Anda di halaman 1dari 51

ISLAM DISIPLIN ILMU APOTEKER

RESUME HASIL BELAJAR SKENARIO 1

OLEH :

NAMA : AULIA INNAYAHSARI D

STAMBUK : 15120190151

KELOMPOK : V (LIMA)

TUTOR : DR. ANDI EMELDA S.Si., M.Si., Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
1. Mahasiswa mampu memahami tentang DOWA.
Jawab :
Obat Wajib Apotek 1 Berdasarkan Kemenkes no 347 tahun1990 tentang Obat
Wajib Apotek

No Nama Obat Ketentuan

1. Untuk pertama kali


penggunaan pasien
harus ke dokter terlebih
dahulu (penggunaan
pertama dengan resep
Kontrasepsi oral
dokter)
2. Obat yang diserahkan
hanya satu siklus
3. Kontrol kedokter tiap 6
bulan sekali

a. Tunggal
1 Lynestrenol (Exluton®)
b.Kombinasi:
1) Ethinylestradiol –
Norgestrel
(Microdiol®)
2) Ethinylestradiol –
Levonorgestrel
(Cycloginon®,
Pilkab®,
Sydnaginon®)
3) Ethinylestradiol –
Desogestrel
(Marvelon 28®,
Mercilon 28®)

Obat saluran cerna

Indikasi: mual/muntah
Maksimal 20 tablet
Bila mual, muntah
Metoklopramid (Antimual)
2 berkepanjangan pasien
dianjurkan agar kontrol ke
dokter

Indikasi:konstipasi
Bisakodil Suppo (Laksan)
Maksimal 3 suppo

Obat mulut dan tenggorokan

Indikasi: sariawan, radang


tenggorokan

3 Maksimal 1 botol
Hexetidin Diubah menjadi Obat Bebas
Terbatas untuk obat luar
mulut dan tenggorokan
(kadar < 0,1%)
Indikasi: sariawan berat
Triamcinolone acetonide
Maksimal 1 tube

4 Obat saluran napas

a. Mukolitik

Maksimal 20 dus; sirup 1


Asetilsistein
botol

Maksimal 20 tablet; sirup 1


Karbosistein
botol

Maksimal 20 tablet; sirup 1


botol
Bromheksin
Diubah menjadi Obat Bebas
Terbatas

Pemberian obat asma


hanya atas dasar
b. Asma
pengobatan ulangan dari
resep dokter

Maksimal 20 tablet; sirup 1


Salbutamol
botol; inhaler 1 tabung

Maksimal 20 tablet; sirup 1


Terbutalin
botol; inhaler 1 tabung

Maksimal 10 tablet; sirup 1


Ketotifen
botol

Obat yang mempengaruhi sistem neuromuscular

5 Indikasi: sakit kepala,


Metampiron
pusing, demam, myeri haid
Maksimal 20 tablet; sirup 1
botol

Indikasi: sakit kepala, gigi


Asam mefenamat Maksimal 20 tablet; sirup 1
botol

Indikasi: sakit kepala yang


Metampiron + Diazepam disertai ketegangan
Maksimal 20 tablet

Indikasi: alergi
Mebhidrolin
Maksimal 20 tablet

Indikasi: alergi
Dexchlorpheniramine
Maksimal 20 tablet biasa; 3
maleat
tablet lepas lambat

Antiparasit

Indikasi cacingan
6 Maksimal 6 tablet; sirup 1
Mebendazol
botolDiubah menjadi Obat
Bebas Terbatas

7 Obat kulit topical

a. Antibiotik

Indikasi:Infeksi
Tetrasiklin/Oksitetra bakterinpada kulit (lokal)
Maksimal 1 tube

Indikasi:Infeksi
Kloramfenikol bakterinpada kulit (lokal)
Maksimal 1 tube
Indikasi:Infeksi
Framisetina SO4 bakterinpada kulit (lokal)
Maksimal 1 tube

Indikasi: infeksi bakteri pada


Gentamisin kulit (lokal)
Maksimal 1 tube

Indikasi: infeksi bakteri pada


Neomisin kulit (lokal)
Maksimal 1 tube

Indikasi: infeksi bakteri pada


Eritromisin kulit (lokal)
Maksimal 1 tube

b. Kortikosteroid

Indikasi: alergi dan


Hidrokortison peradangan kulit
Maksimal 1 tube

Indikasi: alergi dan


Flupredniliden peradangan kulit
Maksimal 1 tube

Indikasi: alergi dan


Triamsinolon peradangan kulit
Maksimal 1 tube

Indikasi: alergi dan


Betametason peradangan kulit
Maksimal 1 tube
Indikasi: alergi dan
Fluokortolon/Diflukortolon peradangan kulit
Maksimal 1 tube

Indikasi: alergi dan


Desoksimelason peradangan kulit
Maksimal 1 tube

C. Antiseptik Lokal

Indikasi: Disinfeksi Kulit


Heksaklorofen
Maksimal 1 tube

d. Anti Fungi

Indikasi: infeksi jamur lokal


Mikonaznoilrat
Maksimal 1 tube

Indikasi: infeksi jamur lokal


Nistatin
Maksimal 1 tube

Indikasi: infeksi jamur lokal


Tolnatta
Maksimal 1 tube

Indikasi: infeksi jamur lokal


Ekonazol
Maksimal 1 tube

Obat Wajib Apotek No.2 Berdasarkan Kemenkes no 924 tahun 1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2

