DAN
ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PADA IBU HAMIL TRIMESTER I Ny. “S” G3 P0 A2 UK 12 MINGGU DENGAN
KEHAMILAN RESIKO TINGGI
DISUSUN OLEH
PENDAHULUAN
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak
konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Kehamilan, persalinan, nifas, bayi
baru lahir dan pemilihan alat kontrasepsi merupakan proses fisiologis dan
berkesinambungan (Marmi, 2011:11). Dan tidak bisa di pungkiri bahwa masa kehamilan,
persalinan, masa nifas, bayi baru lahir hingga penggunaan kontrasepsi, wanita akan
mengalami berbagai masalah kesehatan. Agar kehamilan, persalinan serta masa nifas
seorang ibu berjalan normal, ibu membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik. Untuk
peraturan pemerintahan Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi menyatakan
bahwa setiap perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan untuk mencapai hidup
sehat dan mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi
Angka Kematian Ibu (Bandiyah, 2009). Pelayanan kesehatan tersebut sangat dibutuhkan Commented [U1]: Pustaka Ditambahi semua No Halaman
selama periode ini. Karena pelayanan asuhan kebidanan yang bersifat berkelanjutan
(continuity of care) saat di memang sangat penting untuk ibu. Dan dengan asuhan
kebidanan tersebut tenaga kesehatan seperti bidan, dapat memantau dan memastikan
kondisi ibu dari masa kehamilan, bersalin, serta sampai masa nifas.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sendiri masih sangat tinggi jika di
bandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Menurut Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015 jumlah AKI di Indonesia sebanyak 305/100.000
KH (Direktorat Kesehatan Keluarga, 2016). Kematian Ibu maternal paling banyak adalah
sewaktu bersalin sebesar (49,5%), kematian waktu hamil (26%) pada waktu nifas (24%)
(Kementrian Kesehatan RI, 2012). Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun
2015 di Indonesia sebanyak 22,23/1000 KH (Direktorat Kesehatan Keluarga, 2016).
Kematian neonatal paling banyak asfiksia (51%), BBLR (42,9%), SC (18,9%), prematur
(33,3%), kelainan kongenital (2,8%) dan sepsi (12%) (Riskerdas, 2015).
Data provinsi Jawa Timur sendiri untuk tiga tahun terakhir cenderung menurun. Hal
ini bisa di pahami mengingat selama ini sudah dilakukan dukungan beberapa program
dari provinsi ke kabupaten/kota berupa beberapa fasilitas yang baik dari segi manajemen
program KIA maupun pencatatan maupun pelaporan, peningkatan ketrampilan dari
petugas di lapangan sendiri serta melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaan program
KIA. Menurut MDGs tahun 2015 target untuk AKI sebesar 102/100.000 kelahiran hidup.
Dan angka ini mengalami penurunan di bandingkan pada tahun 2014 yang telah mencapai
93,52% per 100.000 kelahiran hidup, untuk penyebab kematian tertinggi pada ibu tahun
2015 adalah eklamsia yaitu sebesar 162 (31%) sedangkan penyebab terkecilnya adalah
infeksi sebesar 34 (6%). Sedangkan untuk masalah yang terkait dengan KIA, bahwa AKB
stagnan di angka 25,3/1000 KH (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2015).
Dari sumber data profil kesehatan kabupaten kediri tahun 2018, Angka Kematian Ibu
meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2017 terdapat 15 orang ibu yang
meninggal dan pada tahun 2018 lalu meningkat menjadi 17 orang ibu, yang penyebab
terbesarnya adalah perdarahan yang menyumbang persenan sebesar 55 %, menyusul PEB
sebanyak 33%, dari penyebab kematian ibu dikabupaten kediri. Begitu juga dengan
Angka Kematian Bayi yang meningkat dari tahun sebelumnya yaitu dari 155 menjadi 160
bayi yang meninggal dan sebanyak 4 balita meninggal, dimana kematian bayi banyak
meninggal dikelompok umur 0-7 hari sebanyak 100 dan pada usia 8-28 hari sebanyak 44
bayi, sisanya adalah post natal, dimana penyebab kematian neonatal terbanyak
diakibatkan oleh BBLR sebanyak 42% dan dilanjutkan dengan asfiksia sebanyak 36%
Berdasarkan data di atas masih banyak masalah yang terjadi pada proses kehamilan
sampai dengan keluarga berencana, penyebab tingginya AKI dan AKB di Indonesia
sendiri dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah tidak dilakukannya asuhan
secara berkesinambungan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi pada
ibu dan bayi, komplikasi yang tidak ditangani ini menyebabkan kematian yang
berkontribusi terhadap peningkatannya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB). Untuk penyebab tingginya AKI dan AKB di Indonesia pada ibu hamil
sendiri adalah komplikasi, dan yang terjadi adalah anemia dalam kehamilan, tekanan
darah tinggi/hiprtensi dalam kehamilan (preeklamsia/eklamsia), aborsi dan janin mati
dalam rahim, ketuban pecah dini serta adanya penyakit yang tidak diketahui sehingga
dapat mengangu proses kehamilan (Manuaba, 2012:227-281).
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan asuhan kehamilan pada ibu hamil trimester I dengan menggunakan
manajemen asuhan kebidanan.
2. Tujuan khusus
Memberikan asuhan kehamilan pada ibu hamil trimester I dan menganalisis
kesenjangan antara teori dan fakta dilapangan dengan menggunakan manajemen
asuhan kebidanan. Commented [U2]: Diuraikan menjadi beberapa point,
merupakan rincian Tujuan Umum
1.3 Metode pengumpulan data Commented [U3]: Pustaka Belum ada, semua teori
dicantumkan Pustaka
1. Wawancara baik pembicaraan formal maupun informal secara umum, terarah, terbuka
yang dilakukan secara langsung. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data
subjektif.
2. Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap responden. Observasi yang dilakukan
untuk mengetahui keadaan ibu. Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara head to toe.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan ibu dan janinnya.
3. Kajian dokumen digunakan untuk menunjang hasil pengamatan. Dokumen
pendukung ini berupa data yang diperoleh dari buku KIA, kohort ibu hamil dan buku
register pemeriksaan. Peneliti juga mengambil gambar hasil pengamatan yang
dilakukan.
