Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

PEMBAHASAN

Asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit paru obstruktif kronik


(PPOK) dilakukan berdasarkan tahapan asuhan keperawatan dimulai dengan
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana tindakan,
implementasi, dan evaluasi. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara serta
mencari data sekunder dari catatan rekam medis (status). Data yang terkumpul
kemudian diolah dan dianalisis sehingga masalah keperawatan dapat
diprioritaskan. Selanjutnya menyusun perencanaan untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut. Implementasi kemudian dilakukan berdasarkan perencanaan
yang telah disusun. Setelah intervensi dilakukan berikutnya adalah melakukan
evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien.

A. Pengkajian
Setelah dilakukan studi kasus pada Tn.Is di Ruang bangsal Monica
pada tanggal 8 januari 2019 ditemukan pasien mengalami PPOK. Hal yang
ditemukan selama pengkajian pada pasien memiliki banyak persamaan sesuai
dengan teori penyakit PPOK. Menurut Mutaqin (2014) gejala umum yang
biasa ditemukan adalah batuk berlendir,produksi sputum berlebih, tidak ada
nafsu makan,susah tidur,data yang didapatkan pada Tn.Is yaitu : mengeluh
batuk berdahak dan sesak nafas.
Menurut Marlene (2015) penyebab terjadinya PPOK adalah
merokok.Merokok adalah factor dan merupakan penyebab utama bronchitis
kronis dan emfisema.merokok dapat menyebabkan iritasi dan infalamsi.seiring
waktu akan menyebabkan remodeling (perubahan struktur) alveoli.selain itu
menurut Priscilia (2015) selain merokok yang biasanya menyerang orang
dewasa usia pertengahan dan lansia.
Berdasarkan teori dapat disimpulkan bahwa penyebab Tn.Is yang
berusia 68 Tahun menderita PPOK adalah riwayat merokok yang dilakukan
sejak kelas 1 SLTP sehingga paru-paru pasien sudah terpajan asap rokok

80
81

cukup lama yang menyebabkan terjadinya penyempitan dipembuluh darah


oleh flek-flek dari rokok tersebut sehingga menyebabkan pasien mengalami
batuk berlendir dan sesak nafas.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah penyakit yang dicirikan oleh
keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan
aliran udara biasanya bersifat progresif dan dapat dikaitkan denga respon
inflamsi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, perubahan pada
sistem pembuluh darah. Penyakit ini seperti kronik pobrosis, bronkiestasis ,
asma yang sbelumnya diklasifikasikan kedalam jenis PPOK kini
diklasifikasikan sebagai gangguan paru kronis. Meskipun gejala dapat
tumpang tindih dengan PPOK lain. Merokok polusi udara dan pajanan tempat
kerja (batu bara,emas,biji-bijian padi) merupakan yang menyebabkan
terjadinya PPOK yang dapt terjadi dalam rentang waktu 20-30 tahun.
Selanjutnya pada kasus Tn.Is juga ditemukan ketidakmampuan pasien
dalam mempertahankan atau meyelesaikan aktivitas sehari-hari karena
ketidakcukupan energy, dengan data subyektif : pasien biasanya batuk terlebih
dahulu kemudian merasa sesak nafas jika beraktifitas ringan seperti pergi
ketoilet. Data objektif : pasien tampak lemah,tampak hanya duduk dipinggir
tempat tidur, aktivitas sebagian dibantu oleh orang lain.
Menurut Pricilla (2015) awalnya dispneu terjadi hanya pada latihan
ekstrem. Seiring dengan perkembangan penyakit , toleransi aktivitas menurun
terus menerus. Pasien meninggalkan aktivitas untuk menghindari dispneu,
menyebabkan dekondisi lebih lanjut. Hal ini berakibat pada pasien yang
mengalami dekondisi berta bahwa dispneu terjadi dengan aktivitas ringan atau
bahkan saat instrahat.
Selain itu pada Tn.Is juga ditemukan pasien tidak dapat tidur dengan
baik akibat batuk. pasien tidak bisa tidur semalaman karena batuk sehingga
membuat pasien menjadi semakin lemah.
Menurut Priscilla (2015), tanda dari bronchitis kronis adalah batuk
produktif dengan sputum. Sehingga pada pasien PPOK biasanya sudah
82

mengalami gangguan pada tidurnya karena batuk yang produktif pada malam
hari.
Menurut (Wahyuningsih, 2014).Penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru yang ditandai dengan
hipersekresi mukus dan sumbatan aliran udara yang persisten.
Pada Tn.Is juga ditemukan data subjektif mengeluh tidak nafsu makan,
disamping pasien juga mempunyai riwayat maq, lendir yang berlebihan
menyebakan pasien mengeluh air liur merasa masam.

