Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PADA IBU HAMIL TRIMESTER I Ny. “S” G3 P0 A2 UK 12 MINGGU DENGAN
KEHAMILAN RESIKO TINGGI

DISUSUN OLEH

SILVI MAYA ASRINA P17321195003


KHARISMA WARDHANI SATYASHANDY P17321195008
SHERLY ANGGUN IRAWATI P17321195012
BHERYANI MEITHIN P17321195016

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak
konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Kehamilan, persalinan, nifas, bayi
baru lahir dan pemilihan alat kontrasepsi merupakan proses fisiologis dan
berkesinambungan (Marmi, 2011:11). Dan tidak bisa di pungkiri bahwa masa kehamilan,
persalinan, masa nifas, bayi baru lahir hingga penggunaan kontrasepsi, wanita akan
mengalami berbagai masalah kesehatan. Agar kehamilan, persalinan serta masa nifas
seorang ibu berjalan normal, ibu membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik. Untuk
peraturan pemerintahan Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi menyatakan
bahwa setiap perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan untuk mencapai hidup
sehat dan mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi
Angka Kematian Ibu (Bandiyah, 2009). Pelayanan kesehatan tersebut sangat dibutuhkan Commented [U1]: Pustaka Ditambahi semua No Halaman

selama periode ini. Karena pelayanan asuhan kebidanan yang bersifat berkelanjutan
(continuity of care) saat di memang sangat penting untuk ibu. Dan dengan asuhan
kebidanan tersebut tenaga kesehatan seperti bidan, dapat memantau dan memastikan
kondisi ibu dari masa kehamilan, bersalin, serta sampai masa nifas.

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sendiri masih sangat tinggi jika di
bandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Menurut Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2015 jumlah AKI di Indonesia sebanyak 305/100.000
KH (Direktorat Kesehatan Keluarga, 2016). Kematian Ibu maternal paling banyak adalah
sewaktu bersalin sebesar (49,5%), kematian waktu hamil (26%) pada waktu nifas (24%)
(Kementrian Kesehatan RI, 2012). Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun
2015 di Indonesia sebanyak 22,23/1000 KH (Direktorat Kesehatan Keluarga, 2016).
Kematian neonatal paling banyak asfiksia (51%), BBLR (42,9%), SC (18,9%), prematur
(33,3%), kelainan kongenital (2,8%) dan sepsi (12%) (Riskerdas, 2015).
Data provinsi Jawa Timur sendiri untuk tiga tahun terakhir cenderung menurun. Hal
ini bisa di pahami mengingat selama ini sudah dilakukan dukungan beberapa program
dari provinsi ke kabupaten/kota berupa beberapa fasilitas yang baik dari segi manajemen
program KIA maupun pencatatan maupun pelaporan, peningkatan ketrampilan dari
petugas di lapangan sendiri serta melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaan program
KIA. Menurut MDGs tahun 2015 target untuk AKI sebesar 102/100.000 kelahiran hidup.
Dan angka ini mengalami penurunan di bandingkan pada tahun 2014 yang telah mencapai
93,52% per 100.000 kelahiran hidup, untuk penyebab kematian tertinggi pada ibu tahun
2015 adalah eklamsia yaitu sebesar 162 (31%) sedangkan penyebab terkecilnya adalah
infeksi sebesar 34 (6%). Sedangkan untuk masalah yang terkait dengan KIA, bahwa AKB
stagnan di angka 25,3/1000 KH (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2015).
Dari sumber data profil kesehatan kabupaten kediri tahun 2018, Angka Kematian Ibu
meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2017 terdapat 15 orang ibu yang
meninggal dan pada tahun 2018 lalu meningkat menjadi 17 orang ibu, yang penyebab
terbesarnya adalah perdarahan yang menyumbang persenan sebesar 55 %, menyusul PEB
sebanyak 33%, dari penyebab kematian ibu dikabupaten kediri. Begitu juga dengan
Angka Kematian Bayi yang meningkat dari tahun sebelumnya yaitu dari 155 menjadi 160
bayi yang meninggal dan sebanyak 4 balita meninggal, dimana kematian bayi banyak
meninggal dikelompok umur 0-7 hari sebanyak 100 dan pada usia 8-28 hari sebanyak 44
bayi, sisanya adalah post natal, dimana penyebab kematian neonatal terbanyak
diakibatkan oleh BBLR sebanyak 42% dan dilanjutkan dengan asfiksia sebanyak 36%
Berdasarkan data di atas masih banyak masalah yang terjadi pada proses kehamilan
sampai dengan keluarga berencana, penyebab tingginya AKI dan AKB di Indonesia
sendiri dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah tidak dilakukannya asuhan
secara berkesinambungan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi pada
ibu dan bayi, komplikasi yang tidak ditangani ini menyebabkan kematian yang
berkontribusi terhadap peningkatannya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB). Untuk penyebab tingginya AKI dan AKB di Indonesia pada ibu hamil
sendiri adalah komplikasi, dan yang terjadi adalah anemia dalam kehamilan, tekanan
darah tinggi/hiprtensi dalam kehamilan (preeklamsia/eklamsia), aborsi dan janin mati
dalam rahim, ketuban pecah dini serta adanya penyakit yang tidak diketahui sehingga
dapat mengangu proses kehamilan (Manuaba, 2012:227-281).

1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan asuhan kehamilan pada ibu hamil trimester I dengan menggunakan
manajemen asuhan kebidanan.
2. Tujuan khusus
Memberikan asuhan kehamilan pada ibu hamil trimester I dan menganalisis
kesenjangan antara teori dan fakta dilapangan dengan menggunakan manajemen
asuhan kebidanan. Commented [U2]: Diuraikan menjadi beberapa point,
merupakan rincian Tujuan Umum

1.3 Metode pengumpulan data Commented [U3]: Pustaka Belum ada, semua teori
dicantumkan Pustaka
1. Wawancara baik pembicaraan formal maupun informal secara umum, terarah, terbuka
yang dilakukan secara langsung. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data
subjektif.
2. Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap responden. Observasi yang dilakukan
untuk mengetahui keadaan ibu. Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara head to toe.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan ibu dan janinnya.
3. Kajian dokumen digunakan untuk menunjang hasil pengamatan. Dokumen
pendukung ini berupa data yang diperoleh dari buku KIA, kohort ibu hamil dan buku
register pemeriksaan. Peneliti juga mengambil gambar hasil pengamatan yang
dilakukan.

1.4 Sistematika Penulisan


Jenis asuhan ini yaitu metode pengumpulan data yang meliputi aspek fisik dan
psikologis individu yang didapat melalui pengkajian serta pemeriksaaan fisik dengan
tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam dan komperhensif. Subjek asuhan
kebidanan yaitu ibu hamil trimester I dengan usia kehamilan 12 minggu sampai yang
dikaji melalui pengumpulan data, pemeriksaan fisik, hingga pelaporan hasil.
Standar Asuhan Kebidanan dan pendokumentasian peneliti ini mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 369 tahun 2007 yaitu menggunakan
dokumentasi SOAP. Model asuhan kebidanan yang digunakan peneliti ini adalah
menggunakan kerangka berfikir Helen Varney yang terdiri dari 7 langkah, yaitu :
pengumpulan data dasar, menginterpretasikan/ menganalisis data, merumuskan
diagnosis/masalah potensial dan tindakan antisipasi, mengidentifikasi kebutuhan
tindakan segera untuk kolaborasi dan rujukan, menyusun rencana asuhan menyeluruh,
melaksanakan asuhan sesuai perencanaan secara efisien dan aman, melaksanakan
evaluasi terhadap rencana asuhan yang telah dilaksanakan. (Mandriwati, 2018)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
Jl. KH. Wakhid Hasyim No. 64 B Telp. (0354) 773095 – 772833
Website : http://www.poltekkes-malang.ac.id Fax. (0354) 778340
Email : direktorat@poltekkes-malang.ac.id Kediri 64114

FORMAT ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL (ANC)

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 4 September 2019 Jam : 08.15 WIB

No. RM :

Nama : Ny S Nama Suami : Tn. H

Umur : 36 tahun Umur : 40 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SD Pendidikan : SMA

Alamat : Dsn. Dawung, Ds Alamat : Dsn. Dawung, Ds Bedug

Bedug

Cara Masuk : Kunjungan Rumah

Datang sendiri Rujukan dari :

Diagnosa MRS :

A. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan utama : Commented [U4]: Utama = prioritas utama atau satu yg
paling dirasakan
Sering kencing, nafsu makan menurun.

2. Kronologi MRS : (Sebelum dirujuk/datang ke RS (IGD) hingga sampai ke ruangan (Bersalin/


Nifas/ Bayi))

Bidan melakukan kunjungan rumah pada ibu hamil resiko tinggi. Saat ini ibu hamil dengan
DM, PER dan riwayat abortus 2 kali.
3. Riwayat menstruasi
 Usia manarche : 12 tahun
 Jumlah darah haid : 3-4 kali ganti pembalut
 HPHT : 30-5-2019
 Keluhan saat haid : tidak ada
 Lama haid : 5-7 hari
 Flour albus : sebelum mens
 TP : 7-3-2020
 Keluhan haid :
Dismenorhoe Spoting Menorrhagia
Premenstrual syndrome Dll..........

3. Riwayat hamil ini


 Hamil muda :
Mual Muntah Perdarahan Lain-lain(isi sesuai keluhan)
 Hamil tua :
Pusing SakitKepala Perdarahan Lain-lain(isi sesuai keluhan)
 Riwayat imunisasi : TT1 TT2 TT3 TT4 TT5
 Gerakan janin pertama :..................bulan
 Gerakan janin terakhir
.............................................................................................................
 Tanda bahaya dan penyulit kehamilan
....................................................................................
 Obat/jamu yang pernah dan sedang di konsumsi
Tidak mengkonsumsi jamu
 Keluhan BAK : tidak ada Keluhan BAB : tidak ada
 Kekhawatiran khusus :
Ibu kawatir kehamilan ketiga ini akan terjadi abortus kembali.
4. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.
G III P 0 A 2 , Hidup 0

Keadaan
Tgl,th Tempat Umur Jenis Penolong Anak anak
No Penyulit
partus partus kehamilan persalinan persalinan JK/BB sekarang

1 2012 Abortus
2 2018 Abortus
3 Hamil ini

5. Riwayat kesehatan penyakit yang pernah diderita :


 Anemia
 Hipertensi
 Kardiovaskular
 TBC
 Diabetes
 Malaria
 IMS (Sphilis, GO, dll)
 Lain-lain....
Pernah dirawat : ya/tidak Kapan : tahun 2012 Dimana :RS Ratih
Pernah dioperasi : ya/tidak Kapan : ........................... Dimana
:.................

