Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI

SISTEM PERNAFASAN DAN PENCERNAAN


(DEA62040)

SEMESTER GENAP

DISUSUN OLEH KELOMPOK B4


ANGGOTA:
Intan Ramadhani (165070501111034)
Rizky Fernanda S (165070501111024)
Reza Fadhal Abdillah (165070507111008)
Rory Anggi Okta S (165070501111004)
Salsabilla Pawitrasari (165070501111008)
Sinta Oki Lianara (165070501111012)
Sofy Indah Pratiwi (165070507111012)
Teuku Irma Melinda (165070501111026)
Tia Eka Aprilia (165070501111010)
Zainal Abidin (155070500111026)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2017/2018
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

1. DEFINISI

PPOK adalah keadaan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara
yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbiasaan aliran udara ini biasanya progresif
dan berhubungan dengan respons peradangan yang abnormal dari paru terhadap
partikel atau udara yang berbahaya . Diagnosis PPOK harus dipertim bangan pada
setiap pasien yang memiliki gejala batuk , produksi sputum atau sesak, dan atau
riwayat paparan faktor risiko penyakit tersebut (Rubenstein dkk, 2005).

Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak


pada saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang
dimaksud adalah bronkitis kronik (masalah pada saluran pernapasan), emfisema
(masalah pada parenkim). Ada beberapa ahli yang menambahkan ke dalam
kelompok ini, yaitu asma bronkial kronik, fibrosis kistik dan bronkiektasis. Secara
logika penyakit asma bronkial seharusnya dapat digolongkan ke dalam golongan
arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam
golongan PPOK (Djojodibroto , 2007).

Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK
jika obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cenderung progresif. Kedua penyakit
tadi (bronkitis kronik, emfisema) hanya ke dalam kelompok PPOK jika keparahan
penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Pada fase awal,
kedua penyakit ini belum dapat digolongkan ke dalam PPOK. jika dilakukan
pemeriksaan patologik pada pasien yang mengalami obstruksi saluran napas,
diagnosis patologiknya ternyata sering berbeda satu sama lain. Diagnosis
patologik tersebut dapat berupa emfisema sebesar 68% bahwa 66% sedangkan
bronkiolitis sebesar 41%. Jadi dapat disimpulkan kelainan patologik yang berbeda
menghasilkan gejala klinik yang serupa (Djojodibroto , 2007).

2. EPIDEMIOLOGI

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa tahun 1990 PPOK


menempati urutan keenam sebagai penyebab kematian terbesar di dunia. Pada
tahun 2002 PPOK naik dan menempati urutan kelima sebagai penyebab kematian
di dunia. Pada tahun 2030 WHO memprediksikan PPOK akan menempati urutan
ketiga sebagai penyebab kematian di dunia. Prevalensi dari PPOK meningkat,
tahun 1994 kira-kira 16,2 juta laki-laki dan perempuan menderita PPOK di
Amerika dan lebih dari 52 juta individu di dunia. Sedangakn The Burden of
Obstructive Lung Disease (BOLD) mengungkapkan angka prevalensi global
adalah 10.1%. Pada Pria ditemukan memiliki prevalensi 8.5% dan wanita 8.5%.
Angka prevalensi bervariasi di berbagai daerah di dunia.

Berdasarka 12 negara Asia Tenggara diperkirakan prevalensi PPOK sebesar


6,3% dengan prevalensi maksimum berada di Negara Vietnam (6,7%) dan RRC
(6,5%). Hasil Penelitian lain dari Bold Study pada 12 negara di dunia dengan
jumlah sampel total sebesar 9425 responden yang telah dilakukan pemeriksaan
spiro-metri dan mengisi kuesioner yang berisi gejala respirasi, status kesehatan
dan faktor risiko pajanan PPOK, menunjukkan hasil 5 besar PPOK menurut jenis
kelamin sebagai berikut.

Berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen


Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES) tahun 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat kelima sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari
10 penyebab kesakitan utama. SKRT DEPKES 1992 menunjukkan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat
keenam dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Dari hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK di
Indonesia sebanyak 3,7%.

3. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang menyebabkan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)


menurut (Mansjoer, 2008) dan (Ovedoff, 2006) adalah :

1. Kebiasaan merokok.
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami
gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih
tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD
bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang
tersebut merokok.Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif
juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan
oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan
paru-paru “terbakar”
2. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan.
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara,
arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil
energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga
lainnya.
3. Faktor Usia dan jenis kelamin.
Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding
wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita.
Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini
dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri.
4. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma.
Orang dengan kondisi ini berisiko mengalami PPOK.
5. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif
muda, walaupun tidak merokok.
4. PATOFISIOLOGI

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK


yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya
suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi
folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai berat sakit. Dalam keadaan normal radikal bebas dan
antioksidan berada dalam keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan
keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai
peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai
macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan,
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid
selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan
mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akanmenyebabkan
dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan
leukotrienB4,tumuor necrosis factor (TNF),monocyte chemotacticpeptide(MCP)-
1 dan reactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang
neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru
sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan
sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi
kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan
antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag
dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion
superoksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida
(H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion
feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida akan diubah menjadi anion hipohalida
(HOCl). Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi
batuk kronis sehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.Penurunan
fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan
struktur berupa destruksi alveol yang menuju ke arah emfisema karena produksi
radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap rokok.

5. TERAPI NON-FARMAKOLOGI

Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan


merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan
serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan
jangkan panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi
pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan penyakit. Pelaksanaan lainnya dengan
rehabilitasi paru-paru secara komprehensif termasuk fisioterapi, latihan
pernapasan, latihan relaksasi, perkusi dada dan drainase postural, mengoptimalkan
perawatan medis, mendukung secara psikososial, dan memberikan edukasi
kesehatan. Hindrasi secukupnya. Nutrisi yang tepat, yaitu diet kaya protein dan
mencegah makanan berat menjelang tidur (Wibisono, 2010).