No Nama Obat Ketentuan Maksimal pemberian

6 Tab 200 mg
1 Albendazol
3 Tab 400 mg
Indikasi: infeksi pada kulit
2 Bacitracin
1 Tube

3 Bismuth subsilate 10 Tablet

Indikasi: acne
4 Clindamisin
1 Tube

Indikasi: obat luar untuk


5 Dexametason antiinflamasi
1 Tube

Indikasi: obat luar untuk


6 Diclofenak antiinflamasi
1 Tube

7 Fenoterol 1 Tabung

Indikasi: obat luar untuk


8 Flumetason antiinflamasi
1 Tube

Indikasi: obat luar untuk


9 Hidrokortison antiinflamasi
1 Tube

Tab 400 mg, 10 tablet


Tab 800 mg, 10 tablet
10 Ibuprofen
Diubahmenjadi Obat Bebas
Terbatas

Indikasi: obat luar infeksi jamur


11 Ketokonazol lokal
1 Tube
Indikasi: obat luar untuk
12 Metilprednisolon antiinflamasi
1 Tube

13 Omeprazol 7 Tablet

Indikasi: obat luar untuk


14 Piroksikam antiinflamasi
1 Tube

Indikasi: obat luar untuk


15 Prednison antiinflamasi
1 Tube

16 Scopolamin 10 Tablet

17 Sucralfat 20 tablet

18 Sulfasaladin 20 tablet

Obat Wajib Apotek No 3 Berdasarkan Kemenkes no 1176 tahun 1999 tentang Daftra
Obat Wajib Apotek No. 3

No Nama Obat Ketentuan

Saluran pencernaan

Indikasi: antiulkus peptik


Maksimal 10 tablet 20/40
Famotidin
mg
1
Pengulangan dari resep

Indikasi: antiulkus peptik


Ranitidin Maksimal 10 tablet 150 mg
Pengulangan dari resep
Sistem musculoskeletal

Indikasi: antigout
Maksimal 10 tablet 100
Alopurinol
mg
Pengulangan dari resep

Indikasi: antiinflamasi dan


2 antirematik
Diklofenak natrium
Maksimal 10 tablet 25 mg
Pengulangan dari resep

Indikasi: antiinflamasi dan


antirematik
Piroksikam
Maksimal 10 tablet 10 mg
Pengulangan dari resep

Antihistamin

Indikasi: antihistamin
Cetirizin Maksimal 10 tablet
3 Pengulangan dari resep

Indikasi: antihistamin
Siproheptadin Maksimal 10 tablet
Pengulangan dari resep

Indikasi: asma
Antiasma
4 1 tabung
Orsiprenalin
Pengulangan dari resep

Organ sensorik

5 Indikasi: obat mata


Gentamisin
Maksimal 1 tube 5 gram
atau botol 5 ml
Pengulangan dari resep

Indikasi: obat mata


Maksimal 1 tube 5 gram
Kloramfenikol
atau botol 5 ml
Pengulangan dari resep

Indikasi: obat telinga


Kloramfenikol Maksimal 1 botol 5 ml
Pengulangan dari resep

Antiinfeksi umum

a. Kategori I Satu paket


(2HRZE/4H3R3) Sebelum fase lanjutan,
penderita harus kembali
ke dokter

b. Kategori II Satu paket


6 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Sebelum fase lanjutan,
penderita harus kembali
ke dokter

c. Kategori III Satu paket


(2HRZ/4H3R3) Sebelum fase lanjutan,
penderita harus kembali
ke dokter

Kesimpulan :

OWA adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep
dokter dalam jumlah tertentu. Menurut daftar OWA tahun 1990, OWA 1 pada
skenario adalah kontrasepsi oral. OWA 2 (nomor 925 tahun 1993) pada skenario
adalah ibuprofen yang bisa diberikan maksimal 10 tablet (1 strip) dan omeprazole
sebanyak 7 tablet, dan OWA 3 (nomor 1776) pada skenario adalah allopurinol
yang bisa diberikan maksimal sebanyak 10 tablet (1 strip) tetapi setelah
berkonsultasi dengan dokter. Menurut permenkes tahun 1993 obat yang dapat
diserahkan tanpa resep yaitu :

 Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun


dan orang tua diatas 65 tahun
 Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko
kelanjutan penyakit
 Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
 Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
 Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat kemanan yang dapat
dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kode etik profesi


apoteker.
Jawab:
(Kode etik apoteker indonesia, 2009)
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat, menghormati hak azazi pasien, dan melindungi makhluk
hidup insani.

BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.

Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara
kekeluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta memepertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.

BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP
SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai, dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.

Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya masyarakat kepada sejawat
petugas kesehatan lain.
Kesimpulan :
Kode etik profesi apoteker diatur dalam kongres :
 Bab 1 membahas kewajiban umum dari seorang apoteker terdiri dari pasal
1-8
 Bab 2 pasal 9 membahas mengenai kewajiban apoteker terhadap pasien
 Bab 3 tercantum pada pasal 13 dan 14 membahas kewajiban apoteker
terhadap sejawat petugas kesehatan lain
 Bab 5 penutup tercantum pasal 15 yang membahas tentang seorang
apoteker bersungguh-sungguh dan menghayati kode etik apoteker dalam
menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari
 Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tidak sengaja
melanggar atau tidak mematuhi Kote Etik Apoteker Indonesia, maka dia
wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan IAI dan
mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan peraturan undang-undang


mengenai narkotika dan psikotropika precursor dan obat-obat tertentu.
Jawab :
 NARKOTIKA
UNDANG-UNDANG NARKOTIKA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG
NARKOTIKA
Pasal 1 (ayat 1)
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
Pasal 6 (ayat 1)
Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam:
a. Narkotika Golongan I;
b. Narkotika Golongan II; dan
c. Narkotika Golongan III.
Pasal 8
1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan.
2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan
persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

