Anda di halaman 1dari 18

A.

Anatomi Fisiologis
Saluran pernafasan :
1. Lubang hidung (cavum nasalis )
Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara
(humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan
resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa,
lapisan lender, dan enzim lozosim.
2. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (+ 13 cm) yang letaknya bermula dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang
rawan (kartilago) krikoid.Faring digunakan pada saat digestion (menelan) seperti pada
saat bernafas.Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung
(nasi-faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang (laringo-faring).
3. Laring
Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitrlium lined yang
berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah). Fungsi utama laring adalah
untuk pembetukan suara, sebagai protek jalan nafas bawah dari benda asing dan untuk
memfasilitasi proses terjadinya batuk.
4. Trachea
Trachea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-
7 yang bercabang menjadi dua bronkus.Ujung cabang trachea disebut carina. Trachea
bersifat sangat fleksibel, berotot dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago
berbentuk huruf C. pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung
banyak sel goblet yang mensekresikan lender (mucus).
5. Bronchus dan bronkhiolus
Segmen dan subsegmen bronchus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke
setiap paru-paru.Bronchus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkiolus yang
berakhir di alveoli tidak mengandung kartilago.Tidak adanya kartilago menyebabkan
bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak
kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli (kohn
pores) yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli.
6. Alveoli
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru.Parenkim
tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolus merupakan kantong udara yang
berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga
memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli terdiri dari bronkhiolus
respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs.Fungsi utama dari unit alveolus adalah
pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli.

7. Paru-paru
Paru-pau terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas
tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat
terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi
sekita sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.
Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang sebut mediastinum. Jantung,
aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esophagus bagian dari trachea dan bronchus, serta
kelenjar timus terdapat pada mediastinum.

B. Definisi
Kor pulmonal merupakan keadaan hipertrofi ventrikel kanan akibat suatu penyakit yang
mengenai fungsi atau struktur jaringan paru, tidak termasuk didalamnya kelainan jantung
kanan akibat kegagalan dari fungsi ventrikel kiri atau akibat penyakit jantung bawaan
(Muttaqin, 2008).
Kor pulmonal di sebut juga penyakit jantung pulmunal, terdiri dari perbesaran ventrikel
kanan (hipertrofi, dilatasi atau keduanya).Kor pulmonale adlah sekunder akibat hipertensi
pulmonalis yang di sebabkan oleh gangguan pada paru-paru atau dinding dada.(Gede &
Efenndi, 2004).
Cor pulmonal adalah terjadinya pembesaran dari jantung kanan (dengan atau tanpa
gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari
paru-paru atau vaskularisasinya (Menurut Irman Sumantri,2009).
Cor Pulmonale (CP) adalah suatu keadaan dimana terdapat hipertofi dan atau dilatasi
dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh
penyakit intriksik dari parenkhim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru. Karena itu
untuk mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya Stenosis Mitral, Kelainan jantung
Bawaan atau Gagal Jantung Kiri yang juga dapat menyebabkan dilatasi dan hipertrofi
ventrikel kanan. CP dapat bersifat akut akibat adanya emboli paru yang masif, dapat juga
bersifat kronis.
C. Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah PPOM, dimana terjadi perubahan struktur jalan
napas dan sekresi yang tertahan mengurangi ventilasi alveolar.Penyebab lainnya dalah
kondisi yang membatasi atau mengganggu fungsi ventilasi yang mengarah pada hipoksia
atau asidosis (deformitas sangkar iga dan obesitas masif) atau kondisi yang mengurangi
jarring-jaring vascular paru (hipertensi arteri pulmonal idiopatik primer dan embolus
paru).Kelainan tertentu dalam sistem persarafan, otot pernapasan, dinding dada, dan
percabangan arteri pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal (Muttaqin,
2008).
Secara umum kor pulmonal disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
a. Penyakit paru paru yang merata
Terutama emfisema, bronkhitis kronis (COPD), dan fibroris akibat TB
b. Penyakit pembuluh darah paru.
Terutama thrombosis dan embolus paru, fibrosis akibat penyinaran yang menyebabkan
penurunan elastisita pembuluh darah paru
c. Hipoventilasi alveolar menahun.
Yaitu semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, seperti:
1) Penebalan pleura bilateral.
2) Kelainan neuromuscular, misalnya poliomyelitis dan distrofi otot.
3) Kifoskoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasitas rongga torak sehingga
pergerakan torak berkurang. (Somantri, 2012)

