Sepsis - Krisnha Dian Ayuningtyas
Sepsis - Krisnha Dian Ayuningtyas
SEPSIS
Disusun oleh:
Krisnha Dian Ayuningtyas
122011101022
Dokter Pembimbing:
dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
dr. B. Gebyar Tri Baskara, Sp.A
dr. Saraswati, Sp.A
dr. Lukman Oktadianto, Sp.A
dr. M. Ali Shodikin, Sp.A
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
PENDAHULUAN .................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2
Definisi .................................................................................... 2
Epidemiologi ........................................................................... 3
Etiologi .................................................................................... 4
Penegakan Diagnosis ............................................................... 6
Patofisiologi ............................................................................. 10
Tata laksana ............................................................................ 11
Manifestasi Klinis ................................................................... 13
Penatalaksanaan ...................................................................... 14
KESIMPULAN ..................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 24
ii
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
2
proses infeksi. Hal ini yang membedakan dengan inflamasi sistemik steril, akibat
trauma, luka bakar, atau pankreatitis. Infeksi dapat menimbulkan sepsis yang
ditandai dengan disfungsi organ akibat disregulasi respon imun. Pada pasien yang
mempunyai penyakit dasar dengan gagal organ misalnya gagal ginjal, gagal hati
atau displasia bronkopulmonal, definisi disfungsi organ adalah perburukan dari
kondisi sebelumnya atau disfungsi organ lain.1
Epidemiologi
3
Penelitian Sepsis Prevalence Outcomes and Therapies (SPROUT) pada tahun
2015 mengumpulkan data PICU dari 26 negara, memperoleh data penurunan
prevalensi global sepsis berat dari 10,3% menjadi 8,9%. Usia rerata penderita
sepsis berat adalah 3 tahun, infeksi terbanyak terdapat pada sistem respirasi (40%)
dan 67% kasus mengalami disfungsi multi organ. Angka kematian selama
perawatan di rumah sakit sebesar 25% dan tidak terdapat perbedaan mortalitas
antara PICU di negara berkembang dan negara maju.1
Etiologi
Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi. Bakteri
merupakan penyebab infeksi paling sering, tetapi dapat pula berasal dari
jamur,virus atau parasit.1 Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta pada tahun 2010 didapatkan jenis bakteri
terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae (24%), diikuti oleh Serratia marcescene
(14%) dan Burkholderia cepacia (14%). Selain itu juga ditemukan Fungi (19%),
termasuk didalamnya adalaha Candida albicans dan Candida tropicana.2 Bakteri
penyebab infeksi Neonatorum di Unit Perinatologi RS. H. Abdul Moelok pada
tahun 2011 paling banyak yaitu Pseudomonas (25%), disusul oleh Klebsiella sp
(25%), Staphlococcus sp (17%), Enterobacter sp (17%), Escherichia coli (4%),
dan sisanya gram negatif (21%).6 Penelitian yang dilakukan oleh Pedro et al pada
tahun 2015 di Brazil menghasilkan Staphlococcus aureus menjadi bakteri paling
sering menyebabkan sepsis. Diikuti dengan Klebsiella pneumoniae, Neiserria
meningitidis, Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli.6 Berbeda dengan
