Anda di halaman 1dari 23

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 2.1 Sistem Pernafasan


(Luvina, 2013)
1. Saluran Udara
Sistem pernapasa pada manusia tersusun atan saluran udara dan par-paru.
Udara masuk kedalam tubuh melalui struktur-struktur berikut ini (Evi
Luvina, 2013) :
a. Rongga hidung
b. Faring atau tekak
c. Laring
d. Trakea atau tenggorokan- masuk kedalam paru-paru
e. Bronkus (caang tengorokan) dan bronkiolus
f. Alveolus
8

a. Rongga Hidung
Udara masuk kedalam hidung melalui lubang hidung
depan sampai kedalam rongga hidung. Rambut hidung yang
terdapat dilubang hidung ini menyaring debu yang masuk bersama
udara.
Membran mukosa yang melapisi seluruh rongga hidung
tersusun atas jaringan epitel kolumnar bersilia dan selaput ini
disuplai dengan banyak pembuluh darah. Suplai darah yang
banyak ini menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk
kedalam hidung.
b. Faring
Faring merupakan suatu saluran yang bermula dari dasar
tengkorak dan berakhir dibelakanglaring disruas vertebra servikal
keenam. Saluran ini merupakan bagian dari sistem pernapasan dan
percernaan. Panjang laring orang dewasa sekitar 13 cm. Dinding
faring tersusun atas otot lurik yang bertindak secara otomatis. Otot
yang paling penting dibagian faring adalah otot sfingter yang
bertanggung jawab untuk menelan.
Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian :
1) Nasofaring (faring dibelakang hidung)
2) Orofaring (faring dibelakang mulut)
3) Faring-laringeal (faring dibelakang laring)
c. Laring
Laring merupakan alat bersaluran yang terletak dibawah
faring dan diatas trakea. Laring memiliki dua fungsi yaitu pertama,
berkaitan dengan peredaran udara untuk pernafasan dan kedua,
untuk mengeluarkan suara.
d. Trakea
Trakea merupakan suatu saluran dengan panjang 11,5 cm
pada orang dewasa. Struktur ini tersusun atas tulang rawan
berbentuk C. Diantara tulang rawan tersebut terdapat ootot bebas.
9

Tulang rawan ini menguatkan dinding trakea dan memungkinkan


peredaran udara terus-menerus didalamnya tanpa ada penghalang.
Halangan didalamnya akan mengakibatkan rasa lemas dan dapat
menyebabkan kematian (Evi Luvina, 2013)
e. Bronkus dan Bronkiolus
Setiap bronkus masuk kedalam paru-paru dan terbagi
menjadi bronkus lobus (atas, tengah, atau bawah). Brokus lobus ini
bercabang-cabang lagi hingga membentuk tranting kecil yang
dikenal dengan nama bronkiolus. Susunan bronkus dan bronkus
lobus dapat dikaatakan mirip dengan susunan trakea, tetapi
bronkiolus tidak memiliki dinding yang jaringan otot bebasnya
telanh menggatikan jaringan tulang rawan. Ujung bronkiolus
berakhir sebagai saluran alveolus dan saluran ini membuka didalam
alveolus. Kapiler darah mengelilingi semua alveolus didalam paru-
paru. Paru-paru yang sehat memiliki jumlah alveolus sepuluh kali
lipat lebih banyak daripada jumlah alveolus yang dibutuhkan untuk
hidup.
Laring, trakea, bronkus dan bronkus lobus dilapisi oleh
membran mukosa yang tersusun atas jaringan epitel bersilia. (Evi
Luvina, 2013)
2. Paru-Paru
Manusia memiliki dua paru paru yang terdapat didalam rongga
toraks dan dilindungi oleh tulang rusuk dan otot interkostalis.
Dipermukaan sisi dalam terdapat suatu celah atau fisura yang disebut
hilum. Brokus, pembuluh darah, urat saraf, dan pembuluh limpa masuk
kedalam paru – paru melaluli hilum ini
Bidang diantara permukaan – permukaan sisi dalam paru – paru
disebut rongga media stinum. Kedua paru – paru diselaputi oleh membran
paru – paru (pleura). Membran ini melipat kedalam dan membentuk celah
atau fisura yang membagi paru – paru menjadi beberapa lobus. Paru –
10