I. PENGKAJIAN
Tanggal : 4 September 2019 Jam : 08.15 WIB
No. RM :
Bedug
Diagnosa MRS :
A. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan utama : Commented [U4]: Utama = prioritas utama atau satu yg
paling dirasakan
Sering kencing, nafsu makan menurun.
Bidan melakukan kunjungan rumah pada ibu hamil resiko tinggi. Saat ini ibu hamil dengan
DM, PER dan riwayat abortus 2 kali.
3. Riwayat menstruasi
Usia manarche : 12 tahun
Jumlah darah haid : 3-4 kali ganti pembalut
HPHT : 30-5-2019
Keluhan saat haid : tidak ada
Lama haid : 5-7 hari
Flour albus : sebelum mens
TP : 7-3-2020
Keluhan haid :
Dismenorhoe Spoting Menorrhagia
Premenstrual syndrome Dll..........
Keadaan
Tgl,th Tempat Umur Jenis Penolong Anak anak
No Penyulit
partus partus kehamilan persalinan persalinan JK/BB sekarang
1 2012 Abortus
2 2018 Abortus
3 Hamil ini
6. Riwayat penyakit keluarga (Ayah, Ibu, Mertua) yang pernah menderita sakit :
Riwayat tekanan darah tinggi dari ayah.
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik kesadaran : composmentis
BB/TB : 67 kg/150 cm Tekanan darah : duduk 140/100
Miringkiri140/80
Terlentang 140/90
Nadi : 80 x/mnt Suhu : 36,5 ˚C
Pernafasan : 20 x/mnt KSPR : 18 : 2 hamil
4 Abortus
4 DM
4 HT
4 usia ibu
2. Pemeriksaan fisik
- Mata : Konjungtiva : anemis/tidak Sklera : Ikterik/tidak
Pandangan Kabur Adanya pemandangan dua
- Rahang, gigi, gusi: normal/tidak, gusi berdaarah/tidak
- Leher : adanya pembesaran vena jugularis / tidak, adanya pembesaran
kelenjar thyroid/tidak.
- Dada : aerola hiperpigmentasi Tumor Kolostrum
Puting susu menonjol/masuk ke dalam
- Axilla : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
- Sistem respiratori: dispneu tachipneu wheezing batuk
- Sistem kardio : Nyeri dada murmur palpitasi
- Pinggang : nyeri/tidak, skoliosis, lordosis, kiposis(coret yang tidak perlu)
- Ekstrimitas atas dan bawah: tungkai simetris/asimetris oedema
Reflek patella +/+ varises +/+
3. Pemeriksaan khusus
a. Abdomen
Inspeksi membesar dengan arah memanjang melebur
Pelebur vena linea alba linea agra strie livide
Strie albican luka bekas operasi lain-lain
Palpasi : Leopold I fundus teraba 2 jari atas sympisis
Leopold II belum teraba bagian janin /balt
Leopold III tidak dikaji
Leopold IV tidak dikaji
TFU (Mcdonald) ……………………………..cm
TBJ : ...........................gram
Auskultasi : BJJ................x/mnt, reguler / irregular
His/kontraksi : ......................
4. Pemeriksaan laboratorium :
- Hb : 16,5 g/dL
- Gol-da : B/+
- HbsAg : NR
- HIV : NR
- Syphilis : NR
- Pro Urine : +/pos
- Reduksi : +/pos
- GDA : 239
2.2.1 Etiologi
Selama kehamilan, peningkatan kadar hormon tertentu dibuat dalam plasenta (organ
yang menghubungkan bayi dengan tali pusat ke rahim) nutrisi membantu pergeseran dari
ibu ke janin. Hormon lain yang diproduksi oleh plasenta untuk membantu mencegah ibu
dari mengembangkan gula darah rendah. Selama kehamilan, hormon ini menyebabkan
terganggunya intoleransi glukosa progresif (kadar gula darah yang lebih tinggi). Untuk
mencoba menurunkan kadar gula darah, tubuh membuat insulin lebih banyak supaya sel
mendapat glukosa bagi memproduksi sumber energi.
Biasanya pankreas ibu mampu memproduksi insulin lebih (sekitar tiga kali jumlah
normal) untuk mengatasi efek hormon kehamilan pada tingkat gula darah. Namun, jika
pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi efek dari
peningkatan hormon selama kehamilan, kadar gula darah akan naik, mengakibatkan GDM.
2.2.3 Patogenesis
Kehamilan adalah suatu kondisi diabetogenic ditandai dengan resistensi insulin
dengan peningkatan kompensasi sebagai respon β-sel dan hyperinsulinemia. Resistensi
insulin biasanya dimulai pada trimester kedua dan memaju ke seluruh sisa dari
kehamilan. Plasenta sekresi hormon seperti progesteron, kortisol laktogen, plasenta,
prolaktin, dan hormon pertumbuhan, merupakan penyumbang utama kepada resistensi
insulin yang terlihat dalam kehamilan. Resistensi pada insulin mungkin berperan dalam
memastikan bahwa janin memiliki tenaga yang cukup dari glukosa dengan mengubah
metabolisme energi ibu dari karbohidrat ke lemak. Wanita dengan GDM memiliki
keparahan yang lebih besar dari resistensi insulin dibandingkan dengan resistensi insulin
terlihat pada kehamilan normal. Mereka juga memiliki penurunan dari peningkatan
kompensasi dalam sekresi insulin, khususnya pada fase pertama sekresi insulin.
Penurunan pada insulin fase pertama mungkin menandakan kerusakan fungsi sel β.
Xiang et al menemukan bahwa wanita dengan GDM Latino meningkat resistensi
terhadap pengaruh insulin pada clearance glukosa dan produksi dibandingkan dengan
wanita hamil normal. Selain itu, mereka menemukan bahwa wanita dengan GDM
mengalami penurunan 67% sebagai kompensasi β-sel mereka dibandingkan dengan
normal peserta kontrol hamil.
Ada juga kebanyakan wanita dengan GDM yang memiliki bukti autoimun sel islet.
