Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

INFERTILITAS

Disusun oleh :

Primadilla Rahma Anggia Ayu

1102015178

Pembimbing :

dr. Fredrico Patria, SpOG (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

KEPANITERAAN DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN

RS.BHAYANGKARA TINGKAT I R.SAID SUKANTO

JANUARI 2020 – MARET 2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang serius dalam setiap pasangan.
Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50% pasangan
infertil untuk memperoleh anak. Masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri
yang telah menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan sanggama
teratur, tanpa menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh
kehamilan.1,2
Dalam populasi umum, konsepsi terjadi pada sekitar 50% wanita dalam waktu
3 bulan, 75% wanita dalam waktu 6 bulan, dan lebih dari 85% akan hamil dalam
waktu 1 tahun. Angka kehamilan kumulatif akan meningkat menjadi 92% ketika
lama usia pernikahan 2 tahun. Data menunjukkan 10-15% pasangan di negara barat
mengalami gangguan Infertilitas dan sekitar 2,7 juta wanita usia reproduksi
mengalami infertilitas di Amerika Serikat. Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan
kasus infertilitas. Dalam beberapa kasus, pasangan tertentu secara sukarela
memperlambat proses memiliki keturunan untuk mencapai kematangan dalam
karirnya.1,3
Pada prinsipnya, masalah yang terkait dengan infertilitas ini dapat dibagi
berdasarkan masalah yang sering dijumpai pada wanita dan pria. Pendekatan yang
digunakan untuk menilai faktor-faktor yang terkait dengan infertilitas tersebut
digunakan pendekatan organik (masalah pada alat reproduksinya dan organ
lainnya) dan pendekatan nonorganik (usia, hormonal, pola hidup dan genetik).2
Dalam beberapa dekade terakhir, kesuksesan terapi infertilitas memberikan
harapan bagi banyak pasangan. Ada kemajuan teknologi dalam membantu sistem
reproduksi, mulai dari peningkatan kualitas medium untuk embrio sampai Injeksi
Sperma Intrasitoplasma dan preimplantation genetic diagnosis yang mengarah
pada peningkatan signifikan angka kehamilan In Vitro Fertilization-Embryo
Transfer (IVF-ET). Dengan meningkatnya kepedulian masyarakat dan penerimaan

2
terhadap teknologi bantu reproduksi telah membuat pasangan yang mengalami
infertilitas berusaha mencari pertolongan medis.1,3
Dalam melakukan tatalaksana terhadap pasangan dengan masalah infertilitas,
diperlukan sistem rujukan yang baik untuk menghindari keterbatasan yang dimiliki
oleh pusat layanan kesehatan primer. Dengan mengetahui indikator-indikator
tersebut, pasangan yang mengalami masalah infertilitas tersebut akan langsung
dirujuk ke pusat layanan kesehatan yang lebih tinggi tanpa dilakukan tatalaksana
sebelumnya di pusat kesehatan primer.2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI REPRODUKSI


1. Reproduksi Pria4
Fungsi esensial sistem reproduksi pria adalah sebagai berikut :
a) Menghasilkan Sperma
Organ penghasil sperma, testis, tergantung di luar rongga abdomen
dalam suatu kantong berlapis kulit, skrotum, yang berada di sudut
antara kedua tungkai. Suhu yang lebih dingin di skrotum daripada di
abdomen merupakan hal yang esensial bagi spermatogenesis. Kelainan
anatomi seperti kriptorkidismus dimana testis tidak turun hingga
dewasa atau tetap berada dalam rongga abdomen sehingga tidak mampu
menghasilkan sperma hidup karena terganggunya proses
spermatogenesis.4
Proses spermatogenesis ini terjadi di dalam tubulus seminiferus. Sel
leydig di ruang interstitial diantara tubulus ini mengeluarkan
testosterone ke dalam darah yang berfungsi memaskulinisasi sistem
reproduksi.4
Sekresi testosterone diatur oleh stimulasi hormon hipofisis anterior,
yaitu luteinizing hormon terhadap sel Leydig dan melalui mekanisme
umpan balik negative, testosteron menghambat sekresi gonadotropin.4
Spermatogenesis memerlukan testosterone dan FSH. Testosteron
merangsang pembelahan miosis dan meiosis yang dibutuhkan untuk
mengubah sel germinativum diploid yang belum berdiferensiasi
(spermatogonia) menjadi spermatid haploid yang belum
berdiferensiasi. FSH lalu merangsang remodeling spermatid menjadi
spermatozoa yang sangat khusus dan mampu bergerak. Sekresi LH dan
FSH ini dikontrol oleh Gonadotropin Releasing hormone (GnRH) yang
dihasilkan oleh hipotalamus.4

4
Di tubulus seminiferus terdapat sel sertoli yang berfungsi
melindungi, merawat, dan meningkatkan sel germinativum sepanjang
perkembangannya. Sperma yang masih imatur dibilas keluar tubulus
seminiferus ke dalam epididimis oleh cairan yang dikeluarkan sel
sertoli. Epididimis dan duktus deferens menyimpan dan memekatkan
sperma serta meningkatkan motilitas serta fertilitasnya sebelum
ejakulasi.4
b) Menyalurkan Sperma ke Wanita
Sistem reproduksi pria dirancang untuk menyalurkan sperma ke
saluran reproduksi wanita dalam suatu cairan pembawa, semen, yang
kondusif bagi viabilitas sperma. Kelenjar seks tambahan pria yang
sekresinya membentuk sebagian besar semen adalah vesikula
seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretra.4