B. Diagnosa keperawatan yang muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus
berlebihan.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus
berlebihan adalah ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas (Nanda
International 2018-2020)
Diagnosa tersebut penulis prioritaskan karena berdasarkan data
yang diperoleh pasien megalami batuk berdahak dan sesak napas. Menurut
Priscilla (2015), baik itu bronchitis kronik dan emfisema, udara terjerat
secara distal dan kurang oksigen yang tersedia ke alveoli untuk difusi.
Mekanisme pertahanan pernapasan normal terganggu dan jalan napas
tersumbat mucus, maka jika hal tersebut tidak teratasi akan menyebabkan
infeksi pernafasan lebih lanjut.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kendala lingkungan
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kendala lingkungan
adalah interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat factor eksternal
(Nanda International 2018-2020)
Diagnosa ketiga ini penulis masukan karena pada hasil pengkajian
data subjektif dan objektif diperoleh data pasien mengeluh “ setelah
dirawat dirumah sakit saya sulit untuk tidur siang dan malam, karena
lingkungan yang baru, ditambah dengan sering batuk dan ditemukan
83

terdapat lingkar hitam di bawah mata, tampak kurang tidur, wajah pasien
tampak lesu dan pucat. kondisi fisik pasien yang mengalami gangguan
tidur didapatkan lingkaran hitam disekitaran mata, konjungtiva merah,
terlihat lemah, gelisah, dan lesu akibat kekurangan energi (Saputra, 2013).
Hampir sepertiga dari waktu dimiliki digunakan untuk tidur.Sampe
saat ini tujuan tidur tidak diketahui, tetapi diyakini tidur diperlukan untuk
menjaga keseimbangan mental, emosional, dan kesehatan. Selama tidur,
seseorang akan mengulang (review) kembali kejadian-kejadian sehari-hari,
memproses, danmenggunakan untuk masa depan (Hidayat & Uliyah,
2015).

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan


oksigen
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
kebutuhan oksigen adalah ketidakcukupan energy psikologis unutk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang
harus atau yang ingin dilakukan (Nanda International 2018-2020)
Diagnosa intoleransi penulis angkat karena pada saat pengkajian
didapatkan data subjektif : Pasien mengatakan badan terasa lemah dan
kurang mampu beraktivitas seperti biasanya, pasien tampak lemah,
aktivitas dengan bantuan orang lain, tidak mau banyak bergerak karena
kalau banyak bergerak batuk dan sesak pada data objektif diperoleh data
Tn.Is lemah,terpasang oksigen nasal kanul 4 liter/menit (SpO2 98%) dan
gerakan pasien tampak lambat.
Intoleransi aktivitas ini pada pasien PPOK sangat mempengaruhi
aktivitas keseharian apabila intoleransi aktivitas ini tidak tercapai
intervensinya maka akan menimbulkan masalah baru diantarnya
pernapasan yang cepat akan membuat pasien akan mudah merasa sesak
dan cepat lelah karena suplay oksigen yang tidak maksimal.
Salah satu efek sistemik pada PPOK adalah kelemahan otot yang
menyebabkan kehilangan masa otot berjalan lambat yang menunjukkan
84

terjadinya perubahan struktur dan fugsi otot skeletal pada pederita PPOK.
Dengan bertambah parahnya penyakit. Penderita PPOK menyebabkan
kehilangan otot khusunya otot paha dan lengan atas selanjutnya penderita
kehilangan kekuatan latihan dan mengeluh lemah, sesak dan berkurang
aktifitas. Tidak mengherankan bila kelemahan otot skeletal berpengaruh
pada menurunnya status kesehatan penderita PPOK (Sugiono, 2015)

4. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan kurang percaya diri dalam


kemampuan mengatasi masalah/ragu.
Ketidakefektifan koping berhubungan dengan kurang percaya diri
dalam kemampuan mengatasi masalah/ragu. adalah ketidakmampuan
untuk membentuk penilaian valid tentang stresor ketidakedekuatan pilihan
respon yang dilakukan, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan
sumber daya yang tersedia (Nanda International 2015-2017)
Diagnosa Ketidakefektifan koping penulis masukkan karena pada
pengkajian diperoleh data pasien mengatakan saya masih ragu-ragu untuk
melakukan aktivitas karena kalau banyak bergerak biasanya batuk pasien
juga bertanya kepada perawat tentang tindakan utama bila terjadi batuk
dan sesak.
Pada keadaan cemas seseorang menyebabkan peningkatan saraf
simpatis sehingga mengganggu pola tidur. Cemas adalah keadaan emosi
dan pengalaman individu yang secara khusus penyebabnya tidak diketahui
(Saputra, 2014).

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah
asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik . (Nanda
International 2018-2020)
Pada kasus kelima penulis mengangkat diagnosa ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, keluhan ini ditemukan
pada Tn.Is karena mengeluh saat ini tidak ada nafsu makan dan perasaan
85

saat ini perut terasa mual, liur terasa asam. nyeri tekan epigastrium dan
perkusi hypertympani
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
merupakan kondisi diamana asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik. Batasan karateristik dari ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh yaitu penurunan berat badan, tidak nafsu
makan, cepat kenyang setelah makan.(Nurarif, 2016)

6. Resiko trauma vaskuler dengan factor resiko penusukan IV kateter yang


tidak adekuat.
Resiko trauma vaskuler dengan factor resiko penusukan IV kateter
yang tidak adekuat adalah rentan mengalami kerusakan pada vena dan
jaringan sekitarnya yang berkaitan dengan pemasangan kateter dan/atau
larutan yang diinfuskan, yang dapat menggangu kesehatan. (Nanda
International 2018-2020)
Pada kasus keenam penulis menganggkat resiko trauma vaskuler
ini dikarenakan pada Tn.Is saat pengkajian ditemukan infus telah
terpasang dilengan kiri pada hari ke tiga, sehingga harus dipasang ulang
dan therapy-therapy pengobatan yang diberikan melalui intra vena seperti
cernevit yang harus diberikan bersamaan dengan pemberian terapy
cairan.disamping adanya pemberian therapy melalui cairan infuse, resiko
terauma vena juga bisa terjadi melalui pemberian therapy injeksi.
Terapi intravena merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
dengan cara memasukkan cairan melalui intravena dengan bantuan infus
set yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh.
Syaifuddin (2016)
lokasi pemasangan kateter intravena adalah tempat pemasangan
kateter intravena berdasarkan anatomi ekstremitas atas yaitu vena perifer
yang menjadi tempat pemasangan infus yaitu: vena metacarpal, vena
sefalika. Secara anatomis, vena sefalika terdiri dari ukuran lumen
dindingnya besar, elastisitas lapisan venanya terbentuk dari sel
86

endothelium yang diperkuat oleh jaringan fibrus dan dibatasi oleh selapis
tunggal sel epitel gepeng. Secara anatomis, vena metacarpal terdiri dari
ukuran lumen dindingnya kecil, elasitisitas lapisan venanya lebih tipis,
kurang kuat dan kurang elastik. Kedua lokasi ini dapat memberikan
kemudahan bagi perawat dalam pemasangan terapi intravena. Tetapi
sebaliknya apabila terjadi kesalahan dalam pemasangan kateter intravena
akan menyebabkan kerusakan endomethelium vena sehingga jaringan vena
akan terinflamasi yang akan mengakibatkan terjadinya phlebitis.
Syaifuddin (2016).

7. Perilaku kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan penyalah


gunaan zat.
Perilaku kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan
peyalahgunaan zat adalah hambatan kemampuan untuk mengubah gaya
hidup/perilaku dalam cara yang memperbaiki status kesehatan (Nanda
International 2015-2017)
Pada kasus ketujuh penulis mengangkat Perilaku kesehatan
cenderung beresiko berhubungan dengan penyalahgunaan zat karena pada
saat pengkajian Tn.Is mengatakan saat ini masih perokok aktif dan merasa
terganggu dengan batuk dan sesak nafas.
Penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan
sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku
psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. (Saputra, 2014).