D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada klien dengan penyakit kor pulmonal adalah sebagai berikut:
a. Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, missal COPD akan menimbulkan gejala
nafas pendek, dan batuk.
b. Gagal ventriel kanan akan muncul edema, distensi vena leher, liver palpable, efusi pleura,
asites, dan murmur jantung.
c. Sakit kepala, confussion, dan somnolen terjadi akibat peningkatan PCO2. (Somantri,
2012)

E. Patofisiologis
1. Sirkulasi paru normal
Sirkulasi paru pada orang normal merupakan suatu sistem yang bersifat high flow-
flow pressure, yaitu suatu sistem dengan aliran besar tapi tekanan rendah, mempunyai
resistensi yang rendah dan cadangan yang besar, sehingga mampu menampung
bertambahnya aliran darah yang banyak tanpa meningkatkan tekanan arteri paru, atau
hanya meningkat sedikit saja pada waktu melakukan aktivitas. Hal ini disebabkan karena
adanya dilatasi seluruh pembuluh darah paru dan keikutsertakannya pembuluh darah yang
tidak diperfusi pada waktu istirahat.Pembuluh darah paru mempunyai dinding tipis,
eliptikal, dan elastic sehingga dapat menampung kenaikan 200-300% dari curah jantung
tanpa mengalami kenaikan tekanan arteri pulmonalis (Muttaqin, 2008)
2. Hipertensi pulmonal
Hipertensi pulmonal pada klien dengan penyakit paru terutama timbul sebagai
hipoksia karena penurunan fungsi paru atau pengurangan jaringan pembuluh darah
paru.hipertensi pulmnal akan timbul jika pengurangan jaringan pembuluh darah paru
lebih dari 50%. Pneumonektomi satu paru tidak akan disertai kenaikan tekanan arteri
pulmonalis. Adanya kombinasi beberapa faktor antara lain pengurangan vaskularisasi
paru, hipoksia, asidosis, dan polisitemia akan menyebabkan tekanan arteri pulmonalis
meningkat dan terjadi hipertrofi ventrikel kanan.(Muttaqin, 2008)
Pengurangan jaringan pembuluh darah paru akan menurunkan kemampuan pembuluh
darah untuk menurunkan resistensi selama melakukan aktivitas sedangkan pada waktu
aktivitas, terjadi peningkatan aliran darah, sehingga tekanan arteti paru akan meningkat.
Hipoksia merupakan vasokonstriktor arteri pulmonalis terpenting (Muttaqin, 2008)
Vasokonstriksi terjadi akibat efek langsung hipoksemia pada otot polos arteri
pulmonalis atau efek tidak langsung melalui penglepasan zat vasoaktif seperti histamine
dari sel mast.Asidosis akibat hiperkapnea atau sebab lain juga merupakan vasokonstriktor
arteri pulmonalis yang sinergistik dengan hipoksia.Polisitemia karena hipoksia menahun
menyebabkan kenaikan viskositas yang kemudian mengakibatkan hipertensi pulmonal.
(Muttaqin, 2008)
3. Hemodinamik paru
Dua faktor yang memengaruhi tekanan arteri pulmonalis, yaitu curah jantung dan
resistensi atau diameter pembuluh darah paru.Sebelum timbul kor pulmonal, curah
jantung normal pada waktu istirahat dan meningkat secara normal saat berolahraga.Pada
waktu terjadi kor pulmonal, tekanan pengisian tinggi untuk meningkatkan curah jantung
kebatas normal.Tekanan arteri paru meningkat tergantung dari curah jantung dan
vasokonstriksi pembuluh darah akibat hipoksemia.Pada saat timbul gagal jantung kanan,
tekana akhir diastolik meningkat dan curah jantung normal pada waktu istirahat, tapi
ketika melakukan aktivitas fisik, curah jantung tidak mampu naik seperti pada keadaan
normal.Hipoksia menyebabkan penurunan fungsi jantung.Adanya hipertensi pulmonal
dan penurunan fungsi jantung akibat hipoksia akan menyebabkan kegagalan jantung
kanan. (Muttaqin, 2008)
F. Pathway