Gambar 1. Alat reproduksi pria4

5
Penis adalah organ yang digunakan untuk meletakkan semen pada
wanita. Sperma keluar dari masing-masing testis melalui saluran
reproduksi yang terdiri dari epididimis, duktus (vas) deferens, dan
duktus ejakulatorius.4
Sewaktu ejakulasi, sperma bercampur dengan sekresi yang
dikeluarkan oleh kelenjar-kelenjar aksesorius. Vesikula seminalis
menyalurkan fruktosa untuk energi dan prostaglandin meningkatkan
motilitas otot polos saluran reproduksi pria untuk meningkatkan
transport sperma. Cairan vesikula seminalis juga membentuk sebagian
besar semen. Kelenjar prostat menghasilkan cairan basa untuk
menetralkan sekresi vagina yang asam dan kelenjar bulbouretra
mengeluarkan mucus untuk pelumas.4
2. Reproduksi Wanita4
Fungsi esensial sistem reproduksi wanita adalah sebagai berikut :
a) Membentuk ovum
Ovarium dan saluran reproduksi wanita terletak di dalam rongga
panggul. Saluran reproduksi wanita terdiri dari komponen-komponen
berikut; dua oviduct (tuba uterina atau fallopii), yang berkaitan erat
dengan kedua ovarium, mengambil ovum saat ovulasi (pelepasan ovum
dari ovarium) dan berfungsi sebagai tempat fertilisasi (konsepsi).4
Ovarium mengambil peran ganda berupa oogenesis dan sekresi
estrogen dan progesteron. Proses oogenesis terjadi dalam waktu antara
usia 12-50 tahun, dari awal pubertas sampai menopause. Wanita lahir
dengan jumlah sel germinativum yang terbatas dan tidak dapat
diperbaharui.4
Oogenesis dan sekresi estrogen berlangsung di dalam suatu folikel
ovarium selama paruh pertama setiap siklus reproduksi (fase folikuler)
dibawah pengaruh FSH, LH, dan estrogen. Pada sekitar pertengahan
siklus, folikel yang matang melepaskan sebuah ovum (ovulasi). Ovulasi
dipicu oleh lonjakan LH yang ditimbulkan oleh estrogen kadar tinggi
yang dihasilkan oleh folikel yang matang.4

6
Di bawah pengaruh LH, folikel yang telah kosong kemudian diubah
menjadi korpus luteum yang menghasilkan progesteron dan estrogen
selama paruh terakhir siklus (fase luteal). Unit endokrin ini
mempersiapka uterus untuk implantasi seandainya ovum yang
dibebaskan dibuahi.4
Jika fertilisasi dan implantasi tidak terjadi, maka korpus luteum akan
berdegenerasi. Hilangnya dukungan hormon untuk lapisan dalam
endometrium yang telah berkembang penuh ini menyebabkan lapisan
tersebut berdisintegrasi dan terlepas, menghasilkan darah haid. Secara
bersamaan fase folikuler baru kembali dimulai.4
Haid berhenti dan lapisan dalam uterus (endometrium) memulihkan
diri di bawah pengaruh kadar estrogen yang terus meningkat dari folikel
yang baru berkembang.4
b) Menerima sperma
Vagina adalah saluran yang berotot dan dapat teregang yang
menghubungkan uterus dengan lingkungan eksternal. Bagian terbawah
uterus, serviks (leher rahim), menonjol ke dalam vagina dan
mempunyai satu saluran kecil yang disebut kanalis servikalis. Sperma
diendapkan di vagina oleh penis sewaktu berhubungan seks. Kanalis
servikalis berfungsi sebagai jalur bagi sperma untuk mencapai tempat
pembuahan di tuba uterina melaui uterus, dan ketika mengalami
pelebaran hebat sewaktu persalinan berfungsi sebagai saluran bagi
pengeluaran bayi dari uterus.4
c) Mengangkut sperma dari ovum ke tempat penyatuan (fertilisasi atau
konsepsi)
Fertilisasi terjadi di tuba uterina sewaktu telur yang dibebaskan dan
sperma yang diletakkan di vagina dibawa ke tempat ini. Ovum yang
telah dibuahi membelah secara mitotis. Dalam seminggu, ovum ini
tumbuh dan berdiferensiasi menjadi blastokista yang mampu
berimplantasi.4

7
Sementara itu, endometrium telah mengalami vaskularisasi yang
intens dan dipenuhi oleh simpanan glikogen di bawah pengaruh
progesteron fase luteal. Kedalam lapisanyang telah disiapkan khusus
inilah, blastokista berimplantasi dengan menggunakan enzim-enzim
yang dikeluarkan oleh trofoblas, yang membentuk lapisan luar
blastokista. Enzim-enzim ini mencerna jaringan endometrium yang
kaya nutrien, melaksanakan tugas rangkap membuat lubang untuk
implantasi sembari membebaskan nutrien untuk digunakan mudigah
yang sedang berkembang.4
d) Memelihara janin yang sedang tumbuh sampai janin dapat bertahan
hidup di dunia luar (gestasi atau kehamilan), mencakup
pembentukan plasenta, organ pertukaran antara ibu dan janinnya.
Uterus yang berongga dan berdinding tebal terutama berperan
memelihara janin selama masa perkembangannya dan
mengeluarkannya pada akhir kehamilan. Kombinasi saling terkait
antara jaringan ibu dan anak dibentuk berupa plasenta. Plasenta adalah
organ pertukaran antara darah ibu dan janin serta juga bertindak sebagai
organ endokrin kompleks sementara yang mengeluarkan sejumlah
hormon yang esensial bagi kehamilan, yaitu Gonadotropin korion
manusia, progesterone, dan estrogen.4
Gonadotropin korion manusia mempertahankan korpu luteum
kehamilan yang menghasilkan estrogen dan progesteron selama
trimester pertama gestasi sampai plasenta mengambil alih fungsi ini
pada dua trimester terakhir. Estrogen dan progesterone kadar tinggi
merupakan hal esensial untuk mempertahankan kehamilan normal.4
e) Melahirkan bayi (partus atau persalinan)
Saat persalinan, terjadi kontraksi ritmik miometrium dengan
kekuatan, durasi, dan frekuensi yang meningkat untuk melaksanakan
tiga tahap persalinan: pembukaan serviks, pelahiran bayi, dan pelahiran
plasenta.4

