Anda di halaman 1dari 19

Otitis Media Supuratif Kronis

Disusun oleh:
Maria Anita Princella 11.2015.051

Pembimbing:
Dr. Zainul Bahry Sihotang, Sp. THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 19 OKTOBER-21 NOVEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

1
Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan
membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di
lobus temporalis.1

Gambar 1. Anatomi telinga

2
Telinga terdiri dari 3 bagian utama yaitu :
a. Telinga Bagian Luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh membrane
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastic dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit
liang telinga terdapat banyak serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat
pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara
dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat
pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya.1
 Membrane timpani
Membrane timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo,
mengarah ke medial. Membrane timpani umumnya bulat. Bagian dari rongga telinga
tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas
melampaui batas atas membrane timpani dan ada bagian hipotimpanum yang meluas
melalui batas bawah membrane timpani. Membrane timpani tersusun oleh lapisan
epidermis (luar), fibrosa (tengah), mukosa (dalam).1,2

Gambar 2. Membran timpani

3
b. Telingah Bagian Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
 batas luar: membran timpani
 batas depan: tuba eustachius
 batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
 batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
 batas dalam: berturut - turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tinkgap lonjong (oval window), tingkap (round window), dan
promontorium.1,3

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada membran timpani, maleus mekelat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.
Martil landasan- sanggurdi yang berfungsi memperbesar getaran dari membran timpani dan
meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat fleksibel. Oval window
ini terdapat pada ujung dari cochlea.1

c. Telinga Bagian Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perlimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis
semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak
lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani
disebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membrane vestibule (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah
membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ Corti. Pada skala media terdapat bagian
yang berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria, dan pada membrane basal melekat sel
rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk
organ Corti.2,3

4
Otitis Media Supuratif Kronis

Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi
membrane timpani dan riwayat keluarnya secret dari telinga (otoera) tersebut lebih dari 2 bulan,
baik terus menerus atau hilang timbul. Secret mungkin encer atau kental, bening atau berupa
nanah. Batasan waktu 2 bulan tersebut dari Negara ke Negara bervariasi, WHO menentukan
batasan waktu 2 minggu. Kebanyakan spesialis THT mengambil batasan 3 bulan.4

Epidemiologi

Survey prevalensi di seluruh dunia yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi
penyakit dan metode sampling serta mutu metodologi menunjukkan beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65-330 juta orang dengan otorea, 60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang
pendengaran yang signifikan. OMSK sebagai penyebab pada 28000 kematian.2 Prevalensi
OMSK di Indonesia secara umum adalah 3,9%.4 Pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-
pasien yang berobat di poliklinik THT Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo, Jakarta.4

Di Negara lain prevalensinya bervariasi dari Negara ke Negara, WHO


mengklasifikasinya menjadi Negara berprevalensi paling tinggi (>4%), tinggi (2-4%), rendah (1-
2%), paling rendah (<1%). Negara berprevalensi paling tinggi termasuk Tanzania, India,
Kepulauan Solomon, Guam, Aborigin, Australia, dan Greenland. Negara dengan prevalensi
tinggi termasuk Nigeria, Angola, Mozambique, Republic of Korea, Thailand, Philippines,
Malaysia, Vietnam, Micronesia, China, Eskimos. Negara Negara berprevalensi paling rendah
adalah Gambia, Saudi Arabia, Israel, Australia, United Kingdom, Denmark, Finland, American
Indians.2 Indonesia belum masuk daftar, melihat klasifikasi itu Indonesia masuk dalam Negara
dengan OMSK prevalensi tinggi.

Etiologi
Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang
abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan
down’s syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah
defisiensi immun sistemik. Penyebab OMSK antara lain:2

5
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel
udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer
atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi
pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah
tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa
organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan
tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap

6
antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga
yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan
umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi
normal

Klasifikasi otitis media supuratif kronis

Otitis media supuratif kronis dibagi menjadi 2 tipe, tipe jinak dan tipe bahaya. Nama lain
dari tipe jinak (benigna) adalah tipe tubotimpanik karena biasanya didahului dengan gangguan
fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani; disebut juga tipe mukosa karena
proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, disebut juga tipe aman
karena jarang menyebabkan komplikasi yang berbahaya. Nama lain dari tipe bahaya adalah
atiko-antral karena proses biasanya dimulai di daerah itu; disebut juga tipe tulang karena
penyakit menyebabkan erosi tulang. Di Indonesia tipe bahaya lebih terkenal sebagai tipe
maligna. Pada buku teks berbahasa inggris tipe bahaya tidak disebut sebagaii tipe malgna,
kebanyakan disebut sebagai chronic supurative otitis media with cholesteatoma.4

Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,
terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu
kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat 2,5
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, adalah:
1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang

7
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf
berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

b. Kolesteatom didapat.
1. Primary acquired cholesteatoma.
Koelsteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida
2. Secondary acquired cholesteatoma.

Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya
bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior.
Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi
membran timpani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa.2,5
Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membrane plasida, akibat pada tempat ini
terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan tetapi bertumpuk di sini. Lambat laun epitel ini
hancur dan menjadi kista. Kista ini tambah lama tambah besar dan tumbuh terus kedalam kavum
timpani dan membentuk kolesteatom. 2,5
Ini dinamakan “primary acquired cholesteatom” atau genuines cholesteatom”. Mula-
mula belum timbul peradangan, lambat laun dapat terjadi peradangan. Primary dan secondary
acquired cholesteatom ini dinamakan juga “pseudo cholesteatoma, oleh karena ada pula
congenital kolesteatom. Ini juga merupakan suatu lubang dalam tenggorok terutama pada os
temporal. Dalam lubang ini terdapat lamel konsentris terdiri dari epitel yang dapat juga menekan
tulang sekitarnya. Beda kongenital kolesteatom, ini tidak berhubungan dengan telinga dan tidak
akan menimbulkan infeksi. Bentuk perforasi membran timpani adalah: 2,5
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom

8
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma

Patogenesis

1. OMSK benigna

Oleh karena proses patologi telinga tengah pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba,
maka disebut juga sebagai penyakit tubotimpanik. Terjadinya otitis media supuratif kronik
hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.
Terjadinya otitis media disebabkan multifactor antara lain infeksi virus atau bakteri gangguan
fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan sosial ekonomi. Anak lebih mudah
mendapat infeksi telinga tengah karena struktur tuba anak yang berbeda dengan dewasa serta
kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi saluran nafas
atas, maka otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi. Fokus infeksi biasanya berasal
dari nesofaring (adenoiditis, tonsillitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui
perforasi membran timpani. Maka terjadilah proses inflamasi. Bila terbentuk pus akan
terperangkap di dalam kantong mukosa di telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan
adekuat dan dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses patologis akan
berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-kadang terbentuk
jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam lipatan mukosa yang
masing-masing harus dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik, perubahan menetap
pada mukosa telinga tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah mempunyai kemampuan besar
untung kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane timpani yang permanen, mukosa telinga
tengah akan terpaparb ke dunia luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang setiap
waktu. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar
akan penyakitnya. Bila tidak terjadi infeksi maka mukosa telinga tengah tampak tipis dan pucat.
Berenang, kemasukkan benda yang tidak steril keliang telinga, atau oleh karena adanya fokus
infeksi di saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai
dengan sekresi yang mukoid atau mukopurulen, dan pulsasi di dekat tuba Eustachius. Episode
berulang otorea dan perubahan mukosa menetap ditandai juga dengan osteogenesis, erosi tulang
dan osteitis yang mengenai tulang mastoid dan osikel. Pada kasus-kasus yang tidak terurus, akan

9
terjadi otitis eksterna yang menyebabkan membran timpani sukar dilihat sehingga menyulitkan
diagnosis.4

2. OMSK tipe bahaya

OMSK tipe bahaya adalah OMSK yang mengandung kolesteatoma. Disebut tipe bahaya
karena menimbulkan komplikasi berbahaya.4

1. Kolesteatoma dan granuloma kolesterol

Kolesteatoma adalah epitel gepeng dan debris tumpukan pengelupasan keratin yang
terjebak di dalam rongga timpanomastoid. Nama kolesteatoma (cholesteatoma) sebenarnya salah
kaprah karena bukan tumor dan tidak mengandung kolesterol. Patofisiologinya bisa terjadi
congenital maupun didapat. Bila telah terbentuk akan terus meluas. Karena merupakan debris
keratin, akan lembab karena menyerap air sehingga mengundang infeksi. Kolesteatoma
mengerosi tulang yang terkena baik akibat efek penekanan oleh penumpukan debris keratin,
maupun akibat aktifitas mediasi enzim osteoklas. Kolagenase telah diketahui tinggi
konsentrasinya di epidermis kolesteatoma. Resorpsi tulang dapat menyebabkan destruksi
trabekula mastoid, erosi osikel, fistula labirin, pemaparan n. fasial, dura serta silus lateral.
Karena perjalanan penyakitnya itu OMSK dengan kolesteatoma disebut OMSK tipe bahaya,
karena merusak tulang disebut OMSK tipe tulang, karena perluasan kolesteatoma yang
merupakan epitel skuamosa disebut juga tipe skuamosa (dangerous type, bony type, squamous
type chronic suppurative otitis media). Di Indonesia dan di Filipina disebut juga OMSK tipe
malgna. Tidak ada terapi medikamentosa untuk kolesteatoma, untuk eradikasinya memerlukan
pembersihan. Pada yang masih terbatas dapat dilakukan pembersihan dari liang telinga, pada
yang sudah lebih luas harus dengan operasi, dari hanya dengan membuang skutum untuk
mencapainya sampai harus melalui operasi yang lebih radikal.4

Granuloma kolesterol adalah lesi kistik berdinding tipis kuning kecoklatan yang berisi
kumpulan Kristal kolesterol didalam cairan beewarna coklat kehitaman yang timbul sebgai
reaksi teerhadap benda asing di dalam sel mastoid akibat disfungsi tuba. Perdarahan di dalam sel
pneumatisasi mastoid tanpa drainage menjurus keproses peradangan dan erosi tulang. Seperti
pada kolesteatoma, pengobatannya juga eradikasi bedah.4

10
Gejala klinis

1. Telinga berair

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau
berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat
bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya.
Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip
telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer
berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.5
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya di jumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan
dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30
db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat
harus diinterpretasikan secara hati-hati.5

11
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena
penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya
labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.5
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi
mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.5
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau
pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum.5

12
Pemeriksaan penunjang
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula
dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian
total, tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik).2
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran:
Normal: -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan: 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat: 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat: 71 dB sampai 90 dB
Tuli total: lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea.

Penatalaksanaan OMSK

Sejak awal harus dibedakan OMSK yang sebaiknya mendapat terapi operatif untuk
menghindarkan penundaan tindakan operatif pada pasien yang penyakitnya memang secara
medic tidak dapat sembuh sejak onsetnya dan progresifitas penyakitnya. Secara umum, infeksi
yang mengenai daerah atik dan antrum (penyakit atiko antral) biasanya terlalu dalam di telinga
untuk dapat dicapai oleh antibiotic. Kolesteatoma berpotensi mendestruksi tulang dan
memungkinkan penyebaran infeksi memerlukan operasi. OMSK yang disertai peradangan
mukosa difus, karena diikuti dengan osteitis dan pembentukan jaringan granulasi di kavum
timpani dan rongga mastoid umumnya sukar sekali diatasi dengan medikamentosa saja. OMSK
dengan tanda komplikasi intratemporal atau intracranial harus direncanakan secepatnya
mendapat mastoidektomi. Pasien dengan otore dari perforasi sentral dapat diobati dulu dengan
medikamentosa untuk mengontrol infeksi dan menghentikan otore sebagai tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang adalah usaha menutup perforasi membrane timpani dan memperbaiki
pendengaran baik secara konservatif maupun operatif 4.

13
1. OMSK benigna

OMSK benigna dibagi menjadi fase tenang dan aktif. Fase tenang jika OMSK tersebut
adalah OMSK tipe mukosa dalam keadaan kering. Hasil penngobatan yang memuaskan tercapai
apabila membrane timpani menutup dan tidak didapati tuli konduktif. Bila ada tuli konduktif
apalagi jika perforasi menetap maka idealnya dilakukan timpanoplasti dengan atau tanpa
mastoidektomi. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan Rontgent dan pemeriksaan
audiometri. Pemeriksaan rontgen mastoid posisi Schuller walaupun tidak harus dilakukan
sebagai pemeriksaan rutin, kalau dilakukan akan dapat menilai tingkat perkembangan
pneumatisasi mastoid dan menggambarkan perluasan penyakit. Audiometri nada murni dapat
menunjukkan tuli konduktif. Bila terdapat tuli campur menandakan kemungkinan telah terjadi
komplikasi ke labirin. Pemeriksaan pendengaran sedapat mungkin dilakukan sebagai bagian dari
diagnosis menyeluruh suatu OMSK, berguna antara lain untuk melihat perkembangan penyakit
dan efek samping obat bila digunakan obat ototoksik baik topical maupun obat sistemik.4

2. OMSK bahaya

OMSK tipe bahaya bersifat progresif, kolesteatoma yang semakin luas akan mendestruksi
tulang yang dilaluinya. Infeksi sekunder akan menyebabkan keadaan septic local dan
menyebabkan apa yang disebut nekrosis septic di jaringan lunak yang dilalui kolesteatoma dan di
jaringan sekitarnya sehingga juga menyebabkan destruksi jaringan lunak yang mengancam akan
terjadinya komplikasi. Pengobatan satu-satunya adalah tindakan operasi untuk eradikasi
kolesteatoma. Pengobatan konservatif dengan pembersihan local melalui liang telinga pada
kolesteatoma yang masih terbatas atau pasien yang karena kondisinya tidak mungkin menjalani
operasi baik dalam anestesi local ataupun anastesi umum. Pengobatan pencegahan perluasan
kolesteatoma dengan pemasangan pipa ventilasi. Untuk retraksi ringan, operasi bila meluas.
Tergantung luas kerusakan dan pilihan ahli bedah dapat dilakukan beberapa pilihan.4

Pemilihan obat secara rasional

Pada OMSk telah terjadi perubahan menetap (irreversible). Yang harus diingat dalam
pengobatan OMSK adalah kronisitas penyakit ini dengann fase aktif dan fase tenang yang
bergantian yang dapat terjadi sepanjang umur penderitanya. Penderita akan memerlukan
antimikroba pada setiap fase aktif. Hal tersebut berarti bahwa pada kebanyakan pasien

14
antimikroba akan dipakai dalam waktu lama. Akan timbul masalah resistensi kuman serta hal –
hal yang berhubungan dengan efek samping obat. Masalah lain yang harus diperhatikan adalah
masalah cost - effective. Untuk mengurangi masalah tersebut maka pemilihan dan pemberian
antimikroba harus diusahakan betul – betul dilakukan secara optimal.2,4

Idealnya, pemilihan tersebut harus berdasarkan identifikasi kuman penyebab, informasi


yang akurat tentang kepekaan kuman disamping keterangan mengenai faktor pejamu, kondisi
penderita itu sendiri, tetapi dengan melihat kuman penyebab dari berbagai penelitian dapat
dikemukakan dasar pemikiran pemilihan antimikroba untuk pengobatan OMSK.2,4

Antibiotik sistemik

Pada pemberian antibiotik harus diingat beberapa hal. Pada OMSK telah terjadi banyak
perubahan yang menetap, resolusi spontan sangat sulit terjadi dan biasanya ada gangguan
vaskularisasi di telingan tengah sehingga antibiotik sistemik sukar mencapai sasaran dengan
optimal. Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih
baik hasilnya dari pada masing – masing diberikan tersendiri. Kronisitas dengan fase aktif dan
fase tenang yang bergantian dapat terjadi sepanjang umur. Diperlukan antibiotik pada setiap fase
aktif. Pemberian jangka panjang bermasalah resistensii dan efek samping, disamping masalah
cost – effective dari obat yang dipakai. Pengobatan juga harus dilakukan terhadap fokus infeksi
di hidung dan tenggorok.4