6. Riwayat penyakit keluarga (Ayah, Ibu, Mertua) yang pernah menderita sakit :
Riwayat tekanan darah tinggi dari ayah.

7. Status pernikahan : ya/tidak


Nikah 2 kali, nikah usia 25 tahun, lama menikah I = 3 tahun, II = 3 tahun

8. Riwayat psiko sosial ekonomi


- Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan
Ibu dan keluarga senang dengan kehamilan ini. Ini kehamilan yang sangat
diinginkan.
- Penggunaan alat kontrasepsi KB
Tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun.
- Dukungan keluarga
Keluarga sangat mendukung kehamilan ini.
- Pengambilan keputusan dalam keluarga
Suami.
- Kebiasaan hidup sehat
Mandi 2 kali sehari, menggosok gigi dan mengganti celana dalam 2 kali sehari.
- Beban kerja sehari
Ibu rumah tangga , menyapu tiap pagi.
- Tempat dan penolong persalinan yang diinginkan
RS. Ratih.
- Penghasilan keluarga
± 2.500.000
9. Riwayat KB dan rencana KB
Metode yang pernah dipakai : belum pernah , Lama : .................bulan/tahun
Komplikasi dari KB : ..................., Rencana KB selanjutnya : .................

10. Riwayat Ginekologi :


Infertilitas Infeksi virus PMS
Endometriosis Polip serviks Kanker kandungan
Opersai kandungan Perkosaan DUB
dll
11. Pola makan / minum/ eliminasi/ istirahat
- Pola makan : 2-3 kali sehari
- Pola minum : 8 gelas/hari
- Pola eliminasi :
BAK 9-10 kali /hari, warna : jernih/kuning/kuning pekat/ groshematuri,
BAK terakhir jam :07.00 WIB
BAB 1 kali/hari, karakteristik: lembek/keras, BAB terakhir jam :20.15 WIB
- Pola istirahat : 7-8 jam/hari, tidur terakhir jam : 22.00 WIB
- Dukungan keluarga : Suami Orang tua Mertua
Keluarga lain
- Pengetahuan ibu tentang kehamilannya ( Perubahan fisik& psikis,
ketidaknyamanan & cara mengatasi, tanda bahaya, persiapan persalinan dsb)
Ibu mengetahui tanda-tanda abortus.

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik kesadaran : composmentis
BB/TB : 67 kg/150 cm Tekanan darah : duduk 140/100
Miringkiri140/80
Terlentang 140/90
Nadi : 80 x/mnt Suhu : 36,5 ˚C
Pernafasan : 20 x/mnt KSPR : 18 : 2 hamil
4 Abortus
4 DM
4 HT
4 usia ibu

2. Pemeriksaan fisik
- Mata : Konjungtiva : anemis/tidak Sklera : Ikterik/tidak
Pandangan Kabur Adanya pemandangan dua
- Rahang, gigi, gusi: normal/tidak, gusi berdaarah/tidak
- Leher : adanya pembesaran vena jugularis / tidak, adanya pembesaran
kelenjar thyroid/tidak.
- Dada : aerola hiperpigmentasi Tumor Kolostrum
Puting susu menonjol/masuk ke dalam
- Axilla : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
- Sistem respiratori: dispneu tachipneu wheezing batuk
- Sistem kardio : Nyeri dada murmur palpitasi
- Pinggang : nyeri/tidak, skoliosis, lordosis, kiposis(coret yang tidak perlu)
- Ekstrimitas atas dan bawah: tungkai simetris/asimetris oedema
Reflek patella +/+ varises +/+
3. Pemeriksaan khusus
a. Abdomen
Inspeksi membesar dengan arah memanjang melebur
Pelebur vena linea alba linea agra strie livide
Strie albican luka bekas operasi lain-lain
Palpasi : Leopold I fundus teraba 2 jari atas sympisis
Leopold II belum teraba bagian janin /balt
Leopold III tidak dikaji
Leopold IV tidak dikaji
TFU (Mcdonald) ……………………………..cm
TBJ : ...........................gram
Auskultasi : BJJ................x/mnt, reguler / irregular
His/kontraksi : ......................
4. Pemeriksaan laboratorium :

- Hb : 16,5 g/dL
- Gol-da : B/+
- HbsAg : NR
- HIV : NR
- Syphilis : NR
- Pro Urine : +/pos
- Reduksi : +/pos
- GDA : 239

C. ANALISA / INTEPRETASI DATA


GIII P0 A2 UK 12-13 minggu janin T/H/I kehamilan dengan diabetes melitus dan
PER. Commented [U5]: Dirinci:
1.Diagnosa kebidanan
2.Masalah Kebidanan
D. PENATALAKSANAAN Sehingga memudahkan penatalaksanaan
Tanggal : 4 September 2019 Jam : 08.25 WIB
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan. Tekanan darah ibu, tinggi yaitu 140/100 pada
posisi duduk, 140/80 pada posisi miring kiri dan 140/90 saat posisi terlentang.
KSPR ibu 18 yang artinya ibu termasuk dalam kehamilan resiko sangat tinggi
(KRST) yang harus bersalin du RS dan ditolong oleh dokter. Ibu telah mengerti
jika harus bersalin di RS dan ditolong dokter.
2. KIE nutrisi
a. Anjurkan ibu ngemil sedikit demi sedikit tapi sering. Dalam 1 porsi makan
harus berisi nasi, lauk, sayur, bisa mengkonsumsi kecambah, sayur sop,
wortel, hindari daun pepaya. Lauk bisa mengkonsumsi telur atau lainnya yang
ibu suka.
b. Hindari mengkonsumsi minuman kaleng atau minuman yang mengandung
pemanis buatan seperti terh gelas dan sejenisnya.
c. Hindari mengkonsumsi kopi atau garam karena dapat memicu kenaikan tekanan
darah.
d. Ibu mau melaksanakan anjuran bidan tentang pola makan .
3. KIE keluhan sering kencing.
Keluhan sering kencing yang dirasakan ibu bisa karena besarnya rahim yang
secara perlahan menekan kandung kemih. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan keluhan tersebut dirasakan akibat riwayat kencing manis yang
diderita ibu.
4. Anjurkan ibu untuk melanjutkan mengkonsumsi obat yang di dapat dari RS ratih
yaitu vitamin dan penguat kandungan. Ibu bersedia melanjutkan terapi dari dokter.
5. Anjurkan ibu untuk memeriksakan diri ke spesialis penyakit dalam . ibu bersedia.
6. Kontrol ulang tangga 18-9-2019 atau sewaktu-waktu jika ada keluhan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori


a. Pengertian
Kehamilan risiko adalah keadaan buruk pada kehamilan yang dapat mempengaruhi
keadaan ibu maupun janin apabila dilakukan tata laksana secara umum seperti yang
dilakukan pada kasus normal (Manuaba, 2007:43).
b. Etiologi dan Predisposisi
o Tinggi badan Ibu kurang dari 140 cm.
o Hamil pada usia lebih dari 35 tahun atau kurang dari 16 tahun.
o Berat badan kurang dari 45 kg atau kelebihan berat badan.
o Riwayat merokok dan konsumsi alkohol berlebih.
c. Patofisiologi
Menurut Puji Rochyati (2009:112) faktor risiko ibu hamil adalah:
1) Kehamilan risiko rendah.
(a) Primipara tanpa komplikasi
Primipara adalah wanita yang pernah 1 kali melahirkan bayi yang telah mencapai
tahap mampu hidup (viable). Kehamilan dengan presentase kepala, umur
kehamilan 36 minggu dan kepala sudah masuk PAP.
(b) Multipara tanpa komplikasi adalah wanita yang telah melahirkan 2 janin viabel
atau lebih.
(c) Persalinan spontan dengan kehamilan prematur dan bayi hidup yaitu terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu, tetapi berat badan lahir melebihi 2500 gram.
2) Kehamilan risiko sedang
Kehamilan yang masuk ke dalam kategori “4 terlalu”
a. Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun)
Pada usia ini rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik dan
relatif masih kecil, biologis sudah siap tetapi psikologis belum matang.
Sebaiknya tidak hamil pada usia di bawah 20 tahun. Apabila telah menikah
pada usia di bawah 20 tahun, gunakanlah salah satu alat/obat kontrasepsi
untuk menunda kehamilan anak pertama sampai usia yang ideal untuk hamil
(BKKBN, 2009:6).

Menurut Prawirohardjo (2008:105-106).ada 4 bentuk pokok jenis


panggul:
1. Ginekoid: paling ideal, bentuk bulat: 45 ℅
2. Android: panggul pria, bentuk segitiga: 15 ℅
3. Antropoid: agak lonjong seperti telur: 35 %
4. Platipelloid: menyempit arah muka belakang
b. Umur ibu terlalu tua (> 35 tahun)
Pada usia ini kemungkinan terjadi problem kesehatan seperti hipertensi,
diabetes mellitus, anemis, saat persalinan terjadi persalinan lama, perdarahan
dan risiko cacat bawaan.
c. Jarak kehamilan terlalu dekat (< 2 tahun)
Bila jarak anak terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih
dengan baik, pada keadaan ini perlu diwaspadai kemungkinan pertumbuhan
janin kurang baik, persalinan lama, atau perdarahan.
d. Jumlah anak terlalu banyak (> 4 anak)
Ibu yang memiliki anak lebih dari 4, apabila terjadi hamil lagi, perlu
diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, karena semakin banyak
anak, rahim ibu makin melemah.
3) Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm
Pada ibu hamil yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm, dalam keadaan
seperti itu perlu diwaspadai adanya panggul sempit karena dapat mengalami kesulitan
dalam melahirkan.