8
Persalinan dipicu oleh hubungan timbal balik kompleks berbagai
faktor ibu dan janin. Setelah kontraksi dimulai pada permulaan
persalinan, tercipta suatu siklus umpan balik positif yang secara
progresif meningkatkan kekuatannya. Sewaktu kontraksi mendorong
janin, menekan serviks, sekresi oksitosin, yaitu suatu perangsang otot
uterus yang kuat, meningkat secara refleks. Tambahan oksitosin ini
menyebabkan kontraksi menjadi lebih kuat sehingga menyebabkan
pelepasan oksitosin yang lebih banyak, dan demikian seterusnya. Siklus
umpan balik positif ini secara progresif menguat sampai pembukaan
serviks dan pelahiran selesai.4
f) Memberi makan bayi setelah lahir dengan menghasilkan susu
(laktasi)
Selama gestasi, payudara secara khusus dipersiapkan untuk laktasi.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron plasenta, masing-masing
mendorong perkembangan duktus dan alveolus di kelenjar mamaria.4
Prolaktin merangsang sintesis enzim-enzim yang esensial bagi
produksi susu oleh sel epitel alveolus. Namun, kadar estrogen dan
progesterone yang tinggi mencegah prolaktin mendorong produksi
susu. Hilangnya steroid plasentas setelah persalinan memicu laktasi.4
Laktasi dipertahankan oleh penghisapan, yang memicu pelepasan
oksitosin dan prolaktin. Oksitosin menyebabkan penyemprotan susu
dengan merangsang sel mioepitel yang mengelilingi alveolus untuk
memeras keluar susu melalui duktus. Prolaktin merangsang sekresi
lebih banyak susu untuk mengganti susu yang disemprotkan keluar
sewaktu bayi menyusui.4

9
Gambar 2. Alat reproduksi wanita4
III. DEFINISI
Menurut WHO, Infertilitas adalah penyakit sistem reproduksi yang
didefinisikan sebagai kegagalan mencapai kehamilan klinis setelah 12 bulan
atau lebih dari hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi.5
Dalam referensi lain, DHS (Demographic and Health Surveys)
menyebutkan bahwa infertilitas adalah ketidakmampuan orang dengan usia
produktif (15-49 tahun) untuk menjadi atau tetap hamil dalam waktu 5 tahun
dari paparan kehamilan.5
Namun, berdasarkan hasil survey dari National, Regional, and Global
Trends in Infertility, disimpulkan bahwa infertilitas adalah ketidakmampuan
untuk hamil dengan kelahiran hidup, dalam waktu 5 tahun dari paparan,
berdasarkan status hubungan yang terikat dan konsisten, tanpa menggunakan
kontrasepsi, tidak dalam masa menyusui, dan mempunyai keinginan untuk
memiliki anak.5

10
IV. JENIS INFERTILITAS
a. Infertilitas Primer
Ketika seorang wanita tidak dapat melahirkan seorang anak, baik karena
ketidakmampuan untuk hamil atau ketidakmampuan untuk membawa
kehamilan sampai pada kelahiran hidup. Jadi wanita hamil yang mengalami
keguguran spontan, ataupun kehamilan tanpa kelahiran hidup dianggap
mengalami infertilitas.5,6
b. Infertilitas Sekunder
Ketika seorang wanita tidak dapat memiliki anak, baik karena
ketidakmampuan untuk hamil atau ketidakmampuan untuk mempertahankan
kehamilan hingga tercapai kelahiran hidup dimana sebelumnya berhasil
mempertahankan kehamilan hingga tercapai kelahiran hidup, maka dia akan
diklasifikasikan mengalami infertilitas sekunder. Jadi, mereka yang mengalami
keguguran spontan berulang atau kelahiran mati, atau setelah kehamilan
sebelumnya berhasil melahirkan kelahiran hidup kemudian tidak dapat
membawa kehamilan untuk kelahiran hidup, akan dianggap mengalami
infertilitas sekunder.5,6

V. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi wanita yang mengalami infertilitas sekitar 13% atau 10-15%
pada pasangan usia reproduksi, dengan kisaran antara 7-28% bergantung pada
usia.. Etnis atau ras tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
prevalensi infertilitas. Namun, Insidensi infertilitas primer telah mengalami
peningkatan dimana disaat yang sama terjadi penurunan insidensi infertilitas
sekunder, yang sepertinya disebabkan oleh perubahan sosial seperti penundaan
kehamilan.3,7

11
VI. ETIOLOGI
Penyebab Infertilitas terbagi atas :
1. Penyebab pada Wanita
a) Faktor Ovarium : Gangguan Ovulasi
Secara umum, 20-35% gangguan fertilitas disebabkan oleh karena
gangguan ovulasi. Tidak terjadinya ovulasi (anovulasi) atau ovulasi yang
jarang (oligo-ovulasi) menjadi penyebab dari sekitar 20-25% kasus
infertilitas pada wanita atau sekitar seperlima dari kasus infertilitas pada
wanita. Beberapa penyakit atau gangguan yang mungkin menyebabkan
anovulasi adalah8,9 :
- Hypogonadothropic Hypogonadism
Abnormalitas sekresi Gonadotropin Releasing Hormon
(GnRH) agonis biasanya berhubungan dengan rendahnya kadar
estradiol, Follikel Stimulating Hormon (FSH), Luteinizing Hormone
(LH). Kallman’s Syndrome adalah salah satu bentuknya yang
merupakan penyebab anovulasi kongenital yang ditandai dengan
defisiensi gonadotropin dan anosmia. Penyebab lain dari abnormalitas
sekresi GnRH adalah tumor pituitary, nekrosis pituitary (Sheehan’s
Syndrome), stress, serta olahraga dan penurunan berat badan yang
berlebihan. Pemeriksaan lapangan pandang dan radiologi fossa
pituitary diperlukan bila dicurigai adanya space occupying lesion pada
pituitary.7,8
- Normogonadothropic Hypogonadism
Sebagian besar wanita dengan normogonadothropic
anovulation menderita PCOS (Polycystic Ovary Syndrome).
Penyebab lainnya bisa karena hiperplasia adrenal kongenital, dan
tumor ovarium yang mensekresikan androgen. Tiga kondisi terakhir
biasanya muncul dengan disertai hirsutism dan memerlukan
pemeriksaan detail serum testosterone, Dehydroepiandrostenedione
sulphate (DHEAS) dan 17 hydroxy progesterone.