Prevalensi dilaporkan antibodi sel islet pada wanita dengan GDM berkisar 1,6-38%.
Prevalensi autoantibodi lain, termasuk autoantibodi insulin dan antibodi asam glutamat
dekarboksilase, juga telah variabel. Wanita-wanita ini mungkin menghadapi risiko untuk
mengembangkan bentuk autoimun diabetes di kemudian hari. Akhirnya, dalam 5% dari
semua kasus GDM, β-sel ketidakmampuan untuk mengkompensasi resistensi insulin
adalah hasil dari cacat di β -sel, seperti mutasi pada glukokinase. (Sumber : Journal
Clinical Diabetes January 2005 Vol 23)
2.2.5 Diagnosa
Tes Toleransi glukosa oral (TTGO) yang paling umum digunakan untuk
mendiagnosis GDM di Amerika Serikat adalah TTGO, 3-jam-g 100. Menurut kriteria
diagnostik yang direkomendasikan oleh American Diabetes Association (ADA), GDM
didiagnosa jika kadar plasma dua atau lebih glukosa memenuhi atau melebihi ambang
batas berikut:
a. konsentrasi glukosa puasa 95 mg / dl.
b. kadar glukosa 1-jam 180 mg / dl
c. 2-jam glukosa konsentrasi 155 mg / dl, atau 3 jam konsentrasi glukosa 140 mg / dl.
Tetapi nilai-nilai ini lebih rendah daripada batas yang direkomendasikan oleh
National Diabetes Data Group dan didasarkan pada Carpenter dan modifikasi Coustan.
Rekomendasi ADA juga mencakup penggunaan-g OGTT-jam 75 2 dengan batas glukosa
yang sama terdaftar untuk berpuasa, 1-jam, dan jam nilai 2.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kriteria diagnostik, yang digunakan hanya di
negara di luar Amerika Utara, didasarkan pada TTGO 75-g 2-jam. GDM didiagnosa oleh
WHO kriteria jika baik glukosa puasa> 126 mg / dl atau glukosa 2 jam adalah> 140 mg /
dl. Penilaian risiko untuk GDM harus dilakukan pada kunjungan prenatal pertama.
Wanita dengan karakteristik klinis yang konsisten dengan risiko tinggi GDM
(obesitas ditandai, sejarah pribadi GDM, glikosuria, atau riwayat keluarga yang kuat
diabetes) harus menjalani pengujian secepat mungkin. Jika mereka ternyata tidak
memiliki GDM pada skrining awal, mereka harus diuji ulang antara minggu kehamilan
ke 24 hingga ke 28. Perempuan risiko sedang harus memiliki pengujian dilakukan pada
minggu kehamilan ke 24 hingga ke 28.
Status pasien yang mempunyai risiko rendah tidak memerlukan pengujian glukosa,
tapi kategori ini terbatas pada wanita-wanita yang memenuhi seluruh karakteristik
berikut:
a. Usia <25 tahun.
b. Berat badan normal sebelum hamil.
c. Anggota kelompok etnis dengan prevalensi rendah GDM.
d. Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai diabetes.
e. Tidak ada riwayat toleransi glukosa abnormal.
f. Tidak ada riwayat hasil obstetri buruk.
Jika tingkat glukosa plasma puasa > 126 mg / dl (7,0 mmol / l) atau glukosa plasma
santai> 200 mg / dl (11,1 mmol / l) memenuhi ambang batas normal untuk diagnosis
diabetes, dan dapat dikonfirmasi pada hari seterusnya, maka tidak perlu untuk lakukan
test menentukan kadar glukosa yang lain. Maka bagi pasien tidak menunjukan sebarang
tanda hiperglikemia, evaluasi untuk GDM pada wanita dengan karakteristik risiko
sedang atau risiko tinggi harus mengikuti salah satu dari dua pendekatan:
a. Lakukan tes diagnostik toleransi glukosa oral (TTGO) tanpa plasma sebelumnya
atau skrining serum glukosa. Pendekatan langkah pertama ini adalah paling efektif
pada pasien berisiko tinggi atau populasi (misalnya, beberapa kelompok asli-
Amerika).
b. Melakukan pemeriksaan awal dengan mengukur plasma atau serum glukosa 1 jam
setelah beban glukosa 50-g oral (glucose challenge test [GCT]) dan melakukan
TTGO diagnostik pada subset dari perempuan yang mempunyai nilai ambang
glukosa yang lebih tinggi dari di GCT tersebut. Ketika dua langkah pendekatan yang
digunakan, nilai ambang glukosa> 140 mg / dl (7,8 mmol / l) mengidentifikasi
sekitar 80% wanita dengan GDM, dan hasil yang meningkat menjadi 90% dengan
menggunakan cutoff dari> 130 mg / dl (7,2 mmol / l).
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi akibat GDM bisa berlaku pada janin dan juga pada ibu. Komplikasi
janin termasuk makrosomia, hipoglikemia neonatal, kematian perinatal, kelainan
bawaan, hiperbilirubinemia, polisitemia, hypocalcemia, dan sindrom gangguan
pernapasan. Makrosomia, yang didefinisikan sebagai berat lahir> 4.000 g, terjadi
pada 20-30% bayi yang ibunya menderita GDM. Faktor-faktor lain yang dapat
diperlihat pada ibu yang memicukan peningkatan insiden kelahiran janin
makrosomia termasuk hiperglikemia, Body Mass Index (BMI) tinggi, usia yang
lebih tua, multiparitas. Dengan ini, kasus makrosomia dapat menyebabkan untuk
morbiditas janin meningkat sewaktu dilahirkan, seperti distosia bahu, dan
meningkatkan risiko kelahiran secara sactio caesaria. Hipoglikemia neonatal dapat
terjadi dalam beberapa jam setelah dilahirkan . Hal ini adalah karena ibu yang
hiperglikemia dapat menyebabkan janin hiperinsulinemia Komplikasi jangka
panjang pada janin dengan ibu GDM termasuk peningkatan risiko intoleransi
glukosa, diabetes, dan obesitas.