paru kanan memiliki tiga lobus ( atas, tengah, dan bawah ) dan paru paru
kiri memiliki dua lobus ( atas, bawah). (Evi Luvina, 2013).
Setiap lobus tersusun atas beberapa lobula dan lobula ini disuplai
dengan struktur - struktur sebagai berikut :
a. Bronkus lobus
b. Brokiolus
c. Alveolus
d. Pembuluh darah arteri –arteri pulmunalis
e. Pembuluh linpa dan urat saraf
Trakea dibagi menjadi bronki utama kanan dan kiri, bronkus kanan
lebih pendek, lebar dan terletak lebih vertikal (membuat aspirasi benda
asing ke dalam bronkus utama lebih mudah). Titik tempat trakea terbagi
dipersarafi oleh saraf motorik, aktivitas seperti penghisapan trakea dapat
merangsang batuk dan bronkospasme akibat stimulus ini. Selama
inspirasi, udara masuk keparu-paru lewat bronkus utama kemudian
bergerak melewati jalan paru makin mengecil menuju alveoli; tempat
terjadi pertukaran oksigen dan karbon oksida. Alveoli berkumpul
mengelilingi kantong alveolar yang bermuara kedalam ruangan umum
yang disebut atrium. Dinding alveoli adalah lapisan tunggal sel epitel
skuamosa diatas membran basalis sangat tipis. Permuakaan luar alveoli
dilapisi kapiler pulmonalis. Dinding alveolar dan kapiler membentuk
membran respiratorik. Pertukaran gas menembus membran repiratorik
terjadi melalui difusi sederhana.
Membran paru – paru (pleura) merupakan suatu membran tipis
jernih yang tersusun atas jaringan epitel skuamosa. Membran ini terdiri
atas dua lapisan dan diantara lapisan – lapisan ini terdapat suatu cairan
jernih yang dihasilkan oleh membran paru –paru tersebut. Cairan ini
mencegah gesekan pada saat mengembang dan menguncup ketika
bernapas
11

Lapisan luar melapisi permukaan dalam rongga toraks dan


permukaaan atas otot diafragma, sedangkan lapisan dalam melapisi
seluruh paru – paru kecuali hilum.
3. Fisiologi pernapasan
Paru –paru berfungsi untuk pertukaran gas. Oksigen dari udara
dibawa kedarah dan karbon dioksida serta uap air dari darah disingkirkan
keluar.
Udara bisa mengandung kurang lebih 20% oksigen dan 0,04%
karbon dioksida, tetapi udara yang dihembuskan keluar hanya
mengandung 16% oksigen dan kandungan karbon dioksida yang
meningkat (100X) menjadi 4% kandungan nitrogen tidak berubah yaitu
79%.
Pernapasan dapat dibagi menjadi dua jenis :
a. Pernapasan interna ( pernapasan jaingan )
Pernapasan interna terjadi didalam semua jaringan tubuh. Oksigen ang
termuat didalam darah digunakan untuk metabolisme jaringan,
sedangakan karbon dioksida dan uap air yang dihasilkan oleh jaringan
tersebut dikeluarkan didalam darah. (Evi Luvina, 2013).
b. Pernapasan externa ( pernapasa paru –paru )
Oksigen yang terdapat diudara dibawa kedarah dan karbon dioksida
serta uap air disingkirkan keluar. Udara yang sampai didalam alveolus
kaya akan oksigen. Dinding alveolus tersususun atas satu lapis
jaringan. Kapiler darah yang mengelilingi alveolus juga terssusun
demikian. Struktur dinding seperti ini sangat permeabel terhadap gas.
Pertukaran gas terjadi dengan cara difusi. Oksigen dari alveolus
masuk kedalam darah, kemudian berkaitan dengan hemoglobin dari sel
darah merah.
Karbon dioksida dan uap air keluar dari darah, kemudia asuk
kedalam alveolusdan dilepaskan keluar. Sebagian besar karbon
dioksida terdapat didalam pembuluh darah dalam bentuk asam karbont
dan natrium hidrogen karbonat.
12