C. Intervensi
Menurut UU perawat No. 38 tahun 2014, perencanaan merupakan semua
rencana tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang
diberikan kepada pasien.
Perencanaan atau intervensi keperawatan adalah pengembangan strategi desain
untuk mencegah,mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang telah
87

diidentifakasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan


menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan
masalah dengan efektif dan efesien (Rohman & Walid, 2014). Pedoman
penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART (Spesific, Measurable, Achieveble,
Reasonable, dan Time). Spesific adalah berfokus pada klien, measurable dapat
diukur, dilihat, diraba, dirasakan dan dibau. Achieveble adalah tujuan yang
harus dicapai, sedangkan reasonable merupakan tujuan yang harus dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Time adalah batasan pencapaian dalam
rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya (Dermawan, 2014)

Diagnosa Keperawatan 1 :
Perencanaan menurut Pricilla, 2015 pada kasus PPOK dilakukan
perdiagnosa pertama yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan obstruksi jalan napas perencanaan adalah kaji status pernapasan pasien,
monitor gas darah , timbang berat badan setiap hari, anjurkan asupan nutrisi,
letakkan pada posisi semi fowler, bantu batuk nafas dalam, berikan tiuse dan
kantong untuk membuang sputum dan rujuk keterapis pernapasan
Pada kasus Tn.Is penulis juga mengangkat diagnose keperawatan
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan mucus berlebihan,
perencanaan yang dilakukan yaitu Kaji tanda-tanda vital pasien, kaji suara
nafas pasien, berikan posisi senyaman mungkin , anjurkan pasien untuk minum
air hangat 2000 hingga 2500 mili,ajarkan tehknik nafas dalam dan batuk
efektif, pemberian therapy bronkodilator sesuai dengan anjuran dokter.
Pemberian minum air hangat 2000 hingga 2500 mili kepada Tn.Is sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh I Made Sudarma Adiputra ,2017,
mengkonsumsi air hangat sebelum tindakan nebu meningkatkan kelancaran
jalan nafas pada pasien asma .

Diagnosa Keperawatan 2 :
Diagnosa gangguan pola tidur menurut ( Nurarif & Kusuma, 2015),
berhubungan dengan kecemasan, dengan perencanaan, identifikasi gangguan
88

tidur Tn.Is dan penyebab gangguan tidur pada Tn.Is, jelaskan efek-efek
medikasi terhadap pola tidur, mendiskusikan dengan Tn.Is dan keluarga tentang
teknik-teknik tidur, dan yang terakhir observasi dan catat kebutuhan tidur Tn.Is
setiap hari ( Nurarif & Kusuma, 2015).
Intervensi yang dirancang untuk meningkatkan kualitas tidur individu
sangat berfokus pada promosi. Pasien membutuhkan tidur dan istirahat yang
adekuat untuk mempertahankan gaya hidup yang aktif dan produktif. Tujuan
dari asuhan keperawatan yang akan dilakukan adalah setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan pola tidur kembali efektif dengan kriteria hasil jumlah
tidur dalam batas normal yaitu 6-8 jam perhari, pola tidur dan kualitas tidur
dalam batas normal, merasa segar sesudah tidur dan beristirahat, mampu
mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur, konjungtiva tidak anemis,
dan lingkar hitam disekitaran mata dapat berkurang atau hilang. Intervensi
yang akan diberikan untuk mengatasi gangguan pola tidur : identifikasi
gangguan tidur dan penyebab gangguan tidur, jelaskan efek-efek medikasi
terhadap pola tidur, mendiskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik-
teknik tidur, dan yang terakhir observasi dan catat kebutuhan tidur setiap hari (
Nurarif & Kusuma, 2015).
Pada masalah yang dialami oleh Tn.Is juga terdapat gangguan pola tidur
berhubungan dengan kendala lingkungan ditandai dengan terdapat lingkar
hitam di bawah mata,tampak kurang tidur ,wajah pasien tampak lesu dan pucat,
dengan kriteria hasil pasien menyatakan dapat tidur dengan nyeyak, wajah
tampak segar.
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis menyusun
intervensi, temukan kebiasaan tidur atau penyebab perubahan yang terjadi,
ajarkan posisi yang dapat memberi rasa nyaman ketika tidur, anjurkan pasien
untuk latihan distraksi sebelum tidur, hindari menggangu bila mungkin.
Rencana keperawatan ini juga didukung oleh hasil penelitian dengan judul
Pengaruh Therapeutic Exercise Walking Terhadap kualitas tidur pasien PPOK
oleh (Dini,2015)
89