6. TERAPI FARMAKOLOGI

Terapi farmakologis dilakukan untuk mengurangi gejala atau mengurangi


keparahan eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan. Pemberian terapi
farmakologis pada PPOK untuk terapi PPOK stabil perlu disesuaikan dengan
keparahan penyakitnya. Pada Gambar 4, disajikan panduan umum terapi PPOK
berdasarkan keparahan penyakitnya. (Gold, 2010)
1. Bronkodilator

Bronkodilator adalah obat pilihan pertama untuk menangani gejala PPOK,


terapi inhalasi lebih dipilih dan bronkodilator diresepkan sebagai pencegahan/
mengurangi gejala yang akan timbul dari PPOK. Bronkodilator inhalasi kerja
lama lebih efektif dalam menangani gejala daripada bronkodilator kerja cepat.
(Gold, 2010)
Agonis β-2 kerja singkat baik yang dipakai secara reguler maupun saat
diperlukan (as needed) dapat memperbaiki FEV1 dan gejala, walaupun pemakaian
pada PPOK tidak dianjurkan apabila dengan dosis tinggi. Agonis β-2 kerja lama,
durasi kerja sekitar 12 jam atau lebih. Saat ini yang tersedia adalah formoterol dan
salmeterol. Obat ini dipakai sebagai ganti agonis β-2 kerja cepat apabila
pemakaiannya memerlukan dosis tinggi atau dipakai dalam jangka waktu lama.
Efek obat ini dapat memperbaiki FEV1 dan volume paru, mengurangi sesak
napas, memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan kejadia eksaserbasi, akan
tetapi tidak dapat mempengaruhi mortaliti dan besar penurunan faal paru. Agonis
β-2 dengan durasi kerja 24 jam , preparat yang ada adalah indacaterol.
(Mangunnegoro dkk, 2003).
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid inhalasi dipilih pada pasien PPOK dengan FEV1<60%,
pengobatan reguler dengan kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi gejala,
meningkatkan fungsi paru dan kualtias hidup dan menurunkan frekuensi
eksaserbasi. Kortikosteroid inhalasi diasosiasikan dengan peningkatan pneumonia.
Penghentian tiba-tiba terapi dengan kortikosteroid inhalasi bisa menyebabkan
eksaserbasi di beberapa pasien. Terpai monoterm jangka panjang dengan
kortikosteroid inhalasi tidak direkomendasikan. (Singh J. M et al, 2002)

Kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan beta2 agonist kerja lama lebih


efektif daripada salah satu antara kortikosteroid dan bronkodilator dalam
peningkatan fungsi paru dan mengurangi eksaserbasi pada pasien dengan PPOK
sedang sampai sangat berat. Pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid
oral tidak direkomendasikan. (Singh J. M et al, 2002)

Phosphodiesterase-4 inhibitors, pada GOLD 3 dan GOLD 4 pasien dengan


riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronis, phosphodiesterase-4 inhibitor roflumilast
ini mengurangi eksaserbasi pada pasien yang di terapi dengan kortikosteroid oral.
(Gold, 2010)

3. Pengobatan Farmakologis yang lain

Vaksin Influenza bisa mengurangi penyakit serius dan kematian pada PPOK,
virus inaktif pada vaksin di rekomendasikan dan sebaiknya diberikan sekali
setahun. Vaksin pneumococcal polusaccharide direkomendasikan untuk pasien
diatas 65 tahun. Penggunaan antibiotik tidak direkomendasikan kecuali untuk
pengobatan eksaserbasi infeksius dan infeksi bakteri lainnya. (Buist Sonia, et al,
2006).
Tabel 6.1 Obat yang bisa digunakan untuk terapi PPOK (Gold, 2010)
Obat Inhaler (µg) Larutan Oral Vial Durasi
Nebulizer injeksi (jam)
(mg/ml) (mg)

Adrenergik (β2-agonis)

Fenoterol 100-200 (MDI) 1 0,5% 4-6


(sirup)

Salbutamol 100, 200 (MDI 5 5 mg 0,1; 4-6


& DPI) (pil), 0,5
0,24%
(sirup)

Terbutaline 400, 500 (DPI) 2,5; 0,2; 4-6


5(pil) 0,25

Formoterol 4,5-12 (MDI & 12+


DPI)

Salmeterol 25-50 MDI & 12+


DPI)

Antikolinergik

Ipatropiun bromide 20,40 (MDI) 0,25-0,5 6-8

Oxitropium bromide 100 (MDI) 1,5 7-9

Tiotropium 18 (MDI) 24+

Mthylxanthines

Aminophylline 200- 240 24


600 mg
mg
(pil)

Theophylline 100- 24
600
mg
(pil)

Kombinasi adrenergik & antikolinergik

Fenoterol/Ipatropium 200/80 (MDI) 1,25/0,5 6-8

Salbutamol/Ipatropium 75/15 (MDI) 0,75/4,5 6-8

Inhalasi Glukortikosteroid

Beclomethasone 50-400 (MDI 0,2-0,4


& DPI)

Budenosid 100, 200, 400 0,20,


(DPI) 0,25, 0,5

Futicason 50-500 (MDI


& DPI)

Triamcinolone 100 (MDI) 40 40

Kombinasi β2 kerja panjang plus glukortikosteroid dalam satu inhaler

Formoterol/Budenoside 4,5/160; 9/320


(DPI)

Salmoterol/Fluticasone 50/100,250,500
(DPI)

25/50,125,250
(MDI)

Sistemik Glukortikosteroid
Prednisone 5-60
mg
(Pil)

Methy-Prednisone 4, 8,
16 mg
(Pil)

7. KASUS PRAKTEK FARMAKOTERAPI

DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN

Inisial Pasien : Tn. D Berat Badan : - Ginjal : -


Umur : 66 tahun Tinggi Badan : - Hepar : -

Keluhan Utama :
Sesak sejak subuh, batuk berdahak, dan demam

Diagnosis :
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) + Mitral Stenosis (MS) + Atrial Fibrillation
(AF)

Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Koroner + paru + post operation bypass ops (J) 1985