Pasal 37
Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami
maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan
Menteri

Pasal 53 (ayat 1)
Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat
memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan
sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 20 TAHUN 2018
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN NARKOTIKA
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I
Terdapat 155 narkotika yang masuk dalam golongan I, 10 diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk
buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah
tanaman Papaver Somniferum L dengan atau tanpa mengalami pengolahan
sekedarnya untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan
kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan
pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian
dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud
mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah
candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
1. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
2. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk
serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae
yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.
3. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat
diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
4. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
5. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian
dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau
bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
6. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo
kimianya.
7. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II
Terdapat 90 narkotika yang masuk ke dalam glongan II, beberapa diantaranya
adalah
a. ALFASETILMETADOL
b. ALFAMEPRODINA
c. ALFAMETADOL
d. ALFAPRODINA
e. ALFENTANIL
f. ALLILPRODINA
g. ANILERIDINA
h. ASETILMETADOL
i. BENZETIDIN
j. BENZILMORFINA
k. FENTANIL

DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III


Terdapat 15 narkotika yang masuk ke dalam golongan III, yaitu:
a. ASETILDIHIDROKODEINA
b. DEKSTROPROPOKSIFENA
c. DIHIDROKODEINA
d. ETILMORFINA
e. KODEINA.
f. NIKODIKODINA
g. NIKOKODINA
h. NORKODEINA
i. POLKODINA
j. PROPIRAM
k. BUPRENORFINA
l. CB 13, nama lain CRA 13 atau SAB-378
m. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
n. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika
o. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika

 PSIKOTROPIKA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1997
TENTANG
PSIKOTROPIKA
Pasal 1 (ayat 1)
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Pasal 2 (ayat 1)
Ruang lingkup pengaturan dibidang psikotropika dalam undang-undang ini adalah
kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Pasal 2 (ayat 2)
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan menjadi:
a. Psikotropika golongan I;
b. Psikotropika golongan II;
c. Psikotropika golongan III;
d. Psikotropika golongan IV.
Pasal 4
1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau ilmu pengetahuan.
2) Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan
3) Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), psikotropika
golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.
Berdasarkan :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1997
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN I
Terdapat 10 psikotropika yang masuk ke dalam golongan I, yaitu:
a. BROLAMFETAMINA
b. ETISIKLIDINA
c. ETRIPTAMINA
d. KATIONA
e. (+)-LISERGIDA
f. MEKATIONONA
g. PSILOSIBINA
h. ROLISIKLIDINA
i. TENAFETAMINA
j. TENOKSILIDINA
DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN III
Terdapat 9 psikotropika yang masuk ke dalam golongan III, yaitu:
a. AMOBARBITAL
b. BUPRENOFRINA
c. BUTALBITAL
d. FLUNITRAZEPAM
e. GLUTETIMIDA
f. KATINA
g. PENTAZOSINA
h. PENTOBARBITAL
i. SIKLOBARBITAL
NOMOR 3 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN PENGGOLONGAN PSIKOTROPIKA
DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN II
Terdapat 3 psikotropika yang masuk ke dalam golongan II, yaitu:

a. AMINEPTINA
b. METILFENIDAT
c. SEKOBARBITAL
DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV
Terdapat 62 psikotropika yang masuk ke dalam glongan IV, beberapa diantaranya
adalah:
a. ALLOBARBITAL
b. ALPRAZOLAM
c. AMFEPRAMONA, nama lain dietilpropion
d. AMINOREKS
e. BARBITAL
f. BENZFETAMIN
g. BROMAZEPAM
h. BROTIZOLAM
i. ZOLPIDEM
j. FENAZEPAM
 PREKURSOR
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2013
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT
MENGANDUNG PREKURSOR FARMASI
Pasal 1
Prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi Industri
Farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung
Efedrine, Pseudoephedrin, Norephedrin/Fenilpropanolamin, Ergotamine,
Ergometrine, atau Potassium Permanganat.

Pasal 2
a. Prekursor Farmasi terdiri atas Efedrine, Ergometrine, ergotamine
Norephedrin, Potassium Permanganat, dan Pseudoephedrine sebagaimana
yang dimaksud dalam Tabel 1 Lampiran Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 44 tahun 2010 tentang prekursor.
b. Produk Antara, Produk Ruahan, dan Obat mengandung Prekursor Farmasi
yang mengandung Efendrine, Ergometrine, Ergoamine, Norephedrine,
Potasium Permanganat, dan Pseudoephedrine.
c. Prekursor Farmasi dan/atau Obat mengandung Prekursor Farmasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b adalah yang digunakan untuk
kepentingan pengobatan san/atau pengetahuan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 44 TAHUN 2010
TENTANG
PREKURSOR
Pasal 1 (ayat 1)
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2010
GOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR
TABEL I
1. Acetic Anhydride
2. N-Acetylantharanilic Acid
3. Ephedrine
4. Ergometrine
5. Ergotamine
6. Isosafrole
7. Lysergic Acid
8. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone
9. Norephedrine
10. 1-Phenyl-2-Propanone
11. Piperonal
12. Potassium Permanganat
13. Pseudoephedrine
14. Safrole
TABEL II
1. Acetone
2. Anthranilic Acid
3. Ethyl Ether
4. Hydrochloric Acid
5. Methyl Ethyl Ketone
6. Phenylacetic Acid
7. Piperidine
8. Sulphuric Acid
9. Toluene

 OBAT-OBAT TERTENTU
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 10 TAHUN 2019
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING
DISALAHGUNAKAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
1. Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan yang selanjutnya disebut
dengan Obat-Obat Tertentu adalah obat yang bekerja di sistem susunan syaraf
pusat selain narkotika dan psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis
terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
Pasal 2
(1) Kriteria Obat-Obat Tertentu dalam Peraturan Badan ini terdiri atas obat atau
Bahan Obat yang mengandung:
a. tramadol;
b. triheksifenidil;
c. klorpromazin;
d. amitriptilin;
e. haloperidol; dan/atau
f. dekstrometorfan.
(2) Obat-Obat Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu
pengetahuan.

