Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT

ULKUS KORNEA

Oleh:

Ahmad Fikri Zaelani, S.Ked


19360044

Pembimbing

dr. Helmi Muchtar , Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN HUSADA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ab

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Montir

Alamat : Kedamaian

II. ANAMNESIS

Dilakukan pada tanggal 28 Januari 2020 melalui autoanamnesa

Keluhan utama :pasien datang dengan keluhan nyeri,

penglihatan kabur dan merasa ada yang

menganjal pada mata kanan .

Keluhan tambahan : nyeri mata di sertai penurunan penglihatan,

mata merah dan rasa tidak nyaman

Riwayat penyakit sekarang : ±4 minggu yang lalu mata kanan pasien

terkena percikan las, muncul sensasi seperti

menganjal. Sudah berobat di puskesmas

tetapi tidak ada perubahan.

Riwayat penyakit dahulu :-

Riwayat penyakit keluarga :-

Riwayat pengobatan : os berobat di puskesmas, tetapi os lupa jenis

obat yang di pakai


III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tekanan darah : 130/80

HR : 88x/menit

RR : 24x/menit

T : 36,7

B. Status Oftalmologi

Injeksi
Injeksi siliar conjungtiva

Defek epitel (+)

Jaringan nekrotik (+)

Gambaran mata sebelah kanan, menuggunakan Slit lamp


OD Pemeriksaan Mata OS

1/60 Visus 6/6

Hiperemis(-),edema(-) Palpebra superior Hiperemis(-),edema(-)

Hiperemis(-),edema(-) Palpebra inferior Hiperemis(-),edema(-)

Hiperemis (+),sekret (+) Konjungtiva fornices Hiperemis (-), sekret (-)

Injeksi (+) Konjungtiva bulbi Injeksi (-)

Putih Sklera Putih

Edema kornea (+),defek epitel Kornea jernih

(+), batas tegas,, jaringan

nekrotik (+)

Dangkal Camera oculi anterior Kedalaman cukup

Tidak terlihat Iris Normal

Tidak terlihat Pupil Bulat, central, regular

Tidak terlihat Lensa Jernih

IV. RESUME

Datang pasien seorang laki-laki 40 tahun dengan keluhan timbul sensasi

menganjal pada mata kanan yang dirasakan setelah percikan las 4 minggu yang lalu.

Keluhan semakin meluas disertai dengan adanya visus yang menurun disertai

adanya tanda-tanda inflamasi seperti eritem, hiperlakrimasi, nyeri, dan pengeluaran

air mata secara terus menerus.

V. DIAGNOSA BANDING

Ulkus kornea bakterialis OD

Keratitis

Pinguekula
VI. DIAGNOSA KERJA

Ulkus kornea bakterialis OD

VII. TATALAKSANA

Moxifloxacin HCL 5% 1 gtt /8 jam OD

Levofloxacin HCL 5 mg/ml 1 gtt/jam OD

Gatifloxacine 3mg /ml 1 gtt 2-4 jam OD

VIII. PROGNOSIS

OD OS
Quo ad Vitam Ad bonam Ad bonam
Quo ad Fungtionam Ad bonam Dubia ad malam
Quo ad Sanationam Ad bonam Dubia ad malam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kornea

2.1.1. Anatomi

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran

11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.

Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total

58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada

difusi glukosa dari aqueus humordan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air

mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus.

Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf

terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva

( AAO, 2008). Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm, diameter

horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm1.

Gambar 1. Anatomi mata


Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:

1. Lapisan epitel

 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.

 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan

menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel

basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal

didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat

pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.

 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.

Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.

 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membran Bowman

- Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma.

- Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Jaringan Stroma

 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu

dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur

sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya

kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang

sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang

merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga


keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan

embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai

tebal 40 µm.

5. Endotel

- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 2040 µm.

Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan

zonula okluden.

Gambar 2. Lapisan Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf

siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra
koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan

selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.

Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3

bulan.4

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour

aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar

dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,

avaskularitasnya dan deturgensinya.1

2.2 Ulkus Kornea

2.2.1 Definisi

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai

defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari

epitel sampai stroma.

2.2.2 Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,

dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel

dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi

di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea

segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya

kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang

hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.4


Kornea merupakan bagian mata yang avaskuler, sehingga apabila terjadi

infeksi maka proses infiltrasi dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam

kemudian. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam

stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan

dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi

perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma,

leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang

tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan

permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus

kornea.4

2.2.3 Etiologi1,3,4

a. Infeksi

 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies

Moraxella merupakan penyebab paling sering

 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium dan spesies mikosis fungoides.

 Infeksi virus

Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.

Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel

yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.

 Acanthamoeba
Infeksi kornea oleh acanthamoeba sering terjadi pada pengguna

lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri.

Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensakontak yang

terpapar air atau tanah yang tercemar.

b. Noninfeksi

 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

 Radiasi atau suhu

 Sindrom Sjorgen

 Defisiensi vitamin A

 Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topical,

immunosupresif)

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

 Pajanan (exposure)

 Neurotropik

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu

rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti:4

a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,

sumbatan saluran lakrimal)

b. Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena

trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka


c. Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis exposure

(pada lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin

A, keratitis neuroparalitik, keratitis superficialis virus

d. Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-Johnson,

sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)

e. Obat-obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi lokal

2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:1

1. Ulkus kornea sentral.

a. Ulkus kornea bakterialis

 Ulkus Streptokokus

Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea

(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram

dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan

menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh

streptokokus pneumonia.

Gambar 3. Ulkus bakterialis

 Ulkus Stafilokokus

Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai

infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati
secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma

dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali

indolen yaitu reaksi radangnya minimal.