Diagnosa Keperawatan 3 :
Menurut, Nurarif (2015) diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan suplai oksigen,dengan pencapaian tujuan, pasien
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil
berdasarkan NOC : menurunnya keluhan sesak nafas setelah melakukan
aktivitas, mamapu melakukan ADL secara mandiri, menyeimbangkan aktivitas
dan istirahat.
Menurut nurarif, 2015 diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplay oksigen dengan rencana keperawatan : kaji tingkat
kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas dan latihan, pantau frekuensi
pernafasan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas, bantu pasien identifikasi
penyebab keletihan, kolaborasi pemberian terapi.
Pada kasus diagnosa intoleransi pada Tn.Is penulis angkat karena pada
saat pengkajian didapatkan data subjektif : Pasien mengatakan badan terasa
lemah dan kurang mampu beraktivitas seperti biasanya, pasien tampak lemah,
aktivitas dengan bantuan orang lain. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan kebutuhan oksigen pada Tn. Is ditandai dengan pasien
tampak lemah, aktivitas dengan bantuan orang lain , respirasi : 26 X/Menit,
SPo2 : 98% Nasal Kanul 4 Liter/Menit. Untuk mengatasi masalah pada Tn. Is
penulis menentukan kriteria, pasien tidak tampak lemah, aktivitas mandiri,
respirasi : 20 X/Menit, SPo2 : 98% tanpa bantuan oksigen.
Untuk mencapai kriteria hasil tersebut maka penulis menyusun rencana
keperawatan, yang salah satunya berdasarkan jurnal dengan judul pelaksanaan
pemberian terapi oksigen pada pasien gangguan pernafasan oleh (arif 2015).
Kaji respon pasien terhadap aktifiatas, libatkan keluarga untuk membantu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan, dekatkan benda atau alat-alat yang
diperlukan pasien, jelaskan pentingnya istirahat dan perlunya keseimbangan
antara aktivitas dengan istirahat, kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen
jika diperlukan.
90

Diagnosa Keperawatan 4 :
Pada pasien Tn.Is penulis mengangkat diagnosa ketidakefektifan koping
berhubungan dengan penyalahgunaan zat karena pasien mengatakan saya
masih ragu-ragu untuk melakukan aktivitas karena kalau banyak bergerak
biasanya batuk dan pasien bertanya kepada perawat tentang tindakan utama
bila terjadi batuk dan sesak. Berdasrkan tujuan tersebut penulis menentukan
tujuan , pasien mengungkapkan bahwa ia tidak cemas,ekspresi wajah rileks.
Untuk mencapai tujuan ini penulis menyusun rencana keperawatan : kaji
tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien,beri kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan rasa cemasnya, lakukan pendekatan kepada klien dengan
tenang dan meyakinkan dan hindari pemberian informasi atau instruksi yang
bertele-tele dan terus menerus, berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat,
dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang
terbaik dan seoptimal mungkin, ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Diagnosa Keperawatan 5 :
Diagnosa ketidak seimbangan nutrisi menurut Priscilla, 2015 dengan
perencanaan : kaji status nutrisi pasien, observasi dan dokumentasikan asupan
makanan,lakukan makanan sedikit tapi sering, berikan makan dalam keadaan
hangat, bantu untuk memilih makanan yang disukai dan konsultasikan dengan
ahli gizi.
Sedangkan pada kasus Tn.Is diagnosa yang timbul adalah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan diet kurang masalah ini ditemukan karena pasien tidak ada nafsu
makan, mempunyai riwayat gastristis, terjadinya peningkatan asam lambung,
batuk berlendir disertai sesak nafas. Dengan keluhan tersebut penulis
menetukan tujuan dengan kriteria hasil : Pasien mengatakan sudah ada nafsu
makan, liur tidak terasa asam, tidak nyeri epigastrium , bunyi perkusi tympani.
Untuk mencapai tujuan tersebut penulis menyusun rencana keperawatan,
berdasarkan ( Nurarif & Kusuma, 2015): Catat status nutrisi integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah, kaji
91

ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai, catat adanya anoreksia, mual,
muntah, anjurkan makan sedikit, berikan makan dalam keadaan hangat,
kolaborasi dalam pemberian therapy inpepsa untuk mengurangi mual atau
mengurangi asam lambung.

Diagnosa Keperawatan 6 :
Resiko trauma vaskuler dengan faktor resiko penusukan IV kateter yang
tidak adekuat adalah rentan mengalami kerusakan pada vena dan jaringan
sekitarnya yang berkaitan dengan pemasangan kateter dan/atau larutan yang
diinfuskan, yang dapat menggangu kesehatan. (Nanda International 2018-2020)
faktor resiko pada trauma vaskuler ini diantaranya adalah jenis kateter IV, lebar
kateter, hambatan kemampuan untuk memvisualisasikan tempat pemasangan,
fiksasi kateter yang tidak adekuat, kecepatan infuse, tempat pemasangan lama
pemasangan, sifat larutan yang diberikan.
Pada kasus ketujuh penulis menganggkat diagnosa resiko trauma
vaskuler dengan factor resiko penusukan IV kateter yang tidak adekuat ini
dikarenakan pada Tn.Is saat pengkajian ditemukan infus telah terpasang
dilengan kiri pada hari ke tiga, sehingga harus dipasang ulang dan therapy
cernevit yang harus diberikan bersamaan dengan pemberian terapy intravena.
Kriteria yang penulis harapakan dalam masalah ini berdasarkan (Nanda
International 2018-2020) adalah : Tidak terjadinya trauma vaskuler pada saat
penusukkan kateter vinfuse, dan mempertahankan kondisi kateter infuse yang
adekuat.untuk tercapainya tujuan ini penulis menyusun rencana keperawatan
diantaranya : Beri therapy intra vena yang memiliki kandungan pekat dengan
cara pengenceran, fiksasi daerah kateter vena dengan hipavik, anjurkan pasien
mempertahankan posisi surflu dengan baik.
Diagnosa Keperawatan 7 :
Perilaku kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan
peyalahgunaan zat adalah penurunan kemampuan untuk melindungi diri sendiri
dari ancaman internal atau eksternal seperti penyakit atau cedera. (Nanda
International 2018-2020) tujuan yang dicapai antara lain : NOC: status imun,
92

tingkat kelelahan, status pernafasan. Pasien sudah tidak kesulitan bernafas lagi,
pasien tidak merasa kelelahan, frekuensi dan irama pernafasan normal. NIC :
Monitor respon oksigen pasien, anjurkan pasien mengungkapkan perasaan
secara verbal,
Pada kasus ketujuh penulis mengangkat Perilaku kesehatan cenderung
beresiko berhubungan dengan penyalahgunaan zat karena pada saat pengkajian
Tn.Is mengatakan saat ini masih perokok aktif dan merasa terganggu dengan
batuk dan sesak nafas. Kriteria hasil yang penulis tentukan berdasarkan :
Pasien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOK, tanda-
tanda vital dalam batas normal. Untuk mencapai tujuan tersebut intervensi yang
dilakukan adalah : Jelaskan proses penyakit penyalah gunaan zat, jelaskan
pentingnya latihan nafas, batuk efektif, diskusikan faktor lingkungan yang
meningkakan kondisi seperti udara terlalu kering, asap, polusi udara, jelaskan
efek, bahaya merokok, berikan informasi tentang pembatasan aktivitas,
aktivitas pilihan dengan periode istirahat, dikusikan cara perawatan
D. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana


perawatan.Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2015). Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta melinilai data yang baru (Rohmah & Walid,
2014)
Diagnosa keperawatan 1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus berlebihan
selama 2 X 24 jam.
1. Mengkaji tanda-tanda vital pasien seperti, Tekanan darah, Nadi, Respirasi
Suhu
Tekanan darah 120/80 MmHg, Nadi 80x/menit , Respirasi 26 x/Menit, Suhu
36,4 °C, Untuk mengetahui perubahan yang terjadi didalam tubuh pasien
93