Pasal 3
Pengelolaan Obat-Obat Tertentu meliputi kegiatan:
a. pengadaan; -5-
b. penyimpanan;
c. pembuatan;
d. penyaluran;
e. penyerahan;
f. penanganan obat kembalian;
g. penarikan kembali obat;
h. pemusnahan; dan
i. pencatatan dan pelaporan.

Pasal 4
(1) Pengaturan Peraturan Tertentu dalam Peraturan Badan ini meliputi
pengelolaan Obat-obat Tertentu di
a. fasilitas produksi;
b. fasilitas distribusi; dan
c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
(2) Fasilitas produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa
Industri Farmasi.
(3) Fasilitas distribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. PBF;
b. PBF Cabang; dan
c. instalasi farmasi.
(4) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c terdiri atas:
a. Apotek;
b. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
c. pusat kesehatan masyarakat;
d. Toko Obat;
e. Instalasi Farmasi Klinik.

Pasal 6
(1) Obat-Obat Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf e merupakan obat keras.
(2) Obat keras sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dikelola oleh Toko
Obat.

Pasal 7
(1) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(4) dilarang menyerahkan Obat-Obat Tertentu yang mengandung
dekstrometorfan secara langsung kepada anak berusia di bawah 18 (delapan
belas) tahun.
(2) Dalam hal terdapat keraguan usia anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tenaga kefarmasian di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dapat meminta
identitas anak yang menunjukkan tanggal lahir yang bersangkutan.

Pasal 8

Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dalam melakukan kegiatan penyerahan Obat-


Obat Tertentu wajib sesuai dengan:

a. kewajaran jumlah obat yang akan diserahkan; dan


b. frekuensi penyerahan obat kepada pasien yang sama.

Pasal 9
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengarsipkan secara terpisah seluruh
dokumen yang berhubungan dengan pengelolaan Obat-Obat Tertentu.

Pasal 10
(1) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dalam menyerahkan Obat-Obat Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf
e wajib berdasarkan resep atau salinan resep.
(2) Resep sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis oleh dokter.
(3) Salinan resep sebagaimana dimaksud ditulis dan disahkan oleh apoteker
pada ayat (1)
(4) Tenaga kefarmasian harus mencatat nama, alamat, dan nomor telepon yang
bisa dihubungi dari pihak yang mengambil obat.

Kesimpulan :

 Narkotika merupakan obat atau bahan obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, sintesis maupun semi sintesis yang digunakan untuk
mengurangi nyeri, rasa sakit, perubahan kesadaran dan menyebabkan
ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi 3 golongan yaitu golongan 1, 2, dan
3. Pada scenario yang termasuk narkotika golongan 3 yaitu codein.
 Precursor merupakan zat atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika dan psikotropika. Pada skenario yang termasuk dalam
prekursor adalah Fenilpropanolamin.
 Psikotropika merupakan zat atau bahan alami maupun sintesis yang bukan
narkotika dan berkhasiat sebagai psikoaktif. Terbagi atas 4 golongan. Pada
skenario yang termasuk pada psikotropika golongan 4 adalah Alprazolam.
 Obat-obat tertentu merupakan obat yang bekerja pada system saraf pusatt
yang biasa disalahgunakan yang dapat menyebabkan ketergantungan. Terdiri
dari 6 yaitu tramadol, triheksifenidil, amitriptilin, klorpromazin dan haloperidol
dan dekstrometorphan. Pada skenario yang termasuk pada obat-obat tertentu
adalah Dekstrometorphan dan clorpromazin.
 Peraturan BPOM tahun 2018 tentang pengelolaan obat narkotika, psikotropika
dan precursor
1. Pengadaan
2. Penerimaan
3. Penyimpanan
4. Pelaporan
5. Penyerahan
6. Pengembalian
7. Pemusnahan