Komplikasi pada ibu GDM meliputi hipertensi, preeklampsia, dan peningkatan
risiko kelahiran secara sactio caesaria. Hipertensi ini mungkin terkait dengan
resistensi insulin. Oleh karena itu, intervensi yang menunjukkan peningkatkan
sensitivitas insulin dapat membantu mencegah komplikasi ini. Selain itu, wanita
dengan riwayat GDM memiliki peningkatan risiko diabetes setelah kehamilan
dibandingkan dengan populasi umum, dengan tingkat konversi hingga 3% per tahun.
2.2.7 Penatalaksanaan
Manajemen Farmakalogi
a. Insulin adalah terapi farmakologis yang paling konsisten yang telah ditunjukkan
untuk mengurangi morbiditas janin ketika ditambahkan dengan evaluasi Terapi
Nutrisi Medis (MNT). Pemilihan kehamilan untuk terapi insulin dapat
didasarkan pada ukuran glikemia ibu dengan atau tanpa penilaian karakteristik
pertumbuhan janin. Ketika kadar glukosa ibu digunakan, terapi insulin
dianjurkan ketika MNT gagal untuk mempertahankan glukosa dipantau
berdasarkan kadar glukosa berikut:
1) Glukosa darah puasa seluruh : ≤ 95 mg / dl (5,3 mmol / l)
2) Glukosa plasma puasa : ≤ 105 mg / dl (5,8 mmol / l) atau Glukosa darah
postprandial 1-jam keseluruhan : ≤ 140 mg / dl (7,8 mmol / l)
3) Glukosa 1-jam postprandial plasma : ≤ 155 mg / dl (8,6 mmol / l)
4) Glukosa darah postprandial 2-jam keseluruhan: ≤ 120 mg / dl (6,7 mmol / l)
5) Glukosa postprandial plasma 2-jam : ≤ 130 mg / dl (7,2 mmol / l)
b. Insulin harus digunakan bila insulin yang diresepkan, dan Pemantauan Glukosa
Darah Mandiri Harian (SMBG) harus dibimbing dan waktu dosis regimen
insulin. Penggunaan insulin analog belum cukup teruji di GDM.
c. Pengukuran lingkar perut janin awal pada trimester ketiga dapat mengidentifikasi
sebagian besar bayi tanpa risiko kelebihan makrosomia dengan tidak adanya
terapi insulin ibu. Pendekatan ini telah diuji terutama pada kehamilan dengan ibu
kadar glukosa serum puasa <105 mg / dl (5,8 mmol / l).
d. Agen penurun glukosa oral secara umum tidak dianjurkan selama kehamilan.
Namun, dalam satu percobaan klinis yang membandingkan penggunaan insulin
dan glyburide pada wanita dengan GDM menunjukkan ia tidak mampu
memenuhi tujuan glikemik pada MNT . Semua pasien berada di luar trimester
pertama kehamilan di inisiasi terapi. Glyburide tidak disetujui FDA untuk
pengobatan GDM dan studi lebih lanjut diperlukan dalam populasi pasien yang
lebih besar untuk membukti keamanannya.
2.2.10 Prognosis
Kehamilan kedua dalam waktu 1 tahun dari kehamilan sebelumnya yang mempunyai
GDM memiliki tingkat kekambuhan tinggi. Wanita didiagnosa dengan GDM memiliki
peningkatan risiko terkena diabetes melitus di masa depan. Wanita yang membutuhkan
insulin pengobatan sewaktu kehamilan kerana didiagnosa dengan GDM mempunyai
risiko tinggi untuk mendapat diabetes kerana telah mempunyai antibodi yang terkait
dengan diabetes (seperti antibodi terhadap dekarboksilase glutamat, islet sel antibodi
dan / atau antigen insulinoma-2), berbanding wanita dengan dua kehamilan sebelumnya
dan pada wanita yang gemuk.
2.3.2 Patofisiologi
Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis uterus,
mengganti lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak jaringan elastis
medial, muskular, dan neural secara berurutan. Sebelum trimester kedua
kehamilan berakhir, arteri spiralis uteri dilapisi oleh sitotrofoblas, dan sel
endothelial tidak lagi ada pada bagian endometrium atau bagian superfisial dari
miometrium. Proses remodeling arteri spiralis uteri menghasilkan pembentukan
sistem arteriolar yang rendah tahanan serta mengalami peningkatan suplai
volume darah yang signifikan untuk kebutuhan pertumbuhan janin. Pada
preeklampsia, invasi arteri spiralis uteri hanya terbatas pada bagian desidua
proksimal, dengan 30% sampai dengan 50% arteri spiralis dari placental bed
luput dari proses remodeling trofoblas endovaskuler. Segmen miometrium dari
arteri tersebut secara anatomis masih intak dan tidak terdilatasi. Rerata diameter
eksternal dari arteri spiralis uteri pada ibu dengan preeklampsia adalah 1,5 kali
lebih kecil dari diameter arteri yang sama pada kehamilan tanpa komplikasi.
Kegagalan dalam proses remodeling vaskuler ini menghambat respon adekuat
terhadap kebutuhan suplai darah janin yang meningkat yang terjadi selama
kehamilan. Ekspresi integrin yang tidak sesuai oleh sitotrofoblas ekstravilli
mungkin dapat menjelaskan tidak sempurnanya remodeling arteri yang terjadi
pada preeklampsia.
Kegagalan invasi trofobas pada preeklampsia menyebabkan penurunan perfusi
uteroplasenta, sehingga menghasilkan plasenta yang mengalami iskemi progresif
selama kehamilan. Selain itu, plasenta pada ibu dengan preeklampsia
menunjukkan peningkatan frekuensi infark plasenta dan perubahan morfologi
yang dibuktikan dengan proliferasi sitotrofoblas yang tidak normal. Bukti empiris
lain yang mendukung gagasan bahwa plasenta merupakan etiologi dari
preeklampsia adalah periode penyembuhan pasien yang cepat setelah melahirkan.