Web of Caution (WOC) Cor Pulmonale

Penyakit paru menahun dengan hipoksia


Kelainan dinding dada
Gangguan mekanisme control pernapasan
Obstruksi saluran napas atas pada anak
Kelainan primer pembuluh darah
Perubahan anatomi
Perubahan fungsional paru
pembuluh darah paru

Pengurangan jaringan Hipoksia dan hiperkapnea


vaskular paru

Asidosis

Polisitemia
Vasokonstriksi arteri pulmonal

Peningkatan resistensi vascular


paru

Hipertensi
pulmonal

Hipertensi ventrikel kanan

Kor pulmonal

Akut Kronis

Waktu bagi ventrikel kanan Kegagalan kompensasi


untuk berkompensasi ↓

Tekanan arteri pulmonalis naik


tiba-tiba (>40-45 mmHg)

Curah jantung menurun

Gagal jantung kanan


G. Komplikasi
Komplikasi dari cor pulmonaldiantaranya:
1. Sinkope
2. Emfisema
3. Gagal jantung kanan
4. Gagal jantung kiri
5. Hipertensi pulmonal primer

H. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Keperawatan Non Farmakologi dan Farmakologi
Pada dasarnya adalah mengobati penyakit.Pengobatan terdiri dari :
1) Tirah baring, anjuran untuk diet rendah garam
Tirah baring mencegah memburuknya hipoksemia yang akan lebih menaikkan lagi
tekanan arteri pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi tidak secara berlebihan karena
klorida serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk menurunkan hiperkapnia.
2) Tindakan preventif, yaitu berhenti merokok olahraga dan teratur, serta senam
pernapasan sangat bermanfaat walaupun harus dalam jangka panjang. (handz-
superners, 2015)
Adapun penatalaksanaan keperawatannya, antara lain:
1) Terapi Oksigen
Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator mekanik
bila terjadi retensi CO2 yang berbahaya (gagal napas).
Pada kasus eksaserbasi akut insufisiensi paru, sering pasien perlu dirawat intensif
untuk aspirasi sekret bronkus, pengobatan infeksi paru, bronkodilator,
kortikosteroid, keseimbangan cairan, dan pengawasan penggunaan sedatif.
Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di
bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur.Terapi
oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat
menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, Meringankan hipoksemia
jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan
jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2 kurang dari 88%.
Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan
meningkatkan status fungsional.Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan
untuk managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia atau
penyakit paru obstruktif (PPOK).
2) Diuretik
Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis, terutama
ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer. Diuretic
berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri.Diuretik
memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan
penggunaannya.Volume pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan penuruna
cardiac output.Komplikasi lain dari diuretic adalah produksi hypokalemic metabolic
alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida pada
pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang
merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat
menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac output.Oleh karena itu
diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease kronis, dengan
memperhatikan pemakaian. Contoh : Aldactone (spironalactone), Anhydrone
(Siklotiazida), Aquatag (Benztiazida), Aquatensin (Metiklotiazida), Lasix
(Furosemida), Midamor (Amilorid), Naqua (Triklormetiazida), Zaroxolyne
(Metolazone). Dosis pemberian diuretic tergantung efek dieresis yang dikehendaki.
3) Vasodilator
Tujuan terapi dengan vasodilator adalah menurunkan hipertensi pulmonale tetapi
sebagian besar berdampak pada sirkulasi sistemik sehingga akan terjadi hipotensi.
Contoh obat vasodilator adalah
a) ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitio) = mengembangkan
pembuluh darah arteri dan vena.
b) Nitroglycerine = mengembangkan pembuluh darah vena saja.
c) Hidrolacyne = mengembangkan pembuluh darah arteri saja.
4) Digitalis
Adalah obat yang meningkatkan kekuatan dan efisiensi jantung dan digunakan untuk
mengobati layu jantung dan menormalkan lagi denyut jantung.Dalam kaitannya
terhadap pengobatan kor pulmonal hanya bermanfaat diberikan apabila telah disertai
dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Digitalis diberikan terutama bila
terdapat gagal jantung kanan, tetapi yang paling penting adalah mengobati penyakit
paru yang mendasarinya.
Dosis pemberian obat digitalis:
a) Jika dalam 2 minggu terakhir klien tidak mendapat terapi digitalis, maka dapat
diberikan digitalis cepat (IV) dengan dosis 0,2-0,4 mg setiap 4-6 jam sampai
dengan total dosis 1,6 mg.
b) Dosis maintenanceny adalah 0,25-0,50 mg/hari.
Beberapa nama obat digitalis adalah digitoksin (paten= Crystodigin, Digifortis,
Lanoxin).
5) Trakeostomi
Kadang-kadang diperlukan trakeostomi untuk membantu aspirasi gurangi ruang mati.
6) Antikoagulan
Antikoagulan dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru obstruktif
kronik. Contoh obat antikoagulan oral adalah warfarin, sedangkan yang melalui IV
line adalah Heparin atau Syntrom dan obat jenis Anti-agresi Platelet (antiplatelet) :
AsamvSalisilat (Aspirin/ Aspilet).
7) Pengobatan Lain
Inhibitor karbonik anhidrase (asetasolamid) suatu waktu banyak dipakai pada pasien
hiperkapnia kronik.Tetapi efek sampingnya yang membahayakan adalah terjadinya
asidosis metabolik pada asidosis respiratorik yang telah ada.Phlebotomy
menjadi tatalaksana standar pada polisitemia yang disebabkan hipoksia
kronik.Saat ini belum berhasil dibuktikan adanya perbaikan onyektif pada pertukaran
gas maupun tekanan arteri pulmonalis akibat phlebotomy.Beberapa ahli
mengeluarkan darah vena sebanyak ± 250 mL, untuk mencegah tromboemboli bila
hematokrit atau hipertensi pulmonal sangat tinggi.