4) Kehamilan lebih bulan (serotinus)

Kehamilan yang melewati waktu 42 minggu belum terjadi persalinan, dihitung


berdasarkan rumus Naegele.
5) Persalinan lama
Partus lama adalah partus yang berlangsung lebih dari 24 jam untuk primigravida
dan 18 jam bagi multigravida. Penyebabnya adalah kelainan letak janin, kelainan
panggul, kelainan kekuatan his dan mengejan
d. Klasifikasi
Ibu hamil digolongkan dalam tiga golongan risiko berdasarkan karakteristik ibu.
Risiko golongan ibu hamil (Muslihatun, 2009:132), meliputi:
a. Ibu hamil risiko rendah
Ibu hamil dengan kondisi kesehatan dalam keadaan baik dan tidak memiliki faktor-
faktor risiko berdasarkan klasifikasi risiko sedang dan risiko tinggi, baik dirinya
maupun janin yang dikandungnya. Misalnya, ibu hamil primipara tanpa komplikasi,
kepala masuk PAP minggu ke-36.
b. Ibu hamil risiko sedang
Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor risiko tingkat sedang,
misalnya ibu yang usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, tinggi badan
kurang dari 145 cm dan lain-lain. Faktor ini dianggap nantinya akan mempengaruhi
kondisi ibu dan janin, serta memungkinkan terjadinya penyulit pada waktu persalinan.

c. Ibu hamil resiko tinggi


Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang memiliki resiko meninggalnya
bayi, ibu atau melahirkan bayi yang cacat atau terjadi komplikasi kehamilan, yang
lebih besar dari resiko pada wanita normal umumnya. Penyebab kehamilan risiko pada
ibu hamil adalah karena kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi,
rendahnya status sosial ekonomi dan Pendidikan yang rendah. Pengetahuan ibu tentang
tujuan atau manfaat pemeriksaan kehamilan dapat memotivasinya untuk
memeriksakan kehamilan secara rutin. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan
kesehatan dan hidup sehat meliputi jenis makanan bergizi, menjaga kebersihan diri,
serta pentingnya istirahat cukup sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi dan
tetap mempertahankan
derajat kesehatan yang sudah ada. Umur seseorang dapat mempengaruhi keadaan
kehamilannya. Bila wanita tersebut hamil pada masa reproduksi, kecil kemungkinan
untuk mengalami komplikasi di bandingkan wanita yang hamil dibawah usia
reproduksi ataupun diatas usia reproduksi (Rikadewi,2010). Kategori ibu dengan
resiko tinggi sebagai berikut :
a. Kehamilan pada usia di atas 35 tahun atau di bawah 18 tahun.
Usia ibu merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengankualitas
kehamilan. Usia yang paling aman atau bisa dikatakan waktu reproduksi sehat
adalah antara umur 20 tahun sampai umur 30 tahun. Penyulit pada kehamilan
remaja salah satunya pre eklamsi lebih tinggi dibandingkan waktu reproduksi sehat.
Keadaan ini disebabkab belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga
dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin
(Manuaba, 1998).
b. Kehamilan pertama setelah 3 tahun atau lebih setelah pernikahan
c. Kehamilan kelima atau lebih
Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan dan di bagi menjadi
beberapa istilah :
1) Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak satu kali.
2) Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup
beberapa kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.
3) Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih
dari lima kali.
d. Kehamilan dengan jarak antara di atas 5 tahun atau kurang dari 2 tahun.
Pada kehamilan dengan jarak < 3 tahun keadaan endometrium mengalami
perubahan, perubahan ini berkaitan dengan persalinan sebelumnya yaitu timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Adanya
kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium pada
bagian korpus uteri mengakibatkan daerah tersebut kurang subur sehingga
kehamilan dengan jarak < 3 tahun dapat menimbulkan kelainan yang berhubungan
dengan letak dan keadaan plasenta.
e. Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm dan ibu belum pernah melahirkan
Bayi cukup bulan dan berat normal. Wanita hamil yang mempunyai tinggi badan
kurang dari 145 cm, memiliki resiko tinggi mengalami persalinan secara premature,
karena lebih mungkin memiliki panggul yang sempit.
f. Kehamilan dengan penyakit (hipertensi, Diabetes, Tiroid, Jantung, Paru,
Ginjal, dan penyakit sistemik lainnya)
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau
lupus, akan meningkatkan risiko terkena preeklamsia. Kehamilan dengan hipertensi
esensial atau hipertensi yag telah ada sebelum kehamilan dapat berlangsung sampai
aterm tanpa gejala mejadi pre eklamsi tidak murni. Penyakit gula atau diabetes
mellitus dapat menimbulkan pre eklamsi dan eklamsi begitu pula penyakit ginjal
karena dapat meingkatkan tekanan darah sehingga dapat menyebabkan pre eklamsi.
g. Kehamilan dengan keadaan tertentu ( Mioma uteri, kista ovarium)
Mioma uteri dapat mengganggu kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak
bayi dan plasenta, terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim,
pendarahan yang banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta,
bahkan bisa menyebabkan keguguran. Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak
memperparah Mioma Uteri. Saat hamil, mioma uteri cenderung membesar, dan
sering juga terjadi perubahan dari tumor yang menyebabkan perdarahan dalam
tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama kehamilan, tangkai tumor
bisa terputar.
h. Kehamilan dengan anemia ( Hb kurang dari 10,5 gr %)
Wanita hamil biasanya sering mengeluh sering letih, kepala pusing, sesak nafas,
wajah pucat dan berbagai macam keluhan lainnya. Semua keluhan tersebut
merupakan indikasi bahwa wanita hamil tersebut sedang menderita anemia pada
masa kehamilan. Penyakit terjadi akibat rendahnya kandungan hemoglobin dalam
tubuh semasa mengandung.Faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu
hamil adalah kekurangan zat besi, infeksi, kekurangan asam folat dan kelainan
haemoglobin. Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai
hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai
hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas
dihubungkan dengan kejadian hemodilusi.

2.2 Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes mellitus gestasional (GDM) didefinisikan sebagai derajat apapun intoleransi
glukosa dengan onset atau pengakuan pertama selama kehamilan. (WHO-World Health
Organisation 2011). Hal ni berlaku baik insulin atau modifikasi diet hanya digunakan untuk
pengobatan dan apakah atau tidak kondisi tersebut terus berlangsung setelah kehamilan. Ini
tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa intoleransi glukosa yang belum diakui
mungkin telah dimulai bersamaan dengan kehamilan.

2.2.1 Etiologi
Selama kehamilan, peningkatan kadar hormon tertentu dibuat dalam plasenta (organ
yang menghubungkan bayi dengan tali pusat ke rahim) nutrisi membantu pergeseran dari
ibu ke janin. Hormon lain yang diproduksi oleh plasenta untuk membantu mencegah ibu
dari mengembangkan gula darah rendah. Selama kehamilan, hormon ini menyebabkan
terganggunya intoleransi glukosa progresif (kadar gula darah yang lebih tinggi). Untuk
mencoba menurunkan kadar gula darah, tubuh membuat insulin lebih banyak supaya sel
mendapat glukosa bagi memproduksi sumber energi.
Biasanya pankreas ibu mampu memproduksi insulin lebih (sekitar tiga kali jumlah
normal) untuk mengatasi efek hormon kehamilan pada tingkat gula darah. Namun, jika
pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi efek dari
peningkatan hormon selama kehamilan, kadar gula darah akan naik, mengakibatkan GDM.

2.2.2 Faktor Risiko


Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko terkena GDM selama kehamilan:
1. Kelebihan berat badan sebelum hamil (lebih 20% dari berat badan ideal).
2. Merupakan anggota kelompok etnis risiko tinggi (Hispanik, Black, penduduk asli
Amerika, atau Asia).
3. Gangguan toleransi glukosa atau glukosa puasa terganggu (kadar gula darah yang
tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes).
4. Riwayat keluarga diabetes (jika orang tua atau saudara kandung memiliki diabetes).
5. Sebelumnya melahirkan bayi lebih dari 4 kg.
6. Sebelumnya melahirkan bayi lahir mati.
7. Mendapat diabetes kehamilan dengan kehamilan sebelumnya.
8. Memiliki terlalu banyak cairan ketuban (suatu kondisi yang disebut
polihidramnion).
Banyak wanita yang mengalami GDM tidak memiliki faktor risiko yang diketahui.

2.2.3 Patogenesis
Kehamilan adalah suatu kondisi diabetogenic ditandai dengan resistensi insulin
dengan peningkatan kompensasi sebagai respon β-sel dan hyperinsulinemia. Resistensi
insulin biasanya dimulai pada trimester kedua dan memaju ke seluruh sisa dari
kehamilan. Plasenta sekresi hormon seperti progesteron, kortisol laktogen, plasenta,
prolaktin, dan hormon pertumbuhan, merupakan penyumbang utama kepada resistensi
insulin yang terlihat dalam kehamilan. Resistensi pada insulin mungkin berperan dalam
memastikan bahwa janin memiliki tenaga yang cukup dari glukosa dengan mengubah
metabolisme energi ibu dari karbohidrat ke lemak. Wanita dengan GDM memiliki
keparahan yang lebih besar dari resistensi insulin dibandingkan dengan resistensi insulin
terlihat pada kehamilan normal. Mereka juga memiliki penurunan dari peningkatan
kompensasi dalam sekresi insulin, khususnya pada fase pertama sekresi insulin.
Penurunan pada insulin fase pertama mungkin menandakan kerusakan fungsi sel β.
Xiang et al menemukan bahwa wanita dengan GDM Latino meningkat resistensi
terhadap pengaruh insulin pada clearance glukosa dan produksi dibandingkan dengan
wanita hamil normal. Selain itu, mereka menemukan bahwa wanita dengan GDM
mengalami penurunan 67% sebagai kompensasi β-sel mereka dibandingkan dengan
normal peserta kontrol hamil.
Ada juga kebanyakan wanita dengan GDM yang memiliki bukti autoimun sel islet.
Prevalensi dilaporkan antibodi sel islet pada wanita dengan GDM berkisar 1,6-38%.
Prevalensi autoantibodi lain, termasuk autoantibodi insulin dan antibodi asam glutamat
dekarboksilase, juga telah variabel. Wanita-wanita ini mungkin menghadapi risiko untuk
mengembangkan bentuk autoimun diabetes di kemudian hari. Akhirnya, dalam 5% dari
semua kasus GDM, β-sel ketidakmampuan untuk mengkompensasi resistensi insulin
adalah hasil dari cacat di β -sel, seperti mutasi pada glukokinase. (Sumber : Journal
Clinical Diabetes January 2005 Vol 23)

2.2.4 Gejala Klinis


Diabetes mellitus gestasional adalah bentuk sementara (dalam banyak kasus) diabetes
dimana tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup untuk menangani
gula selama kehamilan. Hal ini juga bisa disebut intoleransi glukosa atau intoleransi
karbohidrat. Tanda dan gejala dapat termasuk:
a. Gula dalam urin
b. Sentiasa rasa haus
c. Sering buang air kecil
d. Kelelahan
e. Mual
f. Sering infeksi kandung kemih, vagina dan kulit
g. Penglihatan kabur

