah kanan
sejak 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan menjalar dari pangkal paha kanan hingga
lutut pada tungkai kanan, nyeri dirasakan terus menerus dan seperti ditusuk-tusuk.
Skala nyeri yang dirasakan pasien adalah 8. Nyeri yang dirasakan saat ini
menyebabkan pasien sulit duduk dan berdiri. Nyeri pertama kali dirasakan kurang
lebih 1 tahun lalu, namun nyeri hilang timbul, nyeri dirasakan meningkat saat
pasien beraktifitas dan berkurang saat pasien beristirahat, kesemutan dan rasa baal
pada tungkai disangkal, BAB dan BAK normal.
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien sudah merasa nyeri di punggung
kanan. Hasil positif ditemukan pada test Patrick dan Kontra Patrick terhadap
tungkai kanan. Pada pemeriksaan foto polos vertebrae lumbosacral memperoleh
kesan adanya spondilolithesis lumbal grade I. Hal tersebut mengarahkan
kecurigaan terhadap diagnosis ischialgia dekstra ec susp HNP. Untuk memastikan
diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu CT Scan lumbal atau MRI
sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pasti.
Nyeri pinggang dapat diatasi dengan istirahat dan pemberian obat-obatan.
Istirahat secara umum atau lokal banyak memberikan manfaat. Pada terapi
medikamentosa diberikan Inj. Ketorolac 2x30 mg sebagai agen analgesik utama,
metilprednisolon 2x8 mg sebagai agen antiinflamasi, lansoperazole 2x30 mg untuk
mengatasi hipersekresi asam lambung karena pemberian kortikosteroid pada
pasien ini.
Selain pemberian ketorolac, pasien ini juga diberikan meloxicam 1x15 mg
yang merupakan OAINS dengan tujuan penurunan nyeri yang lebih optimal,
alpentin 3x100 mg sebagai antagonis reseptor GABA juga diberikan untuk
mnegurangi nyeri, serta pasien ini juga mendapatkan relaksan otot berupa eperison
2x50 mg.

28
Edukasi tentang perubahan pola hidup, faktor risiko dan biomekanikal tubuh
juga sangat diperlukan. Tatalaksana konservatif lebih diutamakan dan tatalaksana
operatif tidak direncanakan pada pasien ini karena tidak ditemukannya salah satu
dari tanda red flag.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan, M. dkk. 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta :


Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
2. Chou R, Qaseem, A, Snow, V, Casey. D, Cross, T/J, Shekelle, P, et al. 2007.
Diagnosis and treatment of low back pain: a joint clinical practice guideline
from the American College of Physicians And the American Pain Society. Ann
Intern Med, 47:478-91.
3. Meliala, L, Pinzon, Z.2005. Penatalaksanaan nyeri punggung bawah. Dalam:
Mahama J, penyunting. Naskah Lengkap PIN I Kelompok Study Nyeri
Perdossi. Manado, h. 49-55.
4. Purwata, T.E, Yudiyanta, Sadeli H, Widyadharma PE, Meliala L, Amir D et
al. 2010, Characteristic of Neuropathic Pain in Indonesia: Hospital Based
National Clinical Survey, World Congress on Pain, Buenos Aires 6-11th
October 2014 (poster session).
5. Chou,R, Huffman, L.H. 2007. Medications for acute and chronic low back
pain: a review of the evidence for an American Pain Society/American College
of Physicians clinical practice guideline. Ann Intern Med, 47:505-14.
6. Atlas, S.J, Deyo, R.A. 2001. Evaluating and managing acute low back pain in
the primary care setting. J Gen Intern Med,16:120-31.
7. Allegri, M., Montella, S., Salici, F., Valente, A., Marchesini, M.,
Compagnone, C., Fanelli, G. 2016. Mechanisms of low back pain: a guide for
diagnosis and therapy. F1000Research, 5, 1530.
8. Tavee, J. O., & Levin, K. H. (2017). Low Back Pain. CONTINUUM: Lifelong
Learning in Neurology, 23(2), 467–486.
9. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. 9th ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012
10. National Center for Health Statistics. Health, United States, 2013: with special
feature on prescription drugs. Hyattsville, MD. 2014.
cdc.gov/nchs/data/hus/hus13.pdf. Accessed February 1, 2017.
11. Hoy D, Bain C,Williams G, et al. A systematic review of the global prevalence
of low back pain. Arthritis Rheum 2012;64(6):2028Y2037

30
12. Balague´ F, Mannion AF, Pellise´ F, Cedraschi C. Non-specific low back pain.
Lancet 2012;379(9814):482Y491.
13. Deyo RA, Weinstein JN. Low back pain. N Engl J Med 2001;344(5):363Y370.
14. Global Burden of Disease Study 2013 Collaborators. Global, regional, and
national incidence, prevalence, and years lived with disability for 301 acute
and chronic diseases and injuries in 188 countries, 1990Y2013: a systematic
analysis for the Global Burden of Disease Study 2013. Lancet
2015;386(9995):743Y800.
15. Jackson MA, Simpson KH. Chronic Back Pain. Continuing Education in
Anaesthesia, Critical Care & Pain. 2006;6(4):152-5.
16. Dundas T. Clinical practice guideline for low back pain. BCMJ.
2011;53(7):36-42.
17. Deyo RA, Weinstein JN. Low Back Pain. N Engl J Med. 2001;344:363-70.
18. Goodman DM, Burke AE, Livingston EH. Low Back Pain. JAMA.
2013;309(16):17-38.
19. Delitto A, dkk. Low Back Pain: Clinical Practice Guidelines Linked to the
International Classification of Functioning, Disability, and Health. Journal of
Orthopaedic & Sports Physical Therapy. 2012;42(4):1-57.
20. Bodguk N. Management of chronic low back pain. Med J Aust.
2004;180(2):79-83.

31

Anda mungkin juga menyukai