12
PCOS sendiri menjadi penyebab 75% perempuan dengan
gangguan anovulasi. Kondisi klinisnya sangat bervariasi, namun
seseorang dapat didiagnosis PCOS bila terdapat 2 dari 3 hal berikut7:
1. Oligo- dan/atau anovulasi
2. Tanda klinis dan/atau Tanda biokimia dari hiperandrogenism.
3. Polikistic Ovarium
Dengan menyingkirkan penyebab endokrin berikut : Hiperplasi
adrenal kongenital, tumor yang mensekresikan androgen, Cushing
syndrome, Hiperprolaktinemia, dan disfungsi tiroid.7
- Hypergonadothropic Hypogonadism
Amenorrhea dengan peningkatan serum FSH dan kadar
estrogen yang rendah atau tidak terdeteksi merupakan tanda
kegagalan ovarium. Penyebabnya antara lain : Sindrom Turner (XO),
Mosaik Turner (XO, XX, XX) disgenesis gonad, gangguan autoimun,
dan kemoterapi. Dalam banyak kasus, tidak diketahui apa
penyebabnya. Sindrom Turner memiliki ciri : Karyotip 45 (XO),
abnormalitas fenotip seperti perawakan yang pendek, webbing of the
neck, shield chest and cubitus valgus. Pada Mosaik Turner
(45X/46XX), ovulasi spontan dan menstruasi dapat terjadi.7
- Hyperprolaktinemia
Peningkatan kadar prolaktin dapat mengganggu sekresi
GnRH, menyebabkan anovulasi, amenorrhea, dan kadang-kadang
galactorrhea, yang bersamaan dengan rendahnya kadar FSH dan
estradiol.
WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 3 kelas, yaitu10:
 Kelas 1 : Kegagalan pada hipotalamus hipofisis (hipogonadotropin
hipogonadism)
Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin yang rendah,
prolaktin normal, dan rendahnya estradiol. Kelainan ini terjadi sekitar
10% dari seluruh kelainan ovulasi.

13
 Kelas 2 : Gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin-
normogonadism)
Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada gonadotropin namun
estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar 85% dari seluruh
kasus kelainan ovulasi. Manifestasi klinik kelainan kelompok ini
adalah oligomenorea atau amenorea yang banyak terjadi pada kasus
sindrom ovarium polikistik (SOPK). Delapan puluh sampai sembilan
puluh persen pasien SOPK akan mengalami oligomenorea dan 30%
akan mengalami amenorea.
 Kelas 3 : Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism)
Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi
dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5% dari seluruh
gangguan ovulasi.
Kelas 4 : Hiperprolaktinemia
b) Faktor Servikal: Abnormalitas Interaksi Sperma-Mukus
3% gangguan infertilitas disebabkan oleh karena factor servikal.7,9
c) Faktor Uterus : Abnormalitas anatomi dan fungsi7
d) Faktor Tuba : Oklusi Tuba dan Adhesi Adnexa
20-25% penderita infertilitas disebabkan oleh penyakit pada tuba.7,9
e) Peritoneum dan Pelvis Factor
Endometriosis (5-15%) dan salpingitis merupakan dua diantara penyebab
terbanyak kasus infertilitas.9,11
2. Penyebab pada Pria3,7
a) Faktor Abnormalitas produksi sperma : Hypergonadotropik
hypogonadism
b) Faktor Abnormalitas Fungsi Sperma
c) Obstruksi Sistem Duktus
3. Infertilitas Yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya
Diagnosis infertilitas yang tidak bisa dijelaskan bila pasangan yang
diperiksa dengan pemeriksaan standar infertilitas menunjukkan hasil yang
normal. Pilihan terapi meliputi obervasi kehamilan dengan hubungan seks

14
yang dijadwalkan, stimulasi ovarium dengan atau tanpa IUI, dan IVF.
Hasil studi mendukung penggunaan clomiphene dengan inseminasi
intrauterine sampai 4 siklus. Langkah berikutnya biasanya hMG (human
menopausal gonadothropin) dengan inseminasi intrauterine untuk 3 siklus,
jika tidak berhasil, maka perlu dilakukan IVF.7,8

Etiologi
Faktor Tuba

15%
Gangguan Ovulasi
30%

Faktor Pria
20%

Endometriosis
10%

25% Infertilitas Yang Tidak


Bisa Dijelaskan

Gambar 3. Persentase Umum Etiologi Infertilitas8

Gangguan Ovulasi
1%

15%
Genetik
Hiperprolactinemia
10%
Penurunan BB
4%
Infark Pituitari
70% PCOS

Gambar 4. Persentase Penyebab Gangguan Ovulasi8

15
Gambar 5. Penyebab infertilitas pada wanita11

VII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis2,9
a) Anamnesis Terhadap Pria
 Tanyakan usia, pekerjaan, berapa lama tidak di rumah, lama waktu
bersama pasangan, lama waktu infertilitas
 Performa Sex : Frekuensi, Kemampuan untuk ejakulasi sampai di
bagian atas vagina
 Riwayat hubungan / pernikahan sebelumnya, pernah punya anak
sebelumnya atau tidak
 Riwayat Mumps dengan orchitis, cedera pada genitalia, operasi hernia
atau varicocele, riwayat penyakit yang melemahkan kondisi fisik.
b) Anamnesis Terhadap Wanita
 Tanyakan usia, pekerjaan, lama waktu bersama pasangan,
penggunaan kontrasepsi atau pencegah kehamilan, riwayat aktivitas
seksual sebelumnya.
 Riwayat kehamilan sebelumnya, termasuk riwayat abortus dan
kehamilan ektopik.
 Riwayat Menstruasi : usia pertama menstruasi, siklus dan lamanya
haid, dismenorrhea, nyeri ovulasi, riwayat perubahan siklus akhir-
akhir ini.

