Anda di halaman 1dari 13

PERSPEKTIF NEGARA HUKUM INDONESIA BERDASARKAN

PANCASILA

Disusun Oleh:
Nama : FAJRI AMELI PUTRA
NIM : B2A019032

UNIVERSITAS BENGKULU
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul
“Perspektif Negara Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila” dapat diselesaikan. Atas
bimbingan, motivasi, dukungan, dan doa yang telah diberikan, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya
makalah bisa terselesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran maupun kritik yang membangun untuk penyempurnaan isi dan penyajian
dimasa yang akan datang. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi yang berarti,
baik informasi maupun wawasan kepada semua pembaca. Akhirnya hanya kepada Allah Yang
Maha Kuasa penulis memohon semoga semua keikhlasan yang telah diberikan akan dibalas-Nya.
Amin.

Bengkulu, Oktober 2019

Penulis.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
2.1. Pengertian Pancasila .................................................................................................. 3
2.2. Pancasila Sebagai Sumber Hukum ............................................................................ 4
2.3. Perspektif Negara Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila .................................... 6

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 9


Kesimpulan ......................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat
Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum dengan
cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila, merupakan suatu upaya untuk
meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia, dengan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan perkembangan globalisasi yang modern. Pasal 1
ayat (3) UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan:” Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Negara hukum yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 adalah negara
yang menegakkan supremasi hukum untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan, dimana di
dalamnya tidak ada kekuasaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Negara Hukum
Indonesia diilhami oleh ide dasar rechtsstaat dan rule of law. Oleh karena itu maka Negara Hukum
Indonesia memiliki elemen yang terkandung dalam konsep rechtsstaat maupun dalam konsep rule
of law (Jimly, 2011).
Pembangunan hukum sebagai salah satu katalisator pembangunan yang bersumber pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasa Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
pelaksanaannya prinsip negara hukum Pancasila dijabarkan dalam bentuk: (1) jaminan
perlindungan hak-hak asasi manusia; (2) kekuasaan kehakiman atau peradilan yang merdeka; dan
(3) legalitas hukum dalam segala bentuknya (setiap tindakan negara/pemerintah dan masyarakat
harus berdasar atas dan melalui hukum). Di samping itu terdapat juga elemen budaya hukum yakni
konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik (sehingga harus dianuti) dan apa yang buruk
(sehingga harus dihindari). Budaya hukum ini perlu dibangun selaras dengan nilai-nilai yang
dikandung Pancasila sehingga dapat kokoh menopang implementasi prinsip-prinsip negara
hukum.
Berdasarkan itulah, Indonesia telah merumuskan sebuah fondasi tatanan nilai-nilai yang
akan diberlakukan. Tatanan nilai-nilai ini harus menjadi ideologi dan pedoman dalam
pembentukan hukum dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Usaha menuju hal
itu telah dibuktikan oleh pendiri bangsa dan negara (founding fathers) Indonesia, ketika
menemukan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Diharapkan Pancasila dapat menjadi

1
pembeda dengan ideologi negara lain, dan sekaligus sebagai dasar dan pedoman negara dalam
melaksanakan sistem pemerintahan Indonesia. Berdasarakan uraian diatas akan dibahas Perspektif
Negara Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah adalah Bagaimana Perspektif
Negara Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian adalaha:
a. Mengetahui pemahaman tentang Pancasila sebagai sumber hukum.
b. Mengetahui Perspektif Negara Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pancasila