Riwayat Pengobatan :
1. Obat jantung
Concor® (kandungan bisoprolol fumarate 2,5 mg) 0-1-0
Digoksin 1x1
Spironolakton 1-0-0
Sohobion® (kandungan per tablet : vit. B1 100 mg, vit. B6 200 mg, vit. B12 200 mcg)
2. Obat paru
Aminofilin 1-0-0
Salbutamol 2x1
Gliseril guaiakolat 2x1
Spiriva® (kandungan ipratropium) 1-0-0
Bricasma® (terbutalin sulfat) 1-0-0
Pulmicort® (kandungan budesonide) 1-0-0

Alergi : -
Kepatuhan Obat Tradisional -
Merokok - OTC -
Alkohol - Lain-lain -
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN

Inisial Pasien : Tn. D


Tanggal Problem / Kejadian / Tindakan Klinisi
18/05/16  Pasien masuk UGD dengan keluhan sesak napas sejak subuh. Kondisi umum
pasien lemah, TD sebesar 167/92 mmHg, dan nadi 114 kali/menit. Pasien juga
mengalami batuk berdahak dan demam (suhu tubuh 38oC). Hasil pemeriksaan
laboratorium terhadap leukosit sebesar 13,3 x 103/µL  suhu↑ dan leukosit↑ 
mengindikasikan terjadinya infeksi.
 Diagnosis masuk adalah SOB (Short of Breath), AF RVR (Atrial Fibrillation
Respiratory Ventricular Rapid), HF (Heart Failure), dan sekunder infeksi.
 Tindakan klinisi memberikan masker O2 dan nebulizer Combivent® untuk
mengatasi sesak.
 Riwayat Penyakit : PJK (Penyakit Jantung Koroner), paru, post operation by pass
ops (J) 1985 dan kontrol rutin ke poli jantung (terakhir kontrol Tgl. 11 Mei 2016).
19/05/16 Pasien masih batuk berdahak. TD masih belum stabil yaitu 140/80 mmHg, suhu
tubuh sudah normal yaitu 36,4oC, sedangkan nadi masih belum stabil yaitu 104
kali/menit.
20/05/16 Pasien masih batuk berdahak. TD masih belum stabil yaitu 150/90 mmHg, suhu
tubuh normal yaitu 36,2oC, sedangkan nadi masih belum stabil yaitu 104 kali/menit.
21/05/16 Pasien masih batuk berdahak. TD sudah normal yaitu 120/90 mmHg, suhu tubuh
normal yaitu 37,4oC, sedangkan nadi masih belum stabil yaitu 108 kali/menit.
22/05/16 Pasien kembali mengeluh sesak dan masih batuk berdahak. TD normal yaitu 130/80
mmHg dan nadi juga sudah stabil yaitu 96 kali/menit. Dari hasil pemeriksaan
leukosit sudah normal yaitu 9,4 x 103/µL dan suhu tubuh normal (36,8oC)  infeksi
sudah mulai membaik.
23/05/16 Pasien sudah tidak mengeluh sesak juga tidak batuk berdahak. TD normal yaitu
130/80 mmHg, suhu tubuh normal yaitu 36,4oC, dan nadi juga sudah stabil yaitu 88
kali/menit.
24/05/16 Pasien sudah tidak mengeluh sesak juga tidak batuk berdahak. TD kembali
meningkat yaitu 140/90 mmHg, suhu tubuh normal yaitu 36,4oC, dan nadi sudah
stabil yaitu 82 kali/menit.
25/05/16 Pasien kembali mengeluh sesak dan batuk berdahak. TD normal yaitu 130/80
mmHg, suhu tubuh normal yaitu 36,2oC, dan nadi sudah stabil yaitu 84 kali/menit.
26/05/16 Pasien sudah tidak sesak dan tapi masih batuk berdahak. TD normal yaitu 130/80
mmHg, suhu tubuh normal yaitu 36,4oC, dan nadi sudah stabil yaitu 88 kali/menit.
27/05/16 Pasien sudah tidak sesak dan tidak batuk berdahak. Pasien KRS dengan diagnosa
akhir adalah MS post op, AF Respiratory Ventricular Moderate, dan PPOK era akut.
Pemeriksaan fisik saat akan KRS antara lain TD = 167/92 mmHg, Rh = +/+,
Wh = +/+, dan ada edema.
Obat-obat untuk KRS :
 Digoksin 1x1
 Aspilets® 0-1-0
 Spironolakton 50 mg 1-0-0
 Natrium diklofenak 3x50 mg
 KSR 1x1
 Puyer 3x1 (berisi : prednison, aminofilin, salbutamol, gliseril guaiakolat, dan
dekstrometorfan)
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN

Apoteker:

No. DMK : 00-00-72-xx Keluhan Utama : Sesak napas sejak subuh, batuk berdahak, Alergi : -
MRS / KRS : 18 Mei 2016 / 27 Mei 2016 dan panas Merokok / Alkohol : - / -
Inisial Pasien : Tn. D Diagnosis : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) + MS Obat Tradisional : -
Umur / BB / TB : 66 tahun (Mitral Stenosis) post open heart + AF (Atrial Fibrillation) OTC : -
Alamat : Malang respiratory ventricular moderate
Riwayat Sosial : - Riwayat Penyakit : PJK (Penyakit Jantung Koroner), paru,
Asuransi : BPJS post operation by pass ops (J) 1985
Riwayat Pengobatan : Obat jantung dan obat paru
Kepatuhan :
PROFIL PENGOBATAN PADA SAAT MRS
Tanggal (Mei)
Obat Rute Dosis Frekuensi
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Normal salin iv infus life line - v //
Ceftriaxone iv bolus 1g 2 dd 1 v v v v v v v v v v
Levofloxacine iv infus 750 mg 1 dd 1 v v
Ciprofloxacine iv infus 400 mg 2 dd 1 v v v v
Gliseril guaiakolat po 200 mg 3 dd 1 v v // v v v v v v
Combivent® Inhaler oral 10 mL 3 dd 1 v v // v v v v v v
Budesonide Inhaler oral 200 mcg 3 dd 1 v v v v v v
N-asetil sistein po 200 mg 3 dd 1 v v v v v v v v v
Aminofilin pump 25 mg/mnt - v // v
Tanggal (Mei)
Obat Rute Dosis Frekuensi
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Digoksin po 0,25 mg 1 dd 1 v v v v v v v v v
Asetosal po 80 mg 1 dd 1 v v v v v v v v v
Furosemide iv bolus 20 mg 1 dd 1 v v v po
Spironolakton po 50 mg 2 dd 1 v v v v v // 1 dd 1 1 dd 1 1 dd 1 //
Ranitidin iv bolus 50 mg 2 dd 1 v v v v v v v // v //
Metoklopramid iv bolus 10 mg 2 dd 1 v v v v
KSR po 600 mg 2 dd 1 v v 1 dd 1 1 dd 1 //

DATA KLINIK

Inisial Pasien : Tn. D


Tanggal (Mei)
Data Klinik Nilai Normal
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Suhu 37 ± 0,5oC 38 36,4 36,2 37,4 36,8 36,4 36,4 36,2 36,4
TD < 140/90 mmHg 110/ 140/ 150/ 120/ 130/ 130/ 140/ 130/ 130/ 130/
60 80 90 90 80 80 90 80 80 70
Nadi 50-90 x/menit 80 104 104 108 96 88 82 84 88
Rh ±‫׀‬± ±‫׀‬± +‫׀‬+ -‫׀‬- -‫׀‬- +‫׀‬+
Wh ±‫׀‬± -‫׀‬- +‫׀‬+ -‫׀‬- -‫׀‬± +‫׀‬+
Sesak + + +
Batuk berdahak + + + + + + +

DATA LABORATORIUM

Inisial Pasien : Tn. D


Tanggal (Mei)
Data Laboratorium Nilai Normal
18 19 21 22
Leukosit 4-10 x 103/µL 13,3 9,4
Hemoglobin 11,5-16,0 g/dL 13,1
Hematokrit 35-45 % 39,2
Eritrosit 4,3-6,0 x 106/µL 4,75
Platelet 150-400 x 103/µL 157
GDA ≤ 200 mg/dL 125
GDP 76-110 mg/dL 107
GD2PP 80-125 mg/dL 110
pH 7,35-7,45 7,38
pCO2 35-45 mmHg 34,7
pO2 80-107 mmHg 225
HCO3- 21-25 mmol/L 20,5
BE -3,5 s.d +2,0 mmol/L -4,1
SGOT 0-35 U/I 25
SGPT 0-37 U/I 12
Natrium 135-145 mmol/L 143 140 131
Kalium 3,5-5,0 mmol/L 2,6 3,4 3,5
Klorida 95-108 mmol/L 101 95 85
BUN 10-24 mg/dL 16,9
Kreatinin serum 0,5-1,5 mg/dL 1,2
Kolesterol total 150-250 mg/dL 104
LDL 67-175 mg/dL 48
HDL 35-55 mg/dL 41
Trigliserida 50-200 mg/dL 68
Asam urat 3,4-7,0 mg/dL 8,2
8. PEMBAHASAN KASUS

8.1 FORM SUBJECTIVE

MRS / KRS : 18 Mei 2016 / 27 Mei 2016


Inisial Pasien : Tn. D
Umur : 66 tahun
Alamat : Surabaya
Riwayat Sosial : BPJS
Riwayat Penyakit : PJK, paru, post operation by pass obs (J) 1985

No DATA Tanggal
. KLIN 26 27
18 19 20 21 22 23 24 25
IK
1. a.
sesak + - - - + - - + - -
napas
batuk
berdah + + + + + - - + + -
ak
Dema
+ - - - - - - - - -
m
lemah + - - - - - - - - -
2. Riway
at PJK (Penyakit Jantung Koroner), paru, post operation by pass ops (J) 1985 dan
Penya kontrol rutin ke poli jantung (terakhir kontrol Tgl. 11 Mei 2014)
kit
3. Riway 1. Obat jantung
at Concor® (kandungan bisoprolol fumarate 2,5 mg) 0-1-0
Pengo Digoksin 1x1
batan Spironolakton 1-0-0
Sohobion® (kandungan per tablet : vit. B1 100 mg, vit. B6 200 mg, vit. B12 200
mg)
2. Obat paru
Aminofilin 1-0-0
Salbutamol 2x1
Gliseril guaiakolat 2x1
Spiriva® (kandungan ipratropium) 1-0-0
Bricasma® (terbutalin sulfat) 1-0-0
Pulmicort®(kandungan budesonide) 1-0-0
4. Umur 66 tahun
5. Tinggi
badan /
-
berat
badan
Pasien diduga PPOK karena sesak nafas dan batuk berdahak. Sesak napas yang
Komentar diakibatkan dari adanya penyempitan saluran napas. Sementara batuk berdahak
dan alasan karena adanya hipersekresi mukus.
Pasien diduga infeksi (leukositnya tinggii ) karena mengalami demam.
Pasien diduga lemah karena kekurangan elektrolit.

8.2 FORM OBJECTIVE


Isilah data-data pasien yang termasuk dalam “Objective”!

DATA Tanggal
N KLINIK 27
18 19 20 21 22 23 24 25
o. 26
1. Suhu v - - - - - - - - -
2. TD - V v
3. Nadi v V v v
4. Rh ±‫׀‬± ±‫׀‬± +‫׀‬+ -‫׀‬- -‫׀‬- +‫׀‬+
5. Wh ±‫׀‬± -‫׀‬- +‫׀‬+ -‫׀‬- -‫׀‬± +‫׀‬+
Komentar dan
alasan Ronch : suara caira paru

No. DATA LAB Tanggal


18/05/16 19/05/16 20/05/16 21/05/16 22/05/16
1. Leukosit 13,3 x 103/µL 9,4 x 103/µL
3. Hemoglobin 13,1
4. Hematokrit 39,2
5. Eritrosit 4,75
6. Platelet 157
7. GDA 125
8. GDP 107
9. GD2PP 110
10. pH 7,38
11. pCO2 34,7
12. pO2 225
13. HCO3- 20,5
14. BE -4,1
15. SGOT 25

18. SGPT 12
19. Natrium 143 140 131
20. Kalium 2,6 3,4 3,5
21. Klorida 101 95 85
22. BUN 16,9
23. Kreatinin serum 1,2
24. Kolesterol total 104
25. LDL 48
26. HDL 41
27. Trigliserida 68
28. Asam urat 8,2
Komentar dan alasan
 Px mengalami peningktan leukosit karena mengalami infeksi
 Denyut nadi tidak normal dikarenakan pasien mengalami takikardia yang
merupakan efek dari AF (Atrial Fibrillation) respiratory ventricular
moderate
 nilai kalium dalam darah sempat rendah pada tanggal 19 dikarenakan efek
dari terapi obat diuretik yang diberikan pada saat MRS, namun selanjutnya
terus meningkat hingga mencapai nilai normal dikarenakan obat diuretik
dihentikan dan diberikan KSR untuk meningkatkan nilai kalium dalam
darah
 Diduga terdapat bakteri yang menyebabkan infeksi sehingga memicu
kekambuhan PPOK yang ditandai dengan peningkatan leukosit sehingga
diberikan antibiotik. infeksi pada tanggal 18 Mei
 Kadar pCO2, pO2 dan HCO3- yang tidak normal menunjukkan adanya
ganguan respirasi pada tanggal 18 Mei
 Kadar LDL dibawah normal pada tanggal 19 Mei , anoreksia
 Suhu tubuh pasien pada tanggal 18 Mei tinggi sehingga pasien mengalami
demam
FORM PROFIL PENGOBATAN
Isilah data-data pasien mengikuti format di bawah ini!

OBAT
Komentar dan Alasan
Tgl. Tgl. Pemantauan
Indikasi Terapi (mekanisme kerja, alasan
Mulai Jenis Obat Rute Dosis Frekuensi Berhenti Kefarmasian
pada Pasien pemilihan terapi)
Terapi Terapi
18 mei Normal salin iv infus life line - 19 mei Menjaga Mekanisme Kerja:
(1 stabilitisasi pasien larutan koloid yang kandungannya
kantong) (hemodinamik) sama dengan cairan ekstrasel, ion-
Pasien tidak
ionnya terdistribusi ke cairan
mengalami lemas
instravaskular dan intersisiel
pada hari
Alasan :
selanjutnya
pasien lemah dan demam, elektrolit
yang hilang akan digantikan oleh
normal saline
18 mei Ceftriaxone iv bolus 1g 2 dd 1 - Infeksi saluran - Demam sebagai Mekanisme Kerja :
(ceftriaxon pernapasan bagian indikasi adanya menghambat sintesis dinding sel
golongan bawah infeksi menurun bakteri dengan berikatan dengan
cephalosporin) pada tanggal 19 penisilin binding protein (PBPs)
generasi 3 Mei 2014 yang selanjutnya akan menghambat
- Jumlah leukosit tahap transpeptidasi sintesis
menurun pada peptidoglikan dinding sel bakter
tanggal 27 yang sehingga menghambat biosintesis
menandakan dinding sel Bakteri akan mengalami
infeksi tidak lisis karena aktivitas enzim autplitik
lagi terjadi saat dinding sel bakteri terhambat
- ES: (sumber : mims)
Gangguan
Pencernaan : Alasan:
diare, mual, Karena adanya bakteri gram positif
muntah, dan negatif sehingga di pakai
stomatitis antibiotik spektrum luas
Reaksi kulit :
dermatitis, Komentar:
pruritus, dosis pemberian Ceftriaxone
urtikaria, seharusnya 1 g sebagai dosis
edema, eritema tunggal, namun pada hal ini
multiforme, pemberian dikombinasikan dengan
reaksi antibiotik lain sehingga dosis
anafilaktik diturunkan.
Hematologi :
eosinofil,
anemia
hemolitik,
trombositosis,
leukopenia,
granulositopenia
Iritasi akibat
peradangan dan
nyeri pada
tempat yang
diinjeksikan
Gangguan
fungsi ginjal :
peningkatan
BUN
Gangguan
fungsi hati :
peningkatan
SGOT dan
SGPT
18 mei Levofloxacine iv infus 750 mg 1 dd 1 20 Mengobati infeksi - Demam sebagai Mekanisme Kerja:
bakteri termasuk indikasi adanya menghambat DNA gyrase sehingga
infeksi saluran infeksi menurun sintesa DNA kuman terganggu
pernapasan bagian pada tanggal 19 (mims)
atas Mei 2014 Alasan:
- Efek samping peningkatan jumlah leukosit karena
yang sering adanya infeksi.
timbul seperti
mual, muntah, Komentar:
diare, sakit - Efek samping berupa aritmia,
perut, sakit sedangkan pasien juga mengalami
kepala, pusing, Artrial Fibrillation
gangguan tidur, - Golongan florokuinon tidak
ruam, pruritus, dianjurkan untuk pasien
aritmia geriatri,sehingga penggunaannya
perlu diperhatikan atau diganti.
- Pemberian antibiotik untuk lama
penggunaan perlu diperhatikan
untuk menghindari resistensi.
22 Mei Ciprofloxacine iv infus 400 mg 2 dd 1 26 Infeksi kuman Dapat Mekanisme Kerja :
gram positif dan menimbulkan menghambat DNA gyrase dan
negatif. Profilaksis disfagia, topoisomerase IV sehingga
pada bedah sauran meteorismus, replikasi DNA bakteri terganggu
cerna bagian atas. tremor, konvulsi, (mims)
Ciproflxacine lebih gagal ginjal dsb.
murah Alasan :
Penggantian dari levofloxacine ke
ciprofloxacine kemungkin karena
masalah ekonomi.

Komentar:
- efek samping Ciprofoxacine ialah
infark miokardi yang tidak sesuai
untuk penderita Penyakit Jantung
Koroner
- Golongan florokuinon tidak
dianjurkan untuk pasien
geriatri,sehingga penggunaannya
perlu diperhatikan atau diganti.

19 Mei Gliseril guaiakolat Po 200 mg 3 dd 1 21 Ekspektoran Frekuensi batuk Mekanisme Kerja :


dan produksi meningkatkan volume sputum dan
dahak mengurangi kekentalan sputum
yang kuat dan digunakan sebagai
ekspektoran untuk batuk produktif

Alasan:
pasien mengalami batuk berdahak
22 Mei -
19 Mei Combivent® Inhaler 10 mL 3 dd 1 21 Sesak napas akibat Sesak napas Mekanisme Kerja :
oral PPOK berkurang mengandung ipatropium sebagai
antikolinergik yang menghambat
kontraksi otot polos pada saluran
napas dan salbutamol sebagai β2
adrenergik bronkodilator

Alasan:
pasien mengalami sesak napas
karena penyumbatan saluran napas
22 Mei -
22 Mei Budesonide Inhaler 200 mcg 3 dd 1 - Asma (sesak napas) Kondisi sesak Mekanisme Kerja :
intranasal kambuh napas pasien golongan kortikosteroid yang
bekerja dengan meningkatkan
jumlah reseptor β2 andrenergik dan
meningkatkan respon reseptor
terhadap stimulasi β2 andrenergik
sehingga mengakibatkan penurunan
produksi mukus dan hipersekresi,
mengurangi hiperresponsitivitas
bronkus serta mencegah dan
mengembalikan perbaikan jalur
napas

Alasan :
pasien mengalami sesak napas
kembali sehingga diberikan
budesonide agar bronkodilator
semakin optimal.
19 Mei N-asetil sistein Po 200 mg 3 dd 1 - Mukolitik Dahak, dan Mekanisme Kerja:
frekuensi batuk Mengurangi kekentalan sekret
dengan memecah ikatan disulfida
pada mukoprotein dan membntu
pengeluaran sekret

Alasan:
Pasien mengalami batuk berdahak

akan memecah cAMP dalam otot


polos saluran napas.

Alasan :
Agar efek bronkodilator dapat
ditingkatkan.

22 Mei Aminofilin Pump 25 - 23 Asma bronkial Sesak nafas, RR, Mekanisme kerja :
24 Mei mg/mnt 25 Takikardia Merelaksasi otot polos bronkus dan
merangsang dorongan pernapasan
pusat dengan menghambat kerja
enzim fosfodiesterase. Enzim ini
akan memecah cAMP dalam otot
polos saluran napas.

Alasan :
Agar efek bronkodilator dapat
ditingkatkan.
19 Mei Digoksin Po 0,25 mg 1 dd 1 - Anti aritmia Mual, muntah, Mekanisme kerja :
(diberikan pada diare, anoreksia, Menghambat pompa Na-K ATPase
pasien ini adalah aritmia, yang bekerja dengan meningkatkan
karena ginekomasti, pertukaran Na-Ca2+ intraseluler,
penurunan jumlah sehingga meningkatkan kadar
trombosit, nyeri kalsium intraseluler dan
abdomen, meningkatkan kontraktilitas.
takikardia
Waspada Alasan :
hipokalemi karena pasien didiagnosis
mengalami atrial fibrilat.
Digoxin dan albuterol memiliki
interaksi obat yang perlu dimonitor
ketat (digoxin meningkatkan
kalium, albuterol menurunkan
kalium)
Digoxin ditambah dengan aspirin
dapat meningkatkan kalium tetapi
dengan persyaratan harus dimonitor
dengan ketat
Digoxin dengan levofloxacin dapat
meningkatkan efek digoksin dengan
persyaratan harus dimonitor dengan
ketat
19 Mei Asetosal Po 81 mg 1 dd 1 - Analgesik, Ulkus peptikum, Mekanisme kerja :
antipiretik, Bronchospasm, Menghambat enzim COX II
(500mg) hepatotoxicity, sehingga tidak dihasilkan
antiplatelet, mual, merusak prostaglandin yang merupakan
Anti thrombotic ginjal, muntah, mediator nyeri.
serta anti inflamasi. asma
Asam 2 gram Alasan :
Diberikan karena karena dapat menjadi anti platelet
pasien mengalami tromboksan A2 untuk menangani
riwayat PJK PJK dan fibrilasi.

Saran : Sebaiknya diganti karena


dapat memperberat PPOK
Aspirin dan furosemid memiliki
interaksi obat yang perlu dimonitor
ketat (aspirin meningkatkan kalium,
furosemid menurunkan kalium)
Aspirin mengurangi absorbsi
quinolon (monitor ketat)
Aspirin dan albuterol memiliki
interaksi obat yang perlu dimonitor
ketat (aspirin meningkatkan kalium,
albuterol menurunkan kalium)
18 Mei Furosemide iv bolus 20 mg 1 dd 1 20 Diuretik Sembelit, demam, Mekanisme kerja :
21 Mei Po 40 mg 22 kesulitan Mengurangi reabsorbsi natrium,
bernafas/menelan, sehingga meningkatkan ekskresi
sakit tenggorokan, natrium dan air melalui urin.
muntah, sakit Sehingga volume darah turun,
kepala, Asam aliran darah turun, tekanan darah
urat, anoreksia, kembali normal.
kalsium, mual

Alasan :
Pasien mengalami hipertensi
18 Mei Spironolakton Po 50 mg 2 dd 1 23 Diuretik : 100 Mual, muntah, Mekanisme kerja :
1 dd 1 27 Anti remodeling diare, anoreksia, Spinorolakton berkompetisi dengan
jantung : 25 – 50 ginekomasti, sakit aldosteron pada reseptor di tubulus
mg (anti kepala, dehidrasi, ginjal distal, meningkatkan NaCl
aldosteron) kram perut, dan ekskresi air selama konversi ion
gastritis, kalium dan hidrogen.
peningkatan
BUN, demam, Alasan :
penurunan HCO3- Dapat meningatkan kerja obat
(indikasi asidosis diuretik (furosemid) sebagai
metabolik) antihipertensi.
Kombinasi dengan furosemide
diperbolehkan untuk menghemat
kalium
18 Mei Ranitidin iv bolus 50 mg 2 dd 1 25 Konstipasi, diare, Konstipasi, diare, Mekanisme kerja :
18 Mei 27 leukopenia, leukopenia, Menghambat reseptor H2 secara
granulositopenia, granulositopenia, selektif. Reseptor H2 merangsang
trombositopenia, trombositopenia, sekresi asam lambung sehingga
anemia, Mual, anemia, Mual, sekresi asam lambung dihambat
muntah. muntah oleh ranitidin.
Alasan :
Karena sebagian besar obat resep
punya efek samping gastritis (iritasi
lambung) dan dikarenakan pasien
rawat inap hanya mendapat sedikit
intake oral maka diberikan ranitidin
untuk mencegah gastritis.
24 Mei Metoklopramid iv bolus 10 mg 2 dd 1 - Anti emetik Pusing, gangguan Mekanisme kerja :
GIT, hipertensi Memblokade reseptor dopamin di
zona pemicu kemoreseptor pada
SSP, sehingga menghasilkan efek
anti emetik. Meningkatkan motilitas
GIT dengan blokade dopamin dan
serotonin, dapat menghambat kerja
digoksin sehingga perlu
mengawasan ketat.