16
 Riwayat keputihan : karakteristik, jumlah, apakah bersamaan dengan
iritasi dan nyeri tenggorokan.
 Riwayat penyakit sebelumnya, terutama penyakit inflamasi pelvis
(PID), diabetes, penyakit ginjal.
 Riwayat operasi, terutama daerah abdomen atau pelvis
 Frekuensi koitus, permasalahan, ketepatannya dengan masa subur.
 Pemeriksaan sebelumnya atau riwayat terapi infertilitas sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisis2,9
a) Pemeriksaan Pria :
 Kondisi fisik umum
 Pemeriksaan Genitalia, Hipospadia
 Palpasi testis, nilai jumlah, ukuran, dan konsistensi
b) Pemeriksaan Wanita :
 Pemeriksaan Fisis umum, menilai pertumbuhan fisik, menilai
ada/tidaknya gangguan endokrin
 Pemeriksaan Abdomen : bekas luka, kekakuan otot, massa
 Pemeriksaan Vagina : kondisi introitus, ukuran dan mobilitas uterus,
pembesaran uterus, pembesaran ovarium
3. Pemeriksaan Penunjang2,9
a) Analisis Semen
Sampel dikumpulkan dengan cara meminta orang yang akan
diperiksa melakukan masturbasi. Spesimen masturbasi dikumpulkan dan
diperiksa paling lambat 2 jam setelah dikumpul. Spesimen semen yang
dikumpul tidak boleh berasal dari hasil ejakulasi intercourse walaupun
menggunakan kondom.
Motilitas sperma sangat penting dalam proses fertilisasi sehingga
harus dinilai. Dianggap normal bila motilitas nya lebih dari 50% dalam
waktu 1,5 jam. Jumlah sel sperma yang dihasilkan minimal 20 juta per
milliliter cairan sperma dengan jumlah total tidak kurang dari 100 juta.

17
Kesuburan akan berkurang sangat progresif bila jumlahnya kurang dari
kadar diatas.
Dalam kasus oligosperma/oozospermia berat, harus dicari
penyebabnya. Bisa jadi hal ini disebabkan karena kelainan kromosom
seperti pada sindrom klinefelter (XXY), Hipogonadism primer dimana
kadar Hormon Gonadotropin sangat tinggi, Hipogonadism sekunder
dimana hormon gonadotropin sangat rendah, atau bisa juga disebabkan
oleh sekresi prolaktin yang berlebihan yang biasanya terjadi karena tumor
pituitari. Penyebab lainnya adalah karena cacat congenital seperti : tidak
adanya vas deferens, atau obstruksi pada epididimis. Ringkasan
interpretasi analisis semen dapat dilihat dalam tabel dibawah.

Objek Penilaian Hasil

Volume 2-5 ml

Waktu Liquefaksi Rentang 30 menit

Jumlah Sel Sperma 20-150 juta sel/ml

Motilitas  50 % motilitas dalam 1,5 jam

Morfologi Sperma  10 % Dalam Bentuk Normal

Gambar 6. Klasifikasi Abnormalitas Hasil Analisis Semen8

18
Gambar 7. Referensi Analisa Sperma Menurut WHO 2010 10
b) Basal Temperature Chart
Dilakukan dengan merekam catatan temperature basal wanita dalam
masa 3 bulan. Sangat bagus bila dilakukan sesaat setelah bangun pagi
sebelum beranjak dari tempat tidur. Secara teori, peningkatan kadar
progesteron akan meningkatan suhu tubuh 0,3-0,50C dalam rentang waktu
12 jam ovulasi. Namun, hubungan antara suhu tubuh dengan dengan
ovulasi agak sukar diamati bila ovulasi yang terjadi tidak teratur. Juga, hal
lain bisa mempengaruhi hasil pengukuran suhu seperti flu, ritme biologis
yang tidak teratur pada tenaga medis yang habis tugas malam, dan lainnya.
Sehingga tes ini sangat sukar untuk divalidasi. Oleh karena itu, saat ini tes
seperti ini sudah mulai ditinggalkan.
c) Test Prediksi Ovulasi
Tes dilakukan setiap hari dengan menggunakan beberapa tetes urin
untuk mendeteksi peningkatan kadar LH. Kadar LH yang tinggi atau
pemeriksaan dianggap positif bila muncul perubahan warna pada stik tes.
Bila positif, maka diketahui bahwa wanita yang diperiksa akan mengalami
ovulasi dalam 36 jam.

19
Tes ini sangat membantu pada pemeriksaan wanita dengan siklus
haid yang teratur. Namun, pada wanita dengan siklus haid yang tidak
teratur misalkan pada penderita PCOS, hasil tes ini cenderung tidak valid
karena pada penderita PCOS bisa terjadi peningkatan LH pada fase
folikuler tanpa adanya kematangan folikel yang matang.
d) Test Patensi Tuba
Adanya obstruksi pada tuba ditandai dengan adanya gambaran
hambatan (blockage) pada pemeriksaan histerosalpingografi
menggunakan zat radioaktif.
Patensi tuba juga dapat dites melalui laparoskopi. Larutan methylen
blue diinjeksikan melalui via kanula pada kanalis servikalis. Amati bagian
yang terwarnai. Tuba dianggap paten bila larutan tertumpah sampai keluar
fimbria tuba dan masuk ke cavum douglasi. Obstruksi tuba dapat diketahui
bila larutan tidak tumpah.
e) Test Hormon
Kadar serum progesteron pada hari ke 21-23 (dengan siklus 28 hari)
meningkat sampai 10 kali (30 ng/ml) dibanding hari lainnya jika terjadi
ovulasi. Luteinizing hormone (LH), Follicle stimulating hormone (FSH),
testosterone (bila dicurigai PCOS) harus diambil pada hari 3-8 siklus.
Kadar prolaktin harus diukur untuk menyingkirkan kemungkinan
mikroadenoma kelenjar pituitari. Bila kadarnya diatas 1000 µu/l bermakna
signifikan dan harus dilakukan pemeriksaan CT-Scan Fossa Pituitari.
f) Ultrasound
Pemeriksaan USG pelvis, terutama transvaginal, memberikan
gambaran ovarium dan uterus yang sangat bagus jika dicurigai patologi
seperti PCOS.

VIII. PENATALAKSANAAN9,11,12,13

20
Sekitar 25-30% wanita yang mencari rekomendasi pengobatan infertilitas
mengalami kehamilan ketika investigasi dan terapi masih sementara dilakukan.
Ada beberapa terapi yang terbukti sukses dapat dilakukan sesuai dengan
kondisi temuan terhadap penderita.
1. Terapi Permasalahan Koitus
Himen yang masih intak harus dihilangkan atau diperbesar. Vaginal
Septum harus dhilangkan walaupun agak sulit. Wanita harus diajarkan cara
menggunakan dilator vagina dan hal ini bisa membantu meningkatkan rasa
percaya dirinya. Penggunaan lubrikan saat koitus juga dapat membatu.
2. Terapi Lesi Pada Uterus
Melakukan tindakan kuretase pada pengangkatan polip uterus yang
masih kecil sering berhasil. Miomektomi harus dilakukan bila jaringan
fibroid menutupi tuba fallopi.
3. Terapi Lesi Pada Tuba
Berbagai macam tindakan operasi dapat dilakukan untuk
mengembalikan patensi dan fungsi tuba jika tuba rusak karena proses
infeksi (biasanya diakibatkan oleh Chlamydia). Beberapa tindakan operatif
yang dapat dilakukan adalah :
a) Salpingostomi dimana ujung fimbria dibuka dan dibiarkan tetap
terbuka.
b) Reimplantasi tuba dimana isthmus di blok. Bagian tengah tuba
dibebaskan dan di reimplantasi ke dalam cavum uteri.
c) Salpingolisis dimana tuba fallopi dibebaskan dari adhesi dengan
memotong perlengketan tersebut.
d) Reanastomosis Tuba Fallopi. Tindakan ini dilakukan dengan
mengambil jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung
lagi ujung-ujung tuba yang dipotong tersebut.
Tindakan pembedahan sering memberikan hasil yang mengecewakan
karena7 :
a) Patensi tuba bisa dikembalikan namun tuba bisa menjadi sangat kaku
sehingga menghambat peristaltic

21
b) Infeksi bisa mengakibatkan tuba terfiksasi pada organ lain sehingga
ujung tuba sukar untuk bermanuver.
c) Pemendekan ukuran tuba menyebabkan tidak siapnya endometrium
untuk menerima hasil fertilisasi.
Bagi sebagian besar wanita dengan penyakit tuba fallopi, In Vitro
Fertilization (IVF) memberikan angka keberhasilan kehamilan yang paling
baik.
4. Disfungsi Ovulasi
Hiperprolaktinemia bisa diterapi dengan meggunakan bromokriptin
atau Cabergoline. Ketika prolaktin kembali normal, maka akan terjadi
menstruasi, dan pembuahan normal pun akan terjadi. (7)
Pada kasus kegagalan fungsi ovarium baik primer maupun sekunder,
akan menunjukkan peningkatan kadar FSH dan penurunan kadar estrogen.
Pada kasus ini, tidak dimungkinkan dilakukan Induksi ovulasi karena tidak
ada oosit, namun pasien bisa diberikan terapi sulih estrogen.
Kegagalan ovulasi dengan kadar FSH dan LH yang rendah dapat
diterapi dengan menggunakan gonadotropin. Pemberian terapi ini harus
dimonitor dengan menggunakan USG untuk mencegah terjadinya multipel
ovulasi yang bisa mengakibatkan kehamilan ganda. Dalam praktek, 75 IU
FSH diberikan setiap hari pada hari ke-2 dan ke-3 siklus dengan dosis yang
dinaikkan setiap minggu berdasarkan jumlah dan ukuran folikel yang dilihat
berdasarkan hasil pemeriksaan USG. Jika hasil terapi bagus, berikan human
Chorionic Gonadotropin (hCG) secara injeksi yang akan berperan seperti
LH surge. Ketika tercapai dosis terapi yang memuaskan, maka bisa
dilanjutkan untuk digunakan pola dosis yang sama dalam 6 kali terapi atau
sampai tercapai kehamilan.
Pada penderita PCOS, bisa diberikan terapi Clomiphene Citrate.
Terapi diberikan dengan dosis 50 mg pada hari ke-3 siklus menstruasi dan
ukur kadar progesterone pada hari ke-21 untuk mengkonfirmasi terjadinya
ovulasi. Jika terjadi ovulasi, maka ulangi terapi sampai 6 bulan atau sampai
terjadi kehamilan. Jika tidak berhasil, maka tingkatkan dosis dengan dosis

22
maksimal 150 mg per hari. Terapi ini beresiko perkembangan folikel
multiple yang mengakibatkan terjadinya kehamilan ganda (5-10%).

5. Terapi Khusus Penderita Pria


Jika didapatkan bahwa pria berperan dalam diagnosa infertilitas
maka lakukan terapi dalam 2 fase seperti berikut :
a) Fase 1 : Terapi non-Invasif
Fase ini dilakukan sekurang-kurangnya selama 3 bulan. Dua
spesimen semen harus diperiksa untuk menentukan jumlah sperma.
Pada fase ini, beberapa aspek gaya hidup perlu dirubah seperti :
Olahraga yang berlebihan, merokok yang berlebihan, konsumsi alkohol
yang berlebihan, control diabetes yang jelek, hipertensi, dan pre
obesitas.
Jika terjadi peningkatan suhu skrotum, maka gunakan celana
“boxer” agar skrotum terganutng sehingga bisa mendapatkan suhu yang
lebih dingin. Waktu yang digunakan untuk berhubungan juga perlu
dibicarakan sehingga hubungan dilakukan saat masa ovulasi terjadi.
Beberapa hari masa “libur” berhubungan akan membantu mendorong
peningkatan jumlah hitung sel sperma.
Varicocoele yang menyebabkan peningkatan temperatur skrotum
dan duktus efferent dapat ditangani dengan melakukan ligasi. Tiga per
empat pria yang medapatkan terapi ini akan mengalami peningkatan
hitung jumlah sel sperma.
b) Fase 2 : Terapi spesifik
Terapi spsesifik diberikan berdasarkan hasil temuan yang
didapatkan. Rendahnya nilai hitung sel sperma dengan kadar FSH dan
testosteron yang rendah merupakan indikasi untuk dberikan terapi
hormonal.
Hiperprolaktinemia jarang terjadi pada pria, namun jika terjadi bisa
diberikan terapi menggunakan bromocriptine.