Pertama kalinya Soekarno memperkenalkan dasar negara Indonesia yang disebut Pancasila
yaitu pada Sidang Pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) 1
Juni 1945. Soekarno menyebutnya sebagai filosofishe gronslag atau pandangan hidup bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila memiliki dua kepentingan yaitu:
a. Pancasila diharapkan senantiasa menjadi pedoman dan petunjuk dalam menjalani keseharian
hidup manusia Indonesia baik dalam berkeluarga, bermasyarakat maupun berbangsa.
b. Pancasila diharapkan sebagai dasar negara sehingga suatu kewajiban bahwa dalam segala
tatanan kenegaraan entah itu dalam hukum, politik, ekonomi maupun sosial masyarakat harus
berdasarkan dan bertujuan pada Pancasila.
Apabila dicermati, Pancasila sebenarnya bukanlah hasil konstruksi baru pemikiran Soekarno
melainkan kenyataan hidup masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah lama berTuhan, beradad,
berkekeluargaan, bermusyawarah untuk mufakat dan berkeadilan. Untuk itu, tidak mengherankan
jika Soekarno menegaskan Ia bukanlah penemu Pancasila tetapi hanyalah sebagai salah satu
penggali Pancasila.
Dasar negara yang dinamakan Pancasila oleh Soekarno tersebut secara aklamasi diterima
oleh para anggota BPUPK waktu itu yang kemudian disempurnakan secara bersama-sama agar
lebih sistematis. Untuk itu, sebelum sidang pertama berakhir dibentuklah panitia kecil untuk
merumuskan dasar negara berdasarkan pidato yang diucapkan Bung Karno pada 1 Juni 1945 serta
berdasarkan pandangan-pandangan yang disampaikan oleh para anggota BPUPK. Di tengah
rangkaian proses merumuskan dasar negara itu, rupanya Soekarno berinisiatif untuk membentuk
panitia kecil lagi untuk mempercepat dirumuskannya dasar negara. Panitia kecil bentukan
Soekarno beranggotakan sembilan orang yang kemudian dikenal dengan sebutan Panitia
Sembilan. Panitia Sembilan menghasilkan rancangan Pembukaan yang kemudian dikenal dengan
sebutan Piagam Jakarta. Walaupun Pancasila yang dikemukakan Soekarno tersebut sudah
mendapat persetujuan mutlak oleh para founding fathers, bahkan kemudian dikaji secara sistematis
oleh panitia khusus, akan tetapi secara konstitusionalitas rumusan Pancasila yang hingga saat ini
dikenal ditetapkan baru pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI. Menariknya, pada waktu ditetapkan,

3
pada Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 mengalami perubahan pada rumusan sila pertama
Pancasila yaitu dengan mencoret bagian kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. 6 Dengan demikian, sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagaimana dalam rumusan kelima menurut pidato Soekarno. Di dalam perkembangannya,
bangsa Indonesia menyadari begitu maha pentingnya Pancasila, oleh sebab itu kedudukan
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebagai dasar negara, sebagai falsafah
bangsa dan negara Indonesia, sebagai ideologi negara dan sebagai rechtsidee atau cita hukum
dalam keberadaan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum (Fais, 2018).

2.2. Pancasila Sebagai Sumber Hukum


Sumber hukum pada hakikatnya adalah tempat kita dapat menemukan dan menggali
hukumnya. Sumber hukum menurut Zevenbergen dapat dibagi menjadi sumber hukum materiil
dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil merupakan tempat dari mana materi hukum itu
diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum
misalnya: hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan
keagamaan, kesusilaan), perkembangan internasional, keadaan geografis. Sumber hukum formil
merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. (Sudikno,
2010). Apabila dikaitkan dengan dua jenis sumber hukum di atas, maka Pancasila termasuk sumber
hukum yang bersifat materiil sedangkan yang bersifat formil seperti peraturan perundang-
undangan, perjanjian antarnegara, yurisprudensi dan kebiasaan.
Pancasila sebagai sumber hukum materiil ditentukan oleh muatan atau bobot materi yang
terkandung dalam Pancasila. Setidaknya terdapat tiga kualitas materi Pancasila yaitu: pertama,
muatan Pancasila merupakan muatan filosofis bangsa Indonesia. Kedua, muatan Pancasila sebagai
identitas hukum nasional. Ketiga, Pancasila tidak menentukan perintah, larangan dan sanksi
melainkan hanya menentukan asas-asas fundamental bagi pembentukan hukum (metajuris). Ketiga
kualitas materi inilah yang menentukan Pancasila sebagai sumber hukum materiil sebagaimana
telah dijelaskan Sudikno Mertokusumo di atas. Adanya sumber hukum sebagai tempat untuk
menggali dan menemukan hukum dalam suatu masyarakat dan negara, mengakibatkan hukum
memiliki tatanan tersendiri.
Pancasila sebagai norma dasar berada pada puncak piramida norma. Dengan demikian,
Pancasila kemudian menjadi sumber tertib hukum atau yang lebih dikenal sebagai sumber dari