2.2.5 Diagnosa
Tes Toleransi glukosa oral (TTGO) yang paling umum digunakan untuk
mendiagnosis GDM di Amerika Serikat adalah TTGO, 3-jam-g 100. Menurut kriteria
diagnostik yang direkomendasikan oleh American Diabetes Association (ADA), GDM
didiagnosa jika kadar plasma dua atau lebih glukosa memenuhi atau melebihi ambang
batas berikut:
a. konsentrasi glukosa puasa 95 mg / dl.
b. kadar glukosa 1-jam 180 mg / dl
c. 2-jam glukosa konsentrasi 155 mg / dl, atau 3 jam konsentrasi glukosa 140 mg / dl.
Tetapi nilai-nilai ini lebih rendah daripada batas yang direkomendasikan oleh
National Diabetes Data Group dan didasarkan pada Carpenter dan modifikasi Coustan.
Rekomendasi ADA juga mencakup penggunaan-g OGTT-jam 75 2 dengan batas glukosa
yang sama terdaftar untuk berpuasa, 1-jam, dan jam nilai 2.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kriteria diagnostik, yang digunakan hanya di
negara di luar Amerika Utara, didasarkan pada TTGO 75-g 2-jam. GDM didiagnosa oleh
WHO kriteria jika baik glukosa puasa> 126 mg / dl atau glukosa 2 jam adalah> 140 mg /
dl. Penilaian risiko untuk GDM harus dilakukan pada kunjungan prenatal pertama.
Wanita dengan karakteristik klinis yang konsisten dengan risiko tinggi GDM
(obesitas ditandai, sejarah pribadi GDM, glikosuria, atau riwayat keluarga yang kuat
diabetes) harus menjalani pengujian secepat mungkin. Jika mereka ternyata tidak
memiliki GDM pada skrining awal, mereka harus diuji ulang antara minggu kehamilan
ke 24 hingga ke 28. Perempuan risiko sedang harus memiliki pengujian dilakukan pada
minggu kehamilan ke 24 hingga ke 28.
Status pasien yang mempunyai risiko rendah tidak memerlukan pengujian glukosa,
tapi kategori ini terbatas pada wanita-wanita yang memenuhi seluruh karakteristik
berikut:
a. Usia <25 tahun.
b. Berat badan normal sebelum hamil.
c. Anggota kelompok etnis dengan prevalensi rendah GDM.
d. Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai diabetes.
e. Tidak ada riwayat toleransi glukosa abnormal.
f. Tidak ada riwayat hasil obstetri buruk.
Jika tingkat glukosa plasma puasa > 126 mg / dl (7,0 mmol / l) atau glukosa plasma
santai> 200 mg / dl (11,1 mmol / l) memenuhi ambang batas normal untuk diagnosis
diabetes, dan dapat dikonfirmasi pada hari seterusnya, maka tidak perlu untuk lakukan
test menentukan kadar glukosa yang lain. Maka bagi pasien tidak menunjukan sebarang
tanda hiperglikemia, evaluasi untuk GDM pada wanita dengan karakteristik risiko
sedang atau risiko tinggi harus mengikuti salah satu dari dua pendekatan:
a. Lakukan tes diagnostik toleransi glukosa oral (TTGO) tanpa plasma sebelumnya
atau skrining serum glukosa. Pendekatan langkah pertama ini adalah paling efektif
pada pasien berisiko tinggi atau populasi (misalnya, beberapa kelompok asli-
Amerika).
b. Melakukan pemeriksaan awal dengan mengukur plasma atau serum glukosa 1 jam
setelah beban glukosa 50-g oral (glucose challenge test [GCT]) dan melakukan
TTGO diagnostik pada subset dari perempuan yang mempunyai nilai ambang
glukosa yang lebih tinggi dari di GCT tersebut. Ketika dua langkah pendekatan yang
digunakan, nilai ambang glukosa> 140 mg / dl (7,8 mmol / l) mengidentifikasi
sekitar 80% wanita dengan GDM, dan hasil yang meningkat menjadi 90% dengan
menggunakan cutoff dari> 130 mg / dl (7,2 mmol / l).

2.2.6 Komplikasi
Komplikasi akibat GDM bisa berlaku pada janin dan juga pada ibu. Komplikasi
janin termasuk makrosomia, hipoglikemia neonatal, kematian perinatal, kelainan
bawaan, hiperbilirubinemia, polisitemia, hypocalcemia, dan sindrom gangguan
pernapasan. Makrosomia, yang didefinisikan sebagai berat lahir> 4.000 g, terjadi
pada 20-30% bayi yang ibunya menderita GDM. Faktor-faktor lain yang dapat
diperlihat pada ibu yang memicukan peningkatan insiden kelahiran janin
makrosomia termasuk hiperglikemia, Body Mass Index (BMI) tinggi, usia yang
lebih tua, multiparitas. Dengan ini, kasus makrosomia dapat menyebabkan untuk
morbiditas janin meningkat sewaktu dilahirkan, seperti distosia bahu, dan
meningkatkan risiko kelahiran secara sactio caesaria. Hipoglikemia neonatal dapat
terjadi dalam beberapa jam setelah dilahirkan . Hal ini adalah karena ibu yang
hiperglikemia dapat menyebabkan janin hiperinsulinemia Komplikasi jangka
panjang pada janin dengan ibu GDM termasuk peningkatan risiko intoleransi
glukosa, diabetes, dan obesitas.
Komplikasi pada ibu GDM meliputi hipertensi, preeklampsia, dan peningkatan
risiko kelahiran secara sactio caesaria. Hipertensi ini mungkin terkait dengan
resistensi insulin. Oleh karena itu, intervensi yang menunjukkan peningkatkan
sensitivitas insulin dapat membantu mencegah komplikasi ini. Selain itu, wanita
dengan riwayat GDM memiliki peningkatan risiko diabetes setelah kehamilan
dibandingkan dengan populasi umum, dengan tingkat konversi hingga 3% per tahun.

2.2.7 Penatalaksanaan
Manajemen Farmakalogi
a. Insulin adalah terapi farmakologis yang paling konsisten yang telah ditunjukkan
untuk mengurangi morbiditas janin ketika ditambahkan dengan evaluasi Terapi
Nutrisi Medis (MNT). Pemilihan kehamilan untuk terapi insulin dapat
didasarkan pada ukuran glikemia ibu dengan atau tanpa penilaian karakteristik
pertumbuhan janin. Ketika kadar glukosa ibu digunakan, terapi insulin
dianjurkan ketika MNT gagal untuk mempertahankan glukosa dipantau
berdasarkan kadar glukosa berikut:
1) Glukosa darah puasa seluruh : ≤ 95 mg / dl (5,3 mmol / l)
2) Glukosa plasma puasa : ≤ 105 mg / dl (5,8 mmol / l) atau Glukosa darah
postprandial 1-jam keseluruhan : ≤ 140 mg / dl (7,8 mmol / l)
3) Glukosa 1-jam postprandial plasma : ≤ 155 mg / dl (8,6 mmol / l)
4) Glukosa darah postprandial 2-jam keseluruhan: ≤ 120 mg / dl (6,7 mmol / l)
5) Glukosa postprandial plasma 2-jam : ≤ 130 mg / dl (7,2 mmol / l)
b. Insulin harus digunakan bila insulin yang diresepkan, dan Pemantauan Glukosa
Darah Mandiri Harian (SMBG) harus dibimbing dan waktu dosis regimen
insulin. Penggunaan insulin analog belum cukup teruji di GDM.
c. Pengukuran lingkar perut janin awal pada trimester ketiga dapat mengidentifikasi
sebagian besar bayi tanpa risiko kelebihan makrosomia dengan tidak adanya
terapi insulin ibu. Pendekatan ini telah diuji terutama pada kehamilan dengan ibu
kadar glukosa serum puasa <105 mg / dl (5,8 mmol / l).
d. Agen penurun glukosa oral secara umum tidak dianjurkan selama kehamilan.
Namun, dalam satu percobaan klinis yang membandingkan penggunaan insulin
dan glyburide pada wanita dengan GDM menunjukkan ia tidak mampu
memenuhi tujuan glikemik pada MNT . Semua pasien berada di luar trimester
pertama kehamilan di inisiasi terapi. Glyburide tidak disetujui FDA untuk
pengobatan GDM dan studi lebih lanjut diperlukan dalam populasi pasien yang
lebih besar untuk membukti keamanannya.

2.2.8 Manajemen Non-Farmakalogi


a. Semua wanita dengan GDM harus mendapat konseling gizi, oleh seorang ahli diet
terdaftar bila mungkin, sesuai dengan rekomendasi oleh American Diabetes
Association. Individualisasi terapi nutrisi medis (MNT) tergantung pada berat
badan ibu dan tinggi dianjurkan. MNT harus mencakup penyediaan kalori dan
nutrisi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan kehamilan dan harus konsisten
dengan tujuan glukosa darah ibu yang telah ditetapkan. Diet kurang kalori dapat
digunakan bagi tahap sedang.
b. Untuk wanita gemuk (BMI> 30 kg / m 2). Pembatasan kalori 30-33% (25 kkal / kg
berat aktual per hari) telah terbuktikan dapat mengurangi hiperglikemia dan kadar
plasma trigliserida tanpa menunjukkan peningkatan pada ketonuria. Pembatasan
karbohidrat untuk 35-40% dari kalori telah terbukti menurunkan kadar glukosa ibu
dan membaikan kondisi ibu dan janin
c. Program latihan fisik yang sedang telah terbukti dapat menurunkan konsentrasi
glukosa ibu pada wanita dengan GDM. Meskipun dampak latihan komplikasi
neonatal menunggu uji klinis yang ketat, efek penurun glukosa menguntungkan
menjamin rekomendasi bahwa perempuan tanpa kontraindikasi medis atau obstetri
didorong untuk memulai atau melanjutkan program latihan sederhana sebagai
bagian dari pengobatan untuk GDM.
d. GDM tidak dengan sendirinya merupakan indikasi untuk kelahiran certio caesearan
atau untuk partus sebelum 38 minggu kehamilan. Perpanjangan masa kehamilan 38
minggu meningkatkan risiko makrosomia janin tanpa mengurangi tingkat bedah
caesar, sehingga melahirkan janin pada minggu 38 dianjurkan tetapi kondisi
obstetric harus pertimbangan.
e. Menyusui, seperti biasa, harus didorong pada wanita dengan GDM.

2.2.9 Monitor / Surveilans (Antenatal Care)


a. Surveilans metabolik ibu harus diarahkan dalam mendeteksi hiperglikemia parah
cukup untuk menentukan kadar risiko efek pada janin. Pemantauan diri glukosa
darah harian (SMBG) tampaknya lebih unggul mengetahui kadar gula darah yang
benar. Bagi wanita yang diobati dengan insulin, bukti-bukti terbatas menunjukkan
bahwa pemantauan postprandial lebih unggul dari pemantaun preprandial.
b. Pemantauan keton urin mungkin berguna dalam mendeteksi kalori yang tidak
memadai atau asupan karbohidrat pada wanita diperlakukan dengan pembatasan
kalori.
c. Surveilans ibu harus mencakup tekanan darah dan protein urin pemantauan untuk
mendeteksi gangguan hipertensi.
d. Surveilans harus dipertingkatkan bagi kehamilan berisiko tinggi kerana dapat
menyebabakan kematian pada janin , terutama ketika kadar glukosa puasa melebihi
105 mg / dl (5,8 mmol / l) atau jangka masa kehamilan berlanjut. Inisiasi, frekuensi,
dan teknik khusus yang digunakan untuk menilai kesejahteraan janin akan
tergantung pada risiko kumulatif janin bergantung dari GDM dan kondisi medis lain
/ kondisi obstetri yang hadir.
e. Penilaian pertumbuhan janin asimetris dengan ultrasonografi, terutama di awal
trimester ketiga, dapat membantu dalam mengidentifikasi janin yang dapat manfaat
dari terapi insulin ibu.
f. ADA merekomendasikan semua wanita dengan GDM harus diskrining untuk
intoleransi glukosa dari pada minggu ke enam sampai ke dua belas setelah
melahirkan. Pada wanita yang mendapat kelainan pada kadar glukosa darah selama
kehamilan memiliki risiko terbesar untuk mendapat intoleransi glukosa postpartum.
Semua wanita dengan riwayat gestational diabetes harus dididik tentang modifikasi
gaya hidup dan risiko akibat resistensi insulin.
g. Jika hasil pada minggu ke enam setelah melahirkan janin menunjukkan gangguan
glukosa puasa atau toleransi, pasien harus diuji ulang setiap tahun. Semua wanita
dengan GDM harus menerima intensif terapi dan latihan program individu
ditentukan karena mereka mempunyai risiko tinggi terkena diabetes. Mereka perlu
dirujukan pada para medis dengan keahlian dalam pendidikan dan perawatan
diabetes dewasa untuk wanita dengan kelainan kadar glukosa pada postpartum.

