Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam


menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu
epidemiologi itu sendiri, yang berkaitan erat dengan penyakit menular. Sejalan
berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur masyarakat dari
agraris ke industri yang mempengaruhi gaya hidup, keadaan demografi, sosial
ekonomi, dan sosial budaya. Epidemiologi kesehatan mengalami perubahan
dari penyakit menular yang selalu menjadi penyebab kesakitan dan kematian
utama, mulai digantikan oleh penyakit tidak menular.

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak


ditularkan dari orang ke orang. PTM diantaranya adalah penyakit jantung,
stroke, kanker, diabetes, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau
‘Chronic Obstructive Pulmonary Disease’ (COPD). PTM merupakan hampir
70% penyebab kematian di dunia World Health Organization (WHO) juga
menyatakan bahwa pada dua belas negara di Asia Tenggara ditemukan
prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun ke atas dengan rata-rata
sebesar 6,3%. Hongkong dan Singapura memiliki angka prevalensi terkecil
yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%. Berdasarkan data Survei Indikator
Kesehatan Nasional (SIRKESNAS) tahun 2016, prevalensi merokok sebagai
faktor risiko utama PTM, secara nasional adalah 28,5%. Prevalensi merokok
pada laki-laki 59% dan perempuan 1,6%. Sedangkan di pedesaan sedikit lebih
tinggi (29,1%) dibandingkan dengan perkotaan (27,9%). Menurut kelompok
umur, prevalensi tertinggi pada usia 40-49 tahun sebesar 39,5%, sedangkan
pada usia muda (<20 tahun) sebesar 11,1%. (Simposium PPOK 2018)
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok yang
banyak sehingga dipastikan memiliki prevalensi PPOK yang tinggi, namun
untuk data PPOK di Indonesia sendiri belum dimiliki sehingga diperlukan

1
2

kajian yang komprehensif agar pencegahan PPOK dapat dilakukan dengan


baik. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-
menerus yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi
kronis pada saluran napas dan paru-paru terhadap partikel atau gas yang
beracun (Global Initiative for Chronic Lung Disease, 2015). Gejala klinis pada
PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan
aktivitas. Prosesnya penyakit ini dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30
tahunan. Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika tidak segera
ditangani (Smeltzer dan Bare, 2006).

World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 600 juta


orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK derajat
sedang hingga berat, dan tiga juta orang meninggal karena PPOK pada tahun
2016. PPOK adalah penyebab utama kematian kelima di dunia dan
diperkirakan menjadi penyebab utama ketiga kematian di seluruh dunia tahun
2030. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2005, yang
setara dengan 5% dari semua kematian secara global (WHO,2015).

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit


tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup, semakin tingginya
pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan
kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada
kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar
ruangan dan di tempat kerja.

Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jendral PPM & PL
di lima rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Lampung dan Sumatera Selatan) pada tahun 2017, menunjukkan PPOK
menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma
bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (PDPI, 2011). Menurut
3

Riset Kesehatan Dasar, pada tahun 2007 angka kematian akibat PPOK
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dan
prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7% (Riskesdas, 2013).

Sedangkan untuk provinsi Kalimantan Selatan sendiri terutama untuk


daerah Banjarmasin, data yang diperoleh dari Rumah Sakit Suaka Insan .
Banjarmasin selama bulan Januari – Desember 2018 terdapat 4 orang laki-laki
yang terkena PPOK, dan perempuan tidak ada. Factor polusi dilingkungan ,
angka kejadian dan kematian yang diakibatkan oleh PPOK memberikan
perhatian khusus dari penulis sebagai pemberi asuhan keperawatan untuk
melakukan studi kasus pada salah satu pasien yang mengalami Penyakit Paru
Obstruktif Kronik di ruang bangsal Monica Rumah sakit Suaka Insan
Banjarmasin harapannya dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai teori
yang di pelajari selama ini.

B. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Bagi pasien agar mendapatkan perawatan yang berkualitas sesuai dengan
standar asuhan keperawatan, khususnya asuhan keperawatan pasien dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Dengan diberikannya perawatan pasien
dapat merasakan manfaatnya.