23
Impaired Infertilitas biasanya berkaitan dengan terjadinya prostatitis
kronik. Jika ditemukan, maka pemberian antibiotik dosis rendah jangka
panjang akan menghilangkan penyebab ini (Eritromicin 250 mg, 2 kali
sehari, selama 1 bulan).
Cuci sperma (Sperm Washing) memiliki beberapa hasil yang
bervariasi. Sperma yang diejakulasikan dicuci di dalam Fosfat Buffered
Saline dan disuspensi untuk inseminasi ke dalam uterus. Pasangannya
biasanya diterapi dengan clomiphene atau FSH untuk meningkatkan
oosit yang matur sehingga meningkatkan peluang terjadinya konsepsi.
Resiko kehamilan ganda sekitar 10% dan Sindrom overstimulasi
ovarium sebesar 1%.
Secara umum, penatalaksanaan terapi pada pria menunjukkan hasil
yang mengecewakan dengan angka keberhasilan antara 20-40%.
Pengenalan teknik konsepsi yang dibantu sangat mengubah hasil terapi
ini.

Gambar 8. Alur penanganan infertilitas pada pria11


6. Fertilisasi Artifisial (Assisted Conception)

24
Metode fertiliasasi buatan telah semakin sering digunakan. Tercatat
lebih dari 10.000 anak telah lahir menggunakan metode ini. Teknik
pembuahan buatan telah menerima media tertutup tetapi harus dianggap
sebagai salah satu manajemen infertilitas, terutama bagi mereka yang tidak
dapat mengirimkan sperma atau sel telur bersamaan dengan tuba fallopi
karena kerusakannya atau tidak adanya tuba atau abnormalitas sperma.
Pasien yang mengikuti program merupakan pasien dengan usia
dibawah 40 tahun dan memiliki kondisi hubungan yang baik, tidak sedang
mengidap penyakit tertentu atau gangguan psikologi dan wanita harus
memiliki uterus yang normal.
a) In Vitro Fertilization (IVF)
IVF merupakan pembiakan (kultur) di laboratorium dari hasil
inseminasi sel sperma ke sel ovum yang diambil dengan cara
pengisapan folikel matang dari ovarium sehingga terbentuk embrio,
yang dilanjutkan dengan transfer embrio ke dalam uterus melalui tuba
falopii atau transervikal. Secara umum, indikasi IVF adalah :
 Oklusi tuba bilateral yang tidak dapat dilakukan rekontruksi (6
bulan pascarekontruksi pasien belum hamil)
 Endometriosis sedang-berat
 Unexplained fertility setelah >3 tahun penatalaksaan pasien belum
hamil)
 Nonobstructive azoospermia
Sebelum proses dimulai, oosit harus tersedia. Biasanya siklusi
menstruasi dirangsang dengan gonadothropin yang diikuti terapi analog
GnRH (Gonadothropic Releasing Hormone). hCG diberikan untuk
menstimulasi ovulasi.
Lalu, oosit diaspirasi melalui posterior fornix atau vesica urinaria
yang dipandu menggunakan USG. Biasanya terdapat beberapa (3-15)
oosit hasil terapi stimulasi sebelumnya.
Setelah itu, oosit dicampur cairan semen dari suami yang diperoleh
melalui masturbasi ke dalam media kultur khusus. Pembuahan

25
berlangsung secara in vitro dan dalam kondisi suhu dan gas atmosfir
yang diatur secara khusus. Sel telur yang telah membelah hingga 4-8
sel akan dimasukkan ke dalam uterus menggunakan kanula dengan hati-
hati. Sektar 2-3 buah sel telur yang telah dibuahi akan dimasukkan.
Progesterone atau hCG diberikan sesaat setelah penempatan embrio
sampai usia kehamilan 8-10 minggu atau saat terjadi menstruasi bila
tidak terjadi konsepsi.
Angka keberhasilan konsepsi pada teknik ini antara 30-35% per
siklus. Angka ini akan menjadi lebih tinggi bila prosedur diulang dua
kali. Keberhasilan dinilai berdasarkan adanya janin hidup bukan
berdasarkan berhasilnya implantasi embrio hasil pembuahan, atau
berdasarkan pemeriksaan hCG. Angka kelahiran pada teknik ini
dilaporkan 20% di UK.
b) Gamete Intra-Fallopian Tube Transfer (GIFT)
Bila metode konvensional gagal, maka bisa digunakan teknik ini.
Oosit diperoleh melalui tindakan laparoskopi dengan anestesi umum.
Sperma yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam tuba fallopi
menggunakan laparoscop dan oosit diletakkan dalam tuba yang sama.
Prosedur ini memerlukan waktu setengah jam. Angka keberhasilan
sedikit lebih rendah dari teknik IVF sehingga mulai jarang dilakukan.
c) Zygote Intra Fallopian Transfer (ZIFT)
Pada teknik ini, sel telur yang telah dibuahi diletakkan ke dalam tuba
fallopi 2 hari setelah pembuahan terjadi. Teknik ini sangat jarang
dilakukan.
d) In Utero Insemination (IUI)
Semen yang telah dicuci di injeksikan ke dalam cavum uterus untuk
bertemu dengan oosit yang terjadi secara alami.
e) Direct Injection of Sperm Into Oocyte (Intracytoplasmic Sperm
Injection / ICSI)