4
segala sumber hukum. Hal demikian, telah dikukuhkan oleh memorandum DPR-GR yang
kemudian diberi landasan yuridis melalui Ketetapan MPR No. XX/MPRS/1966 jo Ketetapan MPR
No. V/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978. Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum dimaksudkan sebagai sumber dari tertib hukum negara Indonesia.
Menurut Roeslan Saleh, fungsi Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum mangandung
arti bahwa Pancasila berkedudukan sebagai:
a. Ideologi hukum Indonesia
b. Kumpulan nilai-nilai yang harus berada di belakang keseluruhan hukum Indonesia
c. Asas-asas yang harus diikuti sebagai petunjuk dalam mengadakan pilihan hukum di Indonesia,
d. Sebagai suatu pernyataan dari nilai kejiwaan dan keinginan bangsa Indonesia, juga dalam
hukumnya.
Keberadaan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum kemudian kembali
dipertegas dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 1 TAP MPR itu memuat tiga ayat:
a. Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-
undangan
b. Sumber hukum terdiri dari sumber hukum tertulis dan hukum tidak tertulis
c. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana tertulis dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Pengaturan TAP MPR di atas lebih memperjelas maksud dari istilah sumber hukum dalam
sistem hukum di Indonesia bahwa yang menjadi sumber hukum (tempat untuk menemukan dan
menggali hukum) adalah sumber yang tertulis dan tidak tertulis. Selain itu, menjadikan Pancasila
sebagai rujukan utama dari pembuatan segala macam peraturan perundang-undangan. Supremasi
Pancasila dalam sistem hukum kembali ditemukan dalam UU No 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Pada Pasal 2 UU ini disebutkan “Pancasila
merupakan sumber segala sumber hukum negara”. UU tersebut kemudian diganti dengan UU No.
12 Tahun 2011 yang mengatur tentang hal yang serupa. Pada Pasal 2 UU ini tetap menegaskan hal
yang sama sebagaimana dalam UU NO. 10 Tahun 2004 bahwa Pancasila merupakan sumber

5
segala sumber hukum negara. Dengan demikian, keberadaan Pancasila kembali menjadi supreme
norm dalam sistem hukum negara Indonesia sehingga Pancasila sebagai suatu pandangan hidup,
kesadaran dan cita-cita hukum maupun cita-cita moral bangsa terlegitimasi secara yuridis (Indah,
2017).
Dengan uraian penjelasan ini, maka tidak dapat diragukan lagi bahwa fungsi Pancasila harus
dijadikan dasar dan haluan dalam menyusun segala kebijkan di Indonesia, baik dalam bidang
ekonomi, politik, dan pembangunan sumber daya manusia. Serta tentu juga Pancasila harus
difungsikan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Artinya dalam pembentukan segala aturan
hukum yang kelak akan diberlakukan sebagai hukum positif, harus mencerminkan nilai-nilai atau
kelima sila yang terkandung dalam Pancasila yang secara subtantif ada dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 (Fadli, 2017).