2.2.10 Prognosis
Kehamilan kedua dalam waktu 1 tahun dari kehamilan sebelumnya yang mempunyai
GDM memiliki tingkat kekambuhan tinggi. Wanita didiagnosa dengan GDM memiliki
peningkatan risiko terkena diabetes melitus di masa depan. Wanita yang membutuhkan
insulin pengobatan sewaktu kehamilan kerana didiagnosa dengan GDM mempunyai
risiko tinggi untuk mendapat diabetes kerana telah mempunyai antibodi yang terkait
dengan diabetes (seperti antibodi terhadap dekarboksilase glutamat, islet sel antibodi
dan / atau antigen insulinoma-2), berbanding wanita dengan dua kehamilan sebelumnya
dan pada wanita yang gemuk.

2.3 Kehamilan dengan Pre-Eklamsia


2.3.1 Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai dengan proteinuria pada ibu
dengan usia kehamilan di atas 20 minggu, dengan catatan bahwa tidak semua ibu
dengan preeklampsia memperlihatkan edema. Jika gejala yang muncul adalah
gejala preeklampsia dan ditambah dengan gejala lain, seperti koma dan/atau
kejang, maka hal tersebut diklasifikasikan sebagai eclampsia.
Preeklampsia dideskripsikan sebagai disease of theories karena penyebab
pastinya yang masih belum diketahui. Beberapa teori menunjukkan hubungan
preeklampsia dengan (1) invasi abnormal sitotrofoblas terhadap arteriol spiralis,
(2) hipoperfusi uteroplasenta, (3) ketidakseimbangan antara peningkatan sintesis
thromboxane dengan penurunan produksi prostaglandin I2, (4) peningkatan stress
oksidatif, (5) gangguan metabolisme endothelin, atau disfungsi endothelial, (6)
perubahan reaktivitas vaskuler, (7) penurunan laju filtrasi ginjal dengan retensi
natrium dan air, (8) penurunan volume intravaskuler, (9) peningkatan iritabilitas
sistem saraf pusat, dengan hipotesis terkuat pada poin terganggunya plasenta
pada awal kehamilan.

2.3.2 Patofisiologi
Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis uterus,
mengganti lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak jaringan elastis
medial, muskular, dan neural secara berurutan. Sebelum trimester kedua
kehamilan berakhir, arteri spiralis uteri dilapisi oleh sitotrofoblas, dan sel
endothelial tidak lagi ada pada bagian endometrium atau bagian superfisial dari
miometrium. Proses remodeling arteri spiralis uteri menghasilkan pembentukan
sistem arteriolar yang rendah tahanan serta mengalami peningkatan suplai
volume darah yang signifikan untuk kebutuhan pertumbuhan janin. Pada
preeklampsia, invasi arteri spiralis uteri hanya terbatas pada bagian desidua
proksimal, dengan 30% sampai dengan 50% arteri spiralis dari placental bed
luput dari proses remodeling trofoblas endovaskuler. Segmen miometrium dari
arteri tersebut secara anatomis masih intak dan tidak terdilatasi. Rerata diameter
eksternal dari arteri spiralis uteri pada ibu dengan preeklampsia adalah 1,5 kali
lebih kecil dari diameter arteri yang sama pada kehamilan tanpa komplikasi.
Kegagalan dalam proses remodeling vaskuler ini menghambat respon adekuat
terhadap kebutuhan suplai darah janin yang meningkat yang terjadi selama
kehamilan. Ekspresi integrin yang tidak sesuai oleh sitotrofoblas ekstravilli
mungkin dapat menjelaskan tidak sempurnanya remodeling arteri yang terjadi
pada preeklampsia.
Kegagalan invasi trofobas pada preeklampsia menyebabkan penurunan perfusi
uteroplasenta, sehingga menghasilkan plasenta yang mengalami iskemi progresif
selama kehamilan. Selain itu, plasenta pada ibu dengan preeklampsia
menunjukkan peningkatan frekuensi infark plasenta dan perubahan morfologi
yang dibuktikan dengan proliferasi sitotrofoblas yang tidak normal. Bukti empiris
lain yang mendukung gagasan bahwa plasenta merupakan etiologi dari
preeklampsia adalah periode penyembuhan pasien yang cepat setelah melahirkan.
Jaringan endotel vaskuler memiliki beberapa fungsi penting, termasuk di
antaranya adalah fungsi pengontrolan tonus otot polos melalui pelepasan
substansi vasokonstriktor dan vasodilator, serta regulasi fungsi anti koagulan,
anti platelet, fibrinolisis melalui pelepasan faktor yang berbeda. Hal ini
menyebabkan munculnya gagasan bahwa pelepasan faktor dari plasenta yang
merupakan respon dari iskemi menyebabkan disfungsi endotel pada sirkulasi
maternal. Data dari hasil penelitian mengenai disfungsi endotel sebagai
patogenesis awal preeklampsia menunjukkan bahwa hal tersebut kemungkinan
merupakan penyebab dari preeklampsia, dan bukan efek dari gangguan
kehamilan tersebut. Selanjutnya, pada ibu dengan preeklampsia, faktor gangguan
kesehatan pada ibu yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi kronis,
diabetes, dan hiperlipidemia dapat menjadi faktor predisposisi atas kerusakan
endotel maternal yang lebih lanjut.

2.3.3 Diagnosa Preeklamsia dan Eklamsia


Proses menyingkirkan diagnosis banding harus dilakukan dengan hati-hati
karena gejala klinik dan tanda yang muncul mungkin saja tidak spesifik. Prinsip
yang harus ditekankan adalah preeklampsia sangat potensial untuk menjadi
fulminan, maka dari itu kecurigaan akan terjadinya preeklampsia harus ada
walaupun gejala yang muncul tidak berat. Sebanyak 40%-90% ibu dengan
preeklampsia sering mengeluh nyeri epigastrik atau nyeri pada kuadran kanan
atas abdomen, selain itu gejala klinik yang sering muncul adalah sakit kepala,
penglihatan kabur, dan mual atau muntah.
Pada preeklampsia, kriteria diagnosis yang dibutuhkan adalah tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih
pada ibu dengan umur kehamilan lebih dari 20 minggu dan riwayat tekanan darah
sebelum kehamilan ibu tersebut adalah normal. Selain itu kriteria diagnosis yang
dibutuhkan adalah adanya protenuria 0.3 gram atau lebih protein pada urin
tampung 24 jam (diindikasikan dengan uji protein carik celup+1 atau lebih).
Sedangkan kriteria diagnosis yang dibutuhkan untuk preeklampsia berat
adalah tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik
110 mmHg atau lebih pada dua kali pengukuran dengan jeda antara
masingmasing pengukuran adalah 6 jam dan pasien dalam keadaan istirahat tirah
baring. Kriteria proteinuria pada preeklampsia berat adalah adanya 5 gram atau
lebih protein pada urin tampung 24 jam ditunjukkan dengan hasil uji carik celup
+3 atau lebih pada uji carik celup dengan 2 kali pengujian dan jarak antara satu
pengukuran dengan pengukuran lain adalah paling tidak 4 jam. Gejala lain yang
mendukung diagnosis preeklampsia berat adalah oliguria (produksi urin dalam 24
jam tidak lebih dari 500 ml), skotoma penglihatan, edem pulmo atau sianosis,
trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati,
peningkatanSGOT/SGPT, oligohidramnion, dan intrauterine growth restriction.
Hal yang membedakan preeklampsia dengan eklampsia adalah jika muncul
kriteria diagnosis preeklampsia ringan atau preeklampsia berat yang diikuti
dengan koma atau kejang tanpa ada kemungkinan penyakit lain yang mendasari
seperti epilepsi, perdarahan subaraknoid, dan meningitis, maka pasien tersebut
memenuhi kriteria diagnosis eklampsia. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak
menutup kemungkinan ibu dengan preeklampsia ringan langsung mengalami
eklampsia tanpa harus melewati fase preeklampsia berat terdahulu

2.3.4 Tatalaksana kehamilan dengan preeklamsia


Sebagai bagian dari pemeriksaan antenatal, dalam melakukan anamnesis harus
didapatkan data ibu hamil mengenai faktor risiko yang berkaitan dengan
preeklampsia. Pertanyaan tersebut meliputi riwayat obstetri, terutama riwayat
hipertensi atau preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. Penyakit lain yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia adalah diabetes mellitus,
penyakit vaskuler dan jaringan ikat, nefropati, dan sindrom antifosfolipid antibodi.
Pada setiap kunjungan ibu dalam pemeriksaan antenatal, pengukuran tekanan
darah harus selalu dilakukan dengan sebelumnya memberi waktu kepada ibu
untuk beristirahat paling tidak selama 10 menit. Tinggi fundus uteri juga diperiksa
karena tinggi fundus uteri yang tidak sesuai dengan usia kehamilan dapat
mengindikasikan pertumbuhan janin yang terhambat. Edema wajah dan
peningkatan berat badan yang sangat cepat juga harus mendapatkan perhatian
lebih, karena retensi cairan berasosiasi erat dengan preeklampsia. Jika pada ibu
ditemukan gejala preeklampsia ringan, maka manajemen yang dilakukan adalah
meminta pasien untuk istirahat yang cukup serta melakukan monitoring tekanan
darah dan protein pada urin pasien secara rutin. Pasien mendapatkan edukasi
mengenai gejala preeklampsia berat seperti nyeri epigastrik dan gangguan
penglihatan, agar jika gejala tersebut dialami oleh pasien, pasien diharapkan untuk
segera melapor ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Obat antihipertensif
tidak diberikan kecuali tekanan darah diastolik pasien mencapai 100 mmHg dan
usia kehamilan ≤30 minggu.
Tujuan dari manajemen preeklampsia berat adalah:
1. Mencegah terjadinya kejang
2. Mengontrol tekanan darah ibu,
3. Menginisiasi persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika
preeklampsia terjadi pada usia kehamilan ≥36 minggu atau jika ditemukan
bukti maturitas dari paru janin atau gawat janin. Sedangkan untuk usia
kehamilan Sedangkan untuk usia kehamilan <36 minggu, untuk
mengantisipasi persalinan prematur, ibu harus dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang memiliki alat kesehatan yang memadai sehingga pada saat
bayi lahir, bayi tersebut dapat langsung mendapatkan perawatan intensif di
bagian neonatal intensive care unit (NICU). Untuk mencegah terjadinya
kejang, administrasi intra muscular magnesium sulfat 40% sebanyak 10 gram
dengan syarat
a. refleks tendo lutut positif
b. tersedia glukonas kalsikus/kalsium klorida
c. respiratory rate ≥16 kali per menit
d. diuresis ≥100 cc per jam. Di sisi lain, magnesium sulfat juga berguna
untuk menurunkan mortalitas serta morbiditas maternal dan perinatal pada
kasus preeklampsia.