2. mengkaji suara nafas pasien dan terdengar suara nafas tambahan


wheezing/mengi Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertius
3. memberikan atau mempertahankan posisi pasien senyaman mungkin seperti
semi fowler karena dengan Peninggian kepala atau tempat tidur dapat
meningkatkan ekspansi paru dan mengurangi kerja otot yang berlebihan
4. menganjurkan pasien unutk minum air hangat 2000 sampai 2500 mili dengan
pemberian Asupan cairan adekuat dapt membantu memepertahankan sekresi
mukosa tetap tipis dan encer
5. mengajarkan tekhnik nafas dalam dan batuk efektif Untuk membantu
mengeluarkan secret meskipun batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya
bila pada lansia, sakit akut, atau kelemahan.
6. berkolaborasi dalam pemberian therapy bronkodilator seperti vectrin
Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas dan produksi
mukosa
Diagnosa keperawatan2.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kendala lingkungan dengan
implementasi selama 2 X 24 jam.
1. Menentukan kebiasaan tidur atau penyebab perubahan yang terjadi seperti
lampu yang dimatikan ataupun batuk yang tiada henti –hentinya bertujuan
untuk mengetahui perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
2. Mengajarkan posisi yang dapat memberi rasa nayaman ketika tidur seperti semi
fowler ataupun fowler karena dengan posisi semi fowler atau fowler akan
memperlancar peredaran O2 dan CO2
3. Mengajurkan pasien untuk latihan distraksi sebelum tidur seperti mengobrol
karena tekhnik distraksi dapat membantu mengatasi gangguan tidur
4. Menghindari menggangu bila mungkin karena tidur tanpa gangguan lebih
menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur jika
terbangun
94

Diagnosa keperawatan 3.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan oksigen
1. Mengkaji respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea , peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan pada tanda vital selama dan setelah
aktivitas. Dengan melakukan pengkajian perawat dapat menetapkan
kemampuan /kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
2. Melibatkan keluarga dalam membantu aktivitas perawatan dini yang
diperlukan seperti mandi, tileting, dan berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama penyembuhan untuk meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Mendekatkan benda atau alat-alat yang diperlukan pasien didekat temapt tidur
untuk mempermudah pasien mendapatkan atau menjangkau benda yang
diperlukan
4. Menjelaskan pentingnya istirahat dan perlunya keseimbangan antara aktivitas
dengan istirahat karena dengan bedrest akan memelihara selam fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolism memelihara energy untuk penyembuhan
5. Berkolaborasi dalam pemberian therapy oksigen menggunakan nasal kanul 3
liter/menit Untuk membantu fungsi pernafasan karena adanya obstruksi jalan
nafas
Diagnosa keperawatan 4.
Ketidakefektifan koping berhubungan dengan kurang percaya diri dalam
kemampuan mengatasi masalah/ragu,Melakukan pengkajian tentang riwayat
penyakit pasien,keluarga,lingkungan dan kebiasaan yang dilakukan pasien
terhadap kebiasaan merokok. Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami
pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat, dapat
meringankan beban pikiran pasien
1. Memberi edukasi kepada pasien pasien tentang bahaya rokok dan dampak
terhadap orang disekitarnya. Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-
pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2. Memberi suport kepada pasien. Sikap positif dari tim kesehatan akan
membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien
95

3. Menganjurkan kepada keluarga dan penggunjung agar selalu menjaga


ketenangan,dan selalu member support kepada pasien. Lingkung yang tenang
dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien

Diagnosa keperawatan 5.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan diet kurang
1. Memberikan diet makan siang kepada pasien dengan tujuan agar berguna
dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
2. Mengkaji makanan yang di sukai dan tidak disukai, untuk meningkatkan
intake diet pasien.
3. Memonitoring apa ada mual muntah pada saat ingin makan untuk
menentukan jenis diet dan mendefinisikan pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
4. Mengkaji apakah ada diare, alergi makanan dengan mengetahui
memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster
5. Memberikan therapy inpepsa 1 c karena Inpepsa bekerja dengan membentuk
lapisan pelindung pada tukak untuk melindunginya dari asam, garam empedu,
dan enzim pencernaan yang membuat luka semakin parah.

Diagnosa keperawatan 6.
Resiko trauma vaskuler dengan factor resiko penusukan kateter yang tidak
adekuat
1. Memberi therapy cernevit 1 ampul dalam cairan Ns 20 tetes/menit dengan
memperkecil ukuran partikel obat agar mudah melewati pembuluh darah
kapiler,dan mempercepat proses difusi,mudah terikat dengan protein plasma
agar dapat dibawa oleh darah keseluruh tubuh.
2. Melakukan pemasangan infuse dilengan kanan pasien dan mengfixsasi daerah
pemasangan infuse dengan baik.
3. Mengajurkan pasien agar meninggikan posisi cairan infuse dari lengan yang
terpasang surflu.
96

4. Mencegah terjadinya pergeseran surflu dalam vena pergerakan yang dilakukan


oleh surflu dapat menyebabkan iritasi dinding vena.