26
Tindakan ini memiliki angka kesuksesan yang sama dengan IVF.
Sperma dapat diambil dari epididimis atau testis bila terjadi
azoospermia.
f) Inseminasi Buatan
Bila pria infertile, inseminaasi dengan menggunakan semen donor
diperlukan. Angka keberhasilan antara 15-40% per ovulasi.
Fasilitas Bank Sperma harus tersedia dengan sampel dari donor
berusia muda dan terbukti subur. Pencocokan donor berdasarkan tinggi
badan, warna rambut, dan ras dilakukan oleh dokter yang bertugas
dalam tindakan DI. Setiap sampel donor hanya bisa digunakan untuk 6
pasangan.
Sampel dihasilkan menggunakan metode masturbasi dan dbagi-bagi
ke dalam beberapa tabung dengan masing-masingnya berisi 0,5 cc
sampel sehingga setiap donor dapat menghasilkan 6-10 tabung dengan
beberapa kali ejakulasi. Tabung-tabung ini disimpan dalam nitrogen
cair yang di cek setiap 2 tahun.
Penggunaan semen yang masih baru lebih baik dalam keberhasilan
kehamilan daripada penggunaan semen yang dibekukan. Salah satu hal
yang paling ditakutkan dari Inseminasi buatan adalah adanya resiko
kontaminasi dari virus HIV.

27
Gambar 9. Tabel Diagnostik dan Tatalaksana Infertilitas12

IX. PROGNOSIS6,9
Karena prognosis infertilitas sangat bergantung dari usia pasangan suami
istri dan lamanya dihadapkan pada kemungkinan kehamilan, maka peran
konseling awal bagi pasangan suami istri menjadi sangat penting. Pasangan
perlu diedukasi mengenai infertilitas dan gaya hidup, termasuk hubungan
seksual setiap 2-3 hari, menghentikan kebiasaan merokok dan minum
minuman beralkohol, IMT ideal antara 20-25 dan menginformasikan pekerjaan
dan penggunaan obat bebas yang berbahaya bagi fertilitas. Selain itu, penting
juga untuk dilakukan penapisan keganasan serviks (dengan Pap smear) dan
Rubella.
Prognosis sangat bergantung kepada usia dan pemilihan terapi yang tepat
untuk pasien. Misalkan pada terapi IVF, angka kesuksesan kelahiran pada

28
wanita usia 41 tahun atau lebih hanya 10,5%. Secara rinci bisa dilihat pada
tabel di bawah ini :
Table In Vitro Fertilization Procedures by Maternal Age Group and
Infertility Diagnosis
IVF procedures (with and without ICSI) by age group and cause of infertility
when there is no male factor infertility
Transfers
per
2000 IVF No.of Canceled retrievals No.of No.of
procedures retrieval cycles (%) (%) pregnancies deliveries
Age of women
Women<35 17,712 10.3% 94.4% 7,422 6,495
Women
35–37 9,121 14.9% 94.2% 3,473 2,901
Women
38–40 7,582 20.1% 93.4% 2,308 1,761
Women >40 5,022 25.3% 90.1% 896 528
IVF, in vitro fertilization. From ASRM/SART registry 2000 results. Fertil Steril
2004;81:1207 220.

29
BAB III
KESIMPULAN
Infertilitas bukan semata-mata disebabkan oleh faktor yang berasal dari
wanita, seperti infeksi vagina, disfungsi seksual, lingkungan vagina yang terlalu
asam, kelainan serviks, sumbatan di tuba falopii dan gangguan ovulasi. Faktor-
faktor pada diri pria juga berperan, seperti faktor koitus, kelainan anatomi,
spermatogenesis abnormal, masalah ejakulasi, faktor pekerjaan, infeksi dan
masalah interaktif.
Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu infertilitas primer dan infertilitas
sekunder. Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri
untuk memperoleh anak setelah berhubungan seksual secaa teratur selama 1
tahun dan tanpa menggunakan kontrasepsi. Sedangkan infertilitas sekunder
adalah ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi
setelah berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan
kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak.
Infertilitas bisa disebabkan oleh faktor laki-laki, faktor wanita, dan
faktor keduanya. Ada beberapa penatalaksanaa yang dapat menjadi pilihan bagi
pasangan infertil sesuai dengan masalah yang dialami, yaitu pemberian obat-
obatan, pembedahan, dan assisted reproductive technology.
Prognosis terjadinya keamilan tergantung pada umur suami, umur istri,
dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama
dan lamanya perkawinan).

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Hoffman, Barbara, et al. Evaluation of The Infertile Couple : Williams


Gynecology. 2nd ed. Texas. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2012
2. Anwar, Mochamad. Infertilitas : Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta.
PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011
3. Bhattacharya, Siladitya. Infertility : Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and
Gynaecology. 7th ed. Oxford, Blackwell Publishing. 2007
4. Sherwood, Lauralee. Reproduksi : Fisiologi Manusia – Dari Sel Ke Sistem. 6th
ed. Jakarta. EGC. 2007
5. Anonymous. “Infertility definition and Terminology”.
http://www.who.int/reproductivehealth/topics/infertility/definitions/en/ . 2010
6. Chris, Tanto,dkk. Infertilitas : Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid I.
Jakarta: Media Aesculapius. 2014
7. DeCherney, Alan H, et al. Infertility : Current Diagnosis and Treatment
Obstetric & Gynaecologic. 10th ed. New York. The McGraw-Hill Publishing.
2007
8. Lewis, Vivan. An Overview of Female and Male Infertility : Reproductive
Endocrinologi and Infertility. Texas. Landes Bioscience. 2007
9. Puscheck, Elizabeth E, et al. Infertility. 30th March 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/274143-overview#showall
10. Konsesus Penanganan Infertilitas. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan
Fertilitas Indonesia (HIFERI), Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia
(PERFITRI), Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (POGI). 2013
11. Padubidri,VG., Daftary, SN. Infertility and Sterility : Shaw’s Textbook of
Gynaecology. 16th ed. New Delhi. Reed Elsevier. 2015
12. Gant, N., Cunningham,F. G. Infertiitas ; Dasar-Dasar Ginekologi dan Obstetri.
Jakarta. EGC. 2010
13. Berek, Jonathan S. Berek & Novak’s Gynecology. 14th ed. New York.
Lippincott Williams and Wilkins. 2007

31

Anda mungkin juga menyukai