2.4 Abortus pada kehamilan


2.4.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibatakibat tertentu
pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah
kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan. Abortus adalah
berakhirnya suatu kehamilan akibat faktor tertentu atau sebelum kehamilan
tersebut berusia 20 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
diluar kandungan.

2.4.2 Klasifikasi Abortus


Abortus dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
a. Abortus Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan ± 20 % dari
semua abortus. Abortus spontan adalah setiap kehamilan yang berakhir
secara spontan sebelum janin dapat bertahan. WHO mendefinisikan sebagai
embrio atau janin seberat 500 gram atau kurang, yang biasanya sesuai
dengan usia janin (usia kehamilan) dari 20 hingga 22 minggu atau kurang.
Abortus spontan terjadi pada sekitar 15%-20% dari seluruh kehamilan yang
diakui, dan biasanya terjadi sebelum usia kehamilan memasuki minggu ke-
13.
Berdasarkan gambaran klinisnya, abortus dibagi menjadi:
1) Abortus Imminiens (keguguran mengancam).
2) Abortus incipiens (keguguran berlangsung).
3) Abortus incompletes (keguguran tidak lengkap).
4) Abortus komplit (keguguran lengkap).
5) Missed Abortion (keguguran tertunda) ialah keadaan dimana janin telah
mati sebelum minggu ke-22.
6) Abortus habitualis (keguguran berulang-ulang), ialah abortus yang telah
berulang dan berturut-turut terjadi: sekurangkurangnya 3 x berturut-
turut.
7) Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat
genetalia
8) abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh (Sarwono, 2014).
b. Abortus Provocatus (disengaja, digugurkan). Abortus ini dibagi menjadi 2
yaitu:
1) Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus.
2) Abortus Provocatus criminalis

2.4.3 Faktor penyebab abortus


a. Faktor Janin
Sering terjadi pada kehamilan pertama. Yang menjadi penyebabnya ialah
1) Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau
kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi)
2) Embrio dengan kelainan local
3) Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).
b. Faktor maternal
1) Infeksi
2) Penyakit vascular,misalnya hiprtensi vascular
3) Kelainan endokrin
4) Faktor imunologis
5) Trauma
6) Kelainan uterus
7) Faktor psikomotorik
c. Faktor Eksternal
1) Radiasi
2) Obt-obatan
3) Bahan-bahan kimia lainnya , seperti bahan yang mengandung asam
dan benzen.

2.4.4 Diagnosa Abortus


Diagnosa abortus harus di ambil berdasarkan anamnase dan hasil
pemeriksaan terhadap penderita untuk dapat membedakan abortus yang terjadi
berdasarkan gejala klinis.

2.4.5 Tatalaksana umum Klasifikasi Abortus dan Penanganannya:


Sebelum penanganan sesuai klasifikasinya, abortus memiliki penanganan
secara umum antara lain:
a. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekan darah, pernapasan, suhu).
b. Pemeriksaan tanda-tanda syok (akral dingin,pucat, takikardi, tekanan
sistolik
<90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok. Jika tidak
terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat
penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya
dapat memburuk dengan cepat.
c. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikut kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
1. Ampisilin 2 g lV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam.
2. Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
3. Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
d. Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
e. Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan kongseling kontrasepsi pasca keguguran.

2.5 Tinjauan Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil


a. Konsep Manajemen Kebidanan Helen Varney
Langkah I : Mengumpulkan Data Dasar
Data yang harus dikumpulkan pada ibu hamil, meliputi : biodata/ identitas
baik ibu maupun suami, data subjektif dan data objektif, yang terdiri atas pemeriksaan
fisik, pemeriksaan panggul dan pemeriksaan laboratorium/penunjang lainnya. Biodata
yang dikumpulkan dari ibu hamil dan suaminya, meliputi : nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat lengkap.

Langkah II : Menginterpretasikan/ Menganalisis Data


Pada langkah ini, data subjektif dan data objektif yang dikaji, dianalisis
menggunakan teori fisiologis dan teori patologis, sesuai dengan perkembangan
kehamilan berdasarkan usia kehamilan ibu pada saat diberi asuhan, termasuk teori
tentang kebutuhan fisik dan psikologis ibu hamil. Analisis dan interpretasi data
menghasilkan rumusan diagnosis kehamilan. Rumusan diagnosis kebidanan pada ibu
hamil disertai dengan dasar yang mencerminkan pemikiran rasional yang mendukung
munculnya diagnosis. (Mandriwati,2018)

Langkah III : Merumuskan Diagnosis atau Masalah Potensial


Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis
potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan
diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah
potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam
melakukan asuhan yang aman. (Surachmindari, 2013)

Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Segera


Diperlukan untuk melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain berdasarkan kondisi pasien. Langkah ini sebagai cerminan keseimbangan dari
proses manajemen kebidanan. (Muslihatun,2009) Bidan harus dapat membuat
keputusan untuk melakukan tindakan segera sesuai kewenangannya, baik tindakan
kolaborasi maupun rujukan. (Mandriwati,2018)

Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh


Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi yang sudah teridentfikasi
dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka
pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut, seperti apa yang diperkirakan akan
terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling dan apakah perlu
merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi,
kultural, atau masalah psikologis. (Sulistyawati,2013)
Rencana asuhan umum yang menyeluruh dan harus diberikan pada ibu hamil, antara
lain sebagai berikut :
a. Jelaskan kondisi kehamilan dan rencana asuhan yang akan dilaksanakan.
b. Diskusikan jadwal pemeriksaan dan hasil yang diharapkan.
c. Jelaskan pada ibu, bila diperlukan pemeriksaan khusus/ konsultasi ke disiplin ilmu
lain, bila perlu, ibu dapat dirujuk ke tenaga ahli/fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap.
d. Beritahukan beberapa hal / gejala klinis penting dalam kehamilan yang
menyebabkan ibu harus segera melakukan kunjungan ulang.
e. Beritahukan ibu tentang fasilitas kesehatan dan sistem yang ada untuk melakukan
rujukan.
f. Pastikan ibu mengerti informasi dan hasil pemeriksaan/diagnosis serta
penatalaksaannya.
g. Berikan kartu ibu, antarkan ibu keluar dan ucapkan salam.
(Muslihatun,2009)

Langkah VI : Penatalaksanaan
Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien dan
aman. Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini
dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim
lainnya. Walaupun bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab
untuk mengerahkan terlaksananya seluruh perencanaan. Dalam situasi dimana ia
harus berkolaborasi dengan dokter, misalnya karena pasien mengalami komplikasi,
bidan masih tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya, dan meningkatkan
mutu asuhan. (Sulistyawati, 2013)
Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ketujuh, ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan.
Hal yang dievaluasi meliputi apakah kebutuhan telah terpenuhi dan mengatasi
diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasi. Rencana tersebut dapat dianggap
efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya
Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP
Pendokumentasian dengan pendekatan metode SOAP merupakan kemajuan
informasi secara sistematis yang dapat mengorganisasi temua sehingga menjadi
kesimpulan yang dibuat sebagai rencana asuhan. Metode ini merupakan intisari dari
proses penatalaksanaan asuhan kebidanan berupa langkah-langkah yang dapat
membantu dalam mengorganisasi pikiran dalam memberikan asuhan yang
menyeluruh. (Mandriwati,2018)
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang
telah dan akan dilakukan pada seorang pasien, di dalamnya tersirat proses berfikir
bidan yang sistematis dalam menghadapi seorang pasien sesuai langkah-langkah
manajemen kebidanan. Dalam metode SOAP, S adalah data Subjektif, O adalah data
Objektif, A adalah Analisis atau analisa dan P adalah Penatalaksanaan. SOAP
merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan singkat. Prinsip dari
metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen
kebidanan (Muslihatun, 2009).

S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnase (langkah 1 Varney). (Surachmindari,2013)
Data Subjektif terdiri atas :
a. Biodata
Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara
keseluruhan yang terdiri dari data ibu dikumpulkan adalah:
1. Nama ibu dan suami
Untuk dapat mengenal atau memanggil nama ibu dan untuk mencegah
kekeliruan bila ada nama yang sama (Romauli, 2011)
2. Umur
Usia reproduksi sehat dan aman adalah antara 20-30 tahun. Usia muda juga
faktor kehamilan risiko tinggi untuk kemungkinan adanya komplikasi obstetri
seperti pre eklampsia , ketuban pecah dini, persalinan preterm, dan abortus.
(Vivian,2014)
3. Suku/Bangsa/Etnis/Keturunan
Untuk mengetahui kondisi sosial budaya ibu yang mempengaruhi perilaku
kesehatan (Romauli, 2011).
4. Agama
Informasi ini dapat menuntun diskusi tentang pentingnya agama dalam
kehidupan klien, tradisi keagamaan dalam kehamilan dan kelahiran (Walyani,
2015).
5. Pendidikan
Pendidikan kesehatan akan membuat pasien tahu hal-hal yang penting yang
perlu dan tidak perlu untuk pasien lakukan. (Sulistyawati,2013)
6. Pekerjaan
Untuk mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi agar nasehat kita sesuai.
Pekerjaan ibu perlu diketahui untuk mengetahui apakah ada pengaruh pada
kehamilan seperti bekerja di pabrik rokok, percetakan dan lain-lain (Romauli,
2011).
7. Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal ibu, mengantisipasi kemungkinan jika ada
klien dengan nama yang sama. Alamat juga diperlukan bila mengadakan
kunjungan pada klien (Romauli, 2011).
8. Telepon
Untuk memudahkan komunikasi.
b. Keluhan utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan (Sulistyawati, 2013)
c. Riwayat Kebidanan
1. Riwayat perkawinan
Meliputi umur saat menikah, lama pernikahan, status pernikahan.
(Kuswanti,2014)
1. Riwayat menstruasi
Anamnase haid diberikan kesan tentang faal alat reproduksi/ kandungan,
meliputi hal-hal berikut ini.
Umur menarche, frekuensi jarak/siklus jika normal, lamanya, jumlah darah
keluar, karakteristik darah (misalnya bergumpal), HPHT, lama dan jumlahnya
normal, dismenorea, perdarahan uterus disfungsional, misalnya spotting,
menoragia, dan lain-lain, penggunaan produk sanitari, sindrom syok
keracunan,sindrom premenstrual. (Hani,2014)
2. Riwayat kehamilan sekarang
Riwayat ANC, gerakan janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit, keluhan
utama, obat yang dikonsumsi termasuk jamu dan kekhawatiran ibu
(Muslihatun,2009)
3. Riwayat obstetri : Jumlah kehamilan (G) idealnya ≤ 4, anak yang lahir hidup
P ≤ 3 dengan riwayat persalinan aterm 37-40 minggu, tidak pernah mengalami
abortus/kegagalan kehamilan, persalinan dengan tindakan. Tidak ada riwayat
perdarahan atau hipertensi pada kehamilan, persalinan atau nifas yang lalu.
(Widatiningsi, 2017)
4. Riwayat keluarga berencana
Bidan mengkaji tentang alat kontrasepsi yang pernah dipakai dan lamanya,
kapan terakhir berhenti dan alasan berhenti. Keluhan/masalah selama
menggunakan alat kontrasepsi serta rencana KB setelah bersalin.
(Widatiningsih,2017)
6. Riwayat kesehatan/penyakit ibu dan keluarga
Riwayat kesehatan ibu seperti penyakit yang pernah diderita,penyakit yang
sedang diderita, apakah pernah dirawat seperti berapa lama dirawat dan
penyebab dirawat, riwayat kesehatan keluarga seperti penyakit menular,
penyakit keturunan/genetik (Walyani, 2015). Penyakit jantung, hipertensi,
Diabetes Melitus, Tuberculosis, ginjal, asma, epilepsi, hati, malaria, penyakit
kelamin, HIV/AIDS (Muslihatun, 2009).
7. Riwayat kecelakaan, operasi, alergi obat/makanan (Sulistyawati, 2013).
8. Imunisasi TT
Imunisasi selama kehamilan sangat penting dilakukan untuk mencegah
penyakit yang dapat menyebabkan kematian ibu dan janin. enis imunisasi yang
diberikan adalah tetanus toxoid (TT) yang dapat mencegah penyakit
tetanus.(Romauli,2011)
9. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Pola nutrisi seperti jenis makanan, porsi, frekuensi, pantangan dan alasan
pantangan, personal hygiene seperti frekuensi mandi, frekuensi gosok gigi,
frekuensi ganti pakaian, kebersihan vulva, pola aktivitas, pola eliminasi seperti
BAB jumlah frekuensi, warna dan masalah, BAK jumlah frekuensi, warna,
bau dan masalah (Walyani, 2015).
10. Riwayat psikososial
Respon suami dan keluarga terhadap kehamilan, respon ibu terhadap
kehamilan, respon ibu terhadap kehamilan, hubungan ibu dengan anggota
keluarga yang lain, adat istiadat yang dianut dan berhubungan dengan
kehamilan. (Kuswanti,2014)

O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan uji diagnosis lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan (langkah I Varney). (Surachmindari,2013)
Data objektif terdiri atas:
a. Pemeriksaan Umum
Data-data yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Keadaan Umum : Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil pengamatan kita laporkan dengan
kriteria sebagai berikut : baik (jika pasien memperlihatkan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain), lemah (jika pasien kurang atau tidak
memberikan respon terhadap lingkungan dan orang lain). (Sulistyawati,2013)
2. Kesadaran : Komposmentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
(Widatiningsih,2017)
3. Postur tubuh : Pada saat ini perhatikan pula bagiamana sikap tubuh, keadaan
punggung, dan cara berjalan. Apakah cenderung membungkuk, terdapat
lordosis, kiposis, scoliosis, atau berjalan pincang dan
sebagainya.(Romauli,2011)
4. Tinggi badan : Tujuan pengukuran tinggi badan untuk mengetahui tinggi
badan ibu sehingga dapat mendeteksi faktor risiko yaitu ibu hamil dengan
rongga panggul sempit. (Mandriawati,2018)
5. Berat badan : Secara perlahan berat badan ibu hamil akan mengalami
kenaikan antara 9-13 kg selama kehamilan atau sama dengan 0,5 kg per
minggu atau 2 kg dalam satu bulan (Hani,2014)
6. LILA (Lingkar Lengan Atas) : Standar minimal untuk ukuran Lingkar Lengan
Atas pada wanita dewasa atau usia reproduksi adalah 23,5 cm maka tergolong
risiko terhadap kurang energi kronis (KEK). (Widatiningsih,2017)
7. Tanda-tanda vital :
a. Tekanan darah : Tekanan darah ibu hamil tidak boleh mencapai 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik. Perubahan 30 mmHg sistolik dan 15
mmHg diastolik diatas tensi sebelum hamil, menandakan toxaemia
gravidarum (keracunan kehamilan). (Hani,2014)
b. Nadi : Dalam keadaan santai denyut nadi ibu sekitar 60-80 x/menit. Denyut
nadi 100 x/menit atau lebih dalam keadaan santai merupakan pertanda
buruk. Jika denyut nadi ibu 100 x/meniot atau lebih, mungkin ibu
mengalami salah satu atau lebih keluhan seperti etgang, ketakutan atau
cemas akibat masalah tertentu, perdarahan berat, anemia sakit/demam,
gangguan tyroid, gangguan jantung.(Romauli,2011)
c. Pernafasan : Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa yaitu 16-20
kali/ menit. Wanita hamil bernapas lebih cepat dan lebih dalam karena
memerlukan lebih banyak oksigen untuk janin dan untuk dirinya.
(Widatiningsih,2017)
d. Suhu tubuh : suhu tubuh yang normal adalah 36-37,5°C. Suhu tubuh lebih
dari 37,5°C perlu diwaspadai adanya infeksi. (Romauli, 2011)
b. Pemeriksaan Fisik (head to toe) terdiri dari:
1. Kepala : Meliputi bentuk kepala, rambut (warna, kebersihan rambut, romtok
atau tidak), muka (chloasma gravidarum, jerawat, sianosis), mata (sclera,
konjungtiva, gangguan penglihatan, kotoran atau secret), telinga (kebersihan,
ada secret atau tidak), hidung (kebersihan, pernafasan cuping hidung, polip),
mulut (karies gigi, kebersihan mulut dan lidah, kelembapan bibir, stomatistis,
perdarahan gusi). (Kuswanti,2014)
2. Leher : Meliputi pembesaran kelenjar tiroid, pembuluh limfe.
(Muslihatun,2009)
3. Dada : Normal, bentuk simetri.(Romauli,2011)
4. Payudara : Meliputi bentuk dan ukuran, hiperpigmentasi areola, keadaan
puting susu, kolostrum atau cairan lain, retraksi, massa dan pembesaran
kelenjar limfe. (Muslihatun,2009)
5. Ekstremitas atas : Meliputi bentuk, kebersihan tangan dan kuku, pucat
diujung jari, telapak tangan berkeringat. (Kuswanti,2014)
6. Abdomen : Meliputi bentuk pembesaran perut (perut membesar ke depan atau
ke samping, keadaan pusat, tampakkah gerakan anak atau kontraksi rahim),
adakah bekas operasi, linea nigra, striae abdomen, ukur TFU, hitung TBJ,
letak, presentasi, posisi, dan penurunan kepala janin, DJJ dan gerakan janin.
(Hani,2014)
a. Leopold I : TFU dapat diketahui dengan Teknik Mc.Donald, yaitu
mengukur jarak dari simfisis pubis hingga ke fundus uteri dengan
menggunakan alat ukur panjang yang elastis yaitu pita ukur, hal ini
biasana dilakukan saat usia kehamilan mencapai 22 minggu. Kepala
dideskripsikan sebagai teraba 1 bagian besar, bulat, keras, melenting.
Bokong dideskripsikan sebagai teraba 1 bagian besar yang lunak, kurang
bulat. (Widatiningsih,2017)
b. Leopold II : Normal teraba bagian panjang, keras seperti papan
(punggung) pada satu sisi uterus dan pada sisi lain teraba bagian kecil.
Tujuannya untuk mengetahui batas kiri/kanan pada uterus ibu, yaitu
punggung pada letak bujur dan kepala pada letak lintang. (Romauli,
2011)
c. Leopold III : Deskripsikan ciri-ciri bagian yang teraba diatas simfisis.
Jika teraba 1 bagian bulat, keras, melenting/mudah digerakkan, maka itu
adalah kepala. Mulai 36 minggu tentukan apakah sudah masuk PAP
yaitu jika teraba kepala maka digoyangkan, bila masih mudah
digoyangkan berarti kepala belum masuk panggul, namun jika tidak
dapat digoyangkan berarti kepala sudah masuk panggul.
(Widatiningsih,2017)
d. Leopold IV : Posisi tangan masih bisa bertemu, dan belum masuk PAP
(konvergen), posisi tangan tidak bertemu dan sudah masuk PAP
(divergen). Tujuannya untuk mengetahui seberapa jauh masuknya bagian
terbawah janin kedalam PAP. (Romauli, 2011)
7. Pemeriksaan panggul : indikasi pemeriksaan ukuran panggul adalah pada ibu
hamil yang diduga panggul sempit, yaitu : pada primigravida kepala belum
masuk panggul pada 4 minggu terakhir, pda multipara dengan riwayat
obstetri jelek, pada ibu hamil dengan kelainan letak pada 4 minggu terakhir
dan pada ibu hamil dengan kiposis, skoliosis, kaki pincang atau cebol.
Ukuran panggul dalam diukur dengan melakukan pemeriksaan pervaginam
atau Vaginal Tocher (VT).(Muslihatun,2009)
8. Genetalia luar : Lihat adanya lukak/luka, varises, cairan (warna, konsistensi,
jumlah, bau), dengan mengurut uretra dan skene : adakah cairan atau nanah,
kelenjar Bartholini adalah : pembengkakan, massa atau kista, dan cairan.
(Hani,2014)
9. Rektum : Meliputi kebersihan dan hemoroid. (Kuswanti,2014)
10. Ekstremitas bawah : Meliputi bentuk, varises, kebersihan kuku, dan refleks
patella. (Kuswanti,2014)
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan Hb, golongan darah, protein urin
(Albumin dan reduksi urine), HbsAg, TPHA, dan VCT.. (Kuswanti, 2014)
a. Pemeriksaan darah : Golongan darah (ABO dan Rhesus) diperlukan bila
ibu belum pernah. Ibu hamil dengan Rhesus negatif perlu mendapatkan
penanganan khusus untuk mencegah terjadinya Rhesusisoimunization
yang membahayakan janin. (Widatiningsih,2017)
b. Urine : Pemeriksaan yang dilakukan adalah reduksi urin dan kadar
albumin dalam urin sehingga diketahui apakah ibu menderita preeklamsi
atau tidak. (Romauli, 2011)
2. Pemeriksaan USG
3. Non Stress Test (NST). (Kuswanti, 2014)

A : Assesment/Analisis
Assesment/analisis adalah suatu kesimpulan yang diperoleh dan memerlukan
penyelesaian
DS : Ibu mengatakan hamil anak ke berapa, usia kehamilan berapa, HPHT
D0 : Merupakan hasil pemfis yang menunjang terbentuknya diagnosa
DX : G.....P.... UK dengan kehamilan normal.

P : Penatalaksanaan
Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien dan aman.
Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada
langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim lainnya. Walaupun
bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab untuk mengerahkan
terlaksananya seluruh perencanaan. Dalam situasi dimana ia harus berkolaborasi dengan
dokter, misalnya karena pasien mengalami komplikasi, bidan masih tetap bertanggung
jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama tersebut. Manajemen yang efisien
akan menyingkat waktu, biaya, dan meningkatkan mutu asuhan. (Sulistyawati, 2013)
Dx : G.....P......A….H….UK dengan kehamilan normal
- Tanggal
- Jam
- Penatalaksanaan
Meliputi penatalaksanaan sesuai perencanaan.
Tabel. Proses Manajemen Kebidanan
7 Langkah (Varney) SOAP Notes

Pengkajian Data Subjektif (Hasil Anamnesis)

Objektif (Pemeriksaan)

Interpretasi data dasar Analisis / Diagnosis

Mengidentifikasi diagnosis atau


masalah potensial

Mengidentifikasi dan Menetapkan


Kebutuhan yang Memerlukan
Penanganan segera

Perencanaan (Intervensi) Diagnosis/Lab


 Rujukan
 Pendidikan
Pelaksanaan (Implementasi)
Plan:
Konsul:
Evaluasi Uji/konseling
Follow Up
BAB IV

PEMBAHASAN

Pengkajian dilakukan dengan mencari dan menggali data maupun fakta baik yang
berasal dari pasien, keluarga, maupun kesehatan lainnya dan hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh bidan sendiri, pengumpulan data mencakup subjektif dan objektif (Nursalam,
2008). Pada data subjektif didapatkan keluhan utama yaitu sakit kepala yang tidak cepat
hilang, bengkak pada wajah dan ektremitas (Saifudin, 2002). Pada data objektif didapatkan
tekanan darah 120/80 – < 140/90 mmHg (Manuaba, 2007). Pada kasus ibu hamil Ny. S
dengan hipertensi data subjektif didapatkan keluhan utama yaitu ibu mengatakan nafsu
makan menurun dan sering kencing ,sedangkan pada data objektif didapatkan tekanan darah
pada posisi duduk 140/90 mmHg, miring kiri 140/ mmHg, terlentang 140/ mmHg. Pada
langkah ini penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan praktek yaitu data
subjektif atau keluhan ibu hipertensi tidak sesuai dengan teori yag ada. Interpretasi Data Pada
langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi
yang benar di atas data yang telah dikumpulkan yaitu dengan diagnosa kebidanan (Varney,
2004).

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan (Salmah, 2006). Masalah
adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian
yang menyertai diagnosa (Varney, 2007). Masalah yang terjadi pada ibu hamil dengan
hipertensi meliputi : pandangan mata kabur dan sering pusing (Saifuddin, 2002). Kebutuhan
adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan
masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data (Varney, 2007). Kebutuhan yang
diberikan pada ibu hamil dengan hipertensi adalah : diet tinggi protein, rendah garam dan
banyak istirahat (Saifuddin, 2002). Pada kasus ibu hamil dengan hipertensi didapatkan
diagnosa kebidanan Ny. S G1 P0 A2 Umur 36 tahun, hamil 18 minggu, janin tunggal, hidup,
intra uterine dengan hipertensi dengan masalah yaitu ibu merasa cemas dengan
kehamilannya, nafsu makan menurun dan sering kencing. Kebutuhan yang diberikan berupa
beri diet tinggi protein, rendah garam dan banyak istirahat serta beri konseling tentang
hipertensi dan pengaruhnya terhadap kehamilan. Pada langkah ini penulis menemukan
adanya kesenjangan antara teori dan kasus yaitu pada kasus ibu merasa cemas dan pemberian
konseling tentang hipertensi sedangkan pada teori tidak ada.

Langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa yang sudah diidentifikasi oleh
karena itu kita membutuhkan antisipasi pencegahan serta pengawasan pada ibu hamil dengan
hipertensi (Varney, 2007). Pada kasus ibu hamil dengan hipertensi diagnosa potensial yang
mungkin terjadi adalah pertumbuhan janin terhambat (IUGR), kematian janin, persalinan
premature dan solusio plasenta (Saifuddin, 2002). Pada kasus ibu Ny. S dengan hipertensi
diagnosa potensial tidak muncul karena adanya kecepatan dan kesigapan tenaga kesehatan
dalam menangani kasus yang sedang terjadi pada Ny. S. Pada langkah ini penulis tidak
menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus.

Penanganan segera pada kasus ini adalah melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
seperti dokter obsgyn untuk mencegah terjadinya komplikasi hipertensi lebih lanjut,
kolaborasi dengan dr. SpOG untuk mengetahui tentang pola makan dan jenis makanan yang
perlu dihindari pada ibu hamil dengan hipertensi, serta kolaborasi dengan laboratorium untuk
mendeteksi perkembangan penyakit hipertensi menjadi pre eklampsi dengan cara memeriksa
adanya protein urin dan pemeriksaan tekanan darah agar tidak menimbulkan bentuk kelainan
patologis (Saifuddin, 2002). Pada kasus ibu hamil Ny. S dengan hipertensi antisipasi yang
dilakukan yaitu kolaborasi dengan dr, SpOG serta kolaborasi dengan laboratorium dan
pemeriksaan tekanan darah agar tidak menimbulkan bentuk kelainan patologis. Pada langkah
ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.

Asuhan kebidanan yang direncanakan pada pasien dengan hipertensi menurut


Saifuddin (2002) dilakukan dengan : pantau tekanan darah, proteinurine, refleks patella dan
monitor DJJ, beri informasi yang jelas tentang keadaan pasien dan keadaan kehamilannya,
anjurkan untuk banyak istirahat, anjurkan diet makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat,
cukup vitamin, dan rendah lemak, anjurkan pasien untuk kunjungan pemeriksaan kehamilan
lebih sering yaitu 1 minggu sekali. Pada kasus ibu hamil Ny. S dengan hipertensi ini
perencanaan yang diberikan yaitu pantau KU dan vital sign, beri informasi yang jelas tentang
keadaan pasien dan kehamilannya, anjurkan untuk banyak istirahat, anjurkan diet makanan
tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak,

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Implementasi dilaksanakan oleh
semua bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya (Varney, 2007).
Pelaksanaan dikerjakan sesuai dengan rencana asuhan yang telah dibuat menurut Saifuddin
(2002), yaitu : memantau tekanan darah, proteinurine, reflek pada lutut dan monitor DJJ,
memberi informasi yang jelas tentang keadaan pasien dan keadaan kehamilannya,
menganjurkan untuk banyak istirahat yaitu dengan menghindari pekerjaan berat yang biasa
dikerjakan sebelum hamil, menganjurkan diet makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat,
cukup vitamin, dan rendah lemak, menganjurkan pasien untuk kunjungan pemeriksaan
kehamilan lebih sering yaitu 1 minggu sekali, mengajarkan ibu menilai gerakan janin setiap 1
jam, apakah gerakan janin teratur atau berkurang, sehingga dapat digunakan untuk menilai
keadaan janin. Pada kasus ibu hamil Ny. S pelaksanaan telah dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat.

Pada langkah ini keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan
kebutuhan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana
telah diidentifikasi di dalam diagnosa dan masalah (Varney, 2007). Evaluasi pada ibu hamil
dengan hipertensi menurut Saifuddin (2002) : bagaimana tanda-tanda vital terutama tekanan
darah terjadi penurunan atau tidak, adakah protein di dalam urine, bagaimana refleks patella
positif atau tidak, dan DJJ teratur atau tidak, apakah pasien sudah mengerti tentang informasi
yang telah dijelaskan, tentang keadaannya dan kehamilannya, bagaimana pola istirahat ibu,
apakah ibu sudah istirahat cukup dan menghindari pekerjaan berat yang biasa dikerjakan
sebelum hamil, bagaimana pola makanan dan asupan diit, apakah ibu bersedia diit makanan
tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak, apakah pasien bersedia
melakukan kunjungan ulang lebih sering yaitu 1 minggu sekali, apakah ibu sudah mengerti
cara menilai gerakan janin dan tujuannya.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan Asuhan Kebidanan Antenatal Care pada Ny S
dengan kehamilan normal, maka penulis memperoleh gambaran bahwa :
1. ANC sangatlah penting bagi ibu hamil, dengan melakukan ANC secara dini saat
diketahui adanya kehamilan maka secara dini pula kelainan-kelainan yang
terjadi dapat dideteksi.
2. Dalam memberikan asuhan kebidanan ANC harus secara komprehensif dan
sesuai standar sehingga diagnosa dapat ditentukan secara tepat.
3. Kehamilan normal sangat membutuhkan perawatan dan asuhan yang bermutu
sehingga dapat mencegah adanya komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas.
5.2 Saran
1. Bagi penulis.
Diharapkan mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam mempelajari kasus-kasus
pada saat praktik dalam bentuk manjamen SOAP dan alur berpikir varney serta
menerapkann asuhan sesuai standar pelayanan kebidanan yang telah ditetapkan sesuai
dengan kewenangan bidan yang telah diberikan kepada profesi bidan. Serta
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan
asuhan kebidanan secara komprehensif terhadap klien.
2. Bagi Klien.
Diharapkan klien memiliki motivasi atau semangat untuk selalu memeriksakan
keadaan kehamilannya secara teratur sehingga akan merasa lebih yakin dan nyaman
karena mendapatkan gambaran tentang pentingnya pengawasan pada saat hamil
dengan melakukan pemeriksaan rutin di pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bandiyah, (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika

Estiwidani, Dwiana.dkk. 2008. Konsep Kebidanan kedua.Yogyakarta


Manuaba, Ayu Ida C.H Bagus, Ida G.F.Manuaba, Ida Bagus Manuaba .2010.Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan, dan KB.Jakarta:EGC.2QA

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.

Propinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan. 2016. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Timur Tahun
2015. Surabaya.

Romauli, Suryati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 1. Yogyakarta: Nuha Medika.

Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai