Khalifah sebagai kepala negara dalam sistem negara Islam tidak identik
dengan presiden dalam sistem negara sekuler. Perbedaan itu banyak antara lain
kriteria pencalonan khalifah. Adapun kriterianya calon khalifah diantaranya
adalah sebagai berikut;
1. Tidak mempunyai ambisi untuk menjadi khalifah. Sikap ini bisa dilihat
dari cara kampanye yang dilakukannya, baik langsung atau tidak. Calaon
yang mempunyai ambisi untuk menjadi khalifah, menurut Ibnu Taimiyyah
gugur haknya untuk dipilih.Dan menurut Maudadi haram untuk
dipilih.Kesimpulan ini bersumber dari HR. Bukhari dan Muslim tentang
seseorang yang meminta jabatan kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Muslim yang beraqidah murni dan bebas dari syirik.
3. Taat beribadah.
4. Berakhlak mulia dan hidup sederhana.
5. Istiqomah dalam pendirian.
6. Mempunyai pengorbanan yang penuh untuk kepentingan Islam.
7. Mempunyai ilmu yang luas, khususnya tentang syari’at Islam.
1. Tidak mengambil orang kafir atau orang yang tidak beriman sebagai
pemimpin bagi orang-orang muslim karena bagaimanapun akan
mempengaruhi kualitas keberagamaan rakyat yang dipimpinya, sebagaimana
firman Allah dalam QS. Surat An-Nisaa: 144 :
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, jangan-lah kamu mengambil orang-
orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang
mukmin.Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk
menyiksamu)? (QS. An-Nisa: 144).
2. Tidak mengangkat pemimpin dari orang-orang yang mempermainkan agama
Islam, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 57 :
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, jangan-lah kamu mengambil jadi
pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan
permainan, (yaitu) diantara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu,
dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik).Dan bertakwalah kepada
Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Maidah:
57).
3. Jangan memilih pemimpin berdasarkan kekerabatan ataupun pertemanan
dengan mengorbankan faktor agama dan keimanan. Allah berfirman:
Artinya:“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak
dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan
kekafiran atas keimanan dan siapa diantara kamu yang menjadikan mereka
wali, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. At-Taubah: 33)
Dalam hal ini Rasulullah SAW juga bersabda:“Barang siapa yang
menempatkan seseorang karena hubungan kerabat, sedangkan masih ada
orang yang lebih Allah ridhoi, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati
Allah, Rasul-Nya dan orang mukmin”. (HR. Al Hakim)
Umar bin Khatab berkata:”Siapa yang menempatkan seseorang pada jabatan
tertentu, karena rasa cinta atau karena hubungan kekerabatan, dia
melakukannya hanya atas pertim-bangan itu, maka sesungguhnya dia telah
mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin”.
4. Pemimpin harus mempunyai keahlian di bidangnya. Pemberian tugas atau
wewenang kepada yang tidak berkompeten akan mengakibatkan rusaknya
pekerjaan bahkan organisasi yang menaunginya. Sebagaimana Sabda
Rasulullah SAW.“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan
ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan juga perhatikan hadits di bawah ini:
Artinya:“Dari Abu Dzar dia berkata, saya bertanya (kepada Rasulullah
SAW): Wahai Rasulullah kenapa engkau tidak memberikan suatu jabatan?
Rasulullah menjawab sambil memukulkan tangan-nya di pahaku: Wahai Abu
Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Sesungguhnya jabatan itu
amanat.Di hari kiamat jabatan itu bisa mendatangkan kesedihan dan penye-
salan, kecuali bagi orang yang menunaikannya dengan baik dan
melaksanakan apa yang menjadi kewajiban atas dirinya”. (HR. Bukhari).
5. Pemimpin harus bisa diterima (accep-table), mencintai dan dicintai umatnya,
mendoakan dan didoakan oleh umatnya. Sebagaimana Sabda Rasulullah
SAW.“Sebaik-baik pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai
kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu.Seburuk-
buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci
kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR. Muslim)
6. Pemimpin harus mengutamakan, mem-bela dan mendahulukan kepentingan
umat, menegakkan keadilan, melaksa-nakan syari’at, berjuang menghilangkan
segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah, sebagaimana
Firman Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Surat An-Nisa’: 58
:Artinya:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di-antara manusia supaya kamu menetap-kan dengan
adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu.Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. An-Nisa: 58)
Dan juga Allah berfirman dalam Surat An-Nahl: 90:
Artinya:Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl: 90)
7. Pilih pemimpin yang aspiratif, mau memperhatikan keluhan masyarakat,
bersikap lemah lembut dan gemar bermusyawarah. Allah berfirman dalam QS.
Ali Imran: 159 :
Artinya:Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka.Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka men-jauhkan diri dari sekelilingmu.Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah am-pun bagi mereka, dan bermusyawarah-lah dengan mereka
dalam urusan itu.Kemudian apabila kamu telah membu-latkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawak-kal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159)
8. Pemimpin harus memiliki bayangan sifat-sifat Allah SWT yang terkumpul
dalam Asmaul Husna dan sifat-sifat wajib Rasul yang 4
yaitu sidiq (jujur), amanah (bisa dipercaya), fathanah (cerdas)
dan tabligh (bisa menyam-paikan gagasan dan mampu membawa umatnya ke
arah perbaikan dan kemajuan).
9. Mampu menjadi teladan untuk umat, sebagaimana Rasulullah yang menjadi
figur teladan bagi umatnya juga. Allah SWT berfirman:
Artinya:“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang meng-harap (rahmat) Allah dan
(kebahagiaan) pada Hari Akhir, serta banyak mengingat Allah”. (QS. Al-
Ahzab: 21)
10. Pemimpin berat resikonya
Menjadi pemimpin, walaupun memiliki kedudukan yang mulia, namun berat
resikonya.Maka janganlah meminta jabatan, tetapi kalau dipilih terimalah.
Perhatikan hadits berikut ini:
Artinya:Dari Abdurahman bin Samrah, dia berkata: Nabi SAW bersabda:
Wahai Abdurrahman, janganlah kamu minta jabatan, sesung-guhnya jika
kamu dapat jabatan karena minta, maka akan menanggung banyak beban,
tetapi kalau kamu mendapat ja-batan tanpa minta-minta maka kamu akan
memperoleh pertolongan. (HR. Bukhari)
Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam suatu hadits:
Artinya:“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: Sungguh kamu
sekalian sangat berhasrat menjadi pejabat, padahal itu akan menjadi
penyesalan di hari qiyamat”.(HR. Bukhari)
11. Jika tidak ada kandidat yang memenuhi standar
Bagaimana jika tidak ada kandidat yang memenuhi standar yang sudah
ditetapkan? Atau bahkan bagaimana bila ada kekhawatiran tugas jabatan itu
akan jatuh pada orang yang tidak amanah dan akan lebih banyak
membawa madlorotbagi umat Islam? Dalam kasus seperti ini, tentu tidak ada
salahnya bila yang memiliki keahlian berusaha untuk meraihnya. Dengan
catatan: (1) harus niat ikhlas semata-mata mencari ridlo Allah SWT, (2)
amanah dan akan tetap istiqomah, (3) memiliki keunggulan dari pada kom-
petitor lainnya dan (4) ada kekhawatiran terjadinya bencana jika dibiarkan
jabatan itu diserahkan kepada orang lain. Simak kisah Nabi Yusuf yang
meminta untuk diangkat sebagai bendahara negeri Mesir.
Allah berfirman: “(Yusuf berkata): Jadikan-lah aku bendahara negeri
(Mesir), karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga
(amanat) dan berpenge-tahuan”. (QS. Yusuf: 55)
BAB 3 KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Khalifah secara bahasa berasal dari bahasa arab dari kata Khaliifah yang
memiliki arti wakil, pengganti atau duta. Dengan demikian arti Khaliifah secra
istilah adalah orang yang bertugas menegakkan syariat Allah SWT , memimpin
kaum muslimin untuk menyempurnakan penyebaran syariat Islam dan
memberlakukan kepada seluruh kaum muslimin secara wajib, sebagai pengganti
kepemimpinan Rasulullah SAW.hal ini sebagaimana tercantum dalam firman
Allah QS. Al-Baqarah ayat 30 dijelaskan bahwa:
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Dalam konsep Islam, manusia adalah Khalifah, yakni sebagi wakil,
pengganti atau duta Tuhan di muka bumi. Dengan kedudukannya sebagai khalifah
Allah SWT di muka bumi, manusia akan dimintai tanggung jawab dihadapan-Nya
tentang bagaimana ia melakanakan tugas suci kekhalifahannya.
Berdasarkan ketentuan Al - Qur’an dan hadist, maka para ulama dan cendikiawan
muslim merumuskan pengertian khalifah dintaranya
a. Khalifah adalah pemimpin mengenai agama dan dunia.
b. Khalifah, Imam dan Imarah adalah tiga pernyataan yang satu pengertianya
yaitu pemerintahan keagamaan dan keduniaan.
Adapun prinsip yang paling utama bagi seorang pemimpin menurut Islam adalah
sebagaiman yang diungkapkan dalam Firman-Nya
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At tahrim: 6)
Jelaslah bahwa seorang pemimpin tidak hanya memikirkan untuk dirinya sendiri
melainkan bertanggungjawab kepada seluruh umat manusia yang dibawah
naungannya. Karena dalam konsep Islam bahwa seluruh manusia pada umumnya
umat Islam pada khususnya, pada hakekatnya adalah bersaudara dan saudara itu
adalah keluarga.Dengan demikian jelaslah bahwa baik buruknya suatu umat
adalah tergantung pada pemimpin atau Khaliifah dari suatu kaum.
Adapun ketidak seimbangan antara konsep kepemimpinan yang telah dipaparka
dalam makalah ini bukan semata konsepnya yang salah melainkan orang-orang
yang beradda dalam sistem itulahy ang melanggar serta tidak sejlan dengan
konsep dan syariat Islam.