2.3. Perspektif Negara Hukum Indonesia Berdasarkan Pancasila


Istilah negara hukum di Indonesia sering disebut dengan rechtstaats atau the rule of law.
Konsep negara hukum (rechtstaats) di Indonesia harus sesuai dengan nilai-nilai yang tercermin
dalam Pancasila. Pemahaman utuh terhadap konsep Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila
dapat dilihat dari proses dan latar belakang lahirnya rumusan Pembukaan UUD 1945 yang
merupakan pernyataan kehendak lahirnya negara Indonesia, serta sebagai dasar filosofis dan
tujuan negara. Terinspirasi dari konsep negara hukum barat dalam hal ini rechtstaat, maka UUD
1945 menghendaki elemen-elemen rechtstaat maupun rule of law menjadi bagian dari prinsip-
prinsip Negara Hukum Indonesia Negara hukum itu bukan suatu jenis dan watak negara yang
datang dengan sendirinya. Realisasi negara hukum harus diperjuangkan, sebab walaupun
ditetapkan dengan peraturan negara, bahwa harus diakui supremasi yang mutlak dari hukum, aspek
materil dan formil-organisatoris, aspek imperatif atau normatif dan segi operatif, semua ini tidak
menjamin perwujudan negara hukum jika tidak didukung oleh jiwa negara hukum dari pejabat
hukum serta pemerintah dan warga negara serta rakyat.
Unsur-unsur negara hukum Indonesia merupakan nilai yang dipetik dari seluruh proses
lahirnya negara Indonesia, dasar falsafah serta cita hukum negara Indonesia. Oleh sebab itu,
kedudukan Pembukaan UUD 1945 yang juga memuat rumusan Pancasila, menjadi sumber hukum
tertinggi bagi negara hukum Indonesia. Pembukaan UUD 1945 merupakan nilai abstraksi tertinggi
dan nilai yang terkandung dalam pembukaan merupakan kaedah penuntun penyusunan pasal-pasal

6
dalam UUD 1945 agar tidak menyimpang dari nilai-nilai yang menjadi dasar falsafah dan cita
negara. Pemegang kekuasaan negara dalam menjalankan kekuasaannya tentu harus berpedoman
pada nilai-nilai yang menjadi dasar falsafah dan cita negara Indonesia, yang sekaligus merupakan
moral ketatanegaraan.
Susunan Pancasila adalah hirarkis dan mempunyai bentuk piramidal, dan kalau dilihat dari
inti isinya, maka urutan-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam dan luas
isinya. Setiap sila yang di belakang sila lainnya merupakan pengkhususan dari sila yang di
depannya, dan jika urutan masing-masing sila dianggap mempunyai maksud demikian, maka di
antara lima sila ada hubungan yang mengikat satu kepada yang lain, sehingga Pancasila merupakan
satu kesatuan yang bulat. Dalam susunan hirarkis dan piramidal ini, maka Ketuhanan Yang Maha
Esa menjadi basis dari kemanusiaan (perikemanusian), persatuan Indonesia (kebangsaan),
kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah yang berkemanusiaan, berpersatuan (berkebangsaan), berkerakyatan dan
berkeadilan sosial, demikian seterusnya.
Yudi Latif mengemukakan bahwa sebagai basis moralitas dan haluan kebangsaan-
kenegaraan, Pancasila memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat.
Setiap sila memiliki justifikasi historisitas, rasionalitas, dan aktualitasnya, yang jika dipahami,
dihayati, dipercayai dan diamalkan secara konsisten dapat menopang pencapaian-pencapaian
agung peradaban bangsa. Pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan, Pancasila
dapat dilukiskan sebagai berikut:
a. Nilai-nilai ketuhanan (religiositas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat
vertikal-transendental) dianggap penting sebagai fundamen etik kehidupan bernegara.
Indonesia bukanlah negara sekuler yang ekstrem, yang memisahkan “agama” dan “negara”
dan berpretensi untuk menyudutkan peran agama ke ruang privat/komunitas. Negara menurut
alam Pancasila diharapkan dapat melindungi dan mengembangkan kehidupan beragama,
sementara agama diharapkan dapat memainkan peran publik yang berkaitan dengan penguatan
etika sosial, tetapi saat sama, Indonesia juga bukan “negara agama”, yang hanya
merepesentasikan salah satu (unsur) agama dan memungkinkan agama untuk mendikte negara.
b. Nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-
sifat sosial manusia (yang bersifat horizontal) dianggap penting sebagai fundamen etika-politik
kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan yang luas yang mengarah

7
pada persaudaraan dunia itu dikembangkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi.
Keluar, bangsa Indonesia menggunakan segenap daya dan khazanah yang dimilikinya untuk
secara bebas-aktif “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Ke dalam, bangsa Indonesia dan memuliakan hak-hak
dasar warga dan penduduk negeri. Landasan etik sebagai prasyarat persaudaraan universal ini
adalah “adil” dan “beradab”.
c. Aktualisasi nilai-nilai etis kemanusiaan itu terlebih dahulu harus mengakar kuat dalam
lingkungan pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang
lebih jauh. Dalam internalisasi nilai-nilai persaudaraan kemanusiaan ini, Indonesia adalah
negara persatuan kebangsaan yang mengatasi paham golongan dan perseorangan. Persatuan
dari kebhinekaan masyarakat Indonesia dikelola berdasarkan konsepsi kebangsaan yang
mengekspresikan persatuan dalam keragaman, dan keragaman dalam persatuan, yang dalam
slogan negara dinyatakan dengan ungkapan “bhineka tunggal ika”.
d. Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam
aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat permusyawaratan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam visi demokrasi permusyawaratan, demokrasi
memperoleh kesejatiannya dalam penguatan daulat rakyat, ketika kebebasan politik
berkelindan dengan kesetaraan ekonomi, yang menghidupkan semangat persaudaraan dalam
kerangka “musyawarah-mufakat”. Dalam prinsip musyawarah-mufakat, keputusan tidak
didikte oleh golongan mayoritas (mayorokrasi) atau kekuatan minoritas elite politik dan
pengusaha (minorokrasi), melainkan dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan yang memuliakan
daya-daya nasionalitas deliberatif dan kearifan setiap warga tanpa pandang bulu.
e. Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan, serta demokrasi
permusyawaratan itu memperoleh kepenuhan artinya sejauh dapat mewujudkan keadilan
sosial.
Didasarkan pada asas bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara,
maka setiap aturan hukum positif yang berlaku di Indonesia, haruslah mencerminkan nilai-nilai
luhur dan murni yang terkandung dalam masing-masing Sila Pancasila dan tentunya dituntun oleh
Sila Ketuhanan. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum identik dengan pokok-pokok
pikiran di Pembukaan UUD 1945.

8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pancasila sebagai norma dasar berada pada puncak piramida norma, Pancasila menjadi
sumber tertib hukum atau yang lebih dikenal sebagai sumber dari segala sumber hukum. Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum dimaksudkan sebagai sumber dari tertib hukum negara
Indonesia. Pancasila harus dijadikan dasar dan haluan dalam menyusun segala kebijkan di
Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, politik, dan pembangunan sumber daya manusia. Unsur-
unsur negara hukum Indonesia merupakan nilai yang dipetik dari seluruh proses lahirnya negara
Indonesia, dasar falsafah serta cita hukum negara Indonesia. Oleh sebab itu, kedudukan
Pembukaan UUD 1945 yang juga memuat rumusan Pancasila, menjadi sumber hukum tertinggi
bagi negara hukum Indonesia. Pembukaan UUD 1945 merupakan nilai abstraksi tertinggi dan nilai
yang terkandung dalam pembukaan merupakan kaedah penuntun penyusunan pasal-pasal dalam
UUD 1945 agar tidak menyimpang dari nilai-nilai yang menjadi dasar falsafah dan cita negara.
Pemegang kekuasaan negara dalam menjalankan kekuasaannya tentu harus berpedoman pada
nilai-nilai yang menjadi dasar falsafah dan cita negara Indonesia, yang sekaligus merupakan moral
ketatanegaraan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, Disampaikan dalam Forum Dialog
Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM Rl pada tanggal 22-24
Nopember 2011 di Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Edisi Revisi, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2010,
h.107

Fadli Andi Natsif. 2017. Pancasila Dalam Perspektif Hukum Konstitusi Indonesia. Universitas
Islam Negeri (UIN) Makassar. Jurisprudentie | Volume 4 Nomor 2 Desember 2017.

Fais Yonas Bo’a. 2018. Pancasila sebagai Sumber Hukum dalam Sistem Hukum Nasional.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Indah Yuni K. 2017. Pancasila Sebagai Dasar Negara, Kronologi Pancasila, Pengesahan Pancasila
Dan Perkembangan Pancasila. Universitas Negeri Semarang.

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2011.

10

Anda mungkin juga menyukai