penelitian yang di India tahun 2015, yang menjadikan bakteri jenis Klebsiella
menjadi paling banyak menyebabkan sepsis yaitu sebesar 28,1%. Diikuti dengan
Enterococcus (15,6%), Staphylococcus aureus (12,5%), Escherichia coli (12,5%),
bakteri gram negatif (9,4%), MRSA (Methicillin resistant Staphylococcus aureus)
(3,1%), dan lainnya termasuk Candida, Streptococcus, H.Influenza, Pseudomonas
dsb (18,8%).8
4
Selain bakteri, beberapa virus juga bisa menyebabkan sepsis. Sepsis yang
diinduksi oleh virus dapat terjadi akibat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu
usia dan kekebalan tubuh pada pasien. Influenza merupakan virus yang paling
banyak menyebabkan sepsis pada anak dan menjadi insidensi tertinggi anak
dirawat di rumah sakit serta menjadi angka tertinggi angka kematian pada anak
dengan sepsis akibat virus. Meskipun vaksinasi dapat menceggah sebagian besar
infeksi pernafasan akut terkait virus influenza, tinkat vaksinasi yang rendah,
penurunan respon vaksin pada anak-anak menyebabkan peningkatan angka
kejadian. Meskipun virus parainfluenza lebih banyak ditemukan di saluran
pernafasan bawah, karena seringnya bayi atau anak terserang batuk dan sesak
nafas, hal ini akan menyebabkan pneumonia akut pada bayi dan pada anak dengan
compromised immune atau gejala penyakit pada respirasi yang dapat diakibatkan
adenovirus.9
Beberapa patogen lainnya menyebabkan sepsis terutama pada negara
berkembang. Virus dengue dari nyamuk yang membawa flavivirus di banyak
negara tropis seperti Indonesia, dapat menyebabkan sepsis akibat kebocoran
kapiler dan koagulasi intravaskular diseminata. Malaria yang diakibatkan oleh
Plasmodium falciparum dapat menyebabkan sepsis pada bayi atau anak dan pada
anak dengan HIV. Sepsis sering terjadi pada pasien yang terkena malaria serebral
dengan gejala perubahan status mental, kejang dan asidosis. Burkholderia
pseudomallei atau meliodosis sering ditemui pada daerah asia tenggara dengan
gejala gangguan pada paru dan demam.9
Penyebab sepsis yang paling sedikit yaitu jamur. Jamur patogen seperti
spesies Candida, dapat menyebabkan sepsis dan 10% dapat menyebabkan septic
shock. Dari beberapa penelitian menyebutkan, beberpa metode untuk mendeteksi
penyebab sepsis telah dilakukan dan perlu di garis bawahi bahwa penyebab sepsis
dapat tidak terdeteksi hingga 75% pada kasus pediatri.9
5
Penegakan Diagnosis
6
diagnosis virus, penyakit SpesifitasL
bakteremia kritis, atau 57,6%
malnutrisi PPV: 63,6%
NPV: 68,8%
Rasio neutrofil: Peningkatan Dapat menurun >10 Sensitivitas:
limfosit rasio pada infeksi 73,9%
menunjukkan virus, penyakit Spesifitas: 63%
diagnosis kritis, atau PPV: 67,6%
bakteremia malnutrisi NPV: 73,4%
7
100mg?L; PCT
0,3-2 ng/mL,
virus: CRP
<10mg/L; PCT
<2 ng/mL
8
Disfungsi Poin Berdasarkan Tingkat Keparahan
organ &
variabel 0 1 2 3 4 5 6
Neurologi
Kardiovaskul
a
Mean arterial
pressure
Renal
Kreatinin
0-< 1 bln ≤ 69 ≥ 70
1-11 bln ≤ 22 ≥ 23
12-23 bln ≤ 34 ≥ 35
24-59 bln ≤ 50 ≥ 51
9
60-143 bln ≤ 58 ≥ 59
≥ 144 bln ≤ 92 ≥ 93
Respiratori
PaO2 ≥ ≤ 60
FiO2 ≤ ≥ 95
Ventilasi
infvasif
Hematologi
109/L)
Patofisiologi
Sepsis merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang timbul pada saat
respon awal pejamu yang sesuai terhadap infeksi menjadi teramplifikasi dan
mengalami disegulasi. Penentuan kompenin bakteri yang bertanggung jawab akan
terjadinya sepsis menjadi penting, tidak hanya untuk memahanami mekanisme
dasar, namun juga untuk mengidentifikasi target terapi potensial. Proses
terjaidnya sepsis dimulai dari kolonisasi mikroorganisme yang dapat membentuk
suatu fokus infeksi. Mikroorganisme atau produknya berupa toksin atau
endotoksin yang berdar dalam darah maupun yang berasal dari suatu fokus infeksi
10
akan menginduksi sistem imunitas sehingga terjadi perubahan fisiologi tubuh
pada sepsis. Toksin berhubungan dengan bakteri, mikobakteria dan virus yang
mana toksin diekspresikan oleh patogen akan mengaktivasi limfosit dalam
sirkulasi. Endotoksin merupakan suatu lipopolisakarida yang merupakan
komponen dari dinding sel gram negatif dan fungi. Endotoksin akan berikatan
dengan makrofag serta menyebabkan aktivasi dan ekspresi dari berbagai gen
inflamasi. Adanya endotoksin serta toksin dalam tubuh akan mencetuskan respon
dari host berupa respon imun selular dan respon imun humoral.12
Respon imun selular maupun humoral membuat sel-sel mononuklear
melepaskan sitokin-sitokin pro inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNFα dan beberapa
sitokin lainnya. Sitokin-sitokin ini dilepaskan pada 30-90 menit setelah paparan,
mengaktifkan kaskade inflamasi derajat dua termasuk sitokin, mediator lipid dan
spesies oksigen reaktif serta juga meningkatkan produksi molekul-molekul adhesi
sel, yang kemudian menginisiasi migrasi sel inflamatorik ke dalam jaringan.12
Netrofil mempunyai peran ganda di dalam sepsis. Pada satu sisi, sel-sel
ini penting untuk kontrol lokal pertumbuhan bakteri dan oleh karenanya juga
untuk mencegah diseminasi bakterial. Pada sisi lain, netrofil memainkan peranan
penting dalam aktivasi endotel dan timbulnya kegagalan organ. Pada penelitian
yang mengguankan binatang, migrasi netrofil ke fokus infeksi yang terganggu
dikaitkan dengan mortalitas tinggi.12
Gangguan koagulasi akibat sepsis juga dapat terjadi. Gangguan koagulasi
pada sepsis terjadi melalui tiga mekanisme yaitu13 :
1. Pembentukan trombin yang diperantarai TF (Trander factor)
diekspresikan pada permukaan sel endotel, monosit dan platelet ketika sel-
sel ini distimulasi oleh toksin, sitokin atau mediator lain. Secara fisiologis
pembentukan trombin segera dihambat oleh antitrombin, namun dengan
pembentuka trombin yang sangat cepat di jalur inhibisi bisa fatigue
sehingga terjadi trombinemia. Setelah trombin terbentuk, maka
fibrinogendipolimerasi sehingga terbentuk bekuan fibrin dan terdeposisi di
mikrisirkulasi. Deposisi fibrin ini dapat menyebabkan disfungsi organ.
2. Gangguan mekanisme anti koagulan. Terdapat tiga mekanisme yaitu\
11
Sistem anti trombin. Secara teori antitrombin memiliki peran
penting dalam kekacauan koagulasi pada sepsis, dibuktikan dengan
jumlah antitrombin rendah pada sepsis. Hal ini terjadi akibat
antitrombin digunakan untuk menghambat formasi trombin,
didegradasi oleh elastase yang dilepaskan sel neutrofil serta
gangguan antitrombin akibat gagal hati pada sepsis.
Sistem protein C. Protein C disintesis pada hati dan diaktivasi
menjadi activated protein C (APC) yang berfungsi dalam
menghambat FVIII dan FV. Pada sepsis terjadi depresi protein C
karena penggunaan yang berlebihan, gangguan hati, perembesan
vascular dan aktifasi TNFα.
Tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dieksresi oleh sel endotel
dan berfungsi untuk mengambat aktifasi FX oleh kompleks TF-
FVIIa.
3. Penghentian sistem fibrinolisis Pda kondisi bakterimia dan endotoksemia
dijumpai peningkatan aktivitas fibrinolisis yang mungkin disebabkan oleh
pelepasan plasminogen actifator oleh sel endotel. Keadaan tersebut diikuti
dengan supresi aktivitas fibrinolisis secara cepat oleh PAI-1. Jumlah PAI-1
yang tinggi dipertahankan sehingga menghentkan kemampuan fibrinolisis
yang mengakibatkan penumpukan bekuan fibrin pada mikrosirkulasi.
Pada sepsis terjadi trombositopenia pada pasien berat. Faktor utama yang
menyebabkan penurunan jumlah trombosit pada sepsis adalah produksi trombosit
yang terganggu, peningkatan pemakaian, maupun destruksi atau sekuestrasi
trombosit di limpa.1,12
Penyebab akhir kematian pada pasien dengan sepsis adalah kegagalan
organ multipel. Mekanisme ini melibatkan deposisi fibrin luas yang menyebabkan
oklusi mikrovaskular, timbulnya eksudat jaringan yang kemudian mengganggu
oksigenasi adekuat dan gangguan hemostasis mikrovaskular yang timbul dari
elaborasi zat-zat vasoaktif seperti PAF, histamin dan prostanoid. Infiltrat seluler,
terutama netrofil merusak jaringan secara langsung dengan melepaskan enzim
12
lisosomal dan radikal bebas turunan superoksida. TNF α dan sitokin-sitokin
lainnya meningkatkan ekspresi sintase oksida nitrat terinduksi dan peningkatan
produksi oksida nitrat lebih lanjut akan menyebabkan instabilitas vaskular dan
juga berkontribusi terhadap depresi miokardial yang timbul pada sepsis.12
Manifestasi Klinis
Manifestasu klinis sepsis tidak spesifik tergantung dari fase sepsis dan
infeksi ang mendasari. Pada tiap fase sepsis terjjadi perubahan hemodinamik yang
bila tidak ditangani dapat menyebabkan instabilitas hemodinamik. Fase awal,
cardiac output belum berkurang namun justru meningkat untuk memenuhi
kebutuhan metaboli jarinan tubuh. Pada fase ini dijumpai manifestasi klinis
gangguuan regulasi tubuh bisa hipertermia atau hipotermia, menggigil, takikardi
dan takipnea. Manifesatasi klinis lain yang tidak spesifik adalah penurunan tonus
otot, penurunan aktivitas anak, perubahan warna kulit jadi pucat, dan gangguan
menyusui atau penurunan nafsu makan.8
Bila tidak ditangani segera, maka cardiac output akan berkurang sebagai
efek dari kaskade inflamasi yang terjadi. Pada anak dapat dijumpai tanda-tanda
ccapillary refill time lebih dari 2 detik, nadi perifer ataupun sentral menjadi
lemah, ekstremitas teraba dingin, serta penurunan urin output pasien. Pada
beberapa anak penurunan curah jantung dapat menyebabkan perubahan status
mental dan kesadaran sehingga secara klinis tampak gelisah bahkan
koma.Hipotensi timbul bila syok sudah tdak dapat terkompensasi lagi.8
Gejala klinis lain yang dapat terlihat pada pasien sepsis ialah lesi kulit.
Lesi kulit yang mungkin dapat terlihat pada pasien sepsis antara lain berupa
petekie, purpura, eritema yang difus, ekimosis, ektima gangrenosum, dan gangren
perifer yang simetris. Petekie dan purpura terutama ditemukan pada penderita
infeksi meningokokus. Bila petekie atau purpura disertai oleh manifestasi
perdarahan lainnya maka perlu dicurigai suatu disseminated intravascular
coagulation (DIC). Ektima gengrenosum ditemukan pada infeksi Pseudomonas
aeruginosa.8
13
Tata Laksana
Tata laksana sepsis ditujukan pada penanggulangan infeksi dan disfungsi
organ.
14
C Antibiotik
Neonatus ( onset komunitas) Ampisilin 200-400 mg/kg/hari dalam 4 dosis
Gentamisin 5-7,5 mg/kg/hari
Neonatus (onset RS) Vankomisin 45-60 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis
Gentamisin 5-7,5 mg/kg/hari
Atau Sefotaksim 200-225 mg./kg/hari dalam 4 atau 6
dosis untuk meningitis bakterial dapat mencapai 300
mg/kg
Anak (onset komunitas) Sefotaksim 200-225 mg./kg/hari dalam 4 atau 6 dosis
untuk meningitis bakterial dapat mencapai 300 mg/kg
Seftrisakson 100 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis
Vankomisn 45-60 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis
Ketlibatan Kulit atau jaringan Vankomisn 40 mg/kg/ hari dibagi 4 dosis IV
lunak Klindamisin 25-40 mg/kg/ hari dibagi 3 dosis IV atau
25-30 mg/kg/ hari dibagi 3 dosis p/o
Toxic syok syndrome Vankomisin 45-60 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis
Klindamisin 40 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis
Neonatal HSV Acyclovir
Rocky mountain spotted fever Doksisiklin 4 mg/kg/hari terbagi dalam 12 jam
Ehrichiosis
Gambar 2.4 Pilihan antimikroba untuk terapi empiris pada bayi dan anak dengan terduga sepsis 1,3
b. Antibiotik kombinasi
Apabila antibiotik diberikan kombinasi, harus dipertimbangkan kondisi
klinis, usia, kemungkinan etiologi dan tempat terjadinya infeksi, mikroorganisme
penyebab, pola kuma di RS, predisposisi pasien dan efek samping dinamik dan
simpatiknya.1
c. Anti jamur
Pasien dengan predisposisi ineksi jamur sistemik (skor kandida lebih dari
sama dengan 3 dan kadar prokalsitonin lebih dari 1,3 mg/mL) memerlukan terapi
anti- jamur pada sepsis disesuaikan dengan sensitivitas lokal. Bila tidak ada data,
15
dapat diberikanlini pertama berupa amphotericin B atau flukonazol, sedangkan
lini ke dua adalah mycafungin.1
Variabel Kode Skor Pengali
Kolonisasi spesies kandida 0= tidak ada 1
multifokal 1= ada
Pembedahan saat masuk 0= tidak ada 1
rumah sakit 1= ada
Sepsis berat 0= tidak ada 2
1= ada
Nutrisi parenteral total 0= tidak ada 1
1= ada
Untuk menegakkan diagnosis infeksi jamur sistemik, digunakan “Candida score” melalui
perhitungan sebagai berikut (variabel bernilai 0 bila tidak ada dan 1 bila ada): 1 x (total
nutrisi parenteral) + 1 x (pembedahan) + 1 x (kolonisasi kandida multifokal) + 2 x (severe
sepsis). Sangat tidak mungkin terjadi kandidiasis invasif bila kandida skor <3.
Gambar 2.5 Skor Kandida 1
16
Penilaian Gawat Napas Gagal Napas Henti Napas
Status mental Sadar, gelisah, Kurang responsif, Tidak responsif
agitasi atau memberi terhadap suara dan
respon terhadap nyeri
rangsang nyeri
17
b. Ventilasi non-invasif
Pasien dengan resiko PARDS atau mengalami PARDS ringan merupakan
kandidat untuk mendapatkan terapi ventilasi non invasif. Di samping itu, untuk
mencegah pneumonia dan mortalitas pasien dengan imunosupresi juga merupakan
kandidat ventilasi non invasif. Tujuannya adalah memperbaiki pertukaran gas,
menurunkan kerja nafas, dan mencegah komplikasi akibat ventilasi invasif.1
Usia Eksklusi pasien dengan penyakit paru perinatal
Waktu Dalam 7 hari sejak onset penyakit
Penyebab Gagal napas yang tidak dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau
edema kelebihan cairan
Radiologis Infiltrat baru konsistem dengan penyakit parenkim paru akut
Oksigenasi Ventilasi mekanis non invasif Ventilasi Mekanis
invasif
Nasal mask CPAP Oksigen masker, kanul Suplementasi oksigen
atau BiPAP nasal atau high flow untuk mencapau SpO2
FiO2 ≥ 40% untuk SpO2 88-97% dengan ≥ 88 tapi OI < 4 atau
mencapai SpO2 88- suplementasi oksigen OSI <5
97% aliran minimum:
<1 thn: 2 L/menit
1-5 thn: 4 L/menit
5-10 thn: 6L/mnt
>10 thn: 8 L/mnt
Gambar 2.6 Kriteria risiko pediatric acute respiratory distress syndrome (PARDS)1
18
d. Resusitasi cairan dan tatalaksana hemodinamik
Tata laksana hemodinamik meliputi akses vaskular secara cepat,
resusitasi cairan dan pemberian obat-obatan vasoaktif. Resusitasi cairan harus
memperhatikan aspek fluid responsiveness dan menghindari kelbihan cairan.1
e. Transfusi Packed red cell
Transfusi packed red cell diberikan berdasarkan saturasi vena cava
superior (ScvO2) <70% atau Hb <7 g/dL.1
f. Transfusi konsentrat trombosit
Transfusi trombosit diberikan pada pasien sepsis sebagai profilaksis atau
terapi, dengan kriteria sebagai berikut1 :
Profilaksis diberikan pada kadar trombosit <10.000/mm2 tanpa
perdarahan aktif, atau kadar <20.000.mm3 dengan risiko bermakna
perdarahan aktif.Bila pasien akan menjalani pembedahan atau
prosedur invasif, kadar trombosit dianjurkan >50.000/mm3
Terapi diberikan pada kadar trombosit <100.000/mm3 dengan
perdarahan aktif.
g. Transfusi plasma
Transfusi plasma beku segar diberikan pada pasien sepsis yang
mengalami gangguan purpura trombotik, antara lain koagulasi intravaskular
menyeluruh (DIC), secondary thrombotic microangiopathy, dan thrombotic
thrombocytopenic purpura1
h. Kortikosteroid
Hidrokortison suksinat 50 mg/m2/hari diindikasikan untuk pasien syok
refrakter katekolamin atau terdapat tanda-tanda insufisiensi adrenal.1,2
i. Kontrol glikemik
Gula darah dipertahankan 50-180 mg/dL. Apabila gula darah > 180
mg/dL, glucosa infusion rate (GIR) diturunkan sampai 5 mg/kg/menit. Bila gula
darah > 180 mg/dL dengan GIR 5 mg/kg/menit, GIR dipertahankan dan titrasi
rapid acting insulin 0,05-0,1 IU/kg.1
19
j. Nutrisi
Nutrisi diberikan setelah respirasi dan hemodinamik stabil, diutamakan
secara enteral dengan kebutuhan fase akut 65 kCal/kg/hari. Pemberian nutrisi
diutamakan secara enteral (nasogastrik, nasojejunal, gastrostomi, duodenotomi,
atau jejunustomi) bila tdak ada kntraindikasi.1
k. Menghilangkan sumber infeksi
Melakukan debridemen, mengeluarkan abses dan pus, membuka alat dan
kateter yang berada dalam tubuh merupakan bagian dari eradikasi sumber infeksi.1
20
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
11. Leteurtre, Dugamel, Sallerom, Grandbastien, Lacroix dan leclerc. An
Update of the Pediatric Logistic Organ Dysfunction Score. ccm journal.
2013;41(7)
12. Sumantri, Stevent. Tinjauan Imunopatogenesis dan Tatalaksana Sepsis.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. 2012.
23