Jaringan endotel vaskuler memiliki beberapa fungsi penting, termasuk di
antaranya adalah fungsi pengontrolan tonus otot polos melalui pelepasan
substansi vasokonstriktor dan vasodilator, serta regulasi fungsi anti koagulan,
anti platelet, fibrinolisis melalui pelepasan faktor yang berbeda. Hal ini
menyebabkan munculnya gagasan bahwa pelepasan faktor dari plasenta yang
merupakan respon dari iskemi menyebabkan disfungsi endotel pada sirkulasi
maternal. Data dari hasil penelitian mengenai disfungsi endotel sebagai
patogenesis awal preeklampsia menunjukkan bahwa hal tersebut kemungkinan
merupakan penyebab dari preeklampsia, dan bukan efek dari gangguan
kehamilan tersebut. Selanjutnya, pada ibu dengan preeklampsia, faktor gangguan
kesehatan pada ibu yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi kronis,
diabetes, dan hiperlipidemia dapat menjadi faktor predisposisi atas kerusakan
endotel maternal yang lebih lanjut.
Langkah VI : Penatalaksanaan
Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien dan
aman. Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini
dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim
lainnya. Walaupun bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab
untuk mengerahkan terlaksananya seluruh perencanaan. Dalam situasi dimana ia
harus berkolaborasi dengan dokter, misalnya karena pasien mengalami komplikasi,
bidan masih tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya, dan meningkatkan
mutu asuhan. (Sulistyawati, 2013)
Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ketujuh, ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan.
Hal yang dievaluasi meliputi apakah kebutuhan telah terpenuhi dan mengatasi
diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasi. Rencana tersebut dapat dianggap
efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya
Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP
Pendokumentasian dengan pendekatan metode SOAP merupakan kemajuan
informasi secara sistematis yang dapat mengorganisasi temua sehingga menjadi
kesimpulan yang dibuat sebagai rencana asuhan. Metode ini merupakan intisari dari
proses penatalaksanaan asuhan kebidanan berupa langkah-langkah yang dapat
membantu dalam mengorganisasi pikiran dalam memberikan asuhan yang
menyeluruh. (Mandriwati,2018)
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang
telah dan akan dilakukan pada seorang pasien, di dalamnya tersirat proses berfikir
bidan yang sistematis dalam menghadapi seorang pasien sesuai langkah-langkah
manajemen kebidanan. Dalam metode SOAP, S adalah data Subjektif, O adalah data
Objektif, A adalah Analisis atau analisa dan P adalah Penatalaksanaan. SOAP
merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan singkat. Prinsip dari
metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen
kebidanan (Muslihatun, 2009).
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnase (langkah 1 Varney). (Surachmindari,2013)
Data Subjektif terdiri atas :
a. Biodata
Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara
keseluruhan yang terdiri dari data ibu dikumpulkan adalah:
1. Nama ibu dan suami
Untuk dapat mengenal atau memanggil nama ibu dan untuk mencegah
kekeliruan bila ada nama yang sama (Romauli, 2011)
2. Umur
Usia reproduksi sehat dan aman adalah antara 20-30 tahun. Usia muda juga
faktor kehamilan risiko tinggi untuk kemungkinan adanya komplikasi obstetri
seperti pre eklampsia , ketuban pecah dini, persalinan preterm, dan abortus.
(Vivian,2014)
3. Suku/Bangsa/Etnis/Keturunan
Untuk mengetahui kondisi sosial budaya ibu yang mempengaruhi perilaku
kesehatan (Romauli, 2011).
4. Agama
Informasi ini dapat menuntun diskusi tentang pentingnya agama dalam
kehidupan klien, tradisi keagamaan dalam kehamilan dan kelahiran (Walyani,
2015).
5. Pendidikan
Pendidikan kesehatan akan membuat pasien tahu hal-hal yang penting yang
perlu dan tidak perlu untuk pasien lakukan. (Sulistyawati,2013)
6. Pekerjaan
Untuk mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi agar nasehat kita sesuai.
Pekerjaan ibu perlu diketahui untuk mengetahui apakah ada pengaruh pada
kehamilan seperti bekerja di pabrik rokok, percetakan dan lain-lain (Romauli,
2011).
7. Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal ibu, mengantisipasi kemungkinan jika ada
klien dengan nama yang sama. Alamat juga diperlukan bila mengadakan
kunjungan pada klien (Romauli, 2011).
8. Telepon
Untuk memudahkan komunikasi.
b. Keluhan utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan (Sulistyawati, 2013)
c. Riwayat Kebidanan
1. Riwayat perkawinan
Meliputi umur saat menikah, lama pernikahan, status pernikahan.
(Kuswanti,2014)
1. Riwayat menstruasi
Anamnase haid diberikan kesan tentang faal alat reproduksi/ kandungan,
meliputi hal-hal berikut ini.
Umur menarche, frekuensi jarak/siklus jika normal, lamanya, jumlah darah
keluar, karakteristik darah (misalnya bergumpal), HPHT, lama dan jumlahnya
normal, dismenorea, perdarahan uterus disfungsional, misalnya spotting,
menoragia, dan lain-lain, penggunaan produk sanitari, sindrom syok
keracunan,sindrom premenstrual. (Hani,2014)
2. Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat ANC, gerakan janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit, keluhan
utama, obat yang dikonsumsi termasuk jamu dan kekhawatiran ibu
(Muslihatun,2009)
3. Riwayat obstetri : Jumlah kehamilan (G) idealnya ≤ 4, anak yang lahir hidup
P ≤ 3 dengan riwayat persalinan aterm 37-40 minggu, tidak pernah mengalami
abortus/kegagalan kehamilan, persalinan dengan tindakan. Tidak ada riwayat
perdarahan atau hipertensi pada kehamilan, persalinan atau nifas yang lalu.
(Widatiningsi, 2017)
4. Riwayat keluarga berencana
Bidan mengkaji tentang alat kontrasepsi yang pernah dipakai dan lamanya,
kapan terakhir berhenti dan alasan berhenti. Keluhan/masalah selama
menggunakan alat kontrasepsi serta rencana KB setelah bersalin.
(Widatiningsih,2017)
6. Riwayat kesehatan/penyakit ibu dan keluarga
Riwayat kesehatan ibu seperti penyakit yang pernah diderita,penyakit yang
sedang diderita, apakah pernah dirawat seperti berapa lama dirawat dan
penyebab dirawat, riwayat kesehatan keluarga seperti penyakit menular,
penyakit keturunan/genetik (Walyani, 2015). Penyakit jantung, hipertensi,
Diabetes Melitus, Tuberculosis, ginjal, asma, epilepsi, hati, malaria, penyakit
kelamin, HIV/AIDS (Muslihatun, 2009).
7. Riwayat kecelakaan, operasi, alergi obat/makanan (Sulistyawati, 2013).
8. Imunisasi TT
Imunisasi selama kehamilan sangat penting dilakukan untuk mencegah
penyakit yang dapat menyebabkan kematian ibu dan janin. enis imunisasi yang
diberikan adalah tetanus toxoid (TT) yang dapat mencegah penyakit
tetanus.(Romauli,2011)
9. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Pola nutrisi seperti jenis makanan, porsi, frekuensi, pantangan dan alasan
pantangan, personal hygiene seperti frekuensi mandi, frekuensi gosok gigi,
frekuensi ganti pakaian, kebersihan vulva, pola aktivitas, pola eliminasi seperti
BAB jumlah frekuensi, warna dan masalah, BAK jumlah frekuensi, warna,
bau dan masalah (Walyani, 2015).
10. Riwayat psikososial
Respon suami dan keluarga terhadap kehamilan, respon ibu terhadap
kehamilan, respon ibu terhadap kehamilan, hubungan ibu dengan anggota
keluarga yang lain, adat istiadat yang dianut dan berhubungan dengan
kehamilan. (Kuswanti,2014)
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan uji diagnosis lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan (langkah I Varney). (Surachmindari,2013)
Data objektif terdiri atas:
a. Pemeriksaan Umum
Data-data yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Keadaan Umum : Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil pengamatan kita laporkan dengan
kriteria sebagai berikut : baik (jika pasien memperlihatkan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain), lemah (jika pasien kurang atau tidak
memberikan respon terhadap lingkungan dan orang lain). (Sulistyawati,2013)
2. Kesadaran : Komposmentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
(Widatiningsih,2017)
3. Postur tubuh : Pada saat ini perhatikan pula bagiamana sikap tubuh, keadaan
punggung, dan cara berjalan. Apakah cenderung membungkuk, terdapat
lordosis, kiposis, scoliosis, atau berjalan pincang dan
sebagainya.(Romauli,2011)
4. Tinggi badan : Tujuan pengukuran tinggi badan untuk mengetahui tinggi
badan ibu sehingga dapat mendeteksi faktor risiko yaitu ibu hamil dengan
rongga panggul sempit. (Mandriawati,2018)
5. Berat badan : Secara perlahan berat badan ibu hamil akan mengalami
kenaikan antara 9-13 kg selama kehamilan atau sama dengan 0,5 kg per
minggu atau 2 kg dalam satu bulan (Hani,2014)
6. LILA (Lingkar Lengan Atas) : Standar minimal untuk ukuran Lingkar Lengan
Atas pada wanita dewasa atau usia reproduksi adalah 23,5 cm maka tergolong
risiko terhadap kurang energi kronis (KEK). (Widatiningsih,2017)
7. Tanda-tanda vital :
a. Tekanan darah : Tekanan darah ibu hamil tidak boleh mencapai 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik. Perubahan 30 mmHg sistolik dan 15
mmHg diastolik diatas tensi sebelum hamil, menandakan toxaemia
gravidarum (keracunan kehamilan). (Hani,2014)
b. Nadi : Dalam keadaan santai denyut nadi ibu sekitar 60-80 x/menit. Denyut
nadi 100 x/menit atau lebih dalam keadaan santai merupakan pertanda
buruk. Jika denyut nadi ibu 100 x/meniot atau lebih, mungkin ibu
mengalami salah satu atau lebih keluhan seperti etgang, ketakutan atau
cemas akibat masalah tertentu, perdarahan berat, anemia sakit/demam,
gangguan tyroid, gangguan jantung.(Romauli,2011)
c. Pernafasan : Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa yaitu 16-20
kali/ menit. Wanita hamil bernapas lebih cepat dan lebih dalam karena
memerlukan lebih banyak oksigen untuk janin dan untuk dirinya.
(Widatiningsih,2017)
d. Suhu tubuh : suhu tubuh yang normal adalah 36-37,5°C. Suhu tubuh lebih
dari 37,5°C perlu diwaspadai adanya infeksi. (Romauli, 2011)
b. Pemeriksaan Fisik (head to toe) terdiri dari:
1. Kepala : Meliputi bentuk kepala, rambut (warna, kebersihan rambut, romtok
atau tidak), muka (chloasma gravidarum, jerawat, sianosis), mata (sclera,
konjungtiva, gangguan penglihatan, kotoran atau secret), telinga (kebersihan,
ada secret atau tidak), hidung (kebersihan, pernafasan cuping hidung, polip),
mulut (karies gigi, kebersihan mulut dan lidah, kelembapan bibir, stomatistis,
perdarahan gusi). (Kuswanti,2014)
2. Leher : Meliputi pembesaran kelenjar tiroid, pembuluh limfe.
(Muslihatun,2009)
3. Dada : Normal, bentuk simetri.(Romauli,2011)
4. Payudara : Meliputi bentuk dan ukuran, hiperpigmentasi areola, keadaan
puting susu, kolostrum atau cairan lain, retraksi, massa dan pembesaran
kelenjar limfe. (Muslihatun,2009)
5. Ekstremitas atas : Meliputi bentuk, kebersihan tangan dan kuku, pucat
diujung jari, telapak tangan berkeringat. (Kuswanti,2014)
6. Abdomen : Meliputi bentuk pembesaran perut (perut membesar ke depan atau
ke samping, keadaan pusat, tampakkah gerakan anak atau kontraksi rahim),
adakah bekas operasi, linea nigra, striae abdomen, ukur TFU, hitung TBJ,
letak, presentasi, posisi, dan penurunan kepala janin, DJJ dan gerakan janin.
(Hani,2014)
a. Leopold I : TFU dapat diketahui dengan Teknik Mc.Donald, yaitu
mengukur jarak dari simfisis pubis hingga ke fundus uteri dengan
menggunakan alat ukur panjang yang elastis yaitu pita ukur, hal ini
biasana dilakukan saat usia kehamilan mencapai 22 minggu. Kepala
dideskripsikan sebagai teraba 1 bagian besar, bulat, keras, melenting.
Bokong dideskripsikan sebagai teraba 1 bagian besar yang lunak, kurang
bulat. (Widatiningsih,2017)
b. Leopold II : Normal teraba bagian panjang, keras seperti papan
(punggung) pada satu sisi uterus dan pada sisi lain teraba bagian kecil.
Tujuannya untuk mengetahui batas kiri/kanan pada uterus ibu, yaitu
punggung pada letak bujur dan kepala pada letak lintang. (Romauli,
2011)
c. Leopold III : Deskripsikan ciri-ciri bagian yang teraba diatas simfisis.
Jika teraba 1 bagian bulat, keras, melenting/mudah digerakkan, maka itu
adalah kepala. Mulai 36 minggu tentukan apakah sudah masuk PAP
yaitu jika teraba kepala maka digoyangkan, bila masih mudah
digoyangkan berarti kepala belum masuk panggul, namun jika tidak
dapat digoyangkan berarti kepala sudah masuk panggul.
(Widatiningsih,2017)
d. Leopold IV : Posisi tangan masih bisa bertemu, dan belum masuk PAP
(konvergen), posisi tangan tidak bertemu dan sudah masuk PAP
(divergen). Tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh masuknya bagian
terbawah janin kedalam PAP. (Romauli, 2011)
7. Pemeriksaan panggul : indikasi pemeriksaan ukuran panggul adalah pada ibu
hamil yang diduga panggul sempit, yaitu : pada primigravida kepala belum
masuk panggul pada 4 minggu terakhir, pda multipara dengan riwayat
obstetri jelek, pada ibu hamil dengan kelainan letak pada 4 minggu terakhir
dan pada ibu hamil dengan kiposis, skoliosis, kaki pincang atau cebol.
Ukuran panggul dalam diukur dengan melakukan pemeriksaan pervaginam
atau Vaginal Tocher (VT).(Muslihatun,2009)
8. Genetalia luar : Lihat adanya lukak/luka, varises, cairan (warna, konsistensi,
jumlah, bau), dengan mengurut uretra dan skene : adakah cairan atau nanah,
kelenjar Bartholini adalah : pembengkakan, massa atau kista, dan cairan.
(Hani,2014)
9. Rektum : Meliputi kebersihan dan hemoroid. (Kuswanti,2014)
10. Ekstremitas bawah : Meliputi bentuk, varises, kebersihan kuku, dan refleks
patella. (Kuswanti,2014)
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan Hb, golongan darah, protein urin
(Albumin dan reduksi urine), HbsAg, TPHA, dan VCT.. (Kuswanti, 2014)
a. Pemeriksaan darah : Golongan darah (ABO dan Rhesus) diperlukan bila
ibu belum pernah. Ibu hamil dengan Rhesus negatif perlu mendapatkan
penanganan khusus untuk mencegah terjadinya Rhesusisoimunization
yang membahayakan janin. (Widatiningsih,2017)
b. Urine : Pemeriksaan yang dilakukan adalah reduksi urin dan kadar
albumin dalam urin sehingga diketahui apakah ibu menderita preeklamsi
atau tidak. (Romauli, 2011)
2. Pemeriksaan USG
3. Non Stress Test (NST). (Kuswanti, 2014)
A : Assesment/Analisis
Assesment/analisis adalah suatu kesimpulan yang diperoleh dan memerlukan
penyelesaian
DS : Ibu mengatakan hamil anak ke berapa, usia kehamilan berapa, HPHT
D0 : Merupakan hasil pemfis yang menunjang terbentuknya diagnosa
DX : G.....P.... UK dengan kehamilan normal.
P : Penatalaksanaan
Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien dan aman.
Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada
langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim lainnya. Walaupun
bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab untuk mengerahkan
terlaksananya seluruh perencanaan. Dalam situasi dimana ia harus berkolaborasi dengan
dokter, misalnya karena pasien mengalami komplikasi, bidan masih tetap bertanggung
jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama tersebut. Manajemen yang efisien
akan menyingkat waktu, biaya, dan meningkatkan mutu asuhan. (Sulistyawati, 2013)
Dx : G.....P......A….H….UK dengan kehamilan normal
- Tanggal
- Jam
- Penatalaksanaan
Meliputi penatalaksanaan sesuai perencanaan.
Tabel. Proses Manajemen Kebidanan
7 Langkah (Varney) SOAP Notes
Objektif (Pemeriksaan)
PEMBAHASAN
Pengkajian dilakukan dengan mencari dan menggali data maupun fakta baik yang
berasal dari pasien, keluarga, maupun kesehatan lainnya dan hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh bidan sendiri, pengumpulan data mencakup subjektif dan objektif (Nursalam,
2008). Pada data subjektif didapatkan keluhan utama yaitu sakit kepala yang tidak cepat
hilang, bengkak pada wajah dan ektremitas (Saifudin, 2002). Pada data objektif didapatkan
tekanan darah 120/80 – < 140/90 mmHg (Manuaba, 2007). Pada kasus ibu hamil Ny. S
dengan hipertensi data subjektif didapatkan keluhan utama yaitu ibu mengatakan nafsu
makan menurun dan sering kencing ,sedangkan pada data objektif didapatkan tekanan darah
pada posisi duduk 140/90 mmHg, miring kiri 140/ mmHg, terlentang 140/ mmHg. Pada
langkah ini penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan praktek yaitu data
subjektif atau keluhan ibu hipertensi tidak sesuai dengan teori yag ada. Interpretasi Data Pada
langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi
yang benar di atas data yang telah dikumpulkan yaitu dengan diagnosa kebidanan (Varney,
2004).
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan (Salmah, 2006). Masalah
adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian
yang menyertai diagnosa (Varney, 2007). Masalah yang terjadi pada ibu hamil dengan
hipertensi meliputi : pandangan mata kabur dan sering pusing (Saifuddin, 2002). Kebutuhan
adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan
masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data (Varney, 2007). Kebutuhan yang
diberikan pada ibu hamil dengan hipertensi adalah : diet tinggi protein, rendah garam dan
banyak istirahat (Saifuddin, 2002). Pada kasus ibu hamil dengan hipertensi didapatkan
diagnosa kebidanan Ny. S G1 P0 A2 Umur 36 tahun, hamil 18 minggu, janin tunggal, hidup,
intra uterine dengan hipertensi dengan masalah yaitu ibu merasa cemas dengan
kehamilannya, nafsu makan menurun dan sering kencing. Kebutuhan yang diberikan berupa
beri diet tinggi protein, rendah garam dan banyak istirahat serta beri konseling tentang
hipertensi dan pengaruhnya terhadap kehamilan. Pada langkah ini penulis menemukan
adanya kesenjangan antara teori dan kasus yaitu pada kasus ibu merasa cemas dan pemberian
konseling tentang hipertensi sedangkan pada teori tidak ada.
Langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa yang sudah diidentifikasi oleh
karena itu kita membutuhkan antisipasi pencegahan serta pengawasan pada ibu hamil dengan
hipertensi (Varney, 2007). Pada kasus ibu hamil dengan hipertensi diagnosa potensial yang
mungkin terjadi adalah pertumbuhan janin terhambat (IUGR), kematian janin, persalinan
premature dan solusio plasenta (Saifuddin, 2002). Pada kasus ibu Ny. S dengan hipertensi
diagnosa potensial tidak muncul karena adanya kecepatan dan kesigapan tenaga kesehatan
dalam menangani kasus yang sedang terjadi pada Ny. S. Pada langkah ini penulis tidak
menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus.
Penanganan segera pada kasus ini adalah melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
seperti dokter obsgyn untuk mencegah terjadinya komplikasi hipertensi lebih lanjut,
kolaborasi dengan dr. SpOG untuk mengetahui tentang pola makan dan jenis makanan yang
perlu dihindari pada ibu hamil dengan hipertensi, serta kolaborasi dengan laboratorium untuk
mendeteksi perkembangan penyakit hipertensi menjadi pre eklampsi dengan cara memeriksa
adanya protein urin dan pemeriksaan tekanan darah agar tidak menimbulkan bentuk kelainan
patologis (Saifuddin, 2002). Pada kasus ibu hamil Ny. S dengan hipertensi antisipasi yang
dilakukan yaitu kolaborasi dengan dr, SpOG serta kolaborasi dengan laboratorium dan
pemeriksaan tekanan darah agar tidak menimbulkan bentuk kelainan patologis. Pada langkah
ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Implementasi dilaksanakan oleh
semua bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya (Varney, 2007).
Pelaksanaan dikerjakan sesuai dengan rencana asuhan yang telah dibuat menurut Saifuddin
(2002), yaitu : memantau tekanan darah, proteinurine, reflek pada lutut dan monitor DJJ,
memberi informasi yang jelas tentang keadaan pasien dan keadaan kehamilannya,
menganjurkan untuk banyak istirahat yaitu dengan menghindari pekerjaan berat yang biasa
dikerjakan sebelum hamil, menganjurkan diet makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat,
cukup vitamin, dan rendah lemak, menganjurkan pasien untuk kunjungan pemeriksaan
kehamilan lebih sering yaitu 1 minggu sekali, mengajarkan ibu menilai gerakan janin setiap 1
jam, apakah gerakan janin teratur atau berkurang, sehingga dapat digunakan untuk menilai
keadaan janin. Pada kasus ibu hamil Ny. S pelaksanaan telah dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat.
Pada langkah ini keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan
kebutuhan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana
telah diidentifikasi di dalam diagnosa dan masalah (Varney, 2007). Evaluasi pada ibu hamil
dengan hipertensi menurut Saifuddin (2002) : bagaimana tanda-tanda vital terutama tekanan
darah terjadi penurunan atau tidak, adakah protein di dalam urine, bagaimana refleks patella
positif atau tidak, dan DJJ teratur atau tidak, apakah pasien sudah mengerti tentang informasi
yang telah dijelaskan, tentang keadaannya dan kehamilannya, bagaimana pola istirahat ibu,
apakah ibu sudah istirahat cukup dan menghindari pekerjaan berat yang biasa dikerjakan
sebelum hamil, bagaimana pola makanan dan asupan diit, apakah ibu bersedia diit makanan
tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak, apakah pasien bersedia
melakukan kunjungan ulang lebih sering yaitu 1 minggu sekali, apakah ibu sudah mengerti
cara menilai gerakan janin dan tujuannya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan Asuhan Kebidanan Antenatal Care pada Ny S
dengan kehamilan normal, maka penulis memperoleh gambaran bahwa :
1. ANC sangatlah penting bagi ibu hamil, dengan melakukan ANC secara dini saat
diketahui adanya kehamilan maka secara dini pula kelainan-kelainan yang
terjadi dapat dideteksi.
2. Dalam memberikan asuhan kebidanan ANC harus secara komprehensif dan
sesuai standar sehingga diagnosa dapat ditentukan secara tepat.
3. Kehamilan normal sangat membutuhkan perawatan dan asuhan yang bermutu
sehingga dapat mencegah adanya komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas.
5.2 Saran
1. Bagi penulis.
Diharapkan mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam mempelajari kasus-kasus
pada saat praktik dalam bentuk manjamen SOAP dan alur berpikir varney serta
menerapkann asuhan sesuai standar pelayanan kebidanan yang telah ditetapkan sesuai
dengan kewenangan bidan yang telah diberikan kepada profesi bidan. Serta
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan
asuhan kebidanan secara komprehensif terhadap klien.
2. Bagi Klien.
Diharapkan klien memiliki motivasi atau semangat untuk selalu memeriksakan
keadaan kehamilannya secara teratur sehingga akan merasa lebih yakin dan nyaman
karena mendapatkan gambaran tentang pentingnya pengawasan pada saat hamil
dengan melakukan pemeriksaan rutin di pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bandiyah, (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.
Propinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan. 2016. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Timur Tahun
2015. Surabaya.
Romauli, Suryati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 1. Yogyakarta: Nuha Medika.
Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: Salemba Medika