4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penggunaan obat khusus


Jawab :
Cara penggunaan Obat Kontrasepsi
1. Menurut InfoPom 2012.
Cara penggunaan mini pil ini adalah dengan diminum terus-menerus tanpa
ada 7 hari jeda
Jika terlupa minum mini pil:
 1 tablet: jika kurang dari 3 jam, dianjurkan segera minum pil yang terlupa.
Tablet berikutnya diminum seperti biasa.
 1 tablet dan baru teringat lebih dari 3 jam kemudian, atau terlupa minum
lebih dari 1 tablet : dianjurkan minum pil terakhir yang terlupa, dan dosis
selanjutnya diminum seperti biasa. Hal ini bisa berarti minum 2 tablet
dalam satu hari. Jika melakukan hubungan seks pada rentang waktu 48
jam pertama setelah meminum mini pill, dianjurkan untuk menggunakan
kondom.
 3 tablet atau lebih: kemungkinan telah terjadinya kehamilan harus
dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk meneruskan minum mini
pill.
Cara penggunaan Tetes Mata
1. Menurut Pedoman Penggunaan Obat Bebas & Bebas terbatas, 2007.
 Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun ( termasuk mata)
dan selalu ditutup rapat setelah digunakan.
 Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang tertera pada
kemasan diikuti dengan benar.
 Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari
telunjutk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka
kantung konjungtiva dan mata ditutup selama 1-2 menit, jangan mengedip.
 Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2 menit.
 Cuci tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar
pada tangan.
Cara penggunaan Suppositoria
1. Menurut pedoman penggunaan obat bebas dan bebas terbatas, 2007
 Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan, suppositoria dibasahi
dengan air
 Penderita berbaring dengan posisi miring dan suppositoria dimasukkan ke
dalam rektum
 Masukkan suppositoria dengan cara bagian ujung suppositoria didorong
dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira ½ - 1 inch
pada bayi dan 1 inchi pada dewasa
 Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan, maka sebelum
digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30 menit
kemudia ditempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka
 Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci bersih
Kesimpulan :
Pada skenario apoteker harus menjelaskan kepada pasien/keluarga pasien
tentang cara penggunaan obat tetes mata, obat KB, dan suppositoria. Agar pasien
tidak salah dalam menggunakan obat tersebut.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan peraturan perundang-undangan


mengenai peran apoteker.
Jawab :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
BAB IV
SUMBER DAYA KEFARMASIAN
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan
peran yaitu :
1. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
Apoteker harus mengintegerasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan.
2. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan
menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien
3. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi.
4. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan
yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola
hasil keputusan
5. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran dan
informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi
informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan obat
6. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan (continuing professional
development/CPD)
7. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam mengumpulkan
informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian dan
memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan
kefarmasian.

Kesimpulan :

Seorang apoteker dalam menjalankan perannya sebagai pemberi layanan,


dimana harus mampu berinteraksi dan memberikan pelayanan secara
berkesinambungan, sebagai pengambil keputusan, mempunyai kemampuan
dalam mengambil keputusan berdasarkan sumber yang efisien dan efektif.
Sebagai komunikator yaitu mampu berkomunikasi dengan pasien, teman sejawat
maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Apoteker
harus mampu menjadi pemimpin dalam hal pengambilan keputusan dalam hal
berkelanjutan. Apoteker harus menjadi pengelola yang baik dalam
memperdayakan sumber daya manusia, anggaran dan informasi. Apoteker
sebagai pembelajar dan peneliti.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pandangan islam


mengenai zat-zat non halal dan pil Kb
Jawab :
Pandangan islam tentang Kb perspektif ulama hadist
a) Q. S. An-Nisa’ ayat 9:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”
b) Q. S. Al-Qashash ayat 77
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
c) Q. S. Al-Baqarah ayat 233
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat-ayat di atas bahwa petunjuk yang perlu dilandaskan dalam KB
antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak,
memperhitungkan biaya hidup berumah tangga
Dari hadits Shahih Bukhari. No 2537, menjelaskan bahwa suami istri harus
mempertimbangkan tentang kebutuhan rumah tangga ketika keduanya masih
hidup, jangan sampai anak-anak akan menjadi beban bagi orang lain. Dengan
demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGAWA OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK. 03.1.23.06.10.5166
TENTANG
PENCANTUMAN INFORMASI ASAL BAHAN TERTENTU, KANDUNGAN
ALKOHOL, DAN BATAS KADALUWARSA PADA PENANDAAN/LABEL
OBAT,OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN, DAN PANGAN
BAB II
BAHAN TERTENTU
Mengandung BABI
(3) Tanda khusus sebagaimana dimaksud ayat (2) untuk obat yang proses
pembuatannya bersinggungan dengan bahan tertentu yang berasal dari babi
harus mencantumkan tulisan ”Pada proses pembuatannya bersinggungan
dengan bahan bersumber babi
(4) Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa tulisan berwarna hitam
dalam kotak dengan warna hitam di atas dasar putih, seperti contoh berikut :

(5) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk pangan harus
mencantumkan tanda khusus berupa tulisan ”mengandung babi + (gambar
babi)” berwarna merah dalam kotak berwarna merah di atas dasar putih, seperti
contoh berikut :

Islam sangat memperhatikan segala hal yang masuk untuk kepentingan


tubuhkita, baik makanan, minuman, maupun obat-obatan. Ada dua ketentuan
yang harus diperhatikan, materi atau zatnya, serta cara perolehannya. Terkait
dengan cara perolehan, harta yang kita makan harus diperoleh secara sah dan
legal. Karenanya, Islam sangat keras memberikan ancaman terhadap
perolehan harta secara tidak legal seperti pencurian dan korupsi. Sedangkan
dalam hal zatnya, barang pangan harus memenuhi dua unsur, halal dan thayyib.
Halal dari sisi pendekatan dogma keagamaan, sementara thayyib dari sisi
keamanan pangannya. Alquran secara jelas memerintahkan antara lain sebagai
berikut:
"Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu" (QS. Al-Baqarah [2]:
168).

Makanan yang halal dan bergizi menjadikan tubuh kuat dan tahan terhadap
serangan penyakit. Dengan tubuh yang sehat dan kuat ini maka kemungkinan
tertular wabah penyakit menjadi kecil. Secara kesehatan, penyebab terjangkitnya
suatu penyakit adalah akibat kondisi fisik yang lemah, sehingga tidak memiliki
antibodi yang kuat. Di samping ayat Alquran, ketentuan konsumsi halal dan
perintah menjauhi yang haram serta yang remang-remang juga ditegaskan oleh
Nabi Muhammad dalam beberapa hadisnya, antara lain sabdanya:

"Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan diantara
keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal
haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa hati-
hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga
dirinya..." (HR. Muslim).

Bahkan, secara khusus Nabi Muhammad menegaskan perintah untuk


berobat seraya mewanti-wanti untuk tidak berobat dengan yang haram,
sebagaimana sabdanya

Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi
setiap penyakit; oleh karena itu, berobatlah dan janganlah berobat dengan benda
yang haram" (HR. Abu Daud)
Kesimpulan :
Boleh berobat dengan menggunakan bahan haram apabila tidak ada jalan
halal lain yang bisa dipakai untuk mengobati. Pil Kb dapat digunakan tetapi dalam
hal ingin memberi jarak kelahiran antara anak yang satu dengan lainnya, dikatakan
haram jika tujuan penggunaannya tidak ingin berketurunan.

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pelayanan di apotik


berdasarkan peraturan perundang-undangan
Jawab :
MENURUT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI APOTEK
Pasal 1
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien.

Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Pasal 3
1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. Pelayanan farmasi klinik.
2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Perencanaan;
b. Pengadaan;
c. Penerimaan;
d. Penyimpanan;
e. Pemusnahan;
f. Pengendalian; dan
g. Pencatatan dan pelaporan.
3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi;
a. Pengkajian resep;
b. Dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. Konseing;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping (MESO);

Pasal 4
1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus
didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien.
2) Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Sumber daya manusia; dan
b. Sarana dan prasarana
Pasal 5
1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus dilakukan
evaluasi mutu Pelayanan Kefarmasian.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi mutu Pelayanan Kefarmsian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Penjabaran :
Pengelolaan Sediaan Farmasi di Apotek, meliputi :
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai,
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi :
 Perencanaan, dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
 Pengadaan, untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka
pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Penerimaan, penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
2. Penyimpanan
 Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat nama obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa.
 Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
 Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi
 Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
 Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out)
3. Pemusnahan;
 Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
 Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat
izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan menggunakan.
 Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan
Resep.
 Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
 Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri.
 Pengendalian, dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan.
 Pencatatan dan Pelaporan, pencatatan dilakukan pada setiap proses
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan, terdiri dari pelaporan internal
dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan
untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan
laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat
untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran.
Pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan farmasi klinik meliputi :
1. Pengkajian Resep, kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Jika ditemukan adanya
ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi
dokter penulis Resep
2. Dispensing, terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO), merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode
pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,
keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
4. Konseling, merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Apoteker
mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care), melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO),proses yang memastikan bahwa seorang
pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO), merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang
terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

MENURUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51


TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN
Pasal 24
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,
Apoteker dapat:
a. Mengangkat seorang apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien;
dan
c. Menyerahkan obat keras, narkotika, dan psikotropika kepada masyarakat atas
resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

MENURUT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK
Pasal 21
(1) Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
(2) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka apoteker
dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien.
(3) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak
mampu menebus obat yang tertuls di dalam Resep, Apoteker dapat mengganti
obat setelah berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat
lain.
(4) Apabila apoteker manganggap penulisan Resep terdapat kekeliruan atau tidak
tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis Resep.
(5) Apabila dokter penulis Resep sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap pada
pendiriannya, maka Apoteker tetap memberikan pelayanan sesuai dengan
Resep dengan memberikan catatan dalam Resep bahwa dokter sesuai dengan
pendiriannya

Kesimpulan :

Meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis


habis pakai, pelayanan dalam klinik. Tujuan pelayanan standard kefarmasian yaitu
untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hokum
bagi tenaga kefarmasian (apoteker), dan melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan obat yang tidak rasional.

a. Pengkajian resep
b. Dispensing
c. PIO
d. Konseling
e. Pelayanan kefarmasian dirumah
f. Pemantauan terapi obat
g. Monitoring efek samping obat

8. Mahasiswa mampu memberikan pelayanan informasi obat swamedikasi dan


konseling kepada pasien menurut kode etik apoteker
Jawab :
Pedoman Praktik Apoteker Indonesia 2013 Tentang Swamedikasi
1. Apoteker melakukan kajian perlunya swamedikasi
2. Apoteker membantu pasien dalam pemilihan obat yang sesuai dengan
kebutuhan
3. Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri
sendiri (swamedikasi)
4. Apoteker dapat melakukan diseminasi informasi antara lain dengan
penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dll
5. Apoteker memberikan informasi yang memadai tentang penggunaan obat
yang diberikan kepada pasien
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
TENTANG
KRITERIA OBAT YANG DAPAT DISERAHKAN TANPA RESEP
Pasal 2
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria :
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil,
anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko
pada kelanjutan penyakit
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2016
TENTANG STANDAR KEFARMASIAN DI APOTEK

KONSELING

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan


pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepauthan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker
harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memiliki
Obat yang digunakan digunakan.

Kriteria pasien / keluarga pasien yang perlu diberi konseling :


1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,
ibu hamil dan menyusui)
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:TB, DM, AIDS,
epilepsi)
3. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off)
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin)
5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari
satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan satu jenis obat.
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
Tahap kegiatan konseling :
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions, yaitu :
a. Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda ?
b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat anda ?
c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
anda menerima terapi obat tersebut ?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan


pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam
konseling dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir.

Kesimpulan :

1. Swamedikasi
 Apoteker melakukan kajian perlunya swamedikasi
 Apoteker membantu pasien dalam memilih swamedikasi
 Apoteker harus memberikan edukasi terhadap masyarakat atau pasien
tentang pemilihan obat sendiri atau swamedikasi
 Memberikan informasi tentang penggunaan obat
 Pengobatannya sendiri tidak memberikan resiko berkenlanjutan terhadap
penyakit
2. Konseling
Harus mempertimbangkan ketetapan penentuan indikasi
Ketetapan pemilihan obat
Ketetapan penggunaan obat
Kriteria pasien untuk diberikan konseling :
a. Jika pasien terapi penyakit kronis dan pengobatan jangka panjang (DM,
HIV/AIDS, TBC)
b. Jika obatnya dalam bentuk tertentu, misalnya suppositoria, inhaler, dan
insulin injeksi
c. Jika pasien tingkat kepatuhan pengobatannya rendah contohnya lansia
d. Jika pengobatan terapi sempit contohnya digoksin
e. Jika mendapatkan obat-obatan kombinasi atau polifarmasi
f. Jika mendapatkan obat-obatan kombinasi atau polifarmasi

Pada tahap konseling apoteker harus membuka komunikasi terhadap pasien,


misalnya :

a. Apa yang disampaikan dokter terhadap pasien?


b. Apakah dokter sudah menjelaskan tentang obat yang diberikan?
c. Apa harapan yang dijelaskan dokter tentang pengobatan tersebut?

Tahap kedua, Apoteker harus menggali semua informasi tentang pasien

Tahap ketiga :

a. Apoteker harus menjelaskan tentang penggunaan obat yng didaptkan oleh


pasien
b. Memverifikasi pengobatannya apakah paham atau tidak
c. PIO adalah kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam memberikan
informasi dengan tidak memihak

9. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang polifarmasi obat pada skenario.


Jawab :
Menurut Herdaningsih, Potensi Interaksi Obat-Obat pada Resep Polifarmasi:
Studi Retrospektif pada Salah Satu Apotek di Kota Bandung
Polifarmasi berrati pemakaian banyak obat sekaligus oleh seorang pasien
lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan perkiraan.
Polifarmasi dapat meningkatkan risiko interaksi obat-obat atau obat-penyakit.
Berdasarkan tingkat keparahannya, terjadinya interaksi dikelompokan menjadi
interaksi minor (efek ringan/dapat diatasi dengan baik), interaksi moderat (efek
sedang/dapat menyebabkan kerusakan organ), dan interaksi mayor (efek
fatal/dapat menyebabkan kematian)

Menurut PIO Nasional

 Parnaparin/Fondaparinux injeksi :
Indikasi : Pencegahan venous thromboembolic events (VTE).
 Isosorbid dinitrat
Indikasi : Antiangina; gagal jantung kiri
 Asam asetil salisilat
Indikasi : Analgesik, Profilaksis penyakit serebrovaskuler atau infark miokard.
nyeri dan radang pada penyakit reumatik dan penyakit pada otot skelet lainnya
(termasuk juvenil arthritis)
 Amlodipine
Indikasi : Hipertensi; profilaksis angina.
 Omeprazole
Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan duodenum
yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen eradikasi H.
pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison
Kesimpulan :

Polifarmasi adalah pemberian banyak obat yang diberikan sekaligus pada


pasien lebih dari yang dibutuhkan secara logis yang dihubungkan dengan
diagnosis yang diperkirakan. Dapat meningkatkan interaksi obat atau penyakit
berdasarkan tingkat keparahannya termasuk interaksi minor (efek ringan),
interaksi moderat (menyebabkan kerusakan organ), dan interksi mayor
(menyebabkan kematian) karena penggunaan obat irasional dengan pemberian
macam obat lebih dari 5 macam obat dalam satu resep.
Menurut scenario interaksi obat isosorbit dinitrat indikasinya sebagai antiangina
dan gagal jantung kiri. Asam asetil salisilat sebagai analgesic dan nyeri pada
radang penyakit rematik. Amlodipine digunakan untuk hipertensi. Omeprazole
sebagai terapi tukak lambung
Kasus polifarmasi pada resep ibu st.Aisyah yaitu adanya interaksi obat antara
aspirin (asam asetil salisilat) dan amolodipin. Menurut Stockley, pemberian NSAID
pada pasien HT dapat meningkatkan tekanan darah. Efek vasodilator dan
prostaglandin diginjal mengurangi efek dari anti hipertensi itu sendiri sehingga
NSAID dapat meningkatkan tekanan darah.

10. Mencari peraturan perundang-undangan mengenai penggantian obat bermerek ke


obat generic ataupun sebaliknya
Jawab :
Pasal 21
(1) Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat bermerk dagang, maka
Apoteker dapat mengganti obat merk dagang dengan obat generik yang sama
komponen aktifnya atau obat merk dagang lain atas persetujuan dokter
dan/atau pasien
(2) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak
mampu menebus obat yang di dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat
setelah berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilihat obat lain.
Pada skenario, Apoteker mengganti obat parnaparin injeksi dengan fondaparinux
injeksi.
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, 2014
Sampai dengan 31 Desember 2013, tercatat hanya 3 obat yang mengandung babi
yaitu obat yang mengandung heparin molekul rendah, berdasarkan database
nomor izin edar yang telah dikeluarkan BPOM. Ketiga obat itu adalah Lovenox
injeksi mengandung Enoxaparin Sodium, didaftarkan oleh PT. Aventis Indonesia,
NIE DKI 0185600143A1; Fraxiparin injeksi, mengandung Nadroparin Calcium,
didaftarkan oleh PT. Glaxo Welcome Indonesia, NIE DKI 0585100343A1; dan
Fuluxum injeksi, mengandung Parnaparin Sodium, didaftarkan oleh PT. Pratapa
Nirmala, NIE DKI 0697600443A1