Bagi keluarga selain mendapatkan bantuan dalam perawatan pasien keluarga


juga mendapatkan pengetahuan dengan melihat secara langsung saat
perawatan pasien di Rumah Sakit.

2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mempelajari lebih dalam mengenai penyakit dan
penatalaksanaannya, baik penatalaksanaan dalam asuhan keperawatan
maupun medis secara teori. Ini akan membuat mahasiswa lebih mudah
dalam menerapkan teori sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.
4

Ilmu yang sudah didapatkan dan dipelajari dapat terus melekat dalam
kasus yang sama.
3. Bagi para perawat profesional yang bertugas di pelayanan keperawatan
Perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang
keperawatan yang holistic dalm segi bio-psyco-sosio-spritual serta
menyadari bahwa manusia adalah mahkluk sosial yang saling
membtuhkan dan makhluk yang unik. Dengan demikian, perawat dapat
mengerti kebutuhan pasien dan perawatan yang tepat.
4. Bagi Profesi -Profesi Terkait :

a. Dokter
Dokter sebagai tim medis dapat berkolaborasi dengan perawat dalam
perawatan pasien. Kolaborasi dalam pemberian terapi medikasi yang
tepat dan sesuai dengan keluhan serta keadaan pasien.

b. Laboratory Technician
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium untuk membantu dalam
pemberian terapi yang lebih akurat.

c. Dietition
Kolaborasi dalam pemberian diet yang tepat untuk pasien, sehingga
membantu dalam prses penyembuhan dan pemulihan.

d. Pharmacist
Membantu dalam menyediakan obat sesuai indikasi dan dosis yang
tepat untuk pasien PPOK.

C. BATASAN MASALAH
Mengingat luasnya permasalahn-permasalahan atau gangguan yang ada pada
sistem pernapasan, maka penulis menentukan batasan (ruang lingkup)
pembahasan mengenai asuhan keperawatn pada Tn. I dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik di Ruang Bangsal Monica Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin.
5

D. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan Laporan Studi kasus ini adalah untuk menyusun
asuhan keperawatan pada Tn. I dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
di Ruang Bangsal Monica Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin.

b. Tujuan Khusus
Melakukan pengkajian pada Tn. I dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik di Ruang Bangsal Monica Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin.

c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. I dengan Penyakit Paru


Obstruktif Kronik di Ruang Bangsal Monica Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin.

d. Memprioritaskan diagnosa keperawatan pada Tn. I dengan Penyakit Paru


Obstruktif Kronik di Ruang Bangsal Monica Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin.

e. Merencanakan tindakan keperawatan pada Tn. I dengan Penyakit Paru


Obstruktif Kronik.

f. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada Tn. I dengan


Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

g. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada Tn. I dengan Penyakit Paru


Obstruktif Kronik.

h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn.I dengan Penyakit


Paru Obstruktif Kronik.

i. Menganalisa kesenjangan teoridan kasus pada Tn. I dengan Penyakit Paru


Obstruktif Kronik.
6

D. METODE
1. Wawancara
Dilakukan dengan klien, keluarga, serta berdiskusi dengan perawat ruangna
dan tim kesehatan lain untuk mendapatkan data yang subjektif dan
objektif.

2. Observasi
Dilakukan guna mendapatkan data secara objektif dan subjektif pada kasus
ini penulis akan lebih berfokus pada pemeriksaan fisik khususnya
pemeriksaan paru-paru (dada)

3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik PPOK penulis akan lebih berfokus pada daerah dada
dengan melakukan Inspeksi apakah ada kelainan bentuk dada, palpasi
dengan vocal premitus, perkusi untuk mengenal batas paru dan cairan atau
adanya massa, dan auskultasi untuk mendengar suara tambahan pada paru.

4. Diagnostic Test Review

Pada pemeriksaan penunjang pasien dengan PPOK penulis lebih berfokus


pada hasil rontgen dan hasil laboratorium.

5. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yang digunakan dalam menyusun laporan stase
keperawatan komprehensif ini mengacu pada buku keperawatan medikal
bedah dan jurnal-jurnal terkait PPOK dan ISPA

Anda mungkin juga menyukai