Diagnosa keperawatan 7.
Perilaku kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan peyalahgunaan zat
Memberi edukasi tentang rokok agar Tn.Is paham tentang proses penyakit
1. Mengajarkan tehknik dafas dalam dan batuk efektif dengan Memberi
pemahaman membantu mengeluarkan secret meskipun batuk dapat menetap
tetapi efektif khususnya bila pada lansia, sakit akut, atau kelemahan
2. Memberi penjelasan dampak tidak menggunakan pelindung diri baik terhadap
diri sendiri dan orang lain, karena factor lingkungan udara kotor,asap dan
polusi dapat menyebabkan batuk dan sesak
3. Menjelaskan efek dan bahaya rokok karena efek dan bahaya dari asap rokok
menyebabkan orang lain menjadi perokok pasif
4. Menganjurkan pasien beristirahat bila merasa sesak dengan posisi setegah
duduk untuk mencegah kelelahan
5. Menganjurkan pasien selalu minum air hangat,dan selalu menggunakan batuk
efektif untuk mengeluarkan dahak.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid, 2014). Tujuan evaluasi
anata lain untuk menentukan perkembangan kesehatan pasien, menilai
efektivitas dan efisiensi tindakan keperawtan, mendapatkan umpan balik dari
respon pasien, dan sebagai tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan (Dermawan, 2015).
Hasil akhir evaluasi diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan mucus berlebihan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam masalah teratasi dimana terjadi penurunan
sesak nafas dari frekuensi pernafasan 26 kali per menit, pasien mengatakan
97

“batuk sudah berkurang” pasien tidak menggunakan oksigen, expresi wajah


tenang, respirasi 20 x/Menit dan SpO2.98%
Meskipun pada evaluasi auskultasi masih terdengar ronchi perawat tetap
mengajurkan pasien untuk minum air hangat 2000 hingga 2500 ml
Hasil akhir Gangguan pola tidur berhubungan dengan kendala
lingkungan setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam pasien
mengatakan” tadi malam sudah bisa tidur”, expresi wajah tenang, tidak
tampak mengantuk dan pasien selalu dianjurkan untuk latihan distraksi
sebelum tidur.
Hasil akhir Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak
seimbangan kebutuhan oksigen setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24,
Pasien mengatakan”badan saya sudah terasa segar,saya rencana hari ini kalau
diijinkan dokter, saya mau istirahat dirumah saja”, pasien tampak segar,
expresi wajah tenang. Meskipun intolerasi aktifitas teratasi perawat tetap
member menngingatkan kepada pasien pentingnya istirahat dan perlunya
keseimbangan antara aktivitas dengan istirahat.
Ketidakefektifan koping berhubungan dengan kurang percaya diri
dalam kemampuan mengatasi masalah/ragu setelah dilakukan tindakan
selama 2 x 24 jam, Ketidakefektifan koping teratasi Pasien mengatakan
“mulai sekarang saya tidak merokok lagi”, ekspresi wajah rileks.
Hasil akhir Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan diet kurang setelah dilakukan tindakan selama 2
x 24 jam, nutrisi seimbangan” pasien mengatakan “saya sudah bisa
menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit”, pasien tampak
menghabiskan makanan satu porsi ,tidak ada nyeri tekan epigastrium, tidak
ada hypertimpani meskipun masalah nutria teratasi perawat tetap
menganjurkan pasien selalu makan dalam porsi kecil tetapi sering
menginggat pasien mempunyai riwayat gastristis.
Hasil akhir resiko trauma vaskuler setelah dilakukan tindakan
selama 1 x 24 jam resiko trauma vaskuler tidak terjadi pemberian therapy
intra vena yang memiliki kandungan pekat dengan cara pengenceran,
98

memfiksasi daerah kateter vena dengan hipavik, mengnjurkan pasien


mempertahankan posisi surflu dengan baik. Meskipun resiko trauma vena
tidak terjadi perawat tetap menganjurkan pasien agar meninggikan posisi
cairan infuse dari lengan yang terpasang venflon.
Perilaku kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan
peyalahgunaan zat setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24, pasien
mengatakan “setelah ini saya tidak akan merokok lagi” pasien tampak
mampu melakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif. Meskipun
keptidakefektifan perlindungan diri teratasi perawat tetap menganjurkan agar
pasien selalu minum air hangat,dan selalu menggunakan batuk efektif untuk
mengeluarkan dahak.

Anda mungkin juga menyukai