Antibiotik dapat diberikan pada setiap fase aktif dan disesuaikan dengan kuman
penyebab. Patogen OMSK terutama kuman gram negatif, yaitu Pseudomonas aeruginosa yang
tidak sensitif lagi terhadap antibiotik klasik seperti penisilin G, amoksilin, eritromisin, tetrasiklin
dan kloramfenikol. Kotrimoksazol juga kurang poten tetapi masih lebih baik. Antibiotik sistemik
pertama dapat langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang
keluar serta riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas
sebagai kuman penyebab, sekret kuning pekat sering kali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret
berbau busuk sering kali mengandung golongan anaerob. Kotrimoksazol atau ampisilin –
sulbaktam dapat dipakai bila tidak ada kecurigaan terhadap Pseudomonas sebagai kuman
penyebab. Dari penelitian sebelumnya kebanyakan kuman tersebut masih sensitif terhadap
fluoroquinolon (ofloksacin atau siprofloksasin), sehingga dapat dipakai pada orang dewasa bila

15
tidak ada kecurigaan terhadap kuman anaerob sebagai penyebab. Bila diduga ada kuman anaerob
dapat dipilih metronidazol, klindamisin, atau kloramfenicol. Bila sukar menentukan kuman
penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim + sulfametoksazol atau amoksilin + klavulanat.
Pada penderita berusia lebih dari 18 tahun dapat dipilih siprofloksacin atau ofloksacin. Bila ingin
diberikan aminoglikosida, dapat dimulai dengan gentamisin, sedangkan amikasin, netilmisin,
atau tobramisin sebagai pilihan kedua.4

Dengan tujuan antara lain untuk mengobati infeksi campuran atau untuk mencapai
sinergisme, dapat diberikan kombinasi 2 atau lebih antimikroba. Dalam kombinasi tersebut harus
dipilih kombinasi antimikroba yang efeknya sinergistik (efeknya lebih besar dari penjumlahan
efek masing – masing obat), misalnya pemberian golongan penisilin dengan aminoglikosida.
Penisilin yang bekerja pada dinding sel bakteri akan meningkatkan penetrasi aminoglikosida ke
dalam sel bakteri. Contoh sinergisme yang lain dengan cara kerja yang berbeda adalah kombinasi
amoksilin dengan asam klavulanat, ampisilin dengan sulbaktam untuk membunuh kuman
pengahasil b – laktamase kombinasi trimetoprim dengan sulfometoksazol, dsb.4

Kombinasi obat bisa juga bersifat antagonistik (efeknya kurang dari efek masing –
masing obat), misalnya kombinasi kloramfenikol dengan preparat penisilin, yang merupakan
kombinasi bakteriostatik dengan bakterisid. Bila kloramfenikol tiba lebih dulu, maka efek
penisilin akan berkurang. Bila kedua obat tersebut ingin diberikan bersama – sama misalnya
pada infeksi multipel, maka penisilin harus diberikan lebih dahulu.2,4

Bila dalam 7 hari tidak tampak perbaikan klinis, sebaiknya diusahakan pemeriksaan
mikrobiologik guna memilih antibiotik yang lebih tepat. Pemeriksaan mikrobiologi sekret
telinga, apabila dapat dilakukan akan sangat membantu menentukan antibiotik yang sesuai, tetapi
pengobatan dengan antibiotik lini pertama tidak harus menunggu hasil pemeriksaan ini.2,4

Antiseptik topikal

Pada umumnya diperlukan pembersihan liang telinga dengan irigasi menggunakan


larutan antiseptik. Larutan antiseptik yang dapat digunakan antara lain Asam asetat 1 – 2 %,
hidrogen peroksida 3%, povidoniodine 5%, atau hanya garam fisiologis. Larutan itu harus
dihangatkan dulu sampai sesuai suhu badan agar tidak mengiritasi labirin waktu disemprotkan ke
telinga tengah. Setelah itu dikeringkan dengan lidi kapas. Karena lidi kapas yang dijual di

16
pasaran biasanya terlalu besar untuk telinga tengah anak – anak maka sebaiknya orang tua pasien
diajarkan untuk membuat yang cocok. Pemberian dapat dilakukan 1 atau 2 kali sehari sampai
liang otore berhenti.2,4

Antibiotik topikal

Obat tetes antibiotik dapat dipakai sebagai obat lini pertama dan sebagai obat tunggal.
Dari review Cohrane, didapat antibiotik topikal lebih efektif daripada antibiotik oral.
Keuntungan antibiotik topikal adalah dapat memberikan dosis adekuat, tetapi penggunaannya
harus berhati – hati. Pada umumnya obat ototopik dipasaran berisi salah satu atau campuran
neomisin, gentamisin, kloramfenikol, soframisin, dsb.4

Walaupun pemberian antimikroba sebagai obat tetes telinga pada keadaan tertentu sangat
membantu penyembuhan fase aktif OMSK, penggunaannya tetap harus dengan hati – hati
mengingat ancaman akan terjadinya ototoksisitas. Obat tetes telinga jenis quinolon terbukti
aman, tidak toksik terhadap labirin, mempunyai efektifitas tinggi sebagai obat tunggal untuk
pengobatan, karenanya direkomendasikan sebagai obat lini pertama. Quinolon topikal lebih baik
dari non quinolon.4

Karena efek samping terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan,
penggunaan ofloksasin harus sangat hati – hati pada anak kurang dari 12 tahun. Keputusan
penggunaannya untuk usia muda tersebut harus dipertimbangkan betul. Harus diingat benar
bahwa obat tetes telinga tidak boleh dipakai sebagai obat profilaksis OMSK. Apabila setelah
pengobatan selama 3 bulan otorea menetap, maka idealnya dilakukan mastoidektomi dan
timpanoplasti.4

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe tubatimpani atau tipe atikoantral, antara lain
 Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang tidak sembuh dengan pengobatan
konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik,
dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.2

17
 Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan
patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini
adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.2
 Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan.
Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.2

Komplikasi OMSK

Otitis media supuratif , baik yang akut maupun yang kronis, mempunyai potensi menjadi
serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan menyebabkan kematian.
Terjadinya komplikasi tergantung pada kelainan patologik penyebab otorea. Umumnya
komplikasi terjadi pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi suatu otitis media akut atau suatu
eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan
komplikasi.4

Komplikasi dibagi menjadi komplikasi intra temporal dan komplikasi intracranial.


Komplikasi intratemporal yaitu abses subperiosteal, labirinitis, paresis fasial, dan komplikasi
intracranial yaitu abses ekstradura, abses perisinus, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses
otak, dan meningitis otikus.4

Pasien OMSK dengan komplikasi intracranial ataupun intratemporal harus segera dirawat
dan rujuk ke dokter spesialis saraf atau saraf anak. Antibiotika dosis tinggi yang dapat
menembus sawar darah otak diberikan secara intravena selam 7-15 hari dan periksa mikrobiologi
secret telinga. Tergantung dari kondisi pasien dapat dilakukan drenase materi purulen secara
mastoidektomi dalam anestesi local ataupun umum yang dapat juga disertai tindakan operasi.4

18
Daftar Pustaka
1. Moller, A. R. (2006). Hearing : Anatomy, Physiology, and Disorder of the Auditory
System. California: El-Sevier.
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.
3. EI GH, Peng P. Anatomi dan Fisiologi; dalam buku: Ilmu THT Esensial Edisi kelima.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.5-11.
4. Helmi. Otitis media supuratif kronis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.
5. Adams GL, Boies L, Highler P. Buku Ajar Ilmu THT Boies. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
1997.

19

Anda mungkin juga menyukai