Bab Ii
Bab Ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Rongga Hidung
Udara masuk kedalam hidung melalui lubang hidung
depan sampai kedalam rongga hidung. Rambut hidung yang
terdapat dilubang hidung ini menyaring debu yang masuk bersama
udara.
Membran mukosa yang melapisi seluruh rongga hidung
tersusun atas jaringan epitel kolumnar bersilia dan selaput ini
disuplai dengan banyak pembuluh darah. Suplai darah yang
banyak ini menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk
kedalam hidung.
b. Faring
Faring merupakan suatu saluran yang bermula dari dasar
tengkorak dan berakhir dibelakanglaring disruas vertebra servikal
keenam. Saluran ini merupakan bagian dari sistem pernapasan dan
percernaan. Panjang laring orang dewasa sekitar 13 cm. Dinding
faring tersusun atas otot lurik yang bertindak secara otomatis. Otot
yang paling penting dibagian faring adalah otot sfingter yang
bertanggung jawab untuk menelan.
Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian :
1) Nasofaring (faring dibelakang hidung)
2) Orofaring (faring dibelakang mulut)
3) Faring-laringeal (faring dibelakang laring)
c. Laring
Laring merupakan alat bersaluran yang terletak dibawah
faring dan diatas trakea. Laring memiliki dua fungsi yaitu pertama,
berkaitan dengan peredaran udara untuk pernafasan dan kedua,
untuk mengeluarkan suara.
d. Trakea
Trakea merupakan suatu saluran dengan panjang 11,5 cm
pada orang dewasa. Struktur ini tersusun atas tulang rawan
berbentuk C. Diantara tulang rawan tersebut terdapat ootot bebas.
9
paru kanan memiliki tiga lobus ( atas, tengah, dan bawah ) dan paru paru
kiri memiliki dua lobus ( atas, bawah). (Evi Luvina, 2013).
Setiap lobus tersusun atas beberapa lobula dan lobula ini disuplai
dengan struktur - struktur sebagai berikut :
a. Bronkus lobus
b. Brokiolus
c. Alveolus
d. Pembuluh darah arteri –arteri pulmunalis
e. Pembuluh linpa dan urat saraf
Trakea dibagi menjadi bronki utama kanan dan kiri, bronkus kanan
lebih pendek, lebar dan terletak lebih vertikal (membuat aspirasi benda
asing ke dalam bronkus utama lebih mudah). Titik tempat trakea terbagi
dipersarafi oleh saraf motorik, aktivitas seperti penghisapan trakea dapat
merangsang batuk dan bronkospasme akibat stimulus ini. Selama
inspirasi, udara masuk keparu-paru lewat bronkus utama kemudian
bergerak melewati jalan paru makin mengecil menuju alveoli; tempat
terjadi pertukaran oksigen dan karbon oksida. Alveoli berkumpul
mengelilingi kantong alveolar yang bermuara kedalam ruangan umum
yang disebut atrium. Dinding alveoli adalah lapisan tunggal sel epitel
skuamosa diatas membran basalis sangat tipis. Permuakaan luar alveoli
dilapisi kapiler pulmonalis. Dinding alveolar dan kapiler membentuk
membran respiratorik. Pertukaran gas menembus membran repiratorik
terjadi melalui difusi sederhana.
Membran paru – paru (pleura) merupakan suatu membran tipis
jernih yang tersusun atas jaringan epitel skuamosa. Membran ini terdiri
atas dua lapisan dan diantara lapisan – lapisan ini terdapat suatu cairan
jernih yang dihasilkan oleh membran paru –paru tersebut. Cairan ini
mencegah gesekan pada saat mengembang dan menguncup ketika
bernapas
11
B. DEFINISI
C. ETIOLOGI
Faktor resiko :
Merokok merupakan > 90% risiko untuk PPOK dan sekitar 1% perokok
menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap “peka ”dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah
diakitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan risiko penyakit paru
obstruktif. Pajanan debu pekerjaan merupakan faktor risiko independen untuk
PPOK Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan
peningkatan risiko morbiditas PPOK.
1. Bronkhitis Kronis
Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus yang
berlebihan dalam bronkus dan dimanisfestasikan dalam bentuk batuk
kronis sertai membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, minimal 2
tahun bertururt-turut.
2. Emfisema
Perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolar dan destruksi dinding alveolar
3. Asma Bronkhial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang meningkat
dari trakea dan bronkhus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan
menyeluruh dari saluran pernapasan. (Marline, 2015)
15
D. EPIDEMIOLOGI
E. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Obstruksi jalan nafas menyebabkan reduksi alirn udara yang beragam
bergantung pada penyakit. Pada bronkhitis kronis dan bronkhiolitis, terjadi
penumpukan ledir dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat
jalan nafas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbon
dioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh
overektensiruang udara di dalam paru. Pada asma, jalan bronkialmenyempit
dan membatasi jumlah udara yang mengalir kedalam paru.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetik dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan ditempat
kerja (batubara, kapas, padi-padian ) merupakan faktor resiko yang penting
yang menunjang terjadinya penyakit ini prosesnya dapat terjadi dalam
rentang lebih dari 20 – 30 tahun. PPOK juga ditemukan terjadi pada
individu yang tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah
penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu (Arif Mutaqqin, 2008).
Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel
bronkial, hipersekresi mukosa, peningkatan masa otot halus, dan fibrosis.
Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya
klirens produksi mukus yang berlebihan . Secara klinis, proses inilah yang
bermanifestasi sebagai bronkitis kronis, ditandai oleh batuk produktif
kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen struktural yang dimediasi
protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan
berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran
17
udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non- kartilago.
Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran nafas
dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK.
2. Skema
Patofisiologi.
Bronkitis
Bronkhitis
Kronis Emfisema Asma Bronkhial
Kronis
F. DIAGNOSTIK
1. Pengukuran Fungsi Paru
a) Kapasitas inspirasi menurun
b) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkhitis dan asma.
c) FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru
obstruktif kronis.
d) FVC awal normal menurun pada bronkhitis dan asma
e) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema)
(Muttaqin 2011)
2. Analisa Gs Darah
PaO2 menurun PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH
normal, asidosis, alkalosis respirtorik ringan sekunder. (Muttaqin 2011)
3. Pemeriksaan Laboraturium
2. Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
3. EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise. Bila
sudah terdapat korpulmonal, terdapat deviasi aksis kekanan dan P-
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio
R/S lebih dari satu dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat
RBBB inkomplet. (Muttaqin 2011)
5. Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dispnea.
Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik daripada makan
sekaligus banyak.
6. Pendidikan Kesehatan
a. Berhenti merokok
b. Olahraga
c. Jaga kebersihan rumah agar tidak berdebu
d. Jaga kebersihan lingkungan
e. Anjurkan klien menggunakan inhaler
f. Anjurkan klien untuk menghindari panas
g. Anjurkan klien menggunakan masker jika keluar dari rumah.
(Muttaqin, 2011)
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Priscilla ada tiga diagnosa yang muncul pada klien PPOK
yaitu:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan
peningkatan sekret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Baik bronkitis kronis dan emfisema mempengeruhi kemmapuan untuk
mempertahankan jaln nafas terbuka. Pada bronkhitis kronis jumlah
mukus kental dan tahan yang banyak dihasilkan. Kerja silier
terganggu, membuat sulit untuk membersihkan mukus dari jalan nafas.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
23
4) Bantu batuk dan nafas dalam minimal setiap 2 jam ketika bangun.
5) Rujuk keterapis pernapasan dan bantu dengan postural drainase dan
perkusi.
Diagnosa 2 :
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil:
1) Intake nutrisi tercukupi
2) Asupan makanan dan cairan tercukupi
3) Pasien mengalami peningkatan berat badan.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji status nutrisi
2. Observasi dan dokumentasikan asupan makanan.
3. Monitor nilai laboratorium misalnya albumin serum, prealbumin
dan kadar elektrolit.
4. Lakukan pemberian makanan seikit tapi sering.
5. Bantu untuk memilih makanan yang disukai.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum makan.
7. Konsultasikan dengan ahli gizi.
Diagnosa 3:
Perubahan koping keluarga.
Kriteria hasil:
1) Pasien dan keluarga memahami perubahan dalm peran keluarga.
2) Keluarga mampu berpatisipasi dalam proses membuat keputusan
tentang perawatan.
3) Keluarga mengetahui penyebab penyakit
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji interaksi antara pasien dan keluarga
2. Kaji efek kesakitan pada keluarga
3. Beri informasi dan penyuluhan mengenai COPD.
25
1) Evaluasi
Diagnosa keperawatan 1:
1) Nafas tidsak sesak
2) Pernafasan vesikuler
3) Frekuensi nafas normal
4) Intake nutrisi tercukupi
5) Asupan makanan dan cairan tercukupi.
6) Pasien mengalami peningkatan berat badan.
Diagnosa keperawatan 2:
1) Pasien dan keluarga mampu memahami perubahan dalam peran keluarga.
2) Keluarga mampu berpatisipasi dalam proses membuat keputusan tentang
perawatan.
3) Kelurag mengetahui penyebab penyakit
1. Pengertian Lansia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 86 tahun keatas ( Effendi dan Makhfudi, 2009).
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO seseorang dikatakan lanjut usia
jika berumur 60-74 tahun.
Menurut prof. Dr. Koeomanto S lanjut usia dikelompokkan menjadi
tiga yaitu 70 -75 tahun (cukup tua), usia 76 – 80 (tua), dan usia lebih 80
tahun (veryasias) kesimpulan dari pembagian umur menurut beberapa ahli
bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun
keatas (Nugroho, 2011).
Respirasi :
otot – otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk
menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.
Pensyarafan:
saraf panca indra mengecil, sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khusunya yang
berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin
akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respons motoric dan
reflex
Musculoskeletal:
cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk
(kifosis), persendianmembesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kra m,
tremor, tendon mengerut, dan mengalami sclerosis
Gastrointestinal :
esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan
peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun.
Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim
pencernaan.
Genitourinaria :
ginjal: mengecil, aliran darah keginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga
kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun.
Vesika urinaria :
otot – otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine. Prostat:
hipertrofi pada 75% lansia.
Vagina
selaput lender mongering dan sekresi menurun
29
Pendengaran
membrane tifani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran, tulang
- tulang pendengaran mengalami gangguan
Penglihatan
respon terhadap sinar matahari, adaptasi terha dap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
Endokrin
produksi hormone menurun.
Kulit
keriput serta kulit kepala dan rambut menipis.
rambut dalam hidungdan telinga menebal. Elastisitas menurun,
vaskularisasi menurun, rambut memutih ( uban ), kelenjar keringat
menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan
seperti tanduk.
Belajar dan memori kemampuan belajar masih ada tetapi relatif
menurun. Memori ( daya ingat ) menurun karena proses encoding
menurun Input