b.Penatalaksanaan Medis
Sasaran pengobatan adalah untuk memperbaiki ventilasi klien dan mengatasi
penyakit paru yang mendasarinya atau mengurangi manifestasi penyakit jantung.Pada
PPOM, pemberian oksigen mungkin diperlukan untuk memperbaiki pertukaran gas dan
mengurangi tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskular paru. Transpor oksigen yang
membaik akan meredakan hipertensi paru yang menjadi penyebab kor pulmonal. Oleh
karena itu, pemberian oksigen menjadi bagian penting dari pengobatan (Muttaqin, 2008).
Angka ketahanan hidup yang lebih baik dan reduksi tahanan vaskular paru telah
dilaporkan berhasil dalam terapi oksigen kontinu sepanjang waktu untuk klien dengan
hipoksia berat.Perbaikan yang berarti dapat membutuhkan terapi oksigen selama 4-6
minggu, dan biasanya dilakukan di rumah (Muttaqin, 2008).
Pengkajian periodik gas darah arteri diperlukan untuk menentukan keadekuatan
ventilasi alveolar dan memantau efektivitas terapi oksigen.Ventilasi dapat diperbaiki
dengan hygiene bronchial untuk membuang sekresi yang menumpuk, pemberian
bronkodilator, dan terapi fisik dada.Tindakan selanjutnya bergantung pada kondisi
klien.Jika klien mengalami gagal napas, intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik
mungkin diperlukan.Jika klien mengalami gagal jantung, hipoksemia dan hiperkapnea
harus dihilangkan untuk memperbaiki fungsi jantung dan keluaran jantung (Muttaqin,
2008).
Tirah baring, pembatasan natrium, dan terapi diuretik juga dilakukan secara
seksama untuk mengurangi edema perifer (menurunkan tekanan arteri pulmonal melalui
penurunan volume darah total) dan kelebihan sirkulasi pada jantung sebelah kanan
(Muttaqin, 2008).
Digitalis mungkin dapat diberikan jika klien juga mengalami gagal ventrikel
kanan, disritmia supraventrikular, atau gagal ventrikel kanan yang tidak berespons
terhadap terapi lain untuk menghilangkan hipertensi paru.Digitalis harus diberikan
dengan sangat hati-hati, karena penyakit jantung-paru tampaknya dapat meningkatkan
kerentanan terhadap toksisitas digitalis. (Muttaqin, 2008) .
Pemantauan elektrokardiogram (EKG) mungkin diindikasikan karena ringginya
insiden disritmia pada klien dengan kor pulmonal.Infeksi pernapasan harus diatasi Karena
infeksi tersebut umumnya mencetuskan penyakit jantung paru.Prognosis klien bergantung
pada proses hipertensifnya yang reversible. (Muttaqin, 2008).
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan O2. Pemberian O2 sangat
dinjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri
pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal.
2) Bronchial hygiene, diberikan obat golongan bronkodilator.
3) Jika terdapat gejala gagal jantung, maka harus memperbaiki kondisi hiposemia dan
hiperkapnea.
4) Bedrest, diet rendah sodium, dan pemberian diuretic.
5) Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut
jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan. (Somantri, 2012)

I. Pengkajian

1. Anamnesa
Informasi yang didapat pada anamnesis dapat berbeda antara satu penderita
dengan penderita lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan CP. CP akut
akibat emboli paru keluhannya adalah sesak tiba-tiba pada saat istrahat, kadang-kadang
didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
Pada penderita CP dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya maka keluhannya
adalah sesak nafas disertai batuk yang produktif (banyak sputum). Pada penderita CP
dengan Hipertensi Pulmonal Primer, keluhannya berupa sesak nafas dan sering pingsan
jika beraktivitas (exertional syncope). Dalam hal mengevaluasi keluhan sesak nafas,
haruslah disingkirkan adanya kelainan pada jantung kiri sebagai kelainan jantung kiri
(misalnya: Stenosis mitral, payah jantung kiri) menimbulkan keluhan orthopnea dan
paroxysmal nocturnal dyspnea. Jika terjadi gagal jantung kanan maka keluhan bengkak
pada perut dan kaki serta cepat lelah sering terjadi.
a. Identitas pasien
Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang
dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati
dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada
epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena
hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang
paru-paru.
Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran
napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.
Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para
pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.
Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal
adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang
memenuhi persyaratan rumah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang
baik, hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat
terjadinya kor pulmonal.
b. Riwayat sakit dan Kesehatan
Keluhan utama pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
1) Riwayat penyakit saat ini
Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat:
a) Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai
sesak nafas.
b) Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan
apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
c) Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas seharihari.
d) Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan
beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas
2) Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling
sering adalah klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.
c. Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)
1) B1 (BREATH)
a) Pola napas : irama tidak teratur
b) Jenis: Dispnoe
c) Suara napas: wheezing
d) Sesak napas (+)
2) B2 (BLOOD)
a) Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-)
b) Nyeri dada (+)
c) Bunyi jantung: murmur
d) CRT : tidak terkaji
e) Akral : dingin basah
3) B3 (BRAIN)
a) Penglihatan (mata):
Pupil : tidak terkaji
Selera/konjungtiva : tidak terkaji
b) Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji
c) Penciuman (hidung) : tidak terkaji
d) Pusing
e) Gangguan kesadaran
4) B4 (BLADDER)
a) Urin:
1) Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam
2) Warna : kuning pekat
3) Bau : khas
b) Oliguria
5) B5 (BOWEL)
a) Nafsu makan : menurun
b) Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
c) Abdomen : asites
d) Peristaltic : tidak terkaji
6) B6 (BONE)
a) Kemampuan pergerakan sendi: terbatas
b) Kekuatan otot : lemah
c) Turgor : jelek
d) Edema
d. Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya,
fkecemasan terhadap penyakit.

J. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara
reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status
cedera kapiler paru.
b. Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunnnya kemampuan batuk
efektif.
c. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan edema pulmonal, penurunan aliran
balik vena, penurunan curah jantung.
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
e. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan kelebihan.
f. Koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi, kecemasan,
depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja. (Muttaqin, 2008).

K. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan
tubuh.
Kriteria hasil : Klien tidak mengalami sesak napas.

Tanda-tanda vital dalam batas normal


Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Pao2 dan paco2 dalam batas normal
Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, kedalamanBerguna dalam evaluasi derajat distress
pernapasan.Catat penggunaan otot aksesori,pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.
nafas bibir, tidakmampuan bicara/
berbincang.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasienPengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan
untuk memilih posisi yang mudah untukposisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafasmenurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan
bibir sesuai kebutuhan atau toleransikerja nafas.
individu.
Awasi secara rutin kulit dan warnaSianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)
membrane mukosa. atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun
telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong mengeluarkan sputum;Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah
penghisapan bila diindikasikan. sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila
batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi nafas, catat areaBunyi nafas mugkin redup karena aliran udara
penurunan aliran udara dan/atau bunyiatau area konsolidasi. Adanya mengi
tambahan. mengindikasikan secret. Krekel basah
menyebar menunjukkan cairan pada
intertisial/dekompensasi jantung.
Palpasi fremitus. Penurunan getaran fibrasi diduga ada
pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran/ status mental.Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum
Selidiki adanya perubahan. pada hypoxia, GDA memburuk disertai
bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi
sersbral yang berhubungan dengan hipoksemia.
Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. BerikanSelama distress pernapasan
lingkungan yang tenang dan kalem. Batasiberat/akut/refraktori pasien secara total tak
aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/mampu melakukan aktifitas sehari-hari karena
istirahat dikursi selama fase akut.hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi
Mungkinkan pasien melakukan aktifitasaktifitas perawatan masih penting dari program
secara bertahap dan tingkatkan sesuaipengobatan. Namun, program latihan ditujukan
toleransi individu. untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan
tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
Awasi tanda vital dan irama jantung Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan
darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi
Awasi/gambarkan seri GDA danPaco2 biasanya meningkat (bronchitis,
nadi oksimetri. enfisema) dan pao2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih
kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 “normal”
atau meningkat menandakan kegagalan
pernapasan yang akan datang selama asmatik.
b. Berikan oksigen tambahan yang sesuaiDapat memperbaiki/mencegah memburuknya
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur
pasien. pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2
dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan
pao2 berlebihan.

c. Berikan penekanan SSP (misal: ansietas,Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah


sedative, atau narkotik) dengan hati-hati. yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.
d. Bantu instubasi, berikan/pertahankanTerjadinya/kegagalan nafas yang akan datang
ventilasi mekanik,dan pindahkan UPImemerlukan penyelamatan hidup.
sesuai instruksi pasien.

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas,
sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).
Tujuan : Nafsu makan membaik.
Kriteria hasil : Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi
Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/intervensi Rasional
Beri motivasi pada klien untuk mengubahAgar pasien mau memenuhi diet yang
kebiasaan makan. disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam
metabolisme.
Sajikan makanan untuk klien semenarikMengurangi anorexia pada pasien.
mungkin.
Pantau nilai laboratorium, khususnyaUntuk mengetahui perkembangan asupan
transferin, albumin, dan elektrolit. gizi klien melalui sampel darah.
Timbang berat badan pasien pada intervalUntuk mengetahui perkembangan klien
yang tepat. dalam mempertahankan berat badan
normal.
Diskusikan dengan ahli gizi dalamUntuk bisa lebih tepat memberikan diet
menentukan kebutuhan protein untuk klien. kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori
yang dibutuhkan.
Pertahankan kebersihan mulut yang baik. Menambah nafsu makan dan membersihkan
kuman-kuman yang ada dalam mulut,
sehingga makanan yang klien makan akan
terasa lebih nikmat.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen
Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.
Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan
dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.
Intervensi dan Rasional :
Tindakan/ Intervensi Rasional
Beri bantuan untuk melaksanakanAjarkan klien bagaimana meningkatkan
aktifitas sehari-hari rasa control dan mandiri dengan kondisi
yang ada
Ajarkan klien bagaimana menghadapiIstirahat memungkinkan tubuh
aktifitas menghindari kelelahan danmemperbaiki energy yang digunakan
berikan periode istirahat tanpa gangguanselama aktifitas
di antara aktifitaa
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenaiDengan ahli gizi,perawat dapat
menu makanan pasien menentukan jenis-jenis makanan yang
harus dikonsumsi untuk memaksimalkan
pembentukan energy dalam tubuh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, A. L. (2016). Cor Pulmonal. Retrieved Oktober 2016, 19, from Scribd:
https://www.scribd.com

Gede, N., & Efenndi, C. (2004). Keperawatan medikal bedah, klien dengan gangguan sistem
pernafsan. Jakarta: Kedokteran EGC.

Handz-superners. (2015, Agustus). Kor Pulmonal. Retrieved Oktober Jum'at, 2016, from
DocSlide: http://www.dokumen.tips

Muttaqin, a. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta :
Salemba Medika.

Somantri, i. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai