Anda di halaman 1dari 6

7.1.1.

Klasifikasi kemampuan lahan

Klasifikasi kemampuan lahan (land capability classification) merupakan suatu proses


penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam
beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari. Penggunaan lahan (landuse) diartikan sebagai setiap bentuk
intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik materiil ataupun spirituil. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam 2
kelompok besar, yaitu penggunaan lahan untuk pertanian dan penggunaan untuk non pertanian.
Kegunaan evaluasi lahan (kemampuan dan kesesuaian lahan) merupakan salah satu
komponen penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (landuse planning) (FAO,
2007). Hasil evaluasi lahan memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas
kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan
dapat dipergunakan secara lestari sesuai dengan hambatan atau ancaman yang ada. Evaluasi
lahan didasarkan atas seseri kualitas dan karakteristik lahan yang dianggap dapat mencerminkan
perwatakan lahan ketika dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Sifat-sifat lahan (land characteristics) adalah atribut atau keadaan unsur-unsur lahan
yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah,
jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya.
Sifat-sifat lahan belum menunjukkan bagaimana kemungkinan penampilan lahan jika
dipergunakan untuk suatu penggunaan, jadi belum dapat menentukan klas kemampuan lahan.
Akan tetapi sifat-sifat lahan menentukan atau mempengaruhi perilaku lahan, yaitu bagaimana
ketersediaan air, peredaran udara, perkembangan akar, kepekaan erosi, ketersediaan unsur hara
dan sebagainya. Perilaku lahan yang menentukan pertumbuhan tanaman disebut kualitas lahan.
Berbagai karakteristik lahan yang dipertimbangkan sebagai dasar klasifikasi kemampuan
lahan antara lain: kecuraman lereng, kepekataan erosi tanah (K), kerusakan erosi, kedalaman
tanah efektif, tekstur tanah, permeabilitas, drainase, batu-batuan dan kerikil, singkapan batuan,
ancaman bajir atau genangan, salinitas, dan lainnya. Berbagai klasifikasi karakteristik lahan
dapat dilihat pada Tabel 7.1 hingga Tabel 7.6.

Lereng diukur melalui analisis peta RBI skala 1 : 25.000 dan dilakukan pengecekan di
lapangan, kemudian diklasifikasikan pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1. Klasifikasi satuan-satuan sudut lereng
Klas Satuan relief/topografi Lereng (%)
A Datar 0–3
B Landai atau berombak 3–8
C Agak miring atau bergelombang 8 – 15
D Miring agak berbukit 15 – 30
E Agak curam 30 – 45
F Curam 45 – 65
G Sangat Curam > 65
Erodibilitas tanah diukur di lab berdasarkan analisis contoh tanah untuk tekstur,
permeabilitas, kadar bahan organik, dan pengamatan klas struktur tanah. Besar nilai K
ditentukan dengan menggunakan Nomograf erodibilitas menurut Wischmeier and Smith
(1978). Tabel 7.2 menyajikan klasifikasi erodibiltas tanah dan Tabel 7.3 menyajikan
klasifikasi erosi yang telah terjadi.

Table 7.2. Klasifikasi erodibilitas tanah


Harkat Nilai K Klas
1 0,00 – 0,10 Sangat rendah
2 0,11 – 0,20 Rendah
3 0,21 – 0,32 Sedang
4 0,33 – 0,40 Agak tinggi
5 0,41 – 0,55 Tinggi
6 0,56 – 0,64 Sangat tinggi

Tabel 7.3. Tingkatan erosi yang telah terjadi


Klas Intensitas Lapisan tanah yang hilang (%)
E0 Tanpa -
E1 Ringan Kurang dari 20 % lapisan atas
E2 Sedang 25 – 75 % lapisan atas, terjadi alur
E3 Agak berat Lebih dari 75 %5 lapisan ataas dan kurang dari 25 %
lapisan bawah terjadi alur dan mulai terjadi parit
E4 Berat Lebih dari 25 % lapisan bawah terjadi alur dan parit
E5 Sangat berat Erosi parit yang dalam

Kedalaman tanah diukur di lapangan dengan menggunakan alat bor tanah dan atau
pengukuran pada profil tanah. Jika kedalaman tanah kurang dari 2 m, maka kedalaman tanah
diukur hingga lapisan yang dapat menganggu pertumbuhan akar tanaman. Lapisan yang
dapat mengganggu pertumbuhan akar tanaman antara lain adalah: padas, lapisan tanah yang
bersifat meracun, batuan dasar dan air tanah. Kedalaman tanah diklasifikasikan menurut
kriteria yang tersaji pada Tabel 7.4.
Tabel 7.4. Klasifikasi kedalaman tanah
Klas Intensitas Kedalaman (cm)
k0 Dalam > 90
k1 Sedang 900 – 50
k2 Dangkal 50 – 25
k3 Sangat dangkal < 25
Tekstur tanah diukur di laboratorium untuk mendapatkan ketelitian yang lebih akurat
dibanding dengan pengukuran lapangan yang semata-mata berbasis pada subyektifitas
surveyor. Penilaian tekstur dilakukan untuk lapisan atas tanah (0 – 30 cm) dan lapisan bawah
(30 – 60 cm) dan kemudian dikelompokkan sebagai berikut:
t1: tanah bertekstur halus,meliputi tekstur lempung berpasir, lempung berdebu dan
lempung;
:
t2 tanah bertekstur agak halus, meliputi tekstur lempung berpasir, geluh berlempung dan
geluh lempung berdebu;
t3: tanah bertekstur sedang, meliputi geluh, geluh berdebu dan debu
t4: tanah bertekstur agak kasar, meliputi tekstur geluh berpasir, geluh berpasir halus dan
geluh berpasir sangat halus;
t5: tanah bertekstur kasar, meliputi tekstur pasir bergeluh dan pasir.

Permeabilitas tanah diukur di lapangan dengan menggunakan ring infiltrometer.


Permeabilitas tanah juga dapat diukur di laboratorium berbasis pada contoh tanah tidak
terusik di dalam ring permeabilitas. Pengukuran permeabilitas tanah di laboratorium
dilakukan untuk tanah lapisan atas dan lapisan bawah, selanjutnya diklasifikasikan menurut
Tabel 7.5.

Tabel 7.5. Klasifikasi permeabilitas tanah


Klas Deskripsi Kecepatan (cm/jam)
P1 Sangat lambat < 0,5
P2 Lambat 0,5 – 2,0
P3 Lambat sampai sedang 2,0 – 6,25
P4 Sedang 6,25 – 12,5
P5 Sedang sampai cepat >12,5
Drainase tanah diukur dan diamati berdasarkan pengamatan di lapangan kemudian
diklasifikasikan sebagai berikut:
d0 = berlebihan (exessivily drained), air segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air
yang ditahan oleh tanah sehingga tanah akan segera akan mengalami kekurangan air.
d1 = baik, tanah mempunyai peredaran udara yang baik. Seluruh profil tanah dari atas
sampai bawah (150 cm) berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-
bercak kuning, coklat atau kelabu.
d2 = agak baik, tanah mempunyai peredaran yang baik di daerah perakaran. Tidak
terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan lapisan bawah
(sampai 60 cm dari permukaan tanah).
d3 = agak buruk, lapisan tanah atas mempunyai peredaran udara baik, tidak terdapat
bercak-bercak berwana kuning, kelabu atau coklat. Bercak-bercak terdapat pada
seluruh lapisan bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah)
d4 = buruk, bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan ) terdapat warna atau bercak-
bercak kelabu, coklat dan kekuningan.
d5 = sangat buruk, seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu atau
terdapat bercak-bercak berwarna kelabu dan lapisan bawah berwarna kelabu dan
terdapat bercak kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah
dalam waktu yang lama sehingga menghambat pertumbuhan tanaman

Bahan kasar diukur di lapangan secara kualitatif menggunakan persentase luas tutupan bahan
kasar. Bahan kasar di permukaan dibedakan menjadi beberapa hal, sebagai berikut:
Kerikil, adalah bahan kasar yang berdiameter lebih besar dari 0,2 cm dan kurang dari 7,5 cm
jika berbentuk bulat dan sampai 15 cm jika berbentuk pipih. Data ini dikelompokkan
menjadi:
b0 = tidak ada atau sedikit; 0 – 15 % volume tanah
b1 = sedang, 15 – 50 % volume tanah
b2 = banyak, 50 – 90 % volume tanah
b3 = sangat banyak, lebih 90 volume tanah
Batu kecil, adalah bahan kasar yang berdiameter 7,5 – 25 cm jika berbentuk bulat dan 15 –
45 cm jika berbentuk pipih. Data ini dikelompokkan menjadi:
b0 = tidak ada atau sedikit; 0 – 15 % volume tanah.
b1 = sedang; 15 – 20 % volume tanah; pengolahan tanah sangat sulit dan pertumbuhan
tanaman terganggu.
b2 = banyak; 50 – 90 % volume tanah; pengolahan tanah sangat sulit dan pertumbuhan
tanaman terganggu.
b3 = sangat banyak; lebih 90 volume tanah; pengolahan tanah tidak mungkin dilakukan
dan pertumbuhan tanaman sangat terganggu.
Batu lepas, adalah batu yang terbesar di atas permukaan tanah dan berdiameter lebih dari 25
cm jika bulat dan 40 cm jika pipih. Data ini dikelompokkan sebagai berikut:
b0 = tidak ada; kurang dari 0,01 % luas areal.
b1 = sedikit; 0,01 – 3 % permukaan tanah tertutup; pengolahan dengan mesin agak
terganggu dan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.
b2 = sedang; 3 – 15 % permukaan tanah tertutup pengolahan tanah mulai agak sulit.
b3 = banyak; 15 – 20 % permukaan tanah tertutup; pengolahan dan penanaman menjadi
sangat sulit.
b4 = sangat banyak; lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup; sama sekali tidak dapat
digunakan untuk produksi pertanian.
Batuan tersingkap, penyebaran batuan tersingkap dapat dikelompokkan sebagai berikut:
b0 = tidak ada atau kurang dari 2 % luas permukaan tanah.
b1 = sedikit; 2 – 20 % dari permukaan tanah; pengolahan tanah dan penanaman agak
terganggu.
b2 = sedang; 10 – 50 % permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dan tanaman
terganggu.
b3 = banyak; 50 – 90 % permukaan tanah tertutup; pengolahan dan penanaman sangat
terganggu.
b4 = sangat banyak, lebih dari 90 % permukaan tanah sama sekali tidak dapat digarap.
Ancaman banjir/genangan. Data ancaman banjir didapatkan dari instansi terkait dan
keterangan penduduk dan dikelompokkan sebagai berikut:
O0 = tidak pernah; dalam periode satu tahun tidak pernah tertutup banjir untuk waktu
lebih dari 24 jam
O1 = kadang-kadang; banjir yang menutup tanah lebih dari 24 jam terjadi tidak teratur
dalam periode kurang dari satu bulan.
O2 = selama satu bulan dalam setahun tanah secara teratur tertutup banjir untuk jangka
waktu lebih dari 24 jam.
O3 = selama waktu 2 sampai 5 bulan dalam setahun secara teratur selalu dilanda banjir
yang lamanya lebih dari 24 jam
O4 = selama waktu enam bulan atau lebih tanah selalu dilanda banjir secara teratur yang
lamanya lebih dari 24 jam
Data salinitas tanah secara praktis didapatkan dari pengukuran daya hantar listrik
(DHL) atas sample tanah yang diambil dari lapangan dan kemudian diklasifikasikan menurut
Tabel 7.6.

Tabel 7.6. Klasifikasi salinitas tanah menurut nilai DHL


Kandungan garam DHL tanah (EC x 103
Klas Deskripsi
(%) mmhos/cm) pada t 25C
g0 Bebas 0,0 – 0,15 0–4
g1 Terpengaruh Sedikit 0,15 – 0,35 4–8
g2 Terpengaruh Sedang 0,35 – 0,65 8 – 15
g3 Terpengaruh Hebat > 0,65 > 15

Klasifikasi Kemampuan Lahan dilakukan dengan metode matching (mencocokkan) antara


karakteristik lahan yang terukur dengan Tabel 7.7 yang memuat kriteria klasifikasi.
Tabel 7.7. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
Faktor Penghambat Klas Kemampuan Lahan
atau Pembatas I II III IV V VI VII VIII
1. Sudut Lereng A B C D (*) E F G
2. Kepekaan erosi KE1, KE3 KE4, KE6 (*) (*) (*) (*)
KE2 KE5
3. Tingkat erosi e0 e1 e2 e3 (**) e4 e5 (*)
4. Kedalaman tanah k0 k1 k2 k2 (*) k3 (*) (*)
5. Tekstur tanah atas t1, t2, t1, t1, t2, t1, t2, (*) t1, t2, t1, t2, t5
t3 t2, t3 t3, t4 t3, t4 t3, t4 t3, t4
6. Tekstur tanah bawah sda sda Sda sda (*) sda sda sda
7. Permeabilitas tanah P2, P3 P2, P2, P3, P2, P3, P1 (*) (*) P5
P3 P4 P4
8. Drainase d1 d2 d3 d4 D5 (**) (**) d0
9. Kerikil/batuan b0 b0 b1 b2 B3 (*) (*) b4
10. Ancaman banjir o0 o1 o2 o3 O4 (**) (**) (*)
11. Garam/salinitas g0 g1 g2 g3 (**) g3 (*) (*)
Sumber: Arsyad, 2000

7.1.2. Deskripsi kemampuan lahan


Klas I. Lahan-lahan yang termasuk klas ini mempunyai solum dalam, tekstur halus,
drainase baik, lereng datar - hampir datar, kesuburan alami tinggi atau mempunyai ciri-ciri yang
mendorong tanaman bereaksi positif terhadap pemupukan. Lahan-lahan ini sesuai untuk pertanian,
tanpa atau sedikit hambatan yang membatasi daya gunanya, hanya memerlukan pengolahan tanah yang
biasa untuk meningkatkan produktifitasnya. Ini meliputi penggunaan pupuk, pengembalian
sebagian sisa tanaman dan pupuk hijau atau pupuk kandang. Rotasi tanaman perlu dilakukan.
Klas II. Lahan-lahan dalam klas ini mempunyai beberapa hambatan yang mempersempit
pilihan tanaman atau memerlukan tindakan pengawetan tanah dengan intensitas sedang.
Penggunaan lahan dalam klas ini mungkin dibatasi oleh satu atau dua faktor seperti (a) lereng
berombak, (b) bahaya erosi sedang, (c) kedalaman tanah sedang-agak dangkal, (d) drainase
sedang. Pengolahan yang perlu dilakukan untuk tanah ini meliputi pembuatan teras, penanaman
secara menjalur (strip cropping), pengolahan Lahan secara kontur (contour plowing), dan
rotasi/pergiliran tanaman.
Klas III. Lahan-lahan yang termasuk klas kemampuan III mempunyai hambatan yang hebat
yang menurunkan pilihan tanaman atau memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus.
Terbatasnya pemakaian lahan dalam klas III disebabkan karena (a) lereng yang curam, (b) bahaya
erosi yang besar, (c) permeabilitas tanah sangat lambat, (d) kedalaman tanah yang dangkal dan
daerah perakaran terbatas, (e) kapasitas retensi air rendah, (f) kesuburan rendah, (g) sifat alkali
salinitas sedang, dan (h) struktur tanah tidak mantap.
Klas IV. Lahan-lahan dalam klas ini dapat ditanami, tetapi pilihan tanaman yang dapat
ditanam sangat terbatas. Pengolahan lahan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Pilihan tanaman
yang sebaiknya diusahakan lebih teerbatas dibandingkan dengan klas III.
Faktor-faktor yang paling menghambat pada Lahan ini dapat satu atau lebih yaitu: (a)
lereng curam, (b) kepekaan terhadap erosi besar, (c) telah terjadi erosi berat, (d) solum tanah dangkal,
(e) kapasitas menahan air rendah, (f) drainase buruk, (g) sifat alkali dan salinitas yang tinggi.
Klas V. Lahan-lahan dalam klas V hingga VIII biasannya tidak cocok untuk tanaman
semusim. Pemakaian yang umum dari lahan termasuk klas V sangat dibatasi oleh faktor-faktor
penghambat lain selain bahaya erosi. Contoh hambatan tersebut adalah: (a) sering mengalami
banjir, (b) masa tumbuh terlalu singkat dibanding periodisasi banjir, (c) tanah berbatu, (d)
merupakan daerah secara relief cekung sehingga air menggenang sulit untuk diatuskan.
Klas VI. Lahan-lahan dalam klas ini sangat terbatas pemakaiannya, hanya cocok untuk
padang rumput dan hutan. Pembatasannya sama seperti untuk klas V, tetapi lebih ketat,
memerlukan usaha-usaha pencegahan erosi yang lebih berat.
Klas VII. Lahan-lahan dalam klas ini sangat terbatas sekali pemakaiannya, yaitu daerah
penggembalaan, hutan atau cagar alam. Pembatasan fisik sama seperti klas VI, lereng sangat curam
antara 26-60 %, erosi berat, memerlukan usaha pengawetan tanah lebih berat.
Klas VIII. Lahan-lahan yang termasuk klas ini tidak boleh dipakai untuk produksi tanaman
secara komersial. Penggunaannya terbatas pada hutan lindung, hutan rekreasi dan cagar alam, suplai
air dan tujuan keindahan. Contoh lahan klas VIII adalah pantai berpasir, daerah perbukitan lereng
curam tanah sangat tipis bahkan sebagian besar luas daerah merupakan singkapan batuan (out crop).

Anda mungkin juga menyukai