 Ulkus Pseudomonas

Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.ulkus sentral ini

dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke

dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam.

Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang

dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini

seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang

banyak.

Gambar 4. Ulkus kornea pseudomonas

 Ulkus Pneumokokus

Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.Tepi ulkus

akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan

gambaran karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus terlihat dengan

infiltrasi sel yang penuhdan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran

ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di

daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu ditemukan hipopion
yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus

yangterlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.

b. Ulkus kornea fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa

minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada

permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak

kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu

pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran

di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Tukak

kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi

kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.Dapat terjadi

neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai

hipopion.

Gambar 5. Ulkus kornea fungi

c. Ulkus kornea virus

 Ulkus kornea Herpes Zoster

Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu. Gejala ini

timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata

ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,

kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat


dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes

simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor. Kornea

hipestesi tetapi dengan rasa sakit. Keadaan yang berat pada kornea

biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

 Ulkus kornea Herpes Simplex

Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi

tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi

siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan

epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.

terdapat hipertesi pada korneasecara lokal kemudian menyeluruh.

Terdapat pembesaran kelenjar preaurikuler. Bentuk dendrit herpes

simplex kecil, ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan

diujungnya

d. Ulkus kornea acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,

kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,

cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 6. Ulkus kornea acantamoeba

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus marginal
Ulkus yang terdapat terutama dibagian perifer kornea, yang biasanya terjadi

akibat alergi, toksik, infeksi, dan penyakit kolagen vascular.

b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

Ulkus menahun superficial yang dimulai dari tepi kornea berjalan progresif

tanpa kecenderungan perforasi ataupun hipopion.

2.2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:3

1. Gejala subjektif

 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

 Sekret mukopurulen

 Merasa ada benda asing di mata

 Pandangan kabur

 Mata berair

 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

 Silau

 Nyeri

Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat

pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

2. Gejala objektif

 Injeksi silier

 Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat

 Hipopion
2.2.6 Diagnosis1,4
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan oftalmologis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan

laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat

diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit

kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang

sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh

pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,

fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi

akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi

imunosupresi khusus.

Pada pemeriksaan oftakmologis didapatkan gejala obyektif berupa adanya

injeksi siliar,kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea disertai

adanya jaringan nekrotik. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan

hipopion.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti

ketajaman penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil, pewarnaan

kornea dengan zat fluoresensi, dan scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan

gram, giemsa atau KOH).

Karena gambaran klinis tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis

etiologik secara spesifik, diperlukan pemeriksaan mikrobiologik, sebelum

diberikan pengobatan empirik dengan antibiotika.

Pengambilan specimen harus dari tempat ulkusnya, dengan membersihkan

jaringan nekrotik terlebih dahulu; dilakukan secara aseptic menggunakan spatula

Kimura, lidi kapas steril, kertas saring atau calcium alginate swab. Pemakaian
media penyubur BHI (Brain Heart Infusion Broth) akan memberikan hasil positif

yang lebih baik daripada penanaman langsung pada medium isolasi. Medium yang

digunakan adalah medium pelat agar darah, media coklat, medium Sabaraud’s

untuk jamur dan thioglycolat. Selain itu dibuat preparat untuk pengecatan gram.

Hasil pewarnaan gram dapat memberikan informasi morfologik tentang kuman

penyebab yaitu termasuk kuman gram (+) atau Gram (-) dan dapat digunakan

sebagai dasar pemilihan antibiotika awal sebagai pengobatan empirik.

Di laboratorium, kuman akan diisolasi dan diidentifikasi lebih lanjut serta

dilakukan pemeriksaan tes kepekaan terhadap antibiotika.

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

 Kebutaan parsial atau komplit

 Prolaps iris

 Sikatrik kornea

 Katarak

 Glaukoma sekunder

2.2.8 Penatalaksanaan3

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh

spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan

pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang

mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi

peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak

dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
Tujuan pengobatan ulkus kornea secara umum adalah untuk mencegah

berkembangnya bakteri dan mengurangi reaksi radang, dengan cara:

1. Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Erosi

kornea yang sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.

2. Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum

luas dapat diberikan sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjungtiva.

3. Pemberian sikloplegika

Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena masa kerjanya

lama, hingga 1-2 minggu. Efek kerja atropin adalah sebagai berikut :

 Sedatif, menghilangkan rasa sakit

 Dekongestif, menurunkan tanda radang

 Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan

lumpuhnya m.siliaris mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga

mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya m.konstriktor pupil,

terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah terjadi dapat

dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru.

4. Bedah

Tindakan bedah meliputi

 Keratektomi superficial tanpa membuat perlukaan pada membran

Bowman

 Tissue adhesive atau graft amnion multilayer

 Flap konjungtiva

 Patch graft dengan flap konjungtiva


 Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak

berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu

penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam

penglihatan, dengan kriteria kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas

penderita

2.2.9 Pencegahan

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi

kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil

pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat

buruk bagi mata.

• Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

• Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup

sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah

• Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat

lensa tersebut
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D G, Asbury T, Riordan P. Oftalmologi umum. 14th Ed. Alih


bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika. 2000: 220
2. Winarto, Sutedja SS, Suhardjo, Gondowiardjo TD. Penanganan Ulkus
Kornea Secara Optimal. Semarang: PERDAMI Jawa Tengah, 2001.
3. Ilyas S. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Jakarta: Balai penerbit FK
UI. 1997
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia.2002. Ulkus Kornea dalam :
Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi
ke2. Penerbit Sagung Seto Jakarta.
5. PERDAMI, Panduan Menejemen Klinis PERDAMI, Jakarta : PP
PERDAMI. 2006

Anda mungkin juga menyukai