Walaupun karbon dioksida merupakan salah satu limbah tubuh,


tidak semua gas ini tersingkir keluar. Hanya 10% saja yang
dikeluarkan, sisanya tetap terdapat didalam darah untuk menyegarkan
pusat pernapasan didalam medula oblongata (Evi Luvina, 2013)
4. Volume udara
Dalam pernapasan normal pada orang dewasa, sekitar 500cm 3
udara dapat dipertukarkan antara udara luaar dan udara diadalam paru –
paru. Volume ini disebut volume tidal. Setelah menarik nafas normal
sekitar 1500cm3 udara ( yang melampaui volume tidal ) dapat dihirup
masuk kedalam paru –paru. Volume udara ini merupakan volume cadangan
inspirasi ( kompimenter ) setelah menghebuskan napas biasa, sekitar
1500cm3 udara masih dapat dipaksa keluar dari saluran pernapasan.
Volume udara ini disebut volum cadangan ekspirasi ( suplimenter ) paru –
paru senantiasa mengandung sekitar 1500cm3 udara walaupun sudah
dipaksa keluar. Volume udara ini disebut volume udara residu.
Volume udara vital didefinisikan sebagai jumlah volume udara
yang dapat dihembuskan keluar setelah menarik napas dalam, dan hal ini
menunjukkan volume udara yang sangat penuh yang dapat digunakan
untuk pertukaran pada saat bernapas. Angka 5000cm3 merupakan volume
udara yang dapat dipertukarkan kepada kedua paru–paru. (Evi Luvina,
2013).
13

B. DEFINISI

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupkan sejumlah gangguan


yang memepengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang
penting adalah bronkitis obstruktif, emfisema dan asma bronkial (Arif
Muttaqin, 2016).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan inflamasi lokal
saluran nafas paru yang ditandai dengan hipersekresi mukus dan sumbatan
aliran udara yang persisten (Wahyuningsih, 2013).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu kondisi yang
ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang membatasi aliran udara dan
menghambat ventilasi (Marline, 2015)
Jadi, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah istilah yang
digunakan untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka
panjang yang akan menghalangi udara dari dalam paru-paru sehingga
pengidap akan mengalami kesulitan dalam bernapas.

C. ETIOLOGI
Faktor resiko :

2.1 Mekanisme rokok menyebabkan PPOK


14

Merokok merupakan > 90% risiko untuk PPOK dan sekitar 1% perokok
menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap “peka ”dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah
diakitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan risiko penyakit paru
obstruktif. Pajanan debu pekerjaan merupakan faktor risiko independen untuk
PPOK Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan
peningkatan risiko morbiditas PPOK.
1. Bronkhitis Kronis
Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus yang
berlebihan dalam bronkus dan dimanisfestasikan dalam bentuk batuk
kronis sertai membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, minimal 2
tahun bertururt-turut.
2. Emfisema
Perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolar dan destruksi dinding alveolar
3. Asma Bronkhial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang meningkat
dari trakea dan bronkhus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan
menyeluruh dari saluran pernapasan. (Marline, 2015)
15