Kesimpulan :

Apoteker bisa mengganti obat bermerek dagang ke generic jika pasien


menginginkan dengan alasan keterbatasan ekonomi pasien karena ingin
mengonsumsi obat dengan harga yang lebih murah. Apoteker dapat mengganti
obat yang diminta pasien apabila telah disetujui oleh dokter dan atau pasien
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2005 PHARMACEUTICAL CARE UNTUK


PENYAKIT DIABETES MELLITUS, DEPARTEMEN KESEHATAN RI,

Depkes RI, 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi, Jakarta: Depkes RI
Departemen Kesehatan RI, 1990. Keputusan Menteri Kesehatan No.
347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Jakarta.
Herdaningsih, Muhtad, Keri, L Nurul, A 2016, Potensi Interaksi Obat-Obat pada Resep
Polifarmasi: Studi Retrospektif pada Salah Satu Apotek di Kota Bandung, Jurnal
farmasi Klinik Indonesia Vo.5 no.4
Kode Etik Apoteker Indonesia tahun 2014 dan Implemetasi Jabaran Kode Etik
Peraturan BPOM nomor 4 tahun 2018 “Pengawasan golongan obat, bahan obat,
narkotika, psikotropika dan precursor farmasi di fasilitasi pelayanan kefarmasian”
Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas 2007 & Pedoman Konseling
Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan 2007
Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan 2007
Pedoman Penggunaan Obat Bebas Dan Bebas Terbatas 2007 dan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor: 347/ Menkes/ Sk/ Vli/ 1990 Tentang Obat Wajib Apotik
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 7
tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan obat-obat tertentu yang sering
disalahgunakan
Republik Indonesia, 2016, Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta
Sari, E 2019, Keluarga Berencana Prespektif Ulama Hadis, Jurnal Sosial & Budaya Syar-
i, Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran palembang,Indonesia.
Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.
ISLAM DISIPLIN ILMU APOTEKER

HASIL DISKUSI PANEL SKENARIO 1

OLEH :

NAMA : AULIA INNAYAHSARI D

STAMBUK : 15120190151

KELOMPOK : V (LIMA)

TUTOR : DR. ANDI EMELDA S.Si., M.Si., Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
Kelompok 3 (Siti Hajar)

Jawaban : dari Asriani Laonding

1. Bagaimana peran apoteker dalam memberikan swamedikasi/konseling kepada


pasien yang memiliki ketergantungan fisik terutama tuna rungu?
Jawab :
Menurut Institut dan Teknologi Nasional Jakarta tahun 2012 tentang Komunkasi
Pasien Dengan Farmasi.
Untuk pasien seperti ini, volume suara harus ditingkatkan untuk memperjelas
komunikasi, dan mengurangi tempo laju bicara sehingga pasien tersebut dapat
mendengarkan informasi dengan baik dan jelas. Meningkatkan volume bicara bukan
berarti harus berteriak disaat berbicara.

Kelompok 9 (Gina Gobel)

Jawaban : dari Aulia Innayahsari D

2. Apa pendapat kelompok anda tentang pemberian OWA sesuai skenario, karena
dalam skenario pemberiannya tidak sesuai peraturan.
Jawab :
- Obat Wajib Apotek No.2 Berdasarkan Kemenkes no 924 tahun 1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
Pemberian maksimal Omeprazole yaitu 7 tablet
Pemberian maksimal Ibuprofen yaitu 10 tablet
- Obat Wajib Apotek No 3 Berdasarkan Kemenkes no 1176 tahun 1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
Pemberian maksimal Allupurinol yaitu 10 tablet

Pemberian obat pada scenario tidak sesuai dengan peraturan merujuk pada
DOWA. Obat omeprazole yang seharusnya diberikan maksimal sebanyak 7 tablet
diberikan sebanyak 20 tablet. Obat allopurinol dan ibuprofen yang seharusnya
diberikan sebanyak 10 tablet diberikan sebanyak 20 tablet.
ISLAM DISIPLIN ILMU APOTEKER

HASIL REFRESHING SKENARIO 1

OLEH :

NAMA : AULIA INNAYAHSARI D

STAMBUK : 15120190151

KELOMPOK : V (LIMA)

TUTOR : DR. ANDI EMELDA S.Si., M.Si., Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penggolongan obat bebas
terbatas dan obat bebas
Jawab :
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000
a. Obat Bebas
Peratuan daerah Tingkat II tangerang yakni Perda Nomor 12 Tahun1994
tentang izin Pedagang Eceran Obat memuat pengertian obat bebas adalah obat
yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam
daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar
di Depkes RI.
 Contoh : Minyak Kayu Putih, Tablet Parasetamol, tablet Vitamin C, B Compleks.

 Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor


2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk untuk obat bebas dan untuk obat
bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi
warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :

b. Obat Bebas Terbatas


 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan ke
dalam daftar obat “W” (Waarschuwing) memberikan pengertian obat bebas
terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa
resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau
pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda
peringatan. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam,berukuran panjang 5
cm,lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :
Penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI
No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran
berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti terlihat pada gambar
berikut:

Anda mungkin juga menyukai