Alasan :
sebagian besar obatresep punya
efek samping emetik (pemicu
muntah).
21 Mei KSR po 600 mg 2 dd 1 25 Mual, muntah, Meningkatkan Mekanisme kerja :
diare serta nyeri kalium Mempertahankan fungsi ginjal
perut normal, keseimbangan asam basa,
dan metabolisme karbohidrat, serta
sekresi cairan lambung.
Alasan :
efek samping dari furosemid, KSR
digunakan untuk mencegah
hilangnya kalium

8.3 ASSESSMENT
ASUHAN KEFARMASIAN (PHARMACIST’S CARE PLAN)

Inisial Pasien : Tn. D


1. Masalah aktual dan potensial 3. Kepatuhan pasien 5. Penghentian obat 7. Interaksi obat
2. Pemantauan efek terapi obat 4. Pemilihan obat 6. Efek samping obat

TINDAKAN
NO. TANGGAL URAIAN MASALAH
(USULAN PADA KLINISI, PERAWAT, ATAU PASIEN)

1. 18/05/16 - Pasien mengalami kondisi lemah Klinisi : Pemberian normal salin sudah tepat karena larutan salin
dapat mengganti cairan tubuh yang hilang, selain itu pada
kondisi ini normal saline digunakan untuk stabilitisasi pasien
(hemodinamik)

Perawat : Diberikan secara intravena infus

Pasien : Diberitahukan kepada pasien bahwa Efek sampingnya


adalah edema dan hipertensi
- Pasien mengalami infeksi

Klinisi : Diberikan ceftriaxone 1 gram dan levofloxacine,


diberikan kombinasi karena untuk mengefektifkan pengobatan

Perawat : Diberikan ceftriaxone secara intravena bolus di vena


cubiti, diberikan levofloxacin secara intravena infus

Pasien : Pemberitahuan ES levofloxacin adalah mual, jantung


berdebar dikarenakan adanya riwayat PJK

- Tekanan darah pasien tinggi Klinisi : Diberikan furosemid sudah tepat karena furosemid dapat
menurunkan tekanan darah

Perawat : Diberikan furosemid sebagai diuretik secara intravena


bolus di vena cubiti

Pasien : Pemberian pengetahuan akan efek samping berupa


meningkatnya kadar asam urat dan meningkatnya kadar asam
urat dan mengalami hipokalemia

Klinis: Diberikan spironolakton sudah benar karena dapat


menurunkan tekanan darah tanpa tejadi hipokalemia sehingga
mengimbangi ES furosemid

- Pasien mengalami batuk Perawat : Diberikan secara peroral


berdahak, tetapi tidak diberikan
Pasien : Diberikan pengetahuan tentang akan menurunnya Na, K.
terapi

Klinis : Bertanya pada dokter mengapa pasien tidak diberikan


terapi batuk berdahak. Seharusnya diberikan gliceril guaikolat

Perawat : -

Pasien : -
- Pasien diberikan ranitidin

Klinis : Pemberian ranitidin sudah benar, karena kondisi pasien


dalam keadaan lemah dan tidak ada intake makanan yang masuk
sehingga diberikan ranitidin agar pasien tidak mengalami
kenaikan sekresi asam lambung.

Perawat : Pemberian ranitidin secara intravena bolus

- Pasien mengalami demam, tetapi Pasien : Efek samping berupa mual dan muntah
tidak diberikan terapi

Klinisi : Bertanya pada dokter mengapa pasien tidak diberikan


seharusnya diberikan terapi.

2. 19/05/16 - Pasien batuk berdahak Klinisi : Pemberian gliseril guaicolat sudah tepat gg mampu
menginduksi keluarnya dahak.

Perawat : Diberikan gliceril guaicolat secara peroral

Pasien : ES mual dan muntah

- Tekanan darah masih tinggi dan Klinis : Pemberian furosemid dan spironolakton secara per oral
takikardia serta pemberian digoxin secara per oral

Perawat : Furosemid secara iv bolus dan spironolakton secara per


oral serta pemberian digoxin secara per oral

Pasien : ES digoxin yaitu mual, muntah. ES furosemid yaitu


asam urat tinggi

Klinis : Diberikan asetosal sudah tepat karena pasien memiliki


riwayat PJK
- Diberikan asetosal
Perawat : Diberikan secara per oral

Pasien : -

- Diberikan combivent Klinis : Pemberian combivent (yang mengandung


SABA&SAAC). Penggunaannya hanya untuk prn atau pada saat
mengalami sesak nafas.

Perawat : -

Pasien : -

Klinis : Pemberian N-asetilsistein tidak perlu diberikan karena


- Pemberian N-asetilsistein
memiliki efek yang sama dengan gliceril guaicolat dan memiliki
efek samping bronkospasme

Perawat : -

Pasien : -

3. 20/05/16 Pemberhentian terapi levafloxacin Klinisi : Pemberhentian sudah tepat karena pasien memiliki
riwayat PJK dimana ES obat tersebut adalah aritmia, palpitasi,
dan takikardia

4. 21/05/16 - Pasien mengalami pemberhentian Klinisi : Bertanya kepada dokter mengapa diberhentikan
terapi GG sedangkan pasien mengluh batuk berdahak sebaiknya diberikan
N-asetilsistein

Klinisi : Pemberian sudah sesuai karena pasien tidak mengeluh


sesak nafas
- Pemberhentian terapi combivent

Klinisi : tekanan darah sudah normal sehingga dosis diturunkan

- Perubahan bentuk sediaan


furosemid dari secara injeksi iv
Klinisi : Pemberian KSR sudah tepat digunakan untuk
bolus menjadi po
menormalkan kadar kalium
- Kadar kalium pasien rendah
5. 22/05/16 - Pasien mengalami batuk berdahak Klinisi : Pemberian gliceril guaicolat kembali karena pasien
mengalami batuk berdahak

- Pasien mengalami sesak nafas Klinisi : Diberikan kombinasi combivent dan budenosisde karena
dikhawatirkan sesak nafas tsb dikarenakan asma bronkial

Klinisi : Pasien sudah tepat diberikan aminofilin karena terdapat


serangan berupa sesak nafas
- Pasien diberikan aminofilin

Klinisi : ditanyakan ke dokter apakah pemberian tsb sudah tepat


dikarenakan pada tanggal ini kadar leukosit sudah normal
- Pasien diberikan ciprofloxacin
6. 23/05/16 - Pemberhentian terapi aminofilin Klinisi : Ditanyakan kepada dokter mengapa diberhentikan
karena sebaiknya diteruskan terapinya karena sebagai
maintenance
- Pemberhentian terapi Klinisi : Sudah tepat dikarenakan tekanan darah pasien sudah
spironolakton normal

Klinisi : Sudah tepat karena terapi furosemid sudah dihentikan


- Pengurangan dosis KSR dan terapi spironolakton dihentikan

7. 24/05/16 - Pasien diberikan aminofilin Klinisi : ditanyakan kepada dokter kenapa ranitidin dihentikan

Klinisi : tekanan darah kembali meningkat tetapi tidak gawat


- Pemberian spironolakton sehingga dosisnya dikurangi

8. 25/05/16 - Pemberhentian terapi ranitidin Klinisi : ditanyakan kepada dokter mengapa ranitidin dihentikan

Klinisi : Sudah tepat, karena apabila diberkan terus menerus


- Pemberhentian KSR dapat menyebabkan hipokalemia

9. 26/05/16 - Pemberhentian ciprofloxacin Klinisi : Ditanya kepada dokter padahal pemakaian obat yang
disarankan 7-14 hari

10. 27/05/16 - Pemberhentian spironolakton Klinisi : Ditanyakan kepada dokter


sedangkan tekanan darah tinggi
- Pemberhentian ranitidin kembali

8.4 PLAN

MONITORING

NO. PARAMETER TUJUAN MONITORING


1. Edema dan tekanan darah Kadar bengkak, tekanan darah dipantau untuk mengurangi
edema dan tekanan darah normal
2. Bilirubin Dikontrol bilirubin
3. Leukosit Dipantau agar mencapai normal (ceftriaxone)
4. Mual Dipantau apabila ada keluhan dan diberi metoklopramid
5. Denyut Nadi Dipantau agar menurunkan tekanan darah dan diberikan
furosemid
6. Batuk Dipantau untuk melihat efikasi terapi dan untuk melihat
perkembangan PPOK dan dipecahkan mukus dengan GG
7. SGOT dan SGPT Dikontrol
8. Kalium, Natrium Klorida Dikontrol dengan KSR, spironolakton
9. Asam Lambung Pengukuran kadar sekresi asam lambung dan diberikan
ranitidin
LEMBAR KONSELING
No. Sasaran Uraian Rekomendasi/Saran
Konseling

1. Keluarga - Menjaga kebersihan udara - Selalu bersihkan rumah agar tidak kotor
di dalam dan sekitar - Jika ada keluarga yang merokok, jangan didekat
lingkungan rumah pasien
- Diperhatikan sirkulasi udara dan ventilasi rumah yang
cukup
2. Pasien - Perhatikan nutrisi yang - Makan makanan yang mengandung nutrisi seimbang
dikonsumsi. Pada PPOK yaitu dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat
sering terjadi malnutrisi - Pemakaian masker untuk meminimalisir polutan
karna kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan
energi
- Hindari polutan udara
- Hindari merokok
3. Perawat - Merawat pasien dengan - Pemberian obat sesuai dosis dan aturan caara
tindakan yang tepat pemberiam
- Secara rutin memonitoring pasien
- Cara penyimpanan obat misalnya antibiotik yang
sensitif terhadap cahaya
- Informasi detail pemakaina obat misal infus berapa
kali semenit, pemakaian tetes antibiotik, dan lain-lain

Keterangan: yang menjadi sasaran konseling bisa pasien/keluarga pasien/perawat

8.5 DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. LITBANG DEPKES RI. Jakarta. 2013
Buist S., Halbert R. J., Natoli J. L., Gano A., Badamgarav E., Mannino D. M. 2006. Global Strategy for the Diagnosis,
Management, and Prevention of COPD. NHLBI/WHO Global Initiative for COPD Workshop Summary.
Burge S, Wedzicha JA. PPOK exacerbations: definitions and classifications. European Respiratory Journal

Djojodibroto , R.Darmanto . 2007. Respirologi (Respiratory Medicine) . Jakarta : Penerbit


buku kedokteran EGC.
Gold I. 2010. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention,
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989,Diakses pada tanggal 21 Februari
2016.
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Oemati, Ratih . 2013. KAJIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) : Epidemiologic
Study
Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) . Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88
Ovedoff, D. 2006. Kapita selekta kedokteran 2/editor ed. Revisi 2. Jakarta, Binarupa Aksara.

Rubenstein , David , David Wayne dan John Bradley . 2005 . Lecture Notes Kedoteran
Klinis . Jakarta : EMS
WHO. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD). November 2016 [Diakses 2017 15 March]; available from:
http://www.who.int/respiratory/copd/
Wibisono MJ, Winariani, Hariadi S. 2010.Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: 37-51.

Anda mungkin juga menyukai