2.2 Tampilan bronkhitis dan emfisema (http://copd.pdf)

D. EPIDEMIOLOGI

Menurut World Health Organisation (WHO) tahun 2013 PPOK


menempati urutan ke 6 sebagai angka kematian didunia, tahun 2014 PPOK
menempati urutan kelima sebagai angka kematian didunia dan WHO
memprediksi tahun 2030 PPOK akan menempati urutan ketiga sebagai angka
kematian diduinia. Prevelensi PPOK tahun 2013 kira-kira 16,2 juta laki-laki
dan perempuan menderita PPOK di Amerika lebih dari 2 juta individu.
Penyebab keempat kematian di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa lebih
dari 16 juta orang di Amerika Serikat dan 20% di negara-negara industri
menderita PPOK.
Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES) tahun 2011, asma bronkhitiskronik
dan emfisema menduduki peringkat kelima sebagai penyebab kesakitan
terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT DEPKES menunjukkan
angka kematianasma bronkhitis kronik dan emfisema menduduki peringkat
keenam dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. 1,18 dari hasil riset
16

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukkan bahwa prevelensi PPOK


di Indonesia sebayak 3,7%.
Sedangkan di RSUD dr. Moch. Ansari Saleh Bajarmasin, data yang
didapat dari medikal record, jumlah pederita Penyakit Paru Obstruktif Kronik
sepanjang Januari sampai September tahun 2016 berjumlah 33 orang, laki-laki
24 orang dan perempuan 9 orang dengan rentan usia 60 tahun keatas.

E. PATOFISIOLOGI
1. Narasi
Obstruksi jalan nafas menyebabkan reduksi alirn udara yang beragam
bergantung pada penyakit. Pada bronkhitis kronis dan bronkhiolitis, terjadi
penumpukan ledir dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat
jalan nafas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbon
dioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh
overektensiruang udara di dalam paru. Pada asma, jalan bronkialmenyempit
dan membatasi jumlah udara yang mengalir kedalam paru.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetik dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan ditempat
kerja (batubara, kapas, padi-padian ) merupakan faktor resiko yang penting
yang menunjang terjadinya penyakit ini prosesnya dapat terjadi dalam
rentang lebih dari 20 – 30 tahun. PPOK juga ditemukan terjadi pada
individu yang tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah
penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu (Arif Mutaqqin, 2008).
Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel
bronkial, hipersekresi mukosa, peningkatan masa otot halus, dan fibrosis.
Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya
klirens produksi mukus yang berlebihan . Secara klinis, proses inilah yang
bermanifestasi sebagai bronkitis kronis, ditandai oleh batuk produktif
kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen struktural yang dimediasi
protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan
berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran
17

udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non- kartilago.
Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran nafas
dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK.

Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi


aatu kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan
menyebabkan hypoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara
ventilasi dan aliran darah (V∕Q tidak sesuai ). Ventilasi dari alveoli yang
tidak berperfusi atau kurang berpefusi meningkatkan ruang buntu (Vd),
menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya
akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan in, yang kemudian akan
meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran
nafas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah
retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat
(Smeltzer dan Bare, 2006).
18

2. Skema
Patofisiologi.
Bronkitis
Bronkhitis
Kronis Emfisema Asma Bronkhial
Kronis

Penumpukkan lendir Obstruksi pada Jalan napas bronkhial


dan sekresi yang pertukaran oksigen menyempit dan
sangat banyak dan karbondioksida membatasi jumlah
menyumbat jalan terjadi akibat udara yang mengalir ke
napas kerusakan dinding dalam paru-paru
alveoli

Gangguan pergerakan udara dari dan ke luar paru

Penurunan kemampuan batuk


efektif
Peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, penggunaan otot bantu
Ketidakefektifan bersihan jalan napas pernapasan
Risiko tonggi infeksi pernapasan

Respons sistemis dan


psikologis

Peningkatan kerja Keluhan sistemis, mual, Keluhan


pernapasan, intake nutrisi tidak adekuat, psikososial,
hipoksemia secara malaise, kelemahan, dan kecemasan,
reversibel keletihan fisik ketidaktahuan akan
prognosis

Perubahan pemenuhan Kecemasan


Gangguan nutrisi kurang dari
pertukaran gas kebutuhan Ketidaktahua/pem
enuhan
Gangguan pemenuhan informasi
ADL

Resiko tinggi gagal napas Kematian

Gambar 2.3 Patofisiologi PPOK (Muttaqin, 2014)


19

F. DIAGNOSTIK
1. Pengukuran Fungsi Paru
a) Kapasitas inspirasi menurun
b) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkhitis dan asma.
c) FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru
obstruktif kronis.
d) FVC awal normal menurun pada bronkhitis dan asma
e) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema)
(Muttaqin 2011)
2. Analisa Gs Darah
PaO2 menurun PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH
normal, asidosis, alkalosis respirtorik ringan sekunder. (Muttaqin 2011)
3. Pemeriksaan Laboraturium

a) Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia


sekunder.
b) Jumlah darah merah meningkat.
c) Eosinofil dan total IgE serum meningkat.
d) Pulse oksiemetri SaO2 oksigenasi menurun.
e) Elektrolit menurun karena pemakaiaan obat diuretik.
4. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman atau kultur adanya infeksi campuran. Kuman
patogen yang biasa ditemukan adalah sterptococcus pneumoniae
Hemophylus influenzae dan Morexella catarrhalis
1. Pemeriksaan Radiologi Thorak Foto (AP dan Lateral )
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pemebesaran jantung, dan
bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diagframa dengan
letak yang renda dan medatar, ruang udara rettrosternal > (foto lateral),
jantung tampak bergantung, memanjang dan menyempit.
20

2. Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
3. EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise. Bila
sudah terdapat korpulmonal, terdapat deviasi aksis kekanan dan P-
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio
R/S lebih dari satu dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat
RBBB inkomplet. (Muttaqin 2011)

G. COLLABORATIVE CARE MANAGEMENT


1. Pengobatan farmokologi:
a. Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin dan lain-lain).
b. Brokodilator
c. Adregnik : efedrin, epineprin, dan beta adrenergik agonis selektif.
d. Nonadregenik: aminofilin, teofilin
e. Antihistamin
f. Antibiotik
g. Ekspektoran
h. Pemberian oksigen
2. Non Medikasi
a) Rehabilitasi
b) Berhenti merokok
c) Fisioterapi
d) Batuk efektif
3. Aktivitas dan Latihan
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otot skeletal
agar lebih efektf dilaksanakan dengan jalan sehat.
4. Pembedahan
Ketika terapi medis tidak efektif, transplantasi paru dapat menjadi pilihan.
Baik transplantasi tunggal maupun bilateral telah dilakukan secara
berhasil.
21

5. Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dispnea.
Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik daripada makan
sekaligus banyak.
6. Pendidikan Kesehatan
a. Berhenti merokok
b. Olahraga
c. Jaga kebersihan rumah agar tidak berdebu
d. Jaga kebersihan lingkungan
e. Anjurkan klien menggunakan inhaler
f. Anjurkan klien untuk menghindari panas
g. Anjurkan klien menggunakan masker jika keluar dari rumah.
(Muttaqin, 2011)

H. NURSING CARE MANAGEMENT


1. Pengkajian
Menurut Priscilla, 2015 pengkajian berfokus untuk pasien yang menderita
Penyakit Paru Obstruktif Kronik, antara lain sebagai berikut:
a) Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan pasien tentang kondisi saat ini keluhan utama yang
sering muncul biasanya.
b) Riwayat Kesehatan
Gejala saat ini, antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas,
toleransi aktivitas, frekuensi infeksi pernapasan dan episode yang
paling sering, riwayat merokok, riwayat pajanan keperokok pasif,
polutan pekerjaan dan lainnya.
c) Pemeriksaan Fisik Fokus
1) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas. Pada saat
22

inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada


barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan masa otot,
bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal
yang tidak efektif. Pada tahap lanjut,dispneu terjadi pada saat
beraktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi.
Pengkajian batuk pproduktif dengan sputum purulen disertai
dengan demam yang menandai telah terjadinya infeksi pernapasan.
2) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
3) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan didiagragma mendatar/menurun.
4) Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronvhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruktif pada bronkiolus.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Khususnya tubercolosis paru ditularkan melalui satu orang keorang
lain. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi
akan dapat diketahui sumber.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Priscilla ada tiga diagnosa yang muncul pada klien PPOK
yaitu:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan
peningkatan sekret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Baik bronkitis kronis dan emfisema mempengeruhi kemmapuan untuk
mempertahankan jaln nafas terbuka. Pada bronkhitis kronis jumlah
mukus kental dan tahan yang banyak dihasilkan. Kerja silier
terganggu, membuat sulit untuk membersihkan mukus dari jalan nafas.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
23

Dengan COPD tahap lanjut, aktivitas minimal antara lain


makan, dapat menyebabkan kelelahan dan sesak. Pasiendapat tidak
mampu mengkonsumsi makanan penuh tanpa istirahat. Pada saat yang
sama peningkatan kerja nafas (8 hingga 10 kali dari normal)
meningkatkan kebutuhan metabolik dan lebuh banyak kalori yang
dibutuhkan. Status nutrisi yang buruk kemudian untuk menurunkan
ungsi imun dan meningkatkan risiko infeksi yang menyulitkan.

3. Perubahan koping keluarga.


Kesakitan kronik mempengaruhi semua struktur seluruh
keluarga. perubahan peran dan hubungan, kebutuhan tambahan
diletakkan pada keluarga. anggota keluarga dapat menjadi melindungi
pasien secara berlebihan. Sebaliknya, anggota keluarga dapat
menyalahkan pasien untuk menyebabkan kesakitan atau memiliki
persepsi menyimpang mengenai hal tersebut, meskipun menyangkal
eksistensinya. Padasebagian besar kasus berat, mereka dapat menolak
untuk membantu atau berpartisipasi dalam asuahan. Pasien dapat
mengembangkan sikap ketidakberdayaan atau kemandirian atau dapat
menunjukkan rasa marah, permusuhan atau agresi.
3. Intervensi
Diagnosa keperawatan 1:
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan
peningkatan sekret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Kriteria hasil :
1) Jalan nafas kembali efektif
2) Tidak ada sputum
3) Tidak ada dispneu
Intervensi Keperawatan :
1) Monitor hasil gas darah arteri.
2) Anjurkan asupan cairan.
3) Letakkan pada posisi fowler, semi fowler atau posisi ortopneik.
24

4) Bantu batuk dan nafas dalam minimal setiap 2 jam ketika bangun.
5) Rujuk keterapis pernapasan dan bantu dengan postural drainase dan
perkusi.

Diagnosa 2 :
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil:
1) Intake nutrisi tercukupi
2) Asupan makanan dan cairan tercukupi
3) Pasien mengalami peningkatan berat badan.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji status nutrisi
2. Observasi dan dokumentasikan asupan makanan.
3. Monitor nilai laboratorium misalnya albumin serum, prealbumin
dan kadar elektrolit.
4. Lakukan pemberian makanan seikit tapi sering.
5. Bantu untuk memilih makanan yang disukai.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum makan.
7. Konsultasikan dengan ahli gizi.

Diagnosa 3:
Perubahan koping keluarga.
Kriteria hasil:
1) Pasien dan keluarga memahami perubahan dalm peran keluarga.
2) Keluarga mampu berpatisipasi dalam proses membuat keputusan
tentang perawatan.
3) Keluarga mengetahui penyebab penyakit
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji interaksi antara pasien dan keluarga
2. Kaji efek kesakitan pada keluarga
3. Beri informasi dan penyuluhan mengenai COPD.
25

4. Anjurkan untuk memngungkapkanperasaan.


1. Bantu keluarga untuk mengenali perilaku yang dapat mengganggu
terapi.

1) Evaluasi
Diagnosa keperawatan 1:
1) Nafas tidsak sesak
2) Pernafasan vesikuler
3) Frekuensi nafas normal
4) Intake nutrisi tercukupi
5) Asupan makanan dan cairan tercukupi.
6) Pasien mengalami peningkatan berat badan.

