Anda di halaman 1dari 16

TUGAS AGAMA ISLAM

“PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN”

Nama : Desy Tri Oktavia (173210086)


Kelas : Teknik Perminyakan 17’C
Dosen Pengampu : Dr.M. Yusuf Ahmad.,MA

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERMINYAKAN


UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2018
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini kita telah seringkali mendengar ungkapan Ghazwah Al-Fikr


(Pertarungan Pemikiran), antara pemikiran Islam dengan pemikiran barat.Dari
ungkapan ini seolah-olah tergambar adanya dua pemikairan yang berbeda dan
berhadapan satu dengan yang lainnya. Pemikiran barat disatu pihak dan pemikiran
Islam dipihak yang lain.

Berkaitan dengan hal ini maka dapat dimpulakan bahwa kepemimpinan


merupakan hal yang sangat fundamental dalam menjalankan roda
pemerintahan.Dan kepemimpinan itupun tidak bisa terlepaskan dengan pemimpin
itu sendiri karena keduanya merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan.Munculnya Ghazwah Al-Fikr dalam kepemimpinan dunia saat ini
disebabkan ketidak adanya singkronisasi antara konsep kepemimpinan umat Islam
dengan realisasi penerapan kepemimpinan pada saat ini.

B. RUANG LINGKUP PERMASALAHAN

Didalam makalah ini penulis memberikan batasan-batasan yang berkenaan


dengan isi dari makalah ini. Hal ini penulis lakukan karena untuk memudahkan
dalam mengidentifikasi dan mengspesifikasi hal-hal yang berkenaan dengan
kepemimpinan yang sesuai dengan perspektif Islam, adapun hal-hal yang lain
penulis paparkan itu merupakan pelengkap dari isi makalah ini sehingga dapat
dengan mudah untuk dipahami dan dicermati apa maksud dari pada makalah ini.
C. RUMUSAN MASALAH
Menyikapi hal-hal yang terurai dalam latar belakang dan ruang lingkup
permasalahan tersebut, maka penulis dapat merumuskan isi dari makalah ini
diantaranya;

1. Apakah kepemimpinan itu dan apa fungsinya?


2. Bagaimanakah konsep Kepemimpinan menurut Islam?
3. Apa saja syarat seorang pemimpin menurut Islam?
4. Sebutkanlah prinsip kepemimpinan dalam islam?
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan

Dalam Islam pemimpin disebut dengan Khalifah. Khalifah (Ar.: Khaliifah


adalah wakil, pengganti atau duta). Sedangkan secara itilah Khaliifah adalah
orang yang bertugas menegakkan syariat Allah SWT , memimpin kaum muslimin
untuk menyempurnakan penyebaran syariat Islam dan memberlakukan kepada
seluruh kaum muslimin secara wajib, sebagai pengganti kepemimpinan
Rasulullah SAW .
Dari pengertian diatas jelas bahwa pemimpin menurut pandangan Islam
tidak hanya menjalankan roda pemerintahan begitu saja namun seorang pemimpin
harus mewajibkan kepada rakyatnya untuk melaksanakan apa saja yang terdapat
dalam syariat Islam walaupun bukan beragama Islam. Serta mempengaruhi
rakyatnya untuk selalu mengikuti apa yang menjadi arahan dari seorang
pemempin.
Sedangkan kepemempinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku
orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
perilaku seseorang, sehingga apa yang menjadi ajakan dan seruan pemimpin dapat
dilaksanakan orang lain guna mencapai tujuan yang menjadi kesepakan antara
pemimpin dengan rakyatnya

2.2 Fungsi Kepemimpinan


Kepemimpinan sebagai salah satu menejeman, merupakan hal sangat
penting untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Dalam kehidupaan organisasi,
fungsi fungsi kepemimpinan adalah bagian dari pada tugas utama yang harus
dilaksakan, tetapi untuk merumuskan apa yang dimaksud fungsi kepemimpinan,
maka kita harus mengetahui apa yang menjadi fungsi dari pada pemempin itu
sendiri. Adapun fungsi pemimpin diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Membangkitkan loyalitas dan kepercayaan bawahan
b. Mengkomunikasikan gagasan atau ide kepada orang lain
c. Mempengaruhi serta menggerakkan orang lain untuk dapat mengikuti apa
yang menjadi keputusan baik dari keputusan dari pemimpin maupun
keputusan bersama
d. Menciptakan perubahan secara efektif

2.3 Ciri-ciri Kepemimpinan

Adapun ciri-ciri yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam suatu


kepemimpinan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. moral adalah keadaan jiwa perseorangan yang dipengaruhi oleh keadaan
disekitarnya, seperti; teman-temannya, komandannya, dan lain sebagainya.
Hal ini sangat penting karena sikap yang baik akan berkembang seperti
moral yang tinggi ini merupakan jiwa yang tinggi yang mampu
memberikan suatu kepercayaan dan keadaan yang menyenangkan dan
membuat kita mampu menghadapi kesulitan dan ancaman dari luar.
b. Esprit De Corps adalah loyalitas kepada kebanggan akan semangat
kesatuan yang diperlihatkan kepada anggota-anggotanya. Hal ini
menyangkut pengabdian dan rasa tanggungjawab bagi seorang pemimpin.
c. Disiplin adalah sikap atau kelompok yang menjamin adanya kepatuhan
terhadap perintah-perintah dan berinisiatif untuk untuk melakukan
tindakan yang tegas.
d. Kecakapan adalah kemampuan fisik, taktik, dan teknis seseorang untuk
melaksanakan tugas atau visi
2.4. Prinsip kepemimpinan menurut Islam

Islam dalam mengatur sistem negara hanya mengenal “kedaulatan Tuhan”


sebagai kedaulatan tertinggi dalam negara. Ketentuan ini tertuang dalam firman-
Nya yang berbunyi :
Artinya: “Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Mulk: 1)
Tetapi yang harus diingat dalam hal ini adalah bahwa pengertian
“Kedaulatan Tuhan dalam sistem negara Islam” tidaklah sama dengan teori
Theokrasi yang dikenal dunia sekuler. Walaupun teori itu mengatakan bahwa raja
yang memerintah itu adalah berkat karunia Tuhan, tetapi bagaimana
mempergunakan kekuasaan yang katanya diterima dari Tuhan, tidak ada
penjelasan selanjutnya. Dengan kata lain tidak ada ketentuan-ketentuan yang bisa
dipedomani dalam mengatur kekuasaan raja itu, yang berasal dari karunia Tuhan.
Beda halnya dengan pengertian “Kedaulatan Tuhan” menurut Islam. Kekuasaan
yang diberikan pada para penguasa itu ditentukan cara penggunaannya dan
dibatasi dengan peraturan-peraturan yang diberikan Tuhan jelas dan gamblang.
Bahkan dalam penerapannya harus mengikuti pola yang pernah dilakukan oleh
Rasul-Nya yaitu Muhammad SAW, sebagaimana firmannya yang berbunyi
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk
ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya
dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun
memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS, An Nisa: 64)
Sementara prisip adanya pembagian kekuasaan didalam suatu negara
antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, seperti yang diajukan oleh Montesquieu
sebenarnya telah juga dimiliki oleh sistem negara Islam, hanya dengan nama lain
dengan cara kerja yang lain pula. Pembagian kekuasaan dalam negara Islam
terbagi atas; Pertama, Khalifah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, Kedua,
Majelis Syuro’ sebagai pemegang kekuasaan legeslatif dan Ketiga, Qadhi sebagai
pemegang kekuasaan yudikatif. Dari ketiga sistem ini merupakan prinsip yang
dianut oleh sistem Ulil Amri dan dalam praktek ketatanegaraan yang telah
dilaksanakan secara utuh oleh pemerintahan Umar Bin Khatab.
Dalam sistem Ulil Amri, pemegang kekuasaan eksekutif disebut Khalifah,
istilah ini berasal dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dintaranya.
A. Q.S. Al- Baqarah ayat 30
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
B. Q.S. Shad ayat 36
Artinya: “Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin
jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.”
Dari kedua ayat diatas menjelaskan bahwa Khalifah mempunyai pengertian
“wakil Tuhan di bumi”, yakni Nabi Adam AS dan anak cucunya didalam
memimpin muka bumi ini hingga hari Kiamat.
a. QS. Al An’am ayat 165
Artinya: “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
b. QS. Al Fathir ayat 39
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.
Barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri.dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah
kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.”
Dari kedua aya diatas arti khalifah mengandung arti bahwa umat Islam
sebagai penguasa di muka bumi. Adapun hadits yang menerangkan tentang
khalifah yaitu HR. Abu Dawud tentang kahlifah kenabian, tentang sunnah
khalifah-khalifah, HR. Muslim tentang dibai’at dua orang khalifah dan HR,
Bukhari Muslim tentang khalifah-khalifah sesudah Nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan hadist diatas maka para ulama dan
cendikiawan muslim merumuskan pengertian khalifah dintaranya
a. Khalifah adalah pemimpin mengenai agama dan dunia.
b. Khalifah, Imam dan Imarah adalah tiga pernyataan yang satu pengertianya
yaitu pemerintahan keagamaan dan keduniaan.
Adapun prinsip yang paling utama bagi seorang pemimpin menurut Islam
adalah sebagaiman yang diungkapkan dalam Firman-Nya:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At tahrim: 6)
Jelaslah bahwa seorang pemimpin tidak hanya memikirkan untuk dirinya
sendiri melainkan bertanggungjawab kepada seluruh umat manusia yang dibawah
naungannya. Karena sifat pemimpin itu harus memiliki tiga prinsip yaitu Ayu,
Ayem, Ayom
2.5 Syarat-syarat Pemimpin dan Kepemimpinan Menurut Islam

Khalifah sebagai kepala negara dalam sistem negara Islam tidak identik
dengan presiden dalam sistem negara sekuler. Perbedaan itu banyak antara lain
kriteria pencalonan khalifah. Adapun kriterianya calon khalifah diantaranya
adalah sebagai berikut;
1. Tidak mempunyai ambisi untuk menjadi khalifah. Sikap ini bisa dilihat
dari cara kampanye yang dilakukannya, baik langsung atau tidak. Calaon
yang mempunyai ambisi untuk menjadi khalifah, menurut Ibnu Taimiyyah
gugur haknya untuk dipilih.Dan menurut Maudadi haram untuk
dipilih.Kesimpulan ini bersumber dari HR. Bukhari dan Muslim tentang
seseorang yang meminta jabatan kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Muslim yang beraqidah murni dan bebas dari syirik.
3. Taat beribadah.
4. Berakhlak mulia dan hidup sederhana.
5. Istiqomah dalam pendirian.
6. Mempunyai pengorbanan yang penuh untuk kepentingan Islam.
7. Mempunyai ilmu yang luas, khususnya tentang syari’at Islam.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan syar’i dan praktek ketatanegaraan zaman


khulafa al-Rasyidin, maka calon khalifah itu harus dipilih oleh rakyat atau wakil-
wakil dari rakyat, hal ini sama halnya dengan yang diungkapkan Al-Farabi.
Untuk lebih terperinci tentang pemilihan Khalifah,maka kita lihat susunan
sebagai berikut:
1. Pemilihan Khalifah harus dilakukan oleh wakil-wakil rakyat, yang
berkumpul dalam satu wadah yang disebut majelils Syura’.
2. Calon khalifah dapat diajukan oleh seorang tokoh masyrakat atau oleh
segolongan masyarakat. Jumlah calon bisa seorang atau lebih, asalkan ia
sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
3. Pemilihan khalifah harus dilaksanakan secara bebas, jujur, terbuka dan
tanpa tekanan dari siapapun.
4. Calon khalifah terpilih dengan suara terbanyak, harus dibai’at didepan
umum dengan mengambil tempat yang paling mungkin dapat menampung
orang banyak, dan sebaiknya dimasjid.
5. Dalam upacara bai’at ini, apabila masih ada wakil rakyat yang masih
merasa keberatan akan calon khalifah terpilih, boleh menyatakan
pendapatnyabahwa ia tidak turut membai’at.

Selanjutnya khalifah sebagai pimpinan eksekutif boleh memilih pembantunya


untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankanya.Sebab tugas
dan kewajiban seorang khalifah sedemikian luas, sehingga mungkin dapat
dilaksanakan dengan baik tanpa ada yang pembantunya. Karenanya memilih para
pembantu khalifah, syari’at Islam telah menentukan beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi yaitu:
1. Mempunyai keahlian dan kecakapan dalam jabatan yang akan
dipegangnya
2. Jujur dan amanah didalam menjalankan tugas-tugasnya.

Sedangkan mengenai wewenang dan kewajiban khalifah, al-Mawardi dan


Ibnu Taimiyyah merinci sebagai berikut:
1. Menjaga kepentingan agama.
2. Melaksanakan keadilan.
3. Menjaga keselamatan negara dan kesejahteraan hidup rakyat
4. Menjalankan hukum sebagaimana telah ditentukan Allah SWT dan Rasul-
Nya
5. Menghormati hak-hak rakyat
6. Menjalankan jihad terhadap musuh-musuh agama dan negara
7. Membagikan harta rampasan perang dengan saksama
8. Melakukan kebajikan dengan bersedekah
9. Menjalankan Administrasi keuangan dengan baik
10. Memberi perhatian kepaa masalah-masalah pemerintah yang berhubungan
dengan kebajikan agama dan umum.
2.6 Prinsip-prinsip dasar dalam memilih pemimpin
Walaupun dalam Islam tidak dijelaskan bagaimana sistem atau tata cara
memilih pemimpin, apakah model demokrasi melalui pemilu seperti di Indonesia
atau yang lainnya, namun prinsip-prinsip dasar siapa yang boleh diangkat atau
dipilih sebagai pemimpin banyak ditemui dalam Al-Qur’an maupun hadits-hadits
Nabi, antara lain:

1. Tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai
pemimpin bagi orang-orang muslim karena bagaimanapun akan
mempengaruhi kualitas keberagamaan rakyat yang dipimpinya, sebagaimana
firman Allah dalam QS. Surat An-Nisaa: 144 :
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, jangan-lah kamu mengambil orang-
orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang
mukmin.Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk
menyiksamu)? (QS. An-Nisa: 144).
2. Tidak mengangkat pemimpin dari orang-orang yang mempermainkan agama
Islam, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 57 :
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, jangan-lah kamu mengambil jadi
pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan
permainan, (yaitu) diantara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu,
dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik).Dan bertakwalah kepada
Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Maidah:
57).
3. Jangan memilih pemimpin berdasarkan kekerabatan ataupun pertemanan
dengan mengorbankan faktor agama dan keimanan. Allah berfirman:
Artinya:“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak
dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan
kekafiran atas keimanan dan siapa diantara kamu yang menjadikan mereka
wali, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. At-Taubah: 33)
Dalam hal ini Rasulullah SAW juga bersabda:“Barang siapa yang
menempatkan seseorang karena hubungan kerabat, sedangkan masih ada
orang yang lebih Allah ridhoi, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati
Allah, Rasul-Nya dan orang mukmin”. (HR. Al Hakim)
Umar bin Khatab berkata:”Siapa yang menempatkan seseorang pada jabatan
tertentu, karena rasa cinta atau karena hubungan kekerabatan, dia
melakukannya hanya atas pertim-bangan itu, maka sesungguhnya dia telah
mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin”.
4. Pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya. Pemberian tugas atau
wewenang kepada yang tidak berkompeten akan mengakibatkan rusaknya
pekerjaan bahkan organisasi yang menaunginya. Sebagaimana Sabda
Rasulullah SAW.“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan
ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan juga perhatikan hadits di bawah ini:
Artinya:“Dari Abu Dzar dia berkata, saya bertanya (kepada Rasulullah
SAW): Wahai Rasulullah kenapa engkau tidak memberikan suatu jabatan?
Rasulullah menjawab sambil memukulkan tangan-nya di pahaku: Wahai Abu
Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Sesungguhnya jabatan itu
amanat.Di hari kiamat jabatan itu bisa mendatangkan kesedihan dan penye-
salan, kecuali bagi orang yang menunaikannya dengan baik dan
melaksanakan apa yang menjadi kewajiban atas dirinya”. (HR. Bukhari).
5. Pemimpin harus bisa diterima (accep-table), mencintai dan dicintai umatnya,
mendoakan dan didoakan oleh umatnya. Sebagaimana Sabda Rasulullah
SAW.“Sebaik-baik pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai
kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu.Seburuk-
buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci
kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR. Muslim)
6. Pemimpin harus mengutamakan, mem-bela dan mendahulukan kepentingan
umat, menegakkan keadilan, melaksa-nakan syari’at, berjuang menghilangkan
segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah, sebagaimana
Firman Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisa’: 58
:Artinya:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di-antara manusia supaya kamu menetap-kan dengan
adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu.Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. An-Nisa: 58)
Dan juga Allah berfirman dalam Surat An-Nahl: 90:
Artinya:Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl: 90)
7. Pilih pemimpin yang aspiratif, mau memperhatikan keluhan masyarakat,
bersikap lemah lembut dan gemar bermusyawarah. Allah berfirman dalam QS.
Ali Imran: 159 :
Artinya:Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka.Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka men-jauhkan diri dari sekelilingmu.Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah am-pun bagi mereka, dan bermusyawarah-lah dengan mereka
dalam urusan itu.Kemudian apabila kamu telah membu-latkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawak-kal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159)
8. Pemimpin harus memiliki bayangan sifat-sifat Allah SWT yang terkumpul
dalam Asmaul Husna dan sifat-sifat wajib Rasul yang 4
yaitu sidiq (jujur), amanah (bisa dipercaya), fathanah (cerdas)
dan tabligh (bisa menyam-paikan gagasan dan mampu membawa umatnya ke
arah perbaikan dan kemajuan).
9. Mampu menjadi teladan untuk umat, sebagaimana Rasulullah yang menjadi
figur teladan bagi umatnya juga. Allah SWT berfirman:
Artinya:“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang meng-harap (rahmat) Allah dan
(kebahagiaan) pada Hari Akhir, serta banyak mengingat Allah”. (QS. Al-
Ahzab: 21)
10. Pemimpin berat resikonya
Menjadi pemimpin, walaupun memiliki kedudukan yang mulia, namun berat
resikonya.Maka janganlah meminta jabatan, tetapi kalau dipilih terimalah.
Perhatikan hadits berikut ini:
Artinya:Dari Abdurahman bin Samrah, dia berkata: Nabi SAW bersabda:
Wahai Abdurrahman, janganlah kamu minta jabatan, sesung-guhnya jika
kamu dapat jabatan karena minta, maka akan menanggung banyak beban,
tetapi kalau kamu mendapat ja-batan tanpa minta-minta maka kamu akan
memperoleh pertolongan. (HR. Bukhari)
Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam suatu hadits:
Artinya:“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Sungguh kamu
sekalian sangat berhasrat menjadi pejabat, padahal itu akan menjadi
penyesalan di hari qiyamat”.(HR. Bukhari)
11. Jika tidak ada kandidat yang memenuhi standar
Bagaimana jika tidak ada kandidat yang memenuhi standar yang sudah
ditetapkan? Atau bahkan bagaimana bila ada kekhawatiran tugas jabatan itu
akan jatuh pada orang yang tidak amanah dan akan lebih banyak
membawa madlorotbagi umat Islam? Dalam kasus seperti ini, tentu tidak ada
salahnya bila yang memiliki keahlian berusaha untuk meraihnya. Dengan
catatan: (1) harus niat ikhlas semata-mata mencari ridlo Allah SWT, (2)
amanah dan akan tetap istiqomah, (3) memiliki keunggulan dari pada kom-
petitor lainnya dan (4) ada kekhawatiran terjadinya bencana jika dibiarkan
jabatan itu diserahkan kepada orang lain. Simak kisah Nabi Yusuf yang
meminta untuk diangkat sebagai bendahara negeri Mesir.
Allah berfirman: “(Yusuf berkata): Jadikan-lah aku bendahara negeri
(Mesir), karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga
(amanat) dan berpenge-tahuan”. (QS. Yusuf: 55)
BAB 3 KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

Khalifah secara bahasa berasal dari bahasa arab dari kata Khaliifah yang
memiliki arti wakil, pengganti atau duta. Dengan demikian arti Khaliifah secra
istilah adalah orang yang bertugas menegakkan syariat Allah SWT , memimpin
kaum muslimin untuk menyempurnakan penyebaran syariat Islam dan
memberlakukan kepada seluruh kaum muslimin secara wajib, sebagai pengganti
kepemimpinan Rasulullah SAW.hal ini sebagaimana tercantum dalam firman
Allah QS. Al-Baqarah ayat 30 dijelaskan bahwa:
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Dalam konsep Islam, manusia adalah Khalifah, yakni sebagi wakil,
pengganti atau duta Tuhan di muka bumi. Dengan kedudukannya sebagai khalifah
Allah SWT di muka bumi, manusia akan dimintai tanggung jawab dihadapan-Nya
tentang bagaimana ia melakanakan tugas suci kekhalifahannya.
Berdasarkan ketentuan Al - Qur’an dan hadist, maka para ulama dan cendikiawan
muslim merumuskan pengertian khalifah dintaranya
a. Khalifah adalah pemimpin mengenai agama dan dunia.
b. Khalifah, Imam dan Imarah adalah tiga pernyataan yang satu pengertianya
yaitu pemerintahan keagamaan dan keduniaan.
Adapun prinsip yang paling utama bagi seorang pemimpin menurut Islam adalah
sebagaiman yang diungkapkan dalam Firman-Nya
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At tahrim: 6)
Jelaslah bahwa seorang pemimpin tidak hanya memikirkan untuk dirinya sendiri
melainkan bertanggungjawab kepada seluruh umat manusia yang dibawah
naungannya. Karena dalam konsep Islam bahwa seluruh manusia pada umumnya
umat Islam pada khususnya, pada hakekatnya adalah bersaudara dan saudara itu
adalah keluarga.Dengan demikian jelaslah bahwa baik buruknya suatu umat
adalah tergantung pada pemimpin atau Khaliifah dari suatu kaum.
Adapun ketidak seimbangan antara konsep kepemimpinan yang telah dipaparka
dalam makalah ini bukan semata konsepnya yang salah melainkan orang-orang
yang beradda dalam sistem itulahy ang melanggar serta tidak sejlan dengan
konsep dan syariat Islam.

Anda mungkin juga menyukai