Diagnosa keperawatan 2:
1) Pasien dan keluarga mampu memahami perubahan dalam peran keluarga.
2) Keluarga mampu berpatisipasi dalam proses membuat keputusan tentang
perawatan.
3) Kelurag mengetahui penyebab penyakit

I. KONSEP TUMBUH KEMBANG/KONSEP LANSIA


26

1. Pengertian Lansia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 86 tahun keatas ( Effendi dan Makhfudi, 2009).
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO seseorang dikatakan lanjut usia
jika berumur 60-74 tahun.
Menurut prof. Dr. Koeomanto S lanjut usia dikelompokkan menjadi
tiga yaitu 70 -75 tahun (cukup tua), usia 76 – 80 (tua), dan usia lebih 80
tahun (veryasias) kesimpulan dari pembagian umur menurut beberapa ahli
bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun
keatas (Nugroho, 2011).

2. Teori penuaan batasan-batasan lanjut usia


Menurut badan kesehatan dunia, lanjut usia meliputi:
a) Usia penengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 – 59 tahun
b) Usia lanjut (eldery) antara 60 – 70 tahun.
c) Usia lanjut (old) antara 75 - 90 tahun.
d) Usia sangat tua diatas 90 tahun.

Gerontologi studi ilmiah tentang efek penuan dan penyakit yang


berhubungan dengan penuaan pada manusia meliputi aspek biologis.
Normal berhubungan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan neurologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena
yang kompleks dan multimensional yang dapat diobservasi didalam satu
sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem (Nugroho, 2011).
Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan
terjadi biasanya dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu
kelompok biologis dan teori psikososial.

Teori Biologis Tingkat Perubahan


27

 Genetalia dipakai dan  Gen yang diwariskan


dirusak (wear dan tear) dan dampak
 Lingkungan lingkungan
 Kerusakan oleh
radikal bebas
 Kerusakan oleh
radikal bebas
 Meningkatkan
pajanan terhadap hal-
 Imunitas hal berbahaya
 Integritas sistem
 Neuro endokrin tubuh untuk melawan
kembali
 Kelebihan atau
kurangnya produk
dihormon

3. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Menurut Mariyani R. Siti (2011), perubahan yang terjadi pada lansia
meliputi perubahan fisik yaitu:
 Sel :
jumlah berkurang, ukuran membesar,cairan tubuh menurun dan cairan
intraseluler menurun.
 Kardiovaskuler :
katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatnya resistansi pembuluh darah perifer
sehingga tekanan darah meningkat.
28

 Respirasi :
otot – otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru
menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk
menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.
 Pensyarafan:
saraf panca indra mengecil, sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khusunya yang
berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin
akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respons motoric dan
reflex
 Musculoskeletal:
cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk
(kifosis), persendianmembesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kra m,
tremor, tendon mengerut, dan mengalami sclerosis
 Gastrointestinal :
esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan
peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun.
Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim
pencernaan.
 Genitourinaria :
ginjal: mengecil, aliran darah keginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga
kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun.
 Vesika urinaria :
otot – otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine. Prostat:
hipertrofi pada 75% lansia.
 Vagina
selaput lender mongering dan sekresi menurun
29

 Pendengaran
membrane tifani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran, tulang
- tulang pendengaran mengalami gangguan
 Penglihatan
respon terhadap sinar matahari, adaptasi terha dap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
 Endokrin
produksi hormone menurun.
 Kulit
keriput serta kulit kepala dan rambut menipis.
rambut dalam hidungdan telinga menebal. Elastisitas menurun,
vaskularisasi menurun, rambut memutih ( uban ), kelenjar keringat
menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan
seperti tanduk.
 Belajar dan memori kemampuan belajar masih ada tetapi relatif
menurun. Memori ( daya ingat ) menurun karena proses encoding
menurun Input